Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199563 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S8134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chery Sidharta
"Upaya panjang mencari penyelesaian damai konflik di Filipina Selatan melibatkan intervensi dua negara yang berbeda, Libya dan Indonesia, yang berperan sebagai mediator, dalam kerangka Organisasi Konferensi Islam. Namun dalam menjalankan perannya kedua negara tersebut memiliki keberhasilan yang berbeda. Hal ini menarik untuk ditelaah lebih jauh terutama memahami apa yang menjadi pembeda keberhasilan antara Indonesia dan Libya sebagai pihak ketiga dalam penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina dan MNLF di Filipina Selatan, dan bagaimana perbedaan itu dapat terjadi.
Dalam penelitian ini dipergunakan konsep Oran Young dan Marvin Ott bahwa keberhasilan mediasi dalam resolusi konflik antara lain tergantung pada kapabilitas mediator yaitu ketidakberpihakan, independensi dan leverage.
Konsep lain yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah konsep Brian Frederking, Andrea Pyatt dan Shaun Randol yaitu, peran jenis aktoraktor regional (Indonesia) dan ekstra-regional (Libya)-dalam upaya mediasi. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai mengenai keberhasilan peran pihak ketiga dalam resolusi konflik, dengan mengambil kasus mediasi Libya dan Indonesia dalam penyelesaian konflik di Filipina Selatan.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif-analitis.
Unit analisis penelitian ini adalah negara.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa perbedaan kapabilitas antara Indonesia dan Libya memiliki hubungan terhadap resolusi konflik di Filipina Selatan, terutama faktor persepsi keberpihakan atau ketidakberpihakan, ketergantungan, penerimaan dan leverage kedua negara oleh aktor yang memiliki kemampuan menentukan dalam konflik, dalam kasus ini Pemerintah Filipina.
Lebih jauh ini mengindikasikan bahwa efektifitas peran pihak ketiga sebagai mediator dalam konflik ditentukan oleh sifat konflik (internalminoritas) dan distribusi kekuatan (power) antara pihak-pihak yang bertikai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlizar Rachman
"Memorandum of Understanding Helsinki pada tahun 2005 merupakan capaian terbaik sebuah negara dalam menyelesaikan konflik asimetris secara damai. Perundingan yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan pihak GAM menjadi titik paling menarik selama proses ini karena tidak banyak aktor negara yang berinisiatif untuk menyelesaikan sebuah konflik asimetris dengan menggunakan cara-cara yang non- koersif. Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan pertanyaan mengapa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla membuka mediasi dengan pihak GAM dalam proses resolusi konflik Aceh tahun 2004-2005?
Dengan menggunakan teori rekonsiliasi, penelitian ini menemukan bahwa cara non-koersif yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia pada proses resolusi konflik Aceh tahun 2004-2005 bertujuan untuk memanfaatkan momentum kemunduran GAM, membentuk citra positif di dunia internasional, serta rekonstruksi pasca-bencana. Temuan tersebut merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan dengan metode process tracing yang memelajari percabangan-percabangan sejarah dari genealogi konflik Aceh dalam periode waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2005.

The 2005's Memorandum of Understanding of Helsinki was known as a state?s best response to asymmetric conflict using peaceful way. The negotiations between the Government of Indonesia and the Aceh Free Movement, or GAM, had become the core of the process since the rarity of such occassion in which a state solving an asymmetric conflict using non-coercive ways. Thus, this research asks why the Yudhoyono and Kalla administration opens a mediation with the Aceh Free Movement during the Aceh conflict resolution process in 2004-2005?
Using reconciliation theory, this research finds that the Government of Indonesia?s choice in using non-coercive ways is due to maximizing the moment of the setback of the Aceh Free Movement, creating positive image among international community, and the post-disaster reconstruction. Those findings are the result of a process tracing method in which this research study the genealogy of the conflict of Aceh and its disjunctures of events during 2004-2005.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S63511
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Jakarta, 2005
303.6 Hub
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Supriadi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S7981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Suciyana Sriyanto
"Dua studi kuantitatif dilakukan dalam konteks konflik yang terjadi selama proses Pemilihan Gubernur 2017 di Jakarta. Data studi 1 dikumpulkan dari 442 sampel dan data studi 2 dikumpulkan dari 421 sampel, yang dipilih dengan menggunakan teknik accidental sampling. Sampel dipilih dari warga Jakarta yang menggunakan hak pilih mereka dan mengidentifikasi bahwa mereka sebagai anggota kelompok yang terlibat dalam konflik yang terjadi selama pemilihan Gubernur Jakarta 2017. Studi 1 dilakukan untuk menjelaskan bagaimana emosi berbasis kelompok seperti harapan, rasa benci, rasa bersalah, rasa malu, dan rasa marah dapat memprediksi kesiapsediaan untuk berekonsiliasi dalam konflik antarkelompok. Studi 2 dilakukan untuk membuktikan bahwa emosi berbasis kelompok seperti harapan, rasa benci, rasa bersalah, rasa malu, dan rasa marah dapat memprediksi kesiapsediaan untuk berekonsiliasi lebih baik daripada variabel bukan emosi seperti trust, identifikasi kelompok, dan out-group blame. Data dianalisis dengan menggunakan teknik Structural Equation Modeling untuk membangun teori model terintegrasi dan menguji hipotesis penelitian.
Hasil studi 1 menunjukkan bahwa harapan, rasa benci, rasa marah, dan rasa bersalah dapat memprediksi kesiapsediaan untuk berekonsiliasi, sementara hasil studi 2 menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara harapan, rasa benci, rasa bersalah terhadap kesiapsediaan untuk berekonsiliasi Temuan dalam penelitian ini mendukung asumsi bahwa harapan, rasa bersalah dan trust memiliki pengaruh poositif terhadap kesiapsediaan untuk berekonsiliasi, sementara rasa benci dan out-group blame mengakibatkan berkurangnya tingkat kesiapsediaan untuk berekonsiliasi dengan kelompok lawan. Di antara semua variabel yang diuji, studi-studi ini memberikan bukti rasa bersalah terhadap out-group merupakan prediktor terkuat pada kesiapsediaan untuk berekonsiliasi antar-kelompok yang terlibat konflik PILKADA Jakarta 2017. Hasil penelitian ini juga memberikan bukti bahwa emosi berbasis kelompok dapat memprediksi kesiapsediaan untuk berekonsiliasi lebih baik dibandingkan variabel bukan emosi seperti out-group blame dan group identification.

Two quantitative studies were conducted within the context of conflict which occurred during Jakarta's 2017 Governor Election process. The first study aimed to gain explanation whether group-based emotion including hope, anger, hatred, shame and guilt could predicts willingness to reconcile. The second study was conducted to answer wheter group-based emotions could predicts more significantly than non-emotional variables such as trust, group identification, and out-group blame. In the first study, the data were collected using accidental sampling from 442 Jakarta residents, who use their voting rights and identified that they were part of the groups that involved in conflicts that occurred during Jakarta's 2017 Governor elections. The data for second study were collected from 421 sample within the same mannerĀ  The data were analyzed using Structural Equation Modeling techniques to build the integrated model theory and test the research hypothesis.
The result from first study revealed that hope, hatred, anger and guilt could predicts willingness to reconcile, while in the second study shows hope, hatred, guilt, trust and out-group blame could predicts willingness to reconcile. The findings support the notion that hope, trust, and guilt have a positive impact to the willingness to reconcile, while hatred, anger and out-group blame resulting in participants reducing the willingness to reconcile with opposing candidate's supporting group. These studies also gave evidence that guilt was the strongest predictor of willingness to reconcile in the inter-group conflict in the Jakarta 2017 regional elections. The results of the latest study provide evidence that group-based emotions could predict participant's willingness to engage in post-conflict reconciliation better than non-emotional variables such as trust and out-group blame.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
D2628
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zubaidah
"Penelitian ini mengangkat peran organisasi perempuan Aceh di tengah konflik Aceh yang didominasi oleh kelompok laki-laki. Peran mereka adalah pemberdayaan perempuan, advokasi dan investigasi perempuan korban konflik. Selain itu, dilakukan pemberdayaan ekonomi, advokasi kebijakan, dan penanganan perempuan di pengungsian. Penelitian ini menggunakan teori Ethics of care dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam dan analisis data sekunder.
Narasumber penelitian sebanyak 15 organisasi yaitu Flower Aceh, KKTGA, YPW. MiSPI, RPuK, Daulat Remaja, Matahari, Balai Syura Inong Aceh, Data Lajuna. ORPAD, Srikandi Aceh, SpuRA, Lampuan Aceh, PIIA dan Perempuan Merdeka.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa peran mereka yang lebih dominan adalah menangani dampak konflik. Implikasinya adalah tercipta koalisi perempuan yang kuat di tingkat pusat dan akar rumput; pelibatan perempuan dalam kehidupan sosial dan politik mulai menjadi wacana, munculnya data perempuan sebagai korban konflik; lahirnya revisi kebijakan yang berperspektif perempuan, dan menawarkan alternatif lain dalam penyelesaian konflik Aceh, yaitu pendekatan kepedulian yang tidak melahirkan kekerasan.

The Role Of Acehnese Women Organizations in Armed-Conflict Resolution in AcehThis research investigates the roles of non-governmental Acehnese women's organizations in handling the impacts of armed-conflicts in Aceh. Employing qualitative approach, data are gathered through in-depth interviews and secondary sources and are analyzed against Ethics of Care. Fifteen (I5) women's organizations are selected as subjects: Flower Aceh, KKTGA, YPW, MiSPI, RPuK, Daulat Remaja, Matahari, Balai Syura inong Aceh, Dara Lajuna, ORPAD, Srikandi Aceh, Spurs, Lampuan Aceh, PHIA, and Perempuan Merdeka.
The roles taken by these women's organizations among others are empowering women especially in terms of economics, investigating and advocating women victims of conflicts, taking parts in public policy making process, and tackling women's problems in refugee's (IDPs) camps. Study concludes that they are more intensely involved in addressing the various impacts of the armed-conflicts. This leads to a stronger coalition between women's organizations both in upper and grass root levels; emerging discourse on women's participation in social and political arena; availability of data of women as victims; more women's perspective policy-makings, and most important, the possibility of using Care approach instead of repressive and violent one to resolve the existing conflicts.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>