Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Preciosa Alnashava J.
"Tesis ini membahas tentang bagaimana representasi kekerasan simbolik dalam hubungan romantis pada serial situasi komedi How I Met Your Mother serta bermaksud membongkar ideologi patriarki di balik representasi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis semiotika Roland Barthes dan teknik pengumpulan data melalui analisis teks, serta studi literatur. Konsep kekerasan simbolik yang digunakan dalam penelitian ini beranggapan bahwa hubungan romantis heteroseksual merupakan bentuk kekerasan simbolik pada perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa serial komedi situasi How I Met Your Mother menampilkan kekerasan simbolik dengan mereproduksi mitos perempuan dalam hubungan romantis sebagai : objek seks, makhluk yang emosional, dan pihak yang harus lebih rela berkorban. Mitos ini lah yang mengkonstruksikan ideologi patriarki di balik komedi situasi How I Met Your Mother.

This research tries to explain about how the representation of symbolic violence in romantic relationships in a sitcom, How I Met Your Mother, and to expose the pathriarchal ideology behind the representation. This is a qualitative research with semiotic by Roland Barthes as the method to analyze the text and text analysis technique along with literature study to collect the data. The concept of symbolic violence, that is used in this research, assumes that a heterosexual romantic relationship is a form of symbolic violence to women.
The result of this research indicates that How I Met Your Mother displays symbolic violences by reproducing myths towards women as: sex symbols, emotional beings and the ones who have to be more self-sacrificing than men. These myths construct the patriarchal ideology behind How I Met Your Mother."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30603
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Lukman Putra Ardian
"Skripsi ini membahas mengenai perubahan watak tokoh Barnaby "Barney" Stinson yang merupakan salah satu tokoh utama dalam serial televisi How I Met Your Mother karya Carter Bays dan Craig Thomas dari seorang total jerk menjadi true lover. Di dalam perjalanan perubahan watak dari tokoh ini terdapat isu stereotyping gender yang cukup kental yang dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang berada di sekitar Barney Stinson. Akan tetapi, eksistensi dari humor atau komedi yang menjadi genre serial televisi ini memperhalus tersampaikannya stereotyping gender kepada penonton. Selain itu, adanya humor juga menciptakan ambivalensi dalam memaknai tingkah laku Barney. Mengingat pada saat yang sama Barney Stinson menjadi tokoh yang dikritisi dan juga ditertawakan.

This study discuses the change of personality of Barnaby Barney Stinson character who is one of the main characters in the TV series How I Met Your Mother created by Carter Bays and Craig Thomas from a total jerk to a true lover. Within this change, there are many gender stereotypes that can be seen from characters around Barney. However, the existence of humor or comedy which is the genre of this TV series refines the penetration of gender ideologies toward viewers. Besides that, the existence of humor also creates an ambivalence regarding Barney?s attitude. In a same time, Barney Stinson becomes a character that is criticized and also laughed at."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47720
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Ariandana Dewanto Putra
"ABSTRACTS
Penelitian ini membahas tentang representasi kekerasan seksual melalui elemen-elemen mise-en-scÃne dalam serial drama The Handmaids Tale. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan berfokus pada analisis deskriptif. Proses penelitian dilakukan dengan studi literatur. Hasil penelitian menemukan bahwa tiap-tiap elemen mise-en-scÃne memiliki makna sendiri-sendiri dalam membentuk adegan yang ketika diintegrasikan akan membentuk makna baru dalam membuat representasi di dalam adegan. Penggabungan elemen-elemen mise-en-scÃne menciptakan sintagma yang bekesinambungan dari shot satu ke shot berikutnya. Kekerasan seksual dalam adegan didasari oleh seksisme yang dikonstruksi lewat cara pandang patriarki dari karakter yang mendominasi.

ABSTRACT
This study discusses the representation of sexual violence scenes through elements of mise-en-scÃne in the drama series The Handmaids Tale. This research is a qualitative research and focused on descriptive analysis. This research conduct by literature study. This research finds that every element of mise-en-scÃne has its own meaning and when each element is integrated, they will have a new meaning to represent something in the scene.  The fusion of all elements of mise-en-scÃne creates continuous syntagms. Sexual violence in the scenes that have been analyzed are rooted in sexism that is constructed through elite characters patriarchal perspective."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarra Dwi Monica
"Kekerasan dalam pacaran merupakan fenomena yang marak terjadi namun seringkali terabaikan. Kekerasan yang terjadi dapat berupa kekerasan psikologis, fisik, dan seksual. Meskipun demikian, tak sedikit pelaku dan korban kekerasan berpikir bahwa hal tersebut merupakan ekspresi kasih sayang serta merasa bahwa hubungannya baik-baik saja.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pelaku dan korban kekerasan dalam pacaran memersepsikan kualitas hubungan romantis serta melihat apakah terdapat perbedaan di antaranya. Kekerasan diukur dengan The Revised Tactics Conflict Scales, sedangkan kualitas hubungan romantis diukur dengan Partner Behaviours as Social Context dan Self Behaviours as Social Context.
Penelitian yang dilakukan kepada 431 dewasa muda menunjukkan tidak adanya perbedaan persepsi kualitas hubungan romantis pada pelaku dan korban kekerasan dalam pacaran secara umum. Namun demikian, apabila kualitas hubungan romantis ditinjau dari persepsi individu terhadap pasangannya, terdapat perbedaan yang signifikan di antara kelompok pelaku dan korban.

Dating violence is a common phenomenon yet often ignored. The violence can manifest in the forms of psychological, physical, and sexual coercion. However, many offenders and victims of dating violence perceive the violence as the expression of affection. They also think that their relationship is not affected in any way because of it.
This research aims to see how the offenders, victims, and victim-offenders of dating violence perceive the quality of romantic relationships and to see if there are differences among them. Dating violence is measured by The Revised Conflict Tactics Scales, while the quality of romantic relationships is measured by Partner Behaviours as Social Context and Self Behaviours as Social Context.
Data from 431 young adults with dating violence shows that there is no difference in the perception of romantic relationships quality between the offenders and victims of dating violence. On the other hand, if the quality of romantic relationships is seen from the individual perception of their partner, there are significant differences between offenders and victims.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Titis Sukowati
"ABSTRACT
Serial drama Korea menjadi salah satu bentuk budaya populer yang disukai oleh masyarakat. Studi-studi sebelumnya telah membahas mengenai terpaan media massa pada tayangan serial drama Korea, hiperrealitas pada film dan drama serta dampak hiperrealitas di film dan drama pada penonton. Namun studi-studi tersebut seakan menganggap bahwa setiap penonton memiliki dampak terpaan yang sama terhadap serial drama Korea. Argumentasi dalam penelitian ini bahwa penonton bukan aktor yang pasif maka perkembangan serial drama Korea tidak memberikan dampak hiperrealitas yang sama pada semua penontonnya. Hal itu dikarenakan penonton mendapat terpaan film maupun serial TV yang begitu banyak, sehingga mereka sudah memiliki preferensi tersendiri terhadap suatu tayangan. Penelitian ini mengambil kasus serial drama Korea dengan genre romantis, drama dan komedi dengan menggunakan metode kualitatif, mengumpulkan data dari wawancara mendalam serta pengumpulan studi-studi literatur sejenis. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan, pertama serial drama Korea menawarkan cerita-cerita yang identik dengan nuansa romantisme, kedua setiap penonton memiliki pemahaman dan penerimaan yang berbeda pada serial drama Korea. Hal itu yang memunculkan adanya perbedaan dampak hiperrealitas serial drama Korea pada penonton. Ada beberapa penonton membentuk nilai atau pandangan baru terutama mengenai percintaan, pasangan, pertemanan dan keluarga serta ada pula penonton yang hanya sekedar menonton tanpa mempengaruhi kehidupannya.

ABSTRACT
Korean drama series became one of the popular forms of culture favored by the public. Previous studies have discussed the exposure of mass media to Korean drama series, hyperreality in films and drama and the impact of hyperreality on film and drama to the audience. However, these studies seem to assume that every audience has the same impact of exposure to Korean drama series. The argument in this study that the audience is not a passive actor then the development of Korean drama series did not give the same effect of hyperreality on all audience. That 39 s because the audience gets a lot of movies and TV series, so they already have their own preference for an impression. This study takes the case of Korean drama series with the romantic genre, drama and comedy using qualitative methods, collecting data from in depth interviews and collecting similar literature studies. Based on the results of the study found, the first Korean drama series offers stories that are identical to the nuances of romance, secondly each audiences has a different understanding and acceptance of Korean drama series. This led to differences in the impact of hyperreality Korean drama series on the audiences. There are some audiences forming new values or views, especially on romance, couples, friends, and family, and there are also audiences who just watch without affecting their life."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Ruth Vania Christine
"Skripsi ini melihat bagaimana “American dream” dari tokoh utama kulit putih Max Clack dan Caroline Channing, yang merupakan ide utama serial sitkom 2 Broke Girls (2011), menjadi pemicu untuk menunjukkan adanya keterlibatan tokoh-tokoh etnis minoritas dalam perwujudan “American dream” kedua tokoh kulit putih tersebut. Menggunakan konsep “American dream” sebagai pendekatan, penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya rasisme yang terkandung dalam sitkom ini. Pengamatan atas episode-episode dalam sitkom dilakukan untuk melihat keterlibatan, penokohan, dan hubungan para tokoh etnis minoritas dengan tokoh WASP. Analisis tekstual didukung juga dengan konteks stereotip dan rasisme di tengah masyarakat Amerika, terutama dalam media televisi sitkom. Skripsi ini menunjukkan bahwa “American dream” lebih berlaku untuk tokoh kulit putih daripada yang lain. Setiap individu, apapun latar belakangnya, dapat mencapai sukses di Amerika (rasisme). Dalam sitkom ini, yang lebih mendominasi adalah cita-cita dua orang gadis W.A.S.P., sedangkan tokoh-tokoh dengan latar belakang minoritas hanya menjadi pendukung.

This thesis sees how “American dream” of the white character Max Black and Caroline Channing, which is the main idea of the sitcom 2 Broke Girls (2011), becomes the trigger for the participation of ethnic minority characters in realizing the dream. Using the “American dream” concept, this thesis aims to seeunderlying racism in this sitcom. Analysis on selected episodes was done to examine the participation, characteristics, and relationship between the ethnic minority and the WASP characters, which show inequality and racial stereotyping. The textual analysis is contextualized through the discernment of the prevalence of stereotyping and racism in American society, especially in television and sitcoms.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Kusumaningrum
"Skripsi ini membahas tentang bagaimana drama korea merepresentasikan relasi gender dalam konflik hubungan romantis. Studi pustaka menunjukkan adanya perbedaan lakilaki yang mendapatkan sosialisasi gender maskulin dengan perempuan yang mendapatkan sosialisasi gender feminin dalam menghadapi konflik hubungan romantis. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan analisis semiotika kode televisi John Fiske. John Fiske melihat bahwa kode-kode yang ditampilkan di televis membawa ideologi tertentu. Metode penelitian merupakan studi kasus dengan mengambil objek penelitian drama tvN tahun 2016, Another Miss Oh.
Hasil penelitian menunjukkan adanya ideologi patriarki dengan laki-laki yang lebih banyak mendominasi dalam konflik hubungan dibanding perempuan. Ideologi patriarki tersebut didukung dengan stereotipstereotip feminin dan maskulin yang juga ditampilkan dalam drama. Hal tersebut ditambah dengan penggambaran konflik sebagai sebuah adegan romantis yang mengaburkan batasan antara konflik dengan romantisme dalam drama. Dengan representasi tersebut, nilai patriarki semakin mudah diterima oleh perempuan sebagai penonton utama yang semakin sulit melihat adanya ketidaksetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan.

This thesis talks about how korean drama represents gender relation in relationship conflict between a man and a woman. Literature research shows that men who learn about masculinity and women who learn about femininity have different ways in handling romantic relationship conflict. The study was conducted with qualitative methods using semiotic television code analysis from John Fiske. John Fiske saw television as a tool to represent certain ideologies. The research method that is used is case study of Another Miss Oh, a korean drama released in 2016 from channel tvN.
The results indicate tha there is a patriarchal ideology in the drama that can be seen from male domination in relationship conflict. This patriarchal ideology is supported by feminine and masculine stereotypes in the drama. The depiction of conflict as a romantic scene also helps in blurring the boundary between conflict and romanticism and contributes in peoples perception of the drama. With those values being represented, patriarchy is being accepted well by female watchers of the drama and make it harder for these female watchers to spot gender inequality in daily life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhika Irlang Suwiryo
"Komunikasi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Melalui komunikasi, setiap maksud dapat disampaikan meskipun dengan cara yang tidak sama bagi setiap penutur. Dalam setiap tuturan terkandung berbagai makna, tergantung kebutuhan dari penutur. Salah satu makna yang dituturkan adalah makna perintah. Seiring berkembangnya bahasa, makna perintah tidak lagi hanya disampaikan melalui intonasi imperatif. Tuturan bermakna perintah dapat pula disampaikan dengan dua intonasi lainnya, yaitu intonasi deklaratif dan intonasi interogatif. Pemilihan atas intonasi yang berbeda menjadi ketergantungan pada siapa penutur dan siapa mitra tutur yang terdapat dalam konteks. Sumber data penelitian ini adalah empat episode komedi situasi Office Boy (KSOB) yang ditayangkan oleh Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Penelitian ini bertujuan untuk mendeksripsikan bentuk tuturan bermakna perintah yang terdapat dalam keempat episode tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik rekam. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, didapatkan berbagai jenis tuturan bermakna perintah berdasarkan intonasi yang berbeda. Jenis tuturan bermakna perintah berdasarkan intonasi imperatif terdapat sembilan jenis, yaitu perintah biasa, permintaan, larangan, ajakan, panggilan, saran, penawaran, persilaan, dan dorongan semangat. Jenis tuturan bermakna perintah berdasarkan intonasi deklaratif terbagi atas empat jenis, yaitu perintah biasa, ajakan, permintaan, dan larangan. Kemudian, jenis tuturan bermakna perintah berdasarkan intonasi interogatif terdapat tiga jenis, yaitu perintah biasa, permintaan, dan penawaran"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S10743
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Amelia
"Kekerasan simbolik terhadap perempuan dapat tercermin, salah satunya, melalui tayangan FTV Suara Hati Istri. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri (disingkat SHI) menampilkan kekerasan simbolik terhadap perempuan melalui bahasa. Tiga episode FTV SHI, yaitu episode Sakitnya Hatiku Tak Pernah Mendapat Cinta Suami (disingkat SHTMCS), Pernikahan Yang Dipaksa Pasti Akan Penuh Air Mata (disingkat PDPPA), dan Istri Bayaran (disingkat IB) dipilih sebagai sumber data penelitian. Untuk mencapai tujuan penelitian, konsep-konsep dan langkah-langkah dalam pendekatan Analisis Wacana Kritis (AWK) Siegfried Jäger (2009) digunakan sebagai landasan penelitian. Selain itu, peneliti juga menggunakan teori gender dari Oakley (1972), patriarki dari Walby (1990), kelas kata dari Moeliono dkk. (2017), modalitas dari Alwi (1992), dan tindak tutur dari Searle (1969) sebagai landasan acuan analisis. Metode analisis data dalam penelitian ini mengadaptasi langkah-langkah yang digagas Jäger (2009). Untuk menjawab pertanyaan pertama, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri merepresentasikan patriarki, peneliti melakukan analisis terhadap konteks diskursif (diskursiver Kontext), analisis struktur (Strukturanalyse), dan analisis terhadap posisi wacana (Diskursposition). Kemudian, untuk menjawab pertanyaan kedua, yaitu bagaimana tayangan FTV Suara Hati Istri mengonstruksi karakter laki-laki dan perempuan, peneliti melakukan analisis rinci (Feinanalyse), yang terdiri atas kerangka kelembagaan (institutioneller Rahmen), permukaan teks (Text-Oberfläche), alat retoris linguistik (sprachlich-rhetorische Miitel), dan pernyataan-pernyataan ideologis (inhaltlich-ideologische Aussagen), dan diakhiri dengan interpretasi. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa kekerasan simbolik terhadap perempuan dalam tayangan FTV SHI ditampilkan melalui kosakata (verba, nomina, adjektiva, dan adverbia), modalitas, idiom, implikasi, dan tindak tutur. Salah satu contohnya, tindak tutur yang paling banyak muncul dalam percakapan antartokoh, yaitu tindak tutur komisif dan direktif, mengartikan bahwa tokoh laki-laki lebih cenderung memiliki kewenangan pribadi, sebaliknya, tokoh perempuan lebih cenderung menganggap sesuatu sebagai sebuah keharusan baginya sendiri. Kekerasan simbolik tersebut merupakan sarana untuk melanggengkan ideologi patriarki.

Symbolic acts of violence against women have become more prevalent in its portrayal especially through the TV Movie Suara Hati Istri. This study aims to reveal how the TV Movie Suara Hati Istri (abbreviated as SHI) displays symbolic violence against women through language. Three episodes of the TV Movie SHI, i.e. Sakitnya Hatiku Tidak Pernah Mendapat Cinta Suami (abbreviated as SHTMCS), Pernikahan yang Dipaksa Pasti akan Penuh Air Mata (abbreviated as PDPPA), and Istri Bayaran (abbreviated as IB) are selected as the sources of research data. To achieve the objectives, the concepts and steps in Siegfried Jäger's (2009) Critical Discourse Analysis (CDA) approach were used as the basis of the research. The researcher also uses various theories, such as gender from Oakley (1972), patriarchy from Walby (1990), word classes from Moeliono et al. (2017), modalities from Alwi (1992), and speech acts from Searle (1969) for the analysis. To answer the question of how the TV Movie SHI represents patriarchy, the researchers conducted an analysis on the discursive context (diskursiver Kontext), structural analysis (Strukturanalyse), and the discourse position (Diskursposition). Then, in answering the second question of how the TV Movie SHI constructs male-female characters, the researcher conducted a detailed analysis (Feinanalyse) on the institutional framework (institutioneller Rahmen), text surface (Text-Oberfläche), rhetorical linguistics tools (sprachlich-rhetorische Mittel), and ideological statements (inhaltlich-ideologische Aussagen), and then the interpretation. From the results, symbolic violence against women in the TV Movie SHI is displayed through vocabularies (verbs, nouns, adjectives, and adverbs), modalities, idioms, implications, and speech acts. For example, the speech acts that mostly appear in the conversations, i.e. commissive and directive, showed that male characters are likely to have personal authority and female characters are likely to perceive something as a necessity. Thus the symbolic violence became a tool to perpetuate patriarchal ideology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syazka Kirani Narindra
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara orientasi masa depan dalam hubungan romantis dan kualitas hubungan romantis pada pasangan beda agama. Pengukuran orientasi masa depan dalam hubungan romantis menggunakan alat ukur Future Time Orientation in Romantic Relationship Scale (Oner, 2000) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.89 dan pengukuran kualitas hubungan romantis menggunakan Partner Behaviors as Social Context dan Self Behaviors as Social Context (Ducat, 2009) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.93. Partisipan berjumlah 231 individu dewasa muda yang terdiri atas 96 laki-laki dan 135 perempuan yang memiliki karakteristik berusia 20 hingga 40 tahun (rata-rata [+/-SD] usia 19,5 +/- 24 tahun) dan sedang menjalani hubungan romantis berpacaran beda agama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara FTORR dengan kualitas hubungan romantis (r=0.220, p<0.001) pada pasangan beda agama. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin tinggi FTORR maka semakin tinggi pula kualitas hubungan romantis pada pasangan beda agama.

This research is purposed to examine the correlation between future time orientation in romantic relationship and romantic relationships on interfaith couple. Future Time Orientation in Romantic Relationship Scale (Oner, 2000) is used to measure future time orientation in romantic relationship with a 0.89 reliability coefficient, while Partner Behaviors as Social Context and Self Behaviors as Social Context (Ducat, 2009) is used to measure relationship quality with a 0.93 reliability coefficient. Participants consist of 231 young adults between the age of 20 to 40 years old (mean [+/-SD] age 19,5 +/- 24 years), 96 of which are male while 135 of which are female, and all are currently having a romantic interfaith relationships. The results have shown that there is a significant positive correlation between future time orientation in romantic relationship and the quality of the romantic relationship (r=0.220, p<0.001) with partners of
different faith. Thus it is found that a higher future time orientation in romantic relationship the higher quality of relationships on interfaith couple."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58990
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>