Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Setiono
"The Center for International Forestry Research (CIFOR) is a leading international forestry research organization operating in tropical countries around the world. Its international headquarters are based in Bogor Indonesia, where it has an eight hectare campus on land provided by the Government of Indonesia. CIFOR also has major regional offices in Brazil, Cameroon and Burkina Faso and employs close to 200 people. It works in over 30 countries worldwide and has links with more than 300 researchers in 50 international, regional and national organizations. CIFOR is governed by an international board of trustees with l4 members from I0 countries. Its research is supported by 50 governments and funding agencies, including the Government of Indonesia. It was established in |993 in response to global concerns about the social, environmental, and economic consequences of forest loss and degradation.
CIFOR is committed to enhancing the well-being of people in developing countries who rely on tropical forests. It is dedicated to developing policies and technologies for sustainable use and management of forest goods and services. An independent review of the Center's performance released in 2006 describes CIFOR as the "leading international forest research center within its mandate and is highly appreciated for its credible and relevant high-quality research", ClFOR's research has helped produce the standards used to certify 5.8 million hectares of forest and improved governance and livelihoods in 30 sites in ll countries.
Its findings have influenced the design of numerous forestry projects and helped shaped forestry laws in Peru, Indonesia, Nicaragua and Mexico. ClFOR's research is making a major contribution to the global forestry agenda, with its research findings helping to inform the policies and strategies of such organizations as the World Bank, the Convention on Bio-Diversity, the United Nations Forum on Forests, the international Tropical Timber Organization, and the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). CIFOR's three research programmes address the needs of the rural poor as well as environmental concerns."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
JHII-4-4-Jul2007-646
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Cipto Hosari Parsaoran
"Perbankan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, berperan sangat strategis dalam pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sebagai lembaga keuangan untuk memobilisasi dana, perbankan memberikan dan menawarkan kemudahan dalam mekanisme lalulintas dana yang tidak saja pada satu wilayah melainkan antar negara yang dapat dilakukan dalam waktu singkat. Dengan kondisi serta kemudahan seperti ini tidak mengherankan perbankan sebagai lembaga keuangan yang diminati sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Namun, dengan berkembangnya perbankan juga dibarengai dengan bentuk kejahatan bisnis yang telah memiliki karingan internasional yang menggunakan perbankan menjadi sasaran empuk tindak kejahatan bisnis. Dengan kemudahan yang dimiliki perbankan ini menjadi sarana yang subur bagi berkembangnya kejahatan berupa kejahatan kerah putih, penyuapan, perdagangan narkotika, dan sebagainya yang melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya dengan memasukkannya dalam sistem keuangan pada sistem perbankan dengan maksud untuk mengaburkan atau menyamarkan asal-usul hasil kejahatan tersebut seolah berasal dari hasil usaha yang sahllegal yang lebih dikenal dengan pencucian uang. Dapatkah kita bayangkan bagaimana dampaknya bagi Indonesia dalam proses pembangunan serta di mata Internasional jika hasil dari kejahatan tersebut secara terus menerus dengan aman terintegrasi pada sistem perbankan. Dengan perkembangan kejahatan dan menghindari sistem perbankan sebagai sarana kejahatan pencucian uang, maka dikeluarkan peraturan oleh pemerintah yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang serta peraturan yang mengatur mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) pada perbankan melalui PBI No. 3110/PBI/200I. Know Your Customer (KYC). Suatu prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengetahui sejauh mungkin identitas nasabah serta memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk kegiatan pelaporan terhadap transaksi mencurigakan yang diharapkan dapat menjadi penghalang bagi pelaku tindak kejahatan bisnis ataupun pencucian uang pada lembaga keuangan seperti perbankan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Windia Sari
"Penelitian ini menelaah prinsip mengenal nasabah dalam praktek perbankan dihubungkan dengan pencucian uang yang diatur oleh undang-undang No. 15 Tabun 2002 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 25 tahun 2003, tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagai upaya antisipasi atau mengetahui lebih dini tentang permasalahan pencucian uang yang dalam prakteknya para pelaku sering menggunakan perbankan sebagai sarananya.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, dengan mengkaji bahan-bahan kepustakaan, dan penelitian lapangan yaitu dengan menganalisa Kebijakanm dan Prosedur Prinsip Mengenal Nasabah. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan membandingkan ketentuan yang mengatur tentang pencucian uang dan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah di Indonesia dengan ketentuan yang mengatur tindak pencucian uang di negara-negara Iainnya pada saat ini.
Hasil Penelitian menunjukkan Praktek Pencucian Uang mempunyai akibat yang Kompleks yaitu merongrong perbankan, merugikan masyarakat dan negara yang berdampak menghambat pembangunan nasional. Adapun Perangkat hukum yang diterapkan berupa Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah secara materi telah cukup memadai, namun dalam pelaksanaannya terutama oleh perbankan belum berjalan efektif, karena terdapat beberapa kendala baik di perbankan sendiri yang belum optimal melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah karena pertimbangan adanya kemungkinan kehilangan nasabah, kendala Iainnya muncul dan masyarakat yang belum memahami dan menerima pemberlakuan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, dan belum adanya sarana penunjang berupa aplikasi yang dapat menunjang pendeteksian transaksi keuangan mencurigakan. Berkaitan dengan Penegakan hukum penanganan Kejahatan Pencucian Uang berbeda dengan Tindak Pidana Konvensional, karena pembuktian tindak pidana pencucian uang bersifat ganda artinya perlu adanya bukti adanya pencucian uang dan bukti bahwa uang tersebut basil kejahatan. Untuk itu diperlukan asas hukum pembuktian terbalik.
Untuk efektifnya mengantisipasi Pencucian uang tidak dapat mengandalkan perbankan atau penyedia jasa keuangan Iainnya, namun diperlukan dukungan kerjasama dari pemerintah dan terutama duri masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Nommy H.T.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005
345.023 SIA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Refki Saputra
"Kriminalisasi aktivitas pencucian uang, pada dasarnya merupakan respon atas sulitnya mengungkap kejahatan terorganisir. Hal ini dilakukan karena pelaku menggunakan teknik-teknik pencucian uang untuk menyembunyikan harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut. Melalui pendekatan anti-pencucian uang, proses penegakan hukum diarahkan tidak hanya sekedar menemukan pelaku kejahatan, melainkan juga mencari harta kekayaan hasil kejahatan. Rezim anti-pencucian uang kemudian dianggap sebagai strategi baru dalam memberantas kejahatan dengan merampas hasil kejahatannya. Tatkala para pelaku kejahatan dihalangi untuk menikmati hasil kejahatannya, maka diharapkan motivasi untuk melakukan kejahatan juga menjadi sirna. Regulasi anti-pencucian uang di Indonesia, sejauh ini sudah cukup memberikan panduan kepada institusi yang terlibat dalam implementasi rezim anti-pencucian uang sebagai bagian dari upaya memberantas kejahatan (tindak pidana asal). Hal ini misalnya tampak dari ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan upaya penelusuran hasil kejahatan. Misalnya terkait dengan ketentuan pelaporan dan analisis transaksi keuangan, upaya mengamankan aset hasil kejahatan dalam ketentuan terkait dengan penundaan, penghentian transaksi, pemblokiran, penyitaan, hingga upaya perampasan hasil kejahatan. Agar dapat memaksimalkan pemberantasan kejahatan, maka perlu adanya kesamaan persepsi diantara penegak hukum, bahwa kriminalisasi aktivitas pencucian uang merupakan pintu masuk dalam mengungkap kejahatan. Proses pembuktian harus dilakukan secara efisien dengan menggunakan mekanisme pembuktian terbalik. Selain itu juga, proses peradilan tindak pidana pencucian uang harus selalu diarahkan untuk menemukan hasil kejahatan untuk kemudian dirampas atau dikembalikan kepada yang berhak.

The criminalization of money laundering activities, essentially a response to the difficulty of uncovering organized crime. This is done because the perpetrators use techniques of money laundering to conceal wealth obtained from the crime. Through the anti-money laundering approach, law enforcement process directed not only to find the perpetrators, but also to seek the proceeds of crime. Anti-money laundering regime is then considered as a new strategy to fight against crime by seizing the proceeds of crime. When the perpetrators are prevented from enjoying the proceeds of crime, it is expected that the motivation to commit crimes also be annihilated. Anti-money laundering regulation in Indonesia, so far is sufficient to provide guidance to the institutions involved in the implementation of anti-money laundering regime as part of efforts to combat crime (predicate offenses). It can be seen from the provisions relating to the search effort of criminal proceeds. For instance associated with the provision of financial transaction reporting and analysis, to secure the assets of criminal proceeds in the provisions relating to delays, termination of the transaction, blocking, seizure, up to confiscation of proceeds of crime. In order to maximize efforts to fight crime, we need a shared understanding among law enforcement agencies, that the criminalization of money laundering activity is an entry point to uncovering crime. Trial process must be done efficiently by using the reversal of burden of proof. In addition, the judicial process of money laundering should always be directed to locate the proceeds of crime, to be seized or returned to those entitled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahetapy, Athilda H.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina
"Penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ternyata belum dapat membatasi ruang gerak peredaran uang haram melalui perbankan yang beroperasi di Indonesia. Semua pihak masih pesimis apakah undang-undang ini akan mampu mengurangi praktik pencucian uang di Indonesia, sebab penegakan hukum di negara ini masih sangat lemah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apa pengertian dari pencucian uang dan transaksi keuangan mencurigakan, peranan perbankan dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU dan peranan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengembangkan wawasan studi hukum tentang kegiatan pencucian uang (money laundering) dan menyebarluaskan pengetahuan tentang pencucian uang dan penanggulangannya kepada masyarakat luas.
Penulisan ini dilakukan dengan metode penelitian yang bertitik tolak pada penulisan secara deskriptif analitis. Data yang diperoleh meliputi berhagai macam literatur hukum, pendapat ahli hukum yang ditulis dalam buku ataupun majalah serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah ini, khususnya Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan peraturanperaturan mengenai prinsip mengenal nasabah. Selain itu data juga diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pejabat yang berwenang dan ahli di bidangnya di Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profit dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dan nasabah yang bersangkutan, termasuk transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Nommy H.T.
Jakarta: jala penerbit, 2008
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhiawan
"Laporan hasil penelitian ini tentang penyidikan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Perhatian atau fokus penelitian adalah kegiatan unit Perbankan Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri dalam melakukan penyidikan terhadap tersangka pencucian uang. Kegiatan para penyidik setelah menerima laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang dugaan adanya pencucian uang. Kemudian pemahaman para penyidik dengan penerapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tnndak Pidana Pencucian Uang dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terhadap para tersangka. Metode penelitian dengan menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan menggunakan informan untuk mengumpulkan data dalam rangka memperoleh informasi atau gambaran secara holistik tentang obyek studi yang diteliti, kemudian dengan metode wawancara dan metode penelitian dokumen serta kajian dokumen. Penelitian dokumen dengan mempelajari contoh kasus yang nyata terjadi yaitu kasus pencucian uang di Jawa Timur dan kasus pencucian uang yang terjadi di Jakarta, yaitu dari kasus BNI Rp. 1,2 trilyun,-. Kedua kasus tersebut sudah mendapat persetujuan dan dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan untuk slap disidangkan.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa setelah dilakukan penelitian melalui wawancara dengan para penyidik di Unit perbankan dapat ditemukan beberapa hal dan memerlukan pemecahan lebih lanjut, antara lain :
a. pasal-pasal dalam perundang-undangan saling bertentangan, misainya dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang dalam pasal 41 berbunyi :
1. di sedang pengadilan saksi, penuntut umum, hakim dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam pemeriksaan dilarang menyebut nama atau alamat pelapor atau hal-hal yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor.
2. dalam setiap persidangan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim wajib mengingatkan saksi, penuntut umum, dan orang lain yang terkait dengan pemeriksaan perkara tersebut, mengenai larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hal tersebut bertentangan dengan pasal 160 KUHAP, dimana saksi disebutkan secara jelas nama, alamat dalam proses persidangan terbuka. Dengan demikian belum ada aturan yang mengatur secara jelas yang dapat mengecualikan ketentuan tersebut.
b. Penerapan ketentuan khusus dalam penanganan pencucian uang dengan mengabaikan kejahatan umum dengan kata lain penanganan pencucian uang didahulukan daripada kejahatan umum.
c. Penegakan hukum tetap mengacu pada Hukum Acara Pidana sebagai payung umum) "back up".
d. Setiap penanganan tetap dibuatkan Berita Acara sesuai pasal 75 KU HAP karena pelanggaran pasal tersebut dapat dituntut dengan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Contohnya dengan Berita Acara Pendapatan yang ditandatangani penyidik dan memenuhi syarat.
Penanganan tindak pidana pencucian uang menurut Undang-Undang hanya berdasarkan laporan dari PPATK saja, sebenarnya laporan langsung dari masyarakat juga bisa, asalkan didukung dengan adanya bukti-bukti yang kuat berdasarkan KUHAP. Demikian halnya adanya laporan dari penyidik unit lain misalnya dalam penanganan kasus penggelapan (primary crime) ternyata terdapat predicate crime yaitu pencucian uang. Unit tersebut langsung melakukan penyidikan tanpa menyerahkan kasus tersebut ke unit perbankan.
Kedudukan penyidik unit perbankan merupakan bagian dari Bareskrim, sehingga masih adanya hubungan antara atasan dan bawahan. Hubungan tersebut memungkinkan adanya intervensi dari atasan terhadap bawahan yang melakukan penyidikan terhadap kasus pencucian uang. Penyidik selaku bawahan tersebut tidak berani menentang apa yang diperintahkan atasan, yang sebenarnya bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Jika berani menentang perintah atasan maka akan menerima sanksi kemungkinan dipindahkan ke lingkungan kerja lainnya yang lebih kering. Demikian halnya terjadi hubungan atau interaksi antara tersangka dan penyidik, pada waktu dilakukan perneriksaan. Dengan demikian kedudukan penyidik lebih tinggi daripada tersangka. Dad hasil wawancara antara peneliti dengan penyidik dinyatakan ada kalanya terjadi kolusi dan korupsi, walaupun tidak ada bukti otentik, namun hai itu ada dan nampaknya biasa terjadi dalam segala tingkat pemeriksaan.
Selain daripada itu terjadi perbedaan persepsi antara penyidik dengan jaksa sehingga sering terjadi bolak baliknya berkas perkara dari penyidik ke penuntut umum begitu pula sebaliknya. Hal tersebut dibuktikan dalam penanganan kasus BNI, dimana jaksa meminta seluruh barang-bukti agar diserahkan, tetapi penyidik menyerahkan hanya barang bukti penyisihannya saja_ Maka dari itu memerlukan pertemuan rutin tingkat Mahkamah Agung, Kepala Kepolisian RI, Kejaksaan Agung untuk membahas perbedaan persepsi.
Demikian hasil penelitian yang dapat saya kemukakan menurut kemampuan saya, saran dan koreksi dari pembimbing dan penguji sangat diperlukan untuk perbaikan tesis ini."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Safitri
"ABSTRAK
Tesis ini membahas penerapan rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) dengan memfokuskan pada studi kasus terkait upaya pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Analisis dalam tesis ini menggunakan dasar teori yang dikemukakan oleh Stephen D. Krasner bahwa dalam rezim internasional terdapat hubungan yang erat antara basic causal variables (pengaruh dan kepentingan) dan outcomes and related behaviour sebagai faktor penyebab terjadinya suatu tingkah laku dalam sistem internasional. Berdasarkan teori ini diketahui bahwa pengaruh G7 dalam pembentukan FATF sebagai organisasi internasional yang mengeluarkan Non-Cooperative Countries and Territories (NCCT list) dan kepentingan Indonesia dalam dunia internasional telah menjadi latar belakang pemerintah mematuhi dan menerapkan rekomendasi FATF sebagai standar internasional dalam rezim anti pencucian uang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa melalui peningkatan kepatuhan dengan menerapkan rekomendasi FATF khususnya terhadap sektor perbankan, Indonesia mampu menjaga integritas sektor perbankan nasional serta pencitraan negara.

ABSTRACT
This thesis discusses about implementation of Financial Action Task Force (FATF) that focused on case study of the development of anti-money laundering in Indonesia. The analysis in this thesis is based on the theory of Stephen D. Krasner which said that there is a close relation between basic causal variables (power and interest) and outcomes and related behaviour in international regime as a causal factor that contribute to the behavior in international system. Based on this theory, it is understood that the power of G7 in the establishment of Financial Action Task Force (FATF) as an international organization that published Non-Cooperative Countries and Territories (NCCT list) and Indonesia’s interest in international level, had become the reasons of Indonesia’s compliance and implementation towards FATF recommendations as an international standards of anti-money laundering regime. This research is qualitative with descriptive design. The result of research conclude that through enhancement of compliance by implementing FATF recommendations prominently towards banking sector, Indonesia was able to maintain the integrity of the national banking sector and national image. "
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>