Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19572 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuli Mumpuni
"Relations between the EU and Indonesia are now three decades old. Indonesia - European Union (EU) bilateral relations nowadays have been progressively growing importance and leading towards a positive direction. The growth of Indonesia - EU relations have achieved notable gains and this progress has been made possible among others by the vibrant dynamics and momentous events that occurred in Indonesia as well as in the EU. Indonesia and EU are now moving steadily towards another landmark that is the establishment of a bilateral comprehensive partnership and cooperation agreement. This partnership agreement will surely serve as a basis for mutual future efforts to tap the vast potential of Indonesia - EU bilateral relations."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
JKWE-3-2-2007-61
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Luhulima, C.P.F.
"The European Union's expansion eastwards made Russia its biggest and most important neighbour. Russia's political and economic stability and Europe's most important source of its oil and gas supplies is EU's main concern. But Europe's main objective of building a strategic partnership with Russia on European values of democracy, human rights, and good governance as exhibited in Europe's Neighbourhood Policy as reflected in its Country Strategy Papers does not fare well with Pu tin's Russia. EU's Common Strategy of the European Union on Russia changes Putin's politics towards EU. Putin's emphasis on the Russian interpretation of European values is accompanied by strengthening the presidency and adapting its foreign policy priorities without, however, sidelining Europe too drastically. Russia's strategic foray into East Asia and the Middle East gives both the US and EU a sign that it together with China intend to change the power balance in East Asia and the Middle East. Its neo-realist approach to international politics will definitely adversely affect its partnership with EU."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
JKWE-3-2-2007-71
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Burhan Djabir Magenda
"The aim of the paper is to discuss the trend of globalization from political, ideological, security and defense, economics, socio cultural and international law point of views, and their influences in forming the New World Order. The Trend shows the dominance' of the United States as the emerging of the United States as the 'sole superpower' and the spread of free market and liberalism. In terms of international law, there is a need to form interstates regulations regarding the flow of people, capitaL information and other goods accross national boundaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
JHII-4-3-Apr2007-556
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Human rights are one ofglobal issue which until today draws serious attention in international relations study. The issue arises because of the continiung increase of human rights abuses in many parts of the world, which shows that the promotion and protection of human rights was still in poor condition...."
KAJ 13(3-4) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Azyumardi Azra
Jakarta: Kompas, 2002
297.272 AZY r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Bakir Ihsan
"Tesis ini menelaah tentang hubungan Islam dan militer di Indonesia. Fenomena yang diambil sebagai studi kasus adalah peristiwa yang berlangsung selama masa tahun 1990-1998. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pada masa tersebut berlangsung perubahan hubungan yang lebih baik di antara keduanya di bandingkan dengan masa sebelumnya. Adanya perubahan tersebut terlihat dari pola interaksi di antara kedunya dan wacana yang berkembang pada masa tersebut.
Model analisa yang dipakai dalam penelitian ini adalah bersifat analitis-kritis terhadap berbagai perspektif atau teori tentang hubungan agama (Islam) dengan militer di Indonesia. Data-data yang diperoleh dijelaskan secara dekonstruktif (genetic explanation) dengan berusaha menelusuri latar belakang munculnya suatu gejala. Oleh sebab itu, penjelasan ini menggunakan cara melacak masalah yang sedang diteliti dimulai dari akar sejarahnya, di samping variabel-variabel yang mempengaruhi (independent variable) hubungan di antara keduanya sebagai tolak ukur bagi hubungan tersebut. Dengan cara ini terbangun sebuah analisa yang komprehensif tentang realitas hubungan yang sesungguhnya antara Islam dan militer.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Prosedur penelitian ini menghendaki adanya analisa-analisa terhadap data-data yang terkumpul dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Bahan primer meliputi naskah-naskah, baik berupa buku, makalah, maupun karya-karya ilmiah lainnya, serta laporan jurnalistik yang terkait dengan masalah Islam dan militer di Indonesia. Wawancara juga dilakukan untuk menambah eksplorasi dan elaborasi terhadap penelitian ini.
Di samping itu, digunakan pula bahan-bahan lain, sebagai bahan sekunder, yang diperoleh melalui data lapangan (field research) dan wawancara (interview) dengan tokoh-tokoh yang dianggap representatif dan berkompeten dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, baik dari kalangan militer maupun dari kelompok Islam, serta pengamat.
Dari penelitian ini diperoleh penjelasan bahwa sejak awal tahun 1990-an terjadi perubahan hubungan yang lebih baik antara umat Islam dengan militer. Pada masa itu, hubungan kedua kekuatan (Islam dan militer) tersebut mengalami kelenturan. Ketegangan hubungan yang berlangsung sejak awal tahun 1970-an terlihat mulai mencair. Ada kedekatan-kedekatan hubungan, khususnya antara jajaran elit militer dengan elit umat Islam.
Kedekatan tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Secara umum factor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mendorong terjadinya perubahan hubungan antara umat Islam dengan militer adalah adanya transformasi orientasi yang berlangsung baik di dalam kelompok Islam maupun militer. Di kalangan umat Islam berlangsung perubahan orientasi politik dari legalistik-formalistik, yaitu orientasi yang ingin menegakkan Islam secara legal (konstitusional) dan formal (institusional) dalam tatanan kehidupan bernegara yang pluralistik ini, ke orientasi substansialistik, yaitu orientasi yang meletakkan Islam sebagai ajaran universal yang harus disosialisasikan melalui sikap dan perilaku (budaya) seluruh lapisan masyarakat, seperti keadilan, persamaan, dan musyawarah.
Perubahan orientasi ini menjadi peretas bagi keinginan sebagian umat Islam untuk menampilkan Islam secara legal-formal yang tidak disukai oleh militer. Mereka yang mempermasalahkan secara terang-terangan terhadap asas tunggal Pancasila mulai berkurang. Lebih dari itu, muncul wacana yang melihat adanya korelasi antara ajaran Islam dengan Pancasila. Oleh sebab itu, munculnya perilaku politik yang lebih substantif itu menjadi perekat relasi militer dengan umat Islam.
Begitu juga di kalangan militer muncul perubahan persepsi tentang Islam yang radikal, anti integrasi, dan ancaman bagi stabilitas negara. Hal ini terjadi terutama disebabkan oleh naiknya militer yang memiliki latar belakang pemahaman keislaman yang baik yang kemudian dikenal dengan istilah militer santri. Para militer muslim ini memandang Islam sebagai bagian dari Saptamarga yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara yang menjadi faktor eksternal bagi terjadinya perubahan hubungan umat Islam dengan militer adalah adanya kebijakan negara (political will) yang akomodatif baik terhadap umat Islam maupun terhadap militer yang memiliki latar belakang keislaman yang baik. Kepentingan politik negara (penguasa) terhadap umat Islam dan militer muslim ini telah memungkinkan munculnya titik temu antara umat Islam dengan militer.
Di samping itu, tuntutan global yang menghendaki adanya proses demokratisasi dan penghargaan terhadap hak asasi manusia di berbagai negara juga ikut menjadi faktor pendorong bagi perubahan politik yang berlangsung di Indonesia. Berbagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia dan perilaku represif militer yang terjadi di Indonesia menjadi soratan dunia internasional. Tidak jarang berbagai pelanggaran itu mengundang ancaman terhadap kelangsungan kerjasama Indonesia dengan dunia internasional. Kenyataan ini telah memaksa negara untuk memperhatikan dan membiarkan proses demokratisasi itu berjalan di negeri ini.
Berbagai faktor itulah yang mempertemukan umat Islam dengan militer, khususnya sejak awal tahun 1990-an. Secara politik, keduanya dipertautkan oleh kepentingan penguasa, sementara secara kultural mereka dipertemukan oleh adanya pemahaman yang sama tentang Islam. Tidak berlebihan apabila seorang Indonesianis, Harold Crouch menggambarkan semarak keagamaan yang muncul di lingkungan militer pada awal tahun 1990-an sebagai fenomena baru yang belum terlihat pada masa sebelumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Mayelly
"Dalam era reformasi hubungan komunikasi antara pemerintah, DPR dan masyarakat mengalami stagnasi kemacetan atau ketidakharmonisan itu akibat biasanya visi, isi dan interpretasi tentang arti sebuah negara demokrasi. Reformasi yang ingin memposisikan "Civil Society" dalam bingkai demokrasi diterjemahkan sebagai tindakan serba 'boleh'. Bahkan elite-elite politik pun tidak memiliki ofinitas bersama baik dengan sesama penyelenggara negara maupun dengan masyarakat pihak pentingnya suatu perubahan menuju negara yang lebih demokratis. Apalagi perbedaan kepentingan begitu tajam diantara elite-elite politik yang cenderung menanggalkan aturan main konstitusi (UUD 1945), maka tak heran pakar-pakar hukum ketatanegaraan juga ikut meramaikan polemik seputar sistem pemerintahan yang kita anut.
Di satu pihak, ada pakar hukum ketatanegaraan yang menyatakan Indonesia menganut sistem presidensial tidak murni. Artinya, presiden dipilih oleh MPR dan Presiden memiliki hak perogatif untuk mengangkat atau memberhentikan pembantu-pembantunya (menteri) Pasal 17, UUD 1945 hasil amandemen kedua. Sedangkan dilain pihak, ada anggapan bahwa UUD '45 menganut sistem parlementer tidak murni. Anggapan ini berangkat dari beberapa Pasal UUD '45 yang menyatakan setiap kekuasaan presiden harus mendapati persetujuan DPR. Bahkan, dalam interpretasi ini presiden harus dipilih langsung oleh rakyat, dan pembentukan kabinet harus berkonsultasi dengan DPR.
Nampaknya, interpretasi para pakar menimbulkan masalah tersendiri ketika pemerintah KH Abdurrahman Wahid kehilangan legitimasinya akibat sistem hubungan komunikasi antara lembaga tinggi dan tertinggi negara yang telah terbangun ditinggalkan. Padahal, dalam sistem hubungan itu telah terjalin komunikasi yang cukup efektif seperti terlihat dalam pasal-pasal UUD '45. Apalagi, dalam pasal-pasal tersebut cukup jelas otoritas atau kewenangan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara. Dari sinilah kemudian muncul penafsiran seakan legislatif sedang membangun proses "Check and Balanced" agar eksekutif tidak terlalu 'kuat' seperti di era orde baru yang cenderung Powerful. Proses hubungan komunikasi antar lembaga-lembaga tinggi dan masyarakat di era transisi ini memang tidak terlepas dari pengaruh kultur politik. Artinya, untuk mengubah proses sosialisai politik masyarakat diperlukan pemahaman dan penghayatan nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan tingkah laku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal itu, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru.
Berangkat dari pemikiran di atas pertikaian pemerintah versus DPR, yang berimplikasi langgsung kepada masyarakat menjadi menarik ketika presiden bersikeras untuk mengeluarkan dekrit dan respon oleh MPR/DPR dengan segera melakukan Sidang Istimewa yang dipercepat. Tentu saja, kemacetan hubungan kemacetan hubungan komunikasi jadi di saat era reformasi menjaga konsolidasi demokrasi. Oleh karena itu, penulisan tesis ini akan meneliti lebih jauh subtansi masalah kemacetan hubungan komunikasi antara pemerintah dan DPR, serta implikasinya terhadap mesyarakat. Penelitian ini juga akan mengkaji peran media dalam pertikaian pemerintah-DPR yang disinyalir ikut memankan peran sehingga opini publik terbentuk untuk berpihak kepada salah satu kekuatan. Dan maksud mencari temuan-temuan dibalik pertikaian pemerintah versus DPR yang diduga ada perbedaan secara subtantif mengenai aktualisasi reformasi dan implementasi kekuasaan lintas pantai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartomi, Margaret J.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia , 2005
306.2 KAR gt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hasanah
"Permasalahan dari tulisan ini adalah bagaimana proses ketatanegaraan yang berlangsung pads masa Demokrasi Terpimpin dengan melihat hubungan antara Soekarno, PKI dan AD. Topik ini menarik untuk diangkat karena terjadi konflik politik antara PKI dan AD untuk memperebutkan kekuasaan, dimana mereka juga saling memperebutkan simpati dari Soekarno. Berdasarkan hat tersebut permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana perpolitikan Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin yang melibatkan Soekarno, PKI dan AD serta bagaimanakah Soekarno mempertahankan politik perimbangan kekuatan (balance of power) dalam kaitannya dengan mempertahankan kekuasaan di satu pihak dan perebutan kekuasaan antara PKI dan AD dipihak lain.
Teori yang digunakan dalam tesis ini adalah Teori Politik dari David Easton, Teori kekuasaan dari Roberth Bierstedt, Teori Kharismatik dari Benedict R.O.G. Anderson dan Soemarsaid Moertono, Teori Partisipasi Politik dari Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, teori Partai Politik dari Sigmund Neumann, Teori Militer dari Finer, serta Teori Kekuasaan Negara dari Bertrand Russel. Penelitian ini memakai metode penelitian kualitatif dengan teknik analisa deskriptif analitis.
Hasil temuan penelitian ini adalah Soekarno, PKI dan AD adalah tiga kekuatan yang saling mendukung dan membutuhkan pada masa Demokrasi Terpimpin. PKI sebagai pendukung Soekarno di bidang kekuasaan politik dan AD menjadi kekuatan Soekarno dalam menjalankan Demokrasi Terpimpin. Persoalan muncul ketika adanya perbedaan ideologi dan sudut pandang antara AD dan PKI. PKI tetap dipertahankan oleh Soekarno karena la tidak memiliki organisasi pendukung sehingga membutuhkan PKI sebagai pengimbang posisinya dengan AD. Segitiga persoalan ini semakin tajam sehingga mengakibatkan terjadinya pemberontakan G30S/PKI 1965 yang menewaskan petinggi-petinggi AD dan Soekarno dianggap yang paling bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
Teori Politik, Teori kekuasaan, Teori Kharismatik, Teori Partisipasi Politik Teori Partai Politik, Teori Militer, dan Teori Kekuasan Negara berinspiikasi positif terhadap konflik yang terjadi antara Soekarno, PKI dan AD.

The research question of the research is how the process of state administration is in the Guided Democracy by seeing the relation of Soekarno, Indonesian Communist Party (PKI), and the Army. The topic is interesting to be discussed because there was a political conflict between PKI and the Army to gain power and sympathy of Soekarno. Based on that, the problem in this thesis is how the political situation in Indonesia which involved Soekarno, PKI and the Army is. Other problem is how Soekarno maintained the balance of power between those two political actors related to his own power as a president.
Theories applied in the thesis are theory of politics from David Easton, theory of power from Roberth Bierstedt, theory of charisma from Bennedict ROG Anderson and Soemarsaid Moertono, theory of political participation from Samuel P. Huntington and Joan M. Nelson, theory of political party from Sigmund Neumann theory of military from SE Finer, and theory of state power from Bertrand Russell. This research applies qualitative research method and the technique of analysis is descriptive analytic.
The result of the research is that Soekarno, PICT, and the Army was three political powers which support each other in the era of Guided Democracy. The role of PKI was to support Soekarno in politics and the Army became the power resource for Soekarno in running Guided Democracy. Problem rose when there was an ideological conflict between PKI and the Army. The party was protected by Soekarno because he did not have any organization to support his political power. Thus, PKI became his equilibrium factor of his power against the Army. This triangle of politics sharpened so that culminated in the tragedy of G30SIPK.I in 1965 which killed some generals from the Army and Soekarno was expected as the most responsible person related to the tragedy.
Theories mentioned above have positive implication on the conflict of Soekarno, PKI and the Army.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
An-Na`im, Abdullah Ahmed
Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2001
297.272 ANN t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>