Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20002 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuli Mumpuni
"Relations between the EU and Indonesia are now three decades old. Indonesia - European Union (EU) bilateral relations nowadays have been progressively growing importance and leading towards a positive direction. The growth of Indonesia - EU relations have achieved notable gains and this progress has been made possible among others by the vibrant dynamics and momentous events that occurred in Indonesia as well as in the EU. Indonesia and EU are now moving steadily towards another landmark that is the establishment of a bilateral comprehensive partnership and cooperation agreement. This partnership agreement will surely serve as a basis for mutual future efforts to tap the vast potential of Indonesia - EU bilateral relations."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
JKWE-3-2-2007-61
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Artanty
"Tesis ini secara khusus menyoroti tentang terjadinya perkembangan situasi politik di Hongaria pasca jatuhnya pemerintahan komunis. Seperti halnya negara-negara Eropa Tengah dan Timur lainnya, Hongaria tidak punya kesempatan untuk bergabung dalam skema Eropa yang muncul dan berkembang sejak perang dunia kedua. Alasannya adalah adanya pertentangan timur dan barat dalam hat ideologi, politik serta bidang ekonomi dan militer. Jatuhnya pemerintahan komunis di Eropa Tengah dan Timur pada tahun 1989 diikuti oleh permintaan bantuan dari kelompok negara tersebut untuk dapat melakukan transformasi politik dan ekonomi. Hongaria merupakan salah satu pemimpin demokrasi, menjadi pertama yang menurunkan tirai besi dan menandatangani Perjanjian Asosiasi (Assasiatrorr Treaty) dengan Uni Eropa.
Uni Eropa memutuskan untuk membuka kesempatan bagi negara Eropa Tengah dan Timur yang mampu memenuhi persyaratan politik dan ekonomi yang telah ditetapkan untuk bergabung dalam Uni Eropa. Persyaratan tersebut terangkum dalam sebuah kriteria yaitu kriteria Kopenhagen. Untuk memenuhi persyaratan yang terdiri dari kriteria politik, ekonomi dan hukum tersebut, terjadi perkembangan dari pemerintahan komunis menuju pemerintahan demokratis. Dalam usaha penyesuaian yang berlangsung mulai tahun 1989 hingga 2004 ini, Hongaria hams menghadapi kendala-kendala sebelum akhirnya dapat bergabung menjadi negara anggota Uni Eropa tahun 2004.
Tests ini memberikan gambaran perkembangan sebuah negara bekas pemerintahan komunis menuju suatu pemerintahan yang demokratis dengan berbagai kendala yang dihadapi dan diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi negara-negara demokrasi berkembang dalam memperbaiki keadaan politiknya pass sebuah pemerintahan yang otoriter termasuk Indonesia.
Kerangka pemikiran yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah pasal pertama dari kriteria Kopenhagen yaitu yang membahas tentang kriteria politik Selanjutnya penulis akan menganalisa penerimaan Uni Eropa mengenai usaha Hongaria Iewat laporan rutin (Regular Report) yang dikeluarkan Uni Eropa tentang perkembangan Hongaria dalam memenuhi kriteria Kopenhagen. Laporan ini mulai dibuat sejak terjadinya negosiasi pertama yaitu tahun 1998 dan diakhiri dengan laporan menyeluruh (Comprehensive Report) di akhir tahun 2003.
Walaupun pada dasarnya Hongaria dinilai berhasil memenuhi persyaratan politik dalam Kriteria Kopenhagen sejak tahun 1999, banyak permasalahan signifikan yang terus terjadi seiring penyesuaian. Masalah-masalah tersebut adalah yang berhubungan dengan korupsi, penghormatan hak asasi dan hak minoritas, yang merupakan masalah Iama yang semakin berkembang.
Masalah-masalah yang ada seperti korupsi dan prejudis terhadap Roma tersebut merupakan sebuah budaya yang mengakar, sehingga dapat dimaklumi jika tidak mullah untuk mencegah dan menguranginya. Di luar masalah itu, Hongaria memang patut menjadi inspirasi transisi politik di Eropa Tengah dan Timur karena konsisten dalam merevisi regulasi-regulasi yang dianggap kurang mengikat, demikian pula dalam usaha mengimplementasikannya. Bagi Uni Eropa, Hongaria akan menjadi partner dan anggota yang sangat penting untuk kemajuan integrasi Uni Eropa.

This Thesis is mainly explaining the political development that occurred in Hungary after the fall of the communism in Central and Eastern Europe in 1989. As was the case with the other Central and Eastern European states, Hungary had no opportunity for a long time to integrate into the European scheme that evolved and became unified after World War IL the reason for this was the opposition between the East and the West in the ideological, political, military and economic fields. The fall of Communism in Central and Eastern Europe in 1989 prompted a flood of requests to help the Central and East Europeans transform their economies and polities.
European Union decided to Iaunch Eastern Enlargement and to draft a list of criteria for EU membership (political, economic and implementing the acquis), which have come to be known as the Copenhagen Criteria. To meet the requirements, Hungary makes many efforts to develop a communism government (o democratic government. There were many obstacles coming in Hungary's way to reform from 1989 until finally joining the European Union in 2004.
This Thesis gives a view of political changes and development from authoritarian power to democratic power through many problems that occurring. Hopefully it can inspire other country to follow Hungary's way to succeed. The Political development is bordered with the first condition in Copenhagen Criteria which underlined the political criteria. Next, the regular report from EU that launch every years since 1998 until 2003 will help us analyze what is EU's opinion about Hungary's reformation.
Although basically Hungary had succeeded to fulfill the political criteria from Copenhagen Criteria in 1999, there were still significant problems such as corruption and violation of the human right which hard to handle. But since it has become a culture, it is easy to understand why Hungary could not prevent or reduce it right away. Outside of that, Hungary's continuous revision to laws and the will to implement it will inspire other country in Central and Eastern Europe. To European Union, Hungary will be important partner and member to European Integration.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Hikmawan
"Tesis mi membahas sikap Prancis mengenai kedaulatannya ketika dihadapkan pada peraturan Urn Eropa Pemenntahan Sarkozy beranggapan bahwa kebijakannya dalam mengusir Etms Roma merupakan haknya sebagai negara berdaulat Namun ketika Prancis memutuskan untuk bergabung ke dalam Urn Eropa maka negara tersebut hams mengikuti berbagai peraturan yang ditetapkan termasuk larangan untuk mengusir suatu etnis secara masif.

This thesis tries to understand the meaning of sovereignty for Sarkozy's administration when it has to face the rules from European Union Sarkozy's administration assumes that the Roma expulsion policy was France right as a sovereign state But when France decided to join European Union they must follow several laws including the prohibition to expel people collectively.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abid Abdurrahman Adonis
"Semakin berkembangnya kelembagaan dan misi eksternal Uni Eropa khususnya dalam mempromosikan norma-normanya mendorong literatur-literatur untuk membahas peran Uni Eropa sebagai normative power. Normative power dianggap sebagai salah satu peran internasional Uni Eropa yang membedakannya dengan aktor-aktor internasional lainnya. Kendati telah banyak digunakan dalam berbagai literatur mengenai Uni Eropa, namun konsep normative power belum mendapat perhatian serius dari literatur-literatur disiplin Ilmu Hubungan Internasional yang lebih luas.
Kajian literatur ini membahas bagaimana perkembangan literatur mengenai Uni Eropa sebagai normative power. Dengan metode taksonomi, kajian literatur ini menunjukkan perkembangan literatur Uni Eropa sebagai normative power berada dalam empat kategori: 1 konseptualisasi normative power; 2 penggunaan normative power, 3 persepsi aktor mitra terhadap normative power, dan 4 Uni Eropa sebagai normative power dalam perspektif Hubungan Internasional.
Berdasarkan berbagai literatur yang sudah dikaji, kajian literatur ini berpendapat bahwa peran Uni Eropa sebagai normative power merupakan suatu konstruksi yang dikembangkan oleh akademisi dan pejabat Uni Eropa untuk menemukan relevansi dan mengangkat posisi politik Uni Eropa dalam peran internasionalnya. Konstruksi ini dipertegas melalui seleksi memori yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap klaim normative power-nya.
Kajian literatur ini juga menunjukkan terbatasnya keberhasilan penggunaan normative power oleh Uni Eropa terhadap para mitranya. Perkembangan literatur turut mengidentifikasi kecenderungan skeptisisme aktor-aktor mitra Uni Eropa terhadap penggunaan normative power oleh Uni Eropa. Selain itu, kajian literatur ini berargumen bahwa konsep normative power memiliki kecenderungan adanya bias Eurosentris dan perkembangan literatur didominasi oleh literatur-literatur liberal dan konstruktivis.
Berdasarkan literatur-literatur yang ditinjau, tulisan ini menemukan adanya celah riset pada persepsi aktor mitra Uni Eropa terhadap normative power dan penulisan melalui perspektif non Eropa.

The development of European Union's institutions and external mission, especially in promoting its norms, encourages literature to discuss the role of the EU as normative power. Normative power is considered one of the EU's international roles that distinguishes it from other international actors. Although widely used in literature on the European Union, the concept of normative power has not received serious attention from the wider International Relations readers.
This literature review discusses how the development of literature on the European Union as normative power. Using taxonomy method, this literature review shows the literature development of the EU as normative power fall into four categories: 1 the conceptualization of normative power; 2 the use of normative power, 3 partner actors' perceptions of normative power; and 4 EU as normative power according to IR perspectives.
Based on the literature that has been studied, this literature review argues that the role of the EU as normative power is a construction developed by academics and EU officials to find relevance and elevate the political position of the European Union in its international role. It is reasserted by how EU do memory selection to its own history in claiming its normative power.
This literature review also shows the limited success of normative usage power by the EU against its partners. The development of literature also identifies the tendency of skepticism of EU partner actors against the use of normative power by the European Union. In addition, this literature review argues that the concept of normative power has a tendency for Eurocentric bias and the development of literature dominated by liberal and constructivist literature.
Based on the literature reviewed, this paper found a research gap on the perceptions of EU partner actors and writing through a non-European perspective.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Meita Istianda
"Perubahan drastis yang dialami masyarakat dunia sebagai dampak dari berakhirnya perang dingin telah melahirkan inisiatif-inisiatif baru dalam mengupayakan sebuah tatanan dunia yang damai. Masyarakat Eropa merupakan salah satunya. Mereka merintis usaha tersebut melalui integrasi, tidak hanya di bidang ekonomi tetapi mencakup politik dan urusan dalam negeri, dalam rangka memperkuat kerjasama di antara mereka, melalui Perjanjian Maastricht.
Salah satu pilar dari Perjanjian Maastricht, Common Foreign Security Policy (CFSP) dijadikan pijakan untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Mekanisme dalam menjalankan CFSP untuk meraih cita-cita Uni Eropa memasukan unsur HAM dan demokratisasi sebagai prioritas utama yang tidak boleh ditinggalkan dalam menata hubungan dengan negara lain.
Hubungan Uni Eropa terhadap Indonesia pun tidak lepas dari prinsip-prinsip tersebut. Padahal di antara keduanya memiliki pandangan yang berbeda terhadap HAM Uni Eropa memandang HAM dari sudut hak-hak sipil dan politik, sedangkan Indonesia memandang dari sudut hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Di tengah-tengah kontroversi tersebut, kesalingtergantungan antara Uni Eropa dan Indonesia semakin menguat, dipicu oleh membaiknya situasi perekonomian di Asia Pasifik pada dekade 1990-an.
Tesis ini dibuat untuk mengetahui sejauh mana upaya kedua negara dalam mengelola hubungannya berdasarkan prinsip-prinsip mereka yang berbeda, dan ingin melihat apakah isu yang semakin mengglobal sejak Deklarasi Vienna dan Program Aksi ditandatangani oleh hampir seluruh negara di dunia, memiliki peranan sebagai penengah dalam mengimbangi perbedaan pemahaman terhadap HAM apakah isu tersebut berimplikasi terhadap perekonomian kedua negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Burhan Djabir Magenda
"The aim of the paper is to discuss the trend of globalization from political, ideological, security and defense, economics, socio cultural and international law point of views, and their influences in forming the New World Order. The Trend shows the dominance' of the United States as the emerging of the United States as the 'sole superpower' and the spread of free market and liberalism. In terms of international law, there is a need to form interstates regulations regarding the flow of people, capitaL information and other goods accross national boundaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
JHII-4-3-Apr2007-556
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S8133
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Lazuardi Rahma
"Penelitian ini memberi fokus pada implementasi konsep Cultural Exception sehingga menjadi identik dan selaras dengan kebijakan kebudayaan Prancis hingga kini dalam menghadapi tantangan era digital. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengeksplorasi politik kebudayaan Prancis dan politik kebudayaan Uni Eropa terkait industri audiovisual dalam proses peninjauan ulang Directive AVMSD 2018. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan memanfaatkan baik data kualitatif maupun data kuantitatif. Penelitian ini mengaplikasikan teori identitas, teori politik kebudayaan, dan juga konsep Cultural Exception. Hasil sementara menunjukkan bahwa pemerintah Prancis menganggap industri audiovisual sebagai bagian dari identitas nasional serta merupakan warisan budaya negaranya, sedangkan Uni Eropa menggunakan industri audiovisual sebagai alat untuk mengintegrasikan Eropa sebagai satu identitas.

This research focuses on the implementation of the Cultural Exception concept so that it becomes identical and in line with French cultural policies up to now facing the challenges of the digital era. This study also aims to explore French Cultural Politics and European Union Cultural Politics related to the audiovisual industry in the process of reviewing the 2018 AVMSD Directive. This study uses qualitative methods by utilizing both qualitative and quantitative data. This research applies identity theory, theory of Cultural Politics, and also the concept of Cultural Exception. Interim results show that the French government considers the audiovisual industry as part of its national identity and as a cultural heritage of its country, while the European Union uses the audiovisual industry as a tool to integrate Europe as a single identity."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>