Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164040 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Salim
"Bentonit asal Merangin -Jambi telah dimodifikasi menjadi organoclay dengan menggunakan surfaktan nonionik triton X-100 sebagai agen penginterkalasi. Kemudian produk hasil modifikasi dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, dan EDX. Sebelum modifikasi, dilakukan fraksinasi bentonit sehingga diperoleh Fraksi 1 yang kaya montmorillonite (MMT) yang kemudian diseragamkan kation bebasnya dengan Na+ (menjadi Na-MMT). Selanjutnya dengan menggunakan metode tembaga amin, nilai KTK Na-MMT diperoleh sebesar 71 mek/100gram Na-MMT. Variasi konsentrasi triton X-100 yang digunakan untuk preparasi organoclay adalah 1070, 4280, 6848, 8560, dan 10272 mg/L. Pengaruh konsentrasi triton X-100 yang ditambahkan terhadap jarak basal spacing organoclay, diamati dengan XRD, dan hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan basal spacing dari 15,74 Å untuk Na-MMT menjadi 20,08 Å, 19,51Å, 18,57Ao dan 17,43Å untuk OC 8560 , OC 6848 , OC 4280 dan OC10272. Kesetabilan organoclay dalam air telah diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar kandungan surfaktan dalam organoclay semakin rendah kesetabilannya. Jarak basal spacing organoclay mengalami penurunan dari 20,08Ao menjadi 17,62 Ao untuk OC-8560, dari 19,51Ao menjadi 17,28 Ao untuk OC-6848, dan dari 18,57 Ao menjadi 17,20 Ao untuk OC-4280. Hal ini mengindikasikan bahwa surfaktan banyak mengalami pelepasan dari interlayer organoclay ketika jumlah surfaktan yang tersisipkan lebih dari 25,8 mg/g (OC-4280). Kemampuan OC-8560 , dan OC-4280 sebagai adsorben p-klorofenol dibandingkan dengan Na-MMT. Data yang diperoleh pada kurva isotherm adsorpsi menunjukkan bahwa kemampuan organoclay dua kali lebih efektif dibanding NaMMT dalam menyerap p-klorofenol. Proses penyerapan p-klorofenol oleh Na-MMT dan OC-4280 mengikuti kurva isotherm adsorpsi Langmuir. Sedangkan OC-8560 cenderung mengikuti kurva isoterm adsorpsi Freundlich.

Bentonite from Merangin Jambi has been modified into organoclay using nonionic surfactant Triton X-100 as intercalating agent. Then the products were characterized by XRD, FTIR, and EDX. Prior to modification, bentonite fractionation was performed in order to get Fraction 1 which is rich with montmorillonite (MMT) phase, and then is cation-exchanged with Na+ (called Na-MMT). Furthermore, using a copper amine methode, its cation exchange capacity (CEC) value was determined as 71 mek/100gram Na-MMT. Variation of Triton X-100 concentration used for the preparation of organoclay is 1,070; 4,280; 6,848; 8,560; and 10,272 mg/L. The effect of the addition of Triton X-100 to Na-MMT?s basal spacing, observed by XRD, shows an increase in basal spacing of initially 15.74Å for Na-MMT to 20.08 Å, 19.51Å, 18.57Ao and 17.43Å for OC 8560 , OC 6848 , OC 4280 dan OC10272, respectively. The stability of organoclay in water has been investigated and the result shown that organoclay containing the largest amount of surfactant is more unstable. The basal spacing of organoclays decrease from 20.08oA to 17.62oA for OC-8560, from 19.51oA to 17.28oA for OC-6848 and from 18.57oA to 17.20 for OC-4280. This indicates that more surfactant are removed from the interlayer of organoclay when the amount of surfactant introduced is more than 25.88 mg/g (OC-4280). Organoclay adsorption capacity was observed by using it as adsorbent for p-Chlorophenol and compared with the capacity of Na-MMT. Data obtained on the adsorption isotherm curve shows that the organoclay is twice more effective in adsorbing p-chlorphenols. The adsorption process p-chlorofenol by OC-4280 and Na-MMT follows Langmuir adsorption isotherm curve. While OC-8560 tends to follow Freundlich adsorption isotherm curve."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30710
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tegar Bakti Putra
"Organoclay Tasikmalaya merupakan hasil modifikasi montmorillonit (MMT) yang berasal dari bentonit Tasikmalaya dengan surfaktan kationik ODTMABr. Sebelum dimodifikasi, dilakukan proses fraksinasi terhadap bentonit Tasikmalaya untuk memurnikan montmorillonit (MMT) yang ada pada bentonit. Kemudian dilakukan penyeragaman kation penyeimbang pada MMT dengan Na+ sehingga terbentuk Na-MMT. Selanjutnya dengan menggunakan kompleks tembaga amin, ditentukan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan diperoleh nilai KTK sebesar 65,6mek/100gram Na-MMT. Konsentrasi ODTMABr yang ditambahkan pada preparasi organoclay sesuai dengan nilai 1 KTK. Hasil karakterisasi preparasi organoclay dengan XRD, FTIR dan EDS menunjukkan bahwa surfaktan ODTMABr telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Selanjutnya, produk organoclay tersebut diuji kemampuan adsorpsinya terhadap p-klorofenol dengan variasi konsentrasi (5-50 ppm) dan membandingkannya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam dengan konsentrasi p-klorofenol yang sama. Dari data yang diperoleh pada kurva isotherm adsorpsi menunjukkan bahwa organoclay mampu mengadsorpsi hingga 4,010 mg p-klorofenol/1 g organoclay dan bentonit alam hanya mampu mengadsorpsi sebesar 0,356 mg p-klorofenol/1 g bentonit alam sehingga dapat disimpulkan bahwa organoclay lebih efektif dari bentonit alam dalam menyerap p-klorofenol.

Tasikmalaya organoclay is modified of montmorillonite (MMT) derived from Tasikmalaya bentonite with cationic surfactant of ODTMABr. Before the modified, performed fractionation process on Tasikmalaya bentonite to purify the montmorillonite (MMT) which occur in bentonite. Then all cation in MMT homogenized with Na+ to form Na-MMT. Furthermore, determined the Cation Exchange Capacity (CEC) by using copper-amine complexes, and obtain the CEC values for Na-MMT is 65,6 meq/100gram. Adding of ODTMABr concentration to the organoclay according to the value of 1 CEC. Characterization with XRD, FTIR and EDS show the surfactant ODTMABr has been successfully intercalated into MMT. Adsorption capacity of organoclay was tested by variation in consentration of p-chlorophenol (5-50 ppm) and compared it with the adsorption capacity of natural bentonite. From the adsorption isotherms of organoclay and natural organoclay showed adsorption of p-chlorophenol are 4,010 mg / 1 g and 0,356 mg / 1 g respectively. It can be concluded that the organoclay is more effective than the natural bentonite in adsorption of p-chlorophenol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42841
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Satriandi Rahman
"Organoclaydipreparasidengancara modifikasimontmorillonite(MMT) yang berasal dari fraksi bentonit Jambi dengan cara interkalasi Benzil Trimetil Ammonium Klorida (BTMA-Cl). Sebelum digunakan untuk preparasi, dilakukan proses fraksinasi terhadap bentonit Jambi untuk memurnikan montmorillonite (MMT) yang ada pada bentonit. Hasil MMT kemudian diseragamkan kation penyeimbangnya dengan Na+ menjadi Na-MMT. Selanjutnya menggunakan tembaga amin, dihitung nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan nilai KTK Na diperoleh sebesar 43,5 mek/100 gram Na-MMT. Preparasi organoclay menggunakan Na-MMT dengan surfaktan BTMA-Cl (Benzil Trimetil Ammonium Klorida) sebagai agen penginterkalasi dan konsentrasi BTMA-Cl yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK dan 2 KTK.
Hasil karakterisasi organoclay menunjukkan surfaktan BTMA-Cl telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Produk organoclay tersebut selanjutnya diuji kemampuan adsorpsinya terhadap fenol dan p-klorofenol dengan variasi konsentrasi (10-80 ppm) dan membandingkannya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam dengan konsentrasi fenol dan p-klorofenol yang sama. Dari data yang diperoleh pada kurva isoterm adsorpsi menunjukkan bahwa organoclay lebih efektif dari bentonit alam dalam menyerap fenol dan p-klorofenol.

Organoclay is prepared from montmorillonite (MMT) derived from fraction of bentonite Jambi by intercalating Benzyl Trimethyl Ammonium Chloride (BTMA-Cl). Before being used for the preparation, carried out on bentonite Jambi fractionation process for purifying montmorillonite (MMT) which is in bentonite. Cation in MMT homogenized with Na+ to be Na-MMT. The Cation Exchange Capacity (CEC) was determined by using copper ethylendiamine, and the obtained value is 43,5 meq/100 gram Na-MMT. Organoclay were prepared by mixing Na-MMT with BTMA-Cl surfactant (Benzyl Trimethyl Ammonium Chloride) solution as an intercalated agent and BTMA-Cl according to the value of 1 CEC and 2 CEC.
The results showed that surfactant BTMA-Cl has been successfully intercalated into MMT. Organoclay product is then tested as phenol and p-chlorophenol adsorbtion by varying the concentration (10-80 ppm) and compared the adsorption capacity to the natural bentonite. From the data obtained indicated that the adsorption isotherm curves of phenol and p-chlorophenol on the organoclay is more effective than the natural bentonite.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sriparya
"Bentonit asal Merangin Jambi telah dimodifikasi menjadi komposit magnet bentonit dengan menggunakan prekursor garam besi dalam suspensi bentonit melalui proses pertukaran ion dan presipitasi. Komposit dibuat dengan memvariasikan perbandingan berat bentonit dengan oksida besi dan perbandingan mol Fe(III) dengan Fe(II). Komposit yang dibuat dengan Fe(III) dan Fe(II) bersifat ferimagnetik sedangkan komposit yang dibuat dari Fe(III) dan Fe(II) saja bersifat antiferomagnetik. Produk hasil modifikasi dikarakterisasi dengan X Ray diffraction (XRD), Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X ray Spectroscopy (SEM-EDS), Vibrating Sample Magnetometer (VSM) and Ultraviolet Visible (UV-Vis). Komposit magnet dengan daya serap terhadap logam Cd(II) tertinggi dengan komposisi bentonit dan oksida besi 2 : 1 dan perbandingan Fe(III) dengan Fe(II) 2 : 1 sedangkan komposit dengan sifat kemagnetan terbesar dengan komposisi 1 : 2 antara bentonit dan oksida besi dan 1 : 1 antara Fe(III) dan Fe(II). Pemberian gelombang ultrasonik setelah terbentuknya oksida besi belum berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan daya adsorpsi dan sifat kemagnetan komposit. Komposit yang telah menyerap logam Cd(II) dapat terambil kembali sebanyak 85,69% dan dapat diregenerasi menggunakan NaCl dengan kemampuan regenerasi 39,61%.

Bentonite from Merangin Jambi has been modified into a composite magnetic bentonite using an iron salt precursors in a bentonite suspension through a process of ion exchange and precipitation. Composites was made by varying the weight ratio of bentonite with iron oxide and the mole ratio of Fe (III) to Fe (II). Composites made with Fe(III) and Fe(II) are ferrimagnetic while the composite prepared from Fe (III) or Fe (II) alone is antiferromagnetic. Modification products were characterized using X Ray diffraction (XRD), Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X ray Spectroscopy (SEM-EDS), Vibrating Sample Magnetometer (VSM) and Ultraviolet Visible (UV-Vis). The highest Cd(II) adsorption from aqueous solution is given by magnetic composite prepared from bentonite to iron oxide ratio of 2: 1 and the ratio of Fe(III) to Fe(II) 2: 1. On the other hand, the composite with the highest magnetic properties is provided from the preparation using the ratio of 1:2. between bentonite and iron oxides, and ratio of 1: 1 between Fe(III) and Fe(II). The ultrasonic treatment to the mixture after iron oxide was formed showed no significant effect to the increase of adsorption and magnetic properties. The composite that has been adsorb Cd(II) ions can be drawn back as much as 85.69% and can be regenerated using NaCl with regeneration ability to 39.61%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30890
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syah Reza
"ABSTRAK
Proses adsorpsi pada bentonit tapanuli yang termodifikasi surfaktan kationik
terhadap senyawa organik paraklorofenol telah dilakukan. Dilakukan fraksinasi
terlebih dahulu untuk mendapat kandungan montmorillonit terbanyak, kemudian
dilakukan preparasi Na-MMT (Natrium Montmorillonit), dan penentuan Kapasitas
Tukar Kation (KTK) memberikan nilai sebesar 62,5 meq/gram. Surfaktan yang
digunakan ialah surfaktan kationik ODTMABr (Oktadesil Trimetil Ammonium
Bromida) yang memiliki 18 rantai alkil. Surfaktan ini digunakan sebanyak 1 KTK
sebagai interkalan dalam preparasi organoclay. Analisis dengan menggunakan XRD
menunjukkan basal spacing dari OCT (Organoclay Tapanuli) mengalami peningkatan
yang cukup besar (21,04) dibandingkan dengan Na-MMT (14,33) dan montmorillonit
(15,69). Hal ini membuktikan bahwa surfaktan kationik telah masuk ke dalam
montmorillonit. Hasil uji aplikasi OCT sebagai adsorben senyawa organik para
klorofenol (p-C6H4Cl(OH)) menunjukkan bahwa organoclay lebih baik daya
adsorpsinya dibandingkan dengan bentonit alam. Saat p-klorofenol memiliki
konsentrasi sebesar 50 ppm, OCT mampu menyerap senyawa tersebut sebesar 36,4
ppm dan belum menunjukkan kondisi optimum. Di sisi lain, bentonit alam telah
mencapai optimum saat konsentrasi awal 10 ppm. Pola isoterm adsorpsi dari OCT
menunjukkan pola isoterm adsorpsi Freundlich pada konsentrasi besar namun pada
konsentrasi kecil pola yang ditunjukkan adalah pola isoterm adsorpsi Langmuir.

ABSTRACT
Adsorption on tapanuli bentonite modified by cationic surfactant has been done.
The fractionation of bentonite has been done in order to get the highest contain of
montmorillonite, then it was done the preparation of Na-MMT (Sodium
Montmorillonite), and the result of cation exchange capacity (CEC) is 62,5 meq/gram.
In this research, ODTMABr (Octadecyl Trimethyl Ammonium Bromide) which has
18 alkyl chains, was used as cationic surfactant. 1 CEC of surfactant was used as
intercalant agent in organoclay preparation. XRD analysis showed the basal spacing of
OCT increased significantly (21,04) when compared with Na-MMT (14,33) and
Montmorillonite (15,69). This result proved that cationic surfactant has been
intercalated into montmorillonite. The application of OCT as adsorbent of pchlorophenol(
p-C6H4Cl(OH)) showed that OCT is better than raw material bentonite.
When the concentration of p-chlorophenol was 50 ppm, OCT could adsorp its
compound in 36,4 ppm and has not reached the optimum condition, whereas raw
material benonite has the optimum condition in10 ppm. The adsorption isoterm of
OCT showed Freundlich adsorption isoterm rules in high concentration while in low
concentration the rules was followed Langmuir adsorption isoterm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43705
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhaida
"ABSTRAK
Bentonit alam Merangin Jambi merupakan jenis Ca-bentonit dengan dengan
kandungan smectit sebesar 91,24%. Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan
modifikasi bentonit Merangin Jambi dengan KOH 0,1 M; 0,2; 0,3 M; 0,4 M; dan
1 M sebagai katalis reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit untuk produksi
biodiesel. Biodiesel adalah metil ester asam lemak yang dihasilkan dari
alkoholisis minyak hewani atau nabati. Selain itu, diamati juga pengaruh dari suhu
reaksi, waktu reaksi, rasio mol minyak : metanol, dan jumlah katalis. Persentase
yield metil ester cenderung lebih besar pada suhu reaksi 60 oC, waktu reaksi 2
jam, rasio mol minyak dengan metanol 1 : 12, jumlah katalis 3%, dan katalis Nabentonit
yang dimodifikasi dengan KOH 0,4 M. Katalis hasil regenerasi masih
dapat digunakan kembali dengan % yield metil palmitat, metil oleat, dan metil
linoleat, berturut-turut sebesar 0,34 %, 1,03 %, dan 3,19%.
ABSTRACT
Natural bentonite from Merangin Jambi is a type of Ca-bentonite with the
smectite content of 91,24%. This study has been performed successfully to
modify bentonite from Merangin Jambi as catalyst for the transesterification of
palm oil for biodiesel production. Biodiesel is fatty acid methyl esters produced
by alcoholysis of animal or vegetable oil. In addition, it was observed the effects
of temperature, reaction time, oil to methanol ratio, catalyst amount, and loading
amount KOH. The max percentage yield of methyl ester was obtained at
temperature of 60 oC, reaction time 2 hour, oil to methanol ratio 1 :12, 3% catalyst
amount, and KOH loading at 0,4 M. Recycle catalyst was used for the
transesterification with the percentage yield of methyl palmitate, methyl oleate,
and methyl linoleate respectively 0,34%, 1,03%, and 3,19%."
2013
T35207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamal Miftah
"Bentonit alam Jambi telah dimodifikasi menjadi Fe bentonit dengan menggunakan polikation besi III oksida sebagai katalis reaksi foto fenton. Karakterisasi katalis dilakukan menggunakan metode FTIR XRD dan EDS sementara studi fotokatalisis dilakukan menggunakan metode spektrofotometri UV Visible pada panjang gelombang 200 400 nm. Sebelum preparasi dilakukan pemurnian bentonit untuk mendapatkan bentonit yang kaya akan montmorilonit yang akan diseragamkan kation bebasnya dengan Na menjadi Na bentonit. Selanjutnya menggunakan metode kompleks tembaga amin ditentukan nilai kapasitas tukar kation dari bentonit Jambi dan diperoleh nilai KTK sebesar 37 1281 mek 100gram bentonit.
Hasil karakterisasi XRD dan EDS mengkonfirmasi keberadaan besi III oksida dalam bentonit Pengurangan kadar polutan organik fenol dan p klorofenol dilakukan menggunakan besi III oksida yang disisipkan pada katalis bentonit alam dengan penambahan hidrogen peroksida H2O2 30 dan penyinaran sinar UV C direaksikan dalam proses batch Untuk perbandingan proses adsorpsi fotolisis dan reaksi fenton dipelajari untuk menunjukkan penurunan kadar fenol dan p klorofenol yang murni berdasarkan proses foto fenton.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan katalis besi III oksida yang disisipkan pada bentonit dengan pH awal diatas 6 dan penambahan 78 mM H2O2 total penurunan kadar yang paling efektif dari 100 mg L 1 fenol pada panjang gelombang 269 nm terjadi dalam waktu 90 menit dibandingkan dengan penurunan kadar p klorofenol pada panjang gelombang 279 nm.

Bentonite from Jambi has been modified into Fe bnetonit using iron III oxide polication as intercalation agent. Before perparation bentonite purification was performed in order to get bentonite which is rich with montmorillonite phase and then is cation exchanged with Na called Na bentonite. Furthermore using a copper amine methode its cation exchange capacity CEC value was determined as 37 1281 mek 100 g bentonite Reduction of the organic pollutants phenol and p chlorophenol was conducted using iron III oxide immobilized on pristine bentonite catalyst in the presence of hydrogen peroxide H2O2 30 and UV C light in batch process.
Catalyst characterization was performed using FT IR XRD and EDS while photocatalytic study was done by UV Visible spectrophotometry at wavelength 200 400 nm As comparison adsorption photolysis and fenton process were studied to indicate the degradation of phenol and p chlorophenol were purely based on photo fenton process.
The results indicated that by using catalyst of iron III oxide ndash pillared bentonite at initial pH above 6 and 78 mM H2O2 total decreased contents of the 100 mg L 1 phenol at wavelength 269 nm and p chlorophenol at wavelength 279 nm was occurred within 90 minutes.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ovan Sunu Meirivandhy
"Bentonit alam yang berasal dari Tapanuli dimodifikasi menjadi Organoclay Tapanuli agar menjadi lebih organofilik. Sebelum digunakan untuk preparasi, dilakukan proses fraksinasi terhadap bentonit Tapanuli untuk memurnikan montmorillonit (MMT) yang ada pada bentonit. Hasil MMT kemudian diseragamkan kation penyeimbangnya dengan Na+ menjadi Na-MMT. Selanjutnya menggunakan tembaga amin (Cu(en)22+), dihitung nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang diperoleh sebesar 24,2 mek/100 gram Na-MMT. Preparasi organoclay menggunakan Na-MMT dengan surfaktan BTMA-Cl (Benzil Trimetilammonium Klorida) sebagai agen penginterkalasi dan konsentrasi BTMA-Cl yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK yaitu 0,0484 M dan 2 KTK yaitu 0,0968 M.
Hasil karakterisasi organoclay menunjukkan surfaktan BTMA-Cl telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Setelah itu, organoclay diaplikasikan sebagai adsorben p-klorofenol dan fenol dengan variasi konsentrasi 10-80 ppm. Karakterisasi untuk melihat daya adsorpsinya dibandingkan dengan bentonit alam. Hasil karakterisasi menunjukkan daya adsorpsi organoclay lebih besar dibandingkan bentonit alam. Pada konsentrasi tertinggi daya adsorpsi bentonit alam, organoclay terhadap p-klorofenol, dan organoclay terhadap fenol masing-masing sebesar 1,53 mg/g; 4,28 mg/g; dan 2,83 mg/g yang menunjukkan bahwa adsorpsi organoclay terhadap p-klorofenol lebih besar dibandingkan adsorpsi organoclay terhadap fenol.

Raw Bentonit from Tapanuli will modified into Organoclay Tapanuli to be more organophilic. Before being used for the preparation, carried out on bentonite Tapanuli fractionation process for purifying montmorillonite (MMT) which is in bentonite. Cation in MMT homogenized with Na+ to be Na-MMT. Further use of copper amine, calculated values ​​Cation Exchange Capacity (CEC) and CEC values ​is 24.2 mek/100 gram Na-MMT. Organoclay were prepared via the Na-MMT with BTMA-Cl surfactant (Benzyl Trimethylammonium Chloride) as an intercalated agent and BTMA-Cl concentration were added according to the value of 1 CEC is 0.0484 M and 2 CEC is 0.0968 M.
Characterization results showed organoclay surfactant preparation has been successfully intercalated BTMA-Cl into MMT. After that, organoclay applied as adsorbent p-chlorophenol and phenol with various concentration 10-80 ppm. Characterization to see adsorption value, then compare with Raw Bentonite. Characterization results showed the organoclay adsorption better than the raw bentonite adsorption. At the highest concentration, the adsorption value of raw bentonite, organoclay against p-chlorophenol, and organoclay against phenol is 1.53 mg/g, 4.28 mg/g, and 2.83 mg/g which show that the adsorption organoclay against p-chlorophenol better than the adsorption organoclay against phenol.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Raditia Irvany Jun
"Kopi merupakan salah satu hasil perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai komoditas strategis untuk perkembangan perekonomian negara. Namun, limbah ampas kopi memiliki kandungan senyawa organik yang dapat mencemari lingkungan. Pemanfaatan limbah ampas kopi sebagai prekursor material karbon telah banyak dilakukan karena ampas kopi memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi. Pada penelitian ini, limbah ampas kopi yang telah dipirolisis digunakan sebagai prekursor utama dalam modifikasi grafit menjadi graphene nanosheets melalui metode liquid exfoliation dengan bantuan surfaktan anionik (SDS) dan kationik (CTAB). Graphene nanosheets hasil modifikasi telah dikarakterisasi menggunakan spektroskopi raman, XRD, FTIR, dan SEM. Hasil karakterisasi spektroskopi raman terlihat adanya perubahan intensitas pada pita D dan pita G yang mengindikasikan adanya perubahan struktur material grafit. Hal ini didukung dengan hasil karakterisasi XRD yang menunjukkan adanya perubahan ukuran kristalit . Hasil karakterisasi SEM menunjukkan adanya perubahan morfologi dari struktur amorf grafit menjadi lapisan tipis graphene. Analisis BET dilakukan dan menunjukkan adanya perubahan luas permukaan dan ukuran pori dari sampel. Aplikasi graphene nanosheets yang dihasilkan pada adsorpsi senyawa rhodamine b menunjukkan adanya peningkatan adsorpsi sebelum dimodifikasi dan setelah dimodifikasi menjadi graphene, yang semula 18.74 % pada 5 ppm menjadi 54.14 % (G-25 Kopi/SDS), 22.67 % (G-25 Kopi/CTAB), 76.17 % (GS Kopi/SDS), dan 66.56 % (GS Kopi/CTAB).

Coffee is one of the plantation products that has high economic value and can be used as a strategic commodity for the development of the country's economy. However, coffee grounds waste contains organic compounds that are harmful to the environment. The use of coffee grounds waste as a carbon material precursor has been widely carried out because coffee grounds have a fairly high carbon content. In this study, coffee grounds from pyrolysis produced graphite coffee grounds. The resulting coffee grounds graphite is then used as the main precursor in the modification of graphite into graphene nanosheets using the liquid exfoliation method with the help of surfactants, in the process two types of surfactants are used, namely anionic (SDS) and cationic (CTAB). The modified graphene nanosheets were then characterized using Raman spectroscopy, XRD, FTIR, and SEM. Raman spectroscopic characterization results prove that there is a change in intensity in the D band and G band which indicates a change in the structure of the graphite material. This is supported by the results of XRD characterization which shows a change in crystallite size. The results of SEM characterization showed that there was a morphological change from the amorphous structure of graphite to a thin layer as in graphene. BET analysis was carried out and showed a change in the surface area and pore size of the sample. The application of graphene nanosheets produced on the adsorption of rhodamine b compounds showed an increase in adsorption before modification and after modification to graphene, which was originally 18.74 % at 5 ppm to 54.14% (G-25 Coffee/SDS), 22.67% (G -25 Coffee/CTAB). ), 76.17% (GS Coffee /SDS), and 66.56% (GS Coffee /CTAB)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalidah Putri Ridha
"ABSTRAK
Bentonit asal Tapanuli telah dimodifikasi menjadi organoclay dengan menggunakan surfaktan alam rarasaponin sebagai agen penginterkalasi. Sintesis dilakukan dengan memvariasikan berat surfaktan, 0,5 gram, 1 gram dan 2 gram. Hasil diperoleh bahwa organoclay dengan 2 gram surfaktan memberikan kenaikan nilai basal spasing yang tinggi dari 15.1 menjadi 16.1 . Uji FTIR memperlihatkan penurunan drastis pada pita ikatan hidrogen dan spektra molekul H2O yang menandakan bahwa H2O yang berada pada interlayer tergantikan dengan rarasaponin. Uji ketahanan termal dilakukan hingga suhu 500 oC dan diperoleh hasil pada suhu 274 oC terjadi degradasi surfaktan. Kemampuan adsorpsi organoclay diuji dengan menggunakan zat pewarna rhodamin-B dengan variasi konsentrasi 0,3 ; 0,5 ; 0,8 dan 1 ppm. Hasil adsorpsi mengikuti isoterm Langmuir dengan kapasitas adsorpsi 1 mg/g dengan waktu optimal adsorpsi selama 30 menit.

ABSTRACT
Bentonite from Tapanuli has been modified into organoclay using natural surfactant rarasaponin as intercalation agent. Organoclay synthesis performed by varying the weight of surfactant, 0.5 gram, 1 gram and 2 gram. The results showed that 2 grams of organoclay with surfactant gives increase in basal spacing from 15.1 to 16.1 . FTIR test showed a drastic decrease in the band spectra of hydrogen bonds and H2O molecules indicating that H2O that located in interlayer replaced with rarasaponin Thermal endurance test carried out to a temperature of 500 oC and degradation of surfactant occurs in 274 oC. Organoclay adsorption capacity was tested using the dye rhodamine B with various concentrations of 0.3 0.5 0.8 and 1 ppm. Results adsorption follows the Langmuir isotherm with adsorption capacity 1 mg g with 30 minutes for optimal adsorption time. "
2016
T47123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>