Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195747 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erlinda Muslim
"Operators, doing repetitive action tasks in a cycle, are very susceptible in s:&ring musculoskeletal disorder. Work Related Musculoskeletal Disorder is a Pain in muscle and tendon skeletal which felt by people whether it is a .symptom or serious condition. When all the element and the method of the repetitive action tasks in work system fit with ergonomic standard musculoskeletal disorders will be reduced and all the task can be performed effectively and efficient. Detergent packaging line in PT X consist of 7 work stations do not have any ergonomic standard of work, proven by the packers suffered musculoskeletal disorder. Company would like to identify the root of problem and solve it by using the right method appropriate to the repetitive action job. OCRA (occupotional Repetitive Action) method might be appropriate for reducing risk of ergonomics and musculoskeletal disorder at this repetitive action task line. This method found by Occhipinti and Colombini is a quantitative method to identify and reducing risk at repetitive action task specifically for upper limb. From identifying the previous condition. OCRA indexes are resulted 3. 77 for right upper limb (risk) and 3.32 for left upper limb (Tow risk). Then, by reducing the technical action and eliminating the awkward postures, the OCRA indexes repeatedly count. The result is 0. 72 for both upper limbs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
JUTE-21-3-Sep2007-231
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Roossary
"Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami gangguan muskuloskeletal. Kelelahan muskuloskeletal merupakan keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Kelelahan ini biasanya terjadi bukan hanya karena jenis pekerjaannya yang berulang, tetapi juga banyak faktor lainnya yang menyebabkan hal ini seperti cara kerja dan kondisi tempat kerja atau peralatan yang tidak ergonomis. Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien. Lini pengemasan Surf PT. Unilever Indonesia terdiri dari 7 stasiun kerja yang baru beroperasi sekitar 4 bulan yang belum memiliki standar dan cara kerja yang ergonomis, terbukti dari banyaknya packer yang mengeluh kelelahan muskuloskeletal. Bahkan beberapa packer berhenti bekerja karena kondisi dan cara kerjanya. Perusahaan menginginkan identifikasi penyebab terjadinya hal ini beserta dengan penyelesaian masalahnya. Jenis pekerjaan pada lini pengemasan ini adalah pekerjaan ringan yang berulang, maka untuk mengidentifikasi masalah ini diperlukan metode yang tepat dan sesuai.
Metode yang paling tepat dengan kondisi seperti ini adalah metode OCRA (OCcupational Repetitive Action). Metode OCRA yang pertama kali ditemukan oleh Occhipinti dan Colombini ini merupakan metode kuantitatif untuk mengidentifikasi cara kerja yang digunakan dalam pekerjaan berulang khusus alat gerak tubuh bagian atas. Metode ini mengklasifikasikan tingkat resiko pada tiga zona, tidak beresiko, agak beresiko, dan beresiko. Setelah kondisi awal diidentifikasi, menghasilkan indeks OCRA sebesar 3.77 untuk bagian kanan (beresiko) dan 3.32 untuk bagian kiri (agak beresiko). Kemudian dilakukanlah upaya pengurangan resiko dengan mengurangi tindakan teknis dan mengeliminasi postur tubuh yang tidak ergonomis. Hasilnya, indeks OCRA turun menjadi 0.72 untuk alat gerak tubuh atas kanan dan alat gerak tubuh atas kiri. Indeks di bawah 1 merupakan nilai yang optimal bagi pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

Operators, doing repetitive action tasks in a cycle, are very susceptible in suffering musculoskeletal disorder. Work Related Musculoskeletal Disorder is a pain in muscle and tendon skeletal which felt by people whether it is a symptom or serious condition. This tiredness is caused not only by the repetitive action tasks, but also by other factors such as work method, workstation, and tools which are not ergonomic. When all the element and the method of the repetitive action tasks in work system fit with ergonomic standard, musculoskeletal disorders will be reducing and all the task can be performed effectively and efficient. Surf packaging line in PT Unilever Indonesia consist of 7 work station have been operating about 4 months and do not have any ergonomic standard of work, proven by the packers resigned from this job. Company would like to identify the root of problem and solve it by using the right method appropriate to the repetitive action job.
OCRA method might be appropriate for reducing risk of ergonomics and musculoskeletal disorder at this repetitive action task line. This method found by Occhipinti and Colombini is a quantitative method to identify and reducing risk at repetitive action task specifically for upper limb. The type of risk will be classified in three zone, acceptable, average, and not acceptable. From identifying the previous condition, OCRA indexes are resulted 3.77 for right upper limb (risk) and 3.32 for left upper limb (low risk). Then, by reducing the technical action and eliminating the awkward postures, the OCRA indexes repeatedly count. The result is 0.72 for both upper limbs. The OCRA index below 1 is the optimal score for operator to work the job well.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlinda Muslim
"Desain kerja yang kurang ergonomis dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja dan dapat berlanjut pada kekurangp roduktifan pekerja. Oleh sebab itu, penilaian risiko ergonomi penting dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang harus dikurangi. Operator stasiun kerja inlow side cutting di PT X memiliki keluhan akibat desain kerja yang kurang ergonomis. Untuk menilai faktor-faktor risiko ini, digunakan metode yang memiliki lingkupan faktor risiko yang luas, yaitu OCRA (OCcupational Repetitive Actions). Dengan metode OCRA, faktor risiko repetisi, postur yang tidak nyaman, periode pemulihan, pengerahan kekuatan, dan faktor tambahan lainnya dievaluasi. Hasil indeks OCRA lengan kanan (4.33) menunjukkan area risiko merah (risiko rendah), dan lengan kiri (2.64) menunjukkan area kuning (risiko sangat rendah). Untuk mengevaluasi risiko akibat pekerjaan yang repetitif, objek penelitiannya hanyalah bagian lengan. Dengan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment), postur seluruh tubuh dapat dievaluasi. Dari hasil perhitungan REBA, ternyata lengan kanan atas dan punggung berada pada skor risiko tertinggi. Setelah semua faktor risiko diketahui, desain kerja yang baru dapat dirancang untuk mengurangi risiko, seperti pendistribusian periode istirahat, pemakaian alat bantu angkat, dan perubahan desain alat.

A work place that is not well-ergonomically designed can cause Work Musculo-Skeletal Disorder (WMSD) to the worker and results in unproductive works. Therefore, an ergonomic risk assessment is needed to identify the risk factors that have to be eliminated. Inlow side cutting work station workers at PT X are exposed to WMSD because of the non-ergonomic design. To assess the risk factors, it?s best to use a method that has a wide covering of risk factors, like OCRA (OCcupational Repetitive Actions) which evaluates five factors: force exertion, awkward postures, repetitiveness, recovery period, and additional factors. OCRA indices show the area of risk for each upper limb. The OCRA index for right limb is 4.33 (red zone-low risk), and 2.64 (yellow zone-very low risk) for the left limb. Due to the concern to repetitiveness, OCRA only evaluates upper limbs. Using REBA (Rapid Entire Body Assessment) method, the postural analysis of the entire body can be conducted. REBA score indicates that trunk and right upper arms have the highest exposure to WMSD. After all the risk factors are identified, the actions are required to reduce or eliminate these risk factors, such as the recovery period distribution and lifting tools designs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Niken Anggi Kusumastuti
"Bahaya potensial kerap terjadi dalam industri adalah kecelakaan kerja. Faktor penyebab terjadinya adalah pekerjaan yang berlangsung secara terus-menerus, manual, dan kurang memperhatikan faktor kenyamanan dan keselamatan kerja. Posisi dan tata cara kerja yang tidak dirancang dengan baik akan mengakibatkan kinerja operasional menjadi tidak optimal dan kondisi kerja tersebut akan mempercepat kelelahan dan menimbulkan keluhan, rasa sakit, cedera pada anggota tubuh operator. Kebijakan yang dapat dilakukan perusahaan untuk menekan terjadinya gangguan muskuloskeletal pada pekerja dengan melakukan perbaikan stasiun kerja dan metode kerja berdasarkan atas prinsip ergonomi. Lini produksi door assembly merupakan salah satu lini produksi yang menerapkan cell system di PT.X sejak 2 tahun yang lalu. Lini produksi door assembly terdiri atas 3 bagian yaitu assembly gasket, pemasangan door stopper, door assembly. Jenis pekerjaan pada lini produksi door assembly adalah pekerjaan dengan tingkat keberulangan yang tinggi. Maka diperlukan tools yang tepat untuk melakukan pengukuran resiko terhadap operator untuk mengetahui level resiko pada pekerjaan tersebut. Metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran resiko ergonomi adalah OCRA (Occupational Repetitive Action). OCRA adalah metode kuantitatif untuk mengidentifikasi cara kerja yang digunakan dalam pekerjaan berulang khusus alat gerak tubuh bagian atas. Setelah dilakukan perhitungan indeks OCRA, 3 lini pada door assembly berada pada zona merah. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan berulang yang dilakukan oleh operator sangat beresiko menyebabkan gangguan muskuloskeletal bagi pekerjanya. Sehingga diperlukan perbaikan pada metode kerja dan stasiun kerja yang disesuaikan dengan prinsip ergonomi. Tahapan selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap perbaikan yang dilakukan. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari perbaikan proses dapat diukur menggunakan value stream mapping (process activity mapping) dan perbaikan metode kerja diukur menggunakan indeks OCRA. Tingkat keberhasilan dari rancangan stasiun kerja yang baru dapat diketahui dengan menggunakan sofware ManneQuinPRO?. Apabila terjadi penurunan nilai moment pada seluruh segment tubuh operator maka rancangan stasiun kerja yang direkomendasikan dapat diterapkan pada lini produksi door assembly di PT.X.

Potential hazard that always happen in industry is accident. The causes of accident are high repetitiveness of work, manual material handling, and work station design isn?t comfort for operator. If work procedure isn?t be designed well in industry, operator will be tired quickly and generate many sigh, feel pain, and injure of operator. Company?s strategy for decrease the level of work musculoskeletal disorders event is improved work station design and work method based on ergonomic principle. Door assembly line in PT.X has implemented cell system production since two years ago. Door assembly line consists of 3 parts; include gasket assembly, door stopper assembly, and door assembly. Technical action?s type in door assembly line has high repetitiveness activity, especially when operator must screw door liner and door PU. This research is needed the right tools for measure level of risk that will be happened for operator when they did this activity. The method that will be used in this research for measure the level of risk is OCRA (Occupational Repetitive Action). OCRA is a quantitative method to identify and reducing risk at repetitive action task specifically for upper limb. After an OCRA index is measured, 3 production lines in door assembly taken in red zone (not acceptable). This situation indicate high repetitiveness in this activity have high risk for operator. Method and workplace design is needed in this situation based on ergonomic principle. The next step, evaluate the result to know the level of effectiveness. The level of effectiveness from process design will be measured by using value stream mapping especially process activity mapping and the level of effectiveness from work method design can be measured by using OCRA index. The level of effectiveness from new workplace design will be measured by using ManneQuinPRO?. If the moment in all body segment of operator decrease after new workplace designed is used, this situation indicate new design can implement in door assembly line PT.X."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dienni Nuragustin
"Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam merancang suatu sistem kerja yang baik, efektif, aman dan nyaman. Ergonomi memiliki tujuan agar manusia dapat melaksanakan pekerjaannya dengan nyaman dan sehat. Dimana sistem kerja yang ada disesuaikan dengan sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia. Jika semua elemen-elemen yang terkait dalam suatu proses produksi telah sesuai dengan prinsip ergonomi maka diharapkan pekerjaan dapat berjalan dengan efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien. Dari Occupational Health Service PT Unilever Indonesia didapatkan data hasil anamnesa ergonomi pekerja pada packing line Royco, pabrik SCC&C yang menyatakan adanya keluhan sakit pada bagian tubuh tertentu saat bekerja. Hal ini menjadi indikasi bahwa pekerja merasa tidak nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga mengganggu produktivitas dan efisiensi kegiatan produksi. Penelitian ini memberikan usulan metode kerja dan rancangan tempat kerja yang disesuaikan dengan prinsip ergonomi. Diharapkan dengan usulan ini operator dapat bekerja dengan lebih nyaman sehingga efisiensi dan produktivitas kerja dapat tercapai. Data awal dikumpulkan berupa data work environment, ukuran work station serta peralatan kerjanya, dan metode kerja. Data work environment yang ada, dibandingkan dengan standar dalam ergonomi yang berlaku. Hasil perbandingan menyatakan bahwa keadaan awal work environment telah sesuai dengan standar ergonomi kecuali untuk iluminasi. Ukuran work station awal digunakan sebagai acuan pengembangan desain work station. Dalam pengembangannya, diterapkan prinsip ergonomi, motion economy, dan data antropometri, serta digambarkan dengan menggunakan software AutoCAD. Setelah didapatkan desain work station, yang ergonomis, maka metode kerja pun disesuaikan dengan dengan desain work station yang baru. Untuk mengetahui apakah desain work station dan metode kerja yang baru ini dapat meningkatkan produktivitas, maka dilakukan pengujian dengan mengukur waktu kerja secara tidak langsung metode MTM. Perhitungan menunjukkan pada work station awal waktu dalam 1 siklus adalah 1425,65 TMU. Sedangkan work station usulan membutuhkan waktu 1374,7 TMU. Sehingga produksi meningkat dari 561 fibrite/work station menjadi 581 fibnte/work station.

Ergonomic is a kind of systematic knowledge concern with human ability and limitation in designing good, effective, secure and comfortable work system. Creating a comfortable and healthy work place is the purpose of Ergonomic. Where ihe work place fit the man, not vice versa. When all the element in work system fit with ergonomic standard, all the task can be performed effectively an efficient. From PT Unilever Indonesia occupational health service, there was an information about fatigue complaint by packer in Royco packing line, SCC&C factory. Those complaint indicate disturbance on packer health during work, where they feel uncomfortable with the packaging task, it can reduce production productivity and efficiency. This final paper recommend an ergonomic work method and work place design. By using this proposed method and design, can reduce operator health complaint, and increase efficieny and productivity. Early collected data are, work environment data such as humidity rate, noise level, illumination, and temperature, work station and tools measurement and work method. Present work environment data are compared with ergonomic standard. Comparison result show that all work environment condition has fit ergonomic standard except illumination. Present work station measurement will be used as a guidance in designing proposed work station. Indonesian anthropometry data is used in designing proposed work station. The design is implemented by using AutoCAD. After getting ergonomic work station design, the next step are adjusting work method. To figure out whether proposed work station and method design increase productivity, indirect work time measurement was held with MTM method. The result show that in present work station and work method design took 1425.65 TMU in one cycle packaging process. Whereas proposed work station and work method design took 1374.7 TMU. So the output increase from 561 fibrite/day per work station to 581 fibrite/ day per work station."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S50077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinanda Utomo
"Proses kerja dengan banyak aktivitas biasanya menggunakan seluruh anggota tubuh dan memerlukan kinerja otot yang maksimal. Proses memproduksi tempe dilakukan secara manual berisiko menimbulkan keluhan gangguan trauma kumulatif (cumulative trauma disorders/CTDs). Penelitian ini dilakukan pada Pekerja Pabrik Rahmat Tempe Di Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 untuk menilai gambaran tingkat risiko ergonomi dan keluhan CTDs. Responden sebanyak seluruh pekerja (10 orang). Tingkat risiko ergonomi dinilai menggunakan metode REBA dan didapatkan tingkat risiko sedang (medium) 8 proses, tinggi (high) 6 proses, kemudian diikuti tingkat risiko sangat tinggi (very high) 2 proses dan tingkat risiko rendah (low) 1 proses dari 17 proses aktivitas pekerjaan yang ada. Pekerja mengeluhkan pegal-pegal pada seluruh bagian tubuh akan tetapi seluruh pekerja mengeluhkan pegal-pegal pada leher, bahu, lengan atas, punggung bagian atas dan pinggang dilihat dari hasil kuesioner nordic body maps. Selain risiko ergonomi, didapatkan juga faktor lain yang memperberat keluhan CTDs seperti proses kerja, dan karakteristik individu yang terdiri dari umur, riwayat penyakit, tingkat pendidikan, masa tubuh, kebiasaan (merokok/tidak merokok), lama bekerja.

The process of working with many activities normally will use the whole body and require maximum muscle performance, so that at the time of the process of producing work that much tempeh is done manually can be at risk of cumulative trauma disorders (CTDs). Therefore, this study conducted at Rahmat Tempe Factory Workers, Pancoran Village, South Jakarta in 2011 to describe the level of ergonomic risk of cumulative trauma disorders and complaints. Respondents of all workers (10 persons). Ergonomic risk level was assessed using the REBA method and obtained the degree of medium risk 8 process, high risk 6 process, very high risk 2 process and the low risk level 1 process of 17 processes the work activities that exist. Workers complained of aches in all parts of the body but all the workers complained of spasm in the neck, shoulders, upper arms, upper back and waist seen from the results of questionnaires nordic body maps. In addition to ergonomic risk, other factors also found that complaints aggravate CTDs such as work processes, and individual characteristics consisting of age, disease history, education level, body mass, habits (smoking / not smoking), work since."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Azhary
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S49911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustika Itsnati Rahmah
"Hampir seluruh pekerjaan konstruksi memerlukan manual handling. Manual handling dianggap sebagai kontributor utama penyebab masalah pada punggung dan juga gangguan muskuloskeletal terkait kerja lainnya (Straker, 1999). Penelitian ini dilakukan pada pekerja aktivitas manual handling di proyek pembangunan gedung bertingkat PT X yang berlokasi di Cikini, Jakarta Pusat, dengan tujuan untuk melihat hubungan antara tingkat risiko ergonomi dan faktor individu terhadap keluhan gejala gangguan muskuloskeletal. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dan melibatkan 85 pekerja aktivitas manual handling. Metode yang digunakan dalam penlitian ini adalah Quick Exposure Check (QEC) dan Nordic Body Map (NBM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi keluhan terbanyak yang dialami oleh pekerja yaitu pada punggung (51,8%), bahu kiri (40%), dan bahu kanan (36,5%). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara tingkat risiko dan usia terhadap keluhan gejala gangguan muskuloskeletal.

Almost every construction task needs manual handling. Manual handling considered as major contributor to back problems, as well as other work-related musculoskeletal disorders (Straker, 1999). This research was conducted on manual handling activity workers at the PT X multi-storey building project located in Cikini, Central Jakarta, with the aim of looking at the correlation between the level of ergonomics risk and individual factors on complaints of musculoskeletal disorders. This research used a cross-sectional study design and involved 85 manual handling activity workers. The methods used in this research are Quick Exposure Check (QEC) and Nordic Body Mp (NBM). The results showed that the location of the most common complaints experienced by workers was on the back (51,8%), left shoulder (40%), and right shoulder (36,5%). The results of bivariate analysis showed that there is a correlation between the level of risk and age on complaints of musculoskeletal disorders symptioms."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Maulana
"PT. Kayaba Indonesia merupakan sebuah pabrik komponen manufaktur yang memproduksi shock absorber. Komponen shock absorber tersebut lebih banyak diproduksi untuk memenuhi kebutuhan dari pabrik otomotif. Salah satu pabrik otomotif yang dilayani oleh PT. Kayaba Indonesia adalah PT. Toyota Astra Motor. PT. Toyota Astra Motor sebagai pelopor Just ln Time dengan sistem produksi toyota (TPS Toyota Production System) nya menggunakan sistem kanban, sedangkan PT. Kayaba Indonesia belum menggunakan ststem kanban tersebut Hal itu menyebabkan banyak ket1dakefektifan dan ketidakefisienan. Dalam tugas akhir ini akan digambarkan bagaimana rnenerapkan slstem kanban itu dengan membuat kartu kanhan, serta jumiah kanban yang diperlukan, perencartaan aliran kanban saran pendukung yang dibutuhkan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S37674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>