Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stefanno Widy Yunior
"ABSTRAK
Penyimpanan hidrogen pada media padat adalah yang teraman dan termurah dibanding metode penyimpanan dengan hidrogen cair atau hidrogen bertekanan tinggi pada tabung. Karbon aktif merupakan media padat penyimpanan hidrogen yang murah, mudah didapatkan, dan memiliki kemampuan penyerapan yang baik karena adanya pori-pori pada permukaannya. Pada penelitian ini diuji efek dari proses mekanokimia dan peletisasi terhadap kemampuan penyerapan H2 pada karbon aktif arang batok kelapa. Proses penggilingan menggunakan planetary ball mill (PBM) selama 30 jam, proses mekanokimia menggunakan activating agent KOH dengan rasio karbon dan KOH sebesar 1:1 kemudian diperlakukan mekanik pada PBM selama 1 jam, lalu proses peletisasi dilakukan dengan binder. Sampel mengalami penurunan luas permukaan setelah proses mekanokimia dan peletisasi, dari 393,5 m2/g menjadi 126,2 m2/g dan diameter rata-rata pori naik dari 2,5 nm menjadi 2,7 nm. Kemampuan adsorpsi H2 pada sampel juga mengalami penurunan setelah perlakuan mekanokimia, dan peletisasi. Kapasitas adsorpsi H2 pada sampel awal yaitu 0.204 wt% (4000 kPa | -5oC) dan 0.197 wt% (4000 kPa | 25oC), sedangkan kapasitas adsorpsi H2 pada sampel setelah 3 perlakuan (penggilingan, mekanokimia, dan peletisasi) yaitu 0.194 wt% (4000 kPa | -5oC) dan 0.179 wt% (4000 kPa | 25oC).

ABSTRACT
Hydrogen storage at solid media is more secure and cheaper than hydrogen storage in a tank (liquid phase or hydrogen compression). Activated carbon can be the best for the solid media because of cheap, good availability, and good adsorption capacity because of many pores on its surface. In this research, it was examined the effect from mechanochemical process and pelletizing to H2 volume adsorption of coconut charcoal-based activated carbon. Planetary ball mill (PBM) was used in 30 hours, with addition of KOH as activating agent with ratio of carbon:KOH was 1:1, then treated mechanically by PBM in 1 hour, further more pelletizing was done by added binder. Sample‟s surface area decreased after mechanochemical process and pelletizing process, from 393,5 m2/g to 126,2 m2/g, with average pore diameter increase from 2,5 nm to 2,7 nm. Adsorption capacity H2 decreased after mechanochemical and pelletizing. H2 Adsorption capacity for sample before treatment (granule sample) was 0.204 wt% (4000 kPa | -5oC) and 0.197 wt% (4000 kPa | 25oC), while H2 adsorption capacity for sample after mechanochemical, and pelletizing was 0.194 wt% (4000 kPa | -5oC) and 0. 179 wt% (4000 kPa | 25oC)."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42192
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tryatmaja Matari
"Studi terhadap perlakuan mekanokimia kering pada arang batok untuk mengembangkan material penyimpan karbon dengan adsorpsi hidrogen yang lebih tinggi. Karbon aktif yang telah digiling selama 30 jam, dicampur dengan activating agent KOH dengan rasio 1:1 lalu dicuci dengan HCL 5M dan dibilas dengan akuades selanjutnya dibentuk menjadi pelet ( 5 mm) dengan pengikat gula cair. Karbon aktif yang telah dibentuk pelet diuji kemampuan adsorbsinya pada temperatur -5°C dan 25°C dengan metode volumetrik. Tekanan yang diberikan berupa 250, 500, 1000, 1500, 2000, 3000, dan 4000 kPa masing-masing selama 1 jam. Hasil pengujian dibandingkan dengan sampel awal terjadi peningkatan kapasitas adsorbsi 1,20 %wt untuk suhu -5°C dan 1,13 %wt untuk suhu 25°C pada tekanan 4000kPa.

Study about dry mechanochemical treatment on coconut charcoal to develop a better material for hydrogen storage. After being milled for 30 hours, activated carbon was milled using KOH as activating agent with ration of 1:1. After that, the sample was washed by HCl 5M and cleaned using aquades. After that, the sample was ( 5 mm) with a commercial liquid sugar binder. Adsorpstion test is performed to charcterize the sample adsorption capability with volumetric method. The pressuress were set at 250, 500, 1000, 1500, 2000, 3000, and 4000 kPa for 1 hour of adsorption period respectively. Reactivated sample compared to granular has a larger adsorption capability 1,20 %wt at 5°C and 1,13 #wt at 25°C on 4000 kPa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1856
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Diniati
"ABSTRAK
Karbon aktif dari batubara bituminus dengan ukuran submikrometer dan nanometer dikembangkan untuk material penyimpan hidrogen. Pada penelitian ini dilakukan peningkatan keefektifan proses mekanokimia pada sampel karbon aktif batubara dengan menggunakan penggilingan mekanik planetary ball mill dengan rasio karbon dan KOH sebesar 1:1 dan aktivasi termal tidak perlu dilakukan.
Karbon aktif hasil proses mekanokimia dibuat dalam bentuk pelet dengan penambahan pengikat yang mengandung fruktosa, sukrosa dan oligo dengan cara kompaksi. Hasil proses penggilingan mekanik didapatkan karbon aktif batubara dengan ukuran 414,7 nm dimana mengalami peningkatan sebesar 98,9%. Peningkatan keefektifan dari material penyimpan hidrogen dapat dilihat dari meningkatnya kapasitas adsorpsi hidrogen dimana pada suhu -5 oC terjadi peningkatan sebesar ±386,5 kali dan pada suhu 25 oC terjadi peningkatan sebesar ±398,6 kali dibandingkan dengan sampel sebelum dilakukan perlakuan mekanokimia.

ABSTRACT
Activated carbon from bituminous coal with submicrometer and nanometer size was developed for hydrogen storage materials. The purpose of this research is to increase the effectiveness of mechanochemical process on coal-based activated carbon sample used a planetary ball mill with ratio of carbon and KOH 1:1 and thermal activation process is not necessary. Activated carbon results from
mechanochemical process will be made in the form of pellets with the addition of binder which is containing fructose, sucrose and oligo of by compacting. After mechanical milling process coal activated carbon obtained by the size of 414.7 nm which increased by 98.9%. Increasing the effectiveness of the hydrogen storage material can be seen from the increased capacity of adsorption of hydrogen at antemperature of-5 oC where there was an increase of ± 386.48 times and at a
temperature of -25 oC there was an increase of ± 398.56 times compared with the nuntreated sample.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1370
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Chodijah
"ABSTRAK
Material karbon aktif berukuran mikro (mikro-karbon aktif) dikembangkan untuk
memperoleh material penyimpan hidrogen. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari efektivitas penggunaan penggilingan bola planetari dengan
parameter, ratio sampel terhadap bola 1:5 selama 30 jam, kecepatan 200
putaran/menit dalam kondisi penggilingan non-inert. Karbon aktifasi hasil
pemilingan kemudian dibentuk pelet dengan penambahan gula cair sebagai
pengikat dan KOH sebagai larutan aktifasi. Material karbon aktif berukuran 36,41
mikron meningkat setelah penggilingan bola sebanyak 13,6 % untuk batok kelapa
dan 0,74 % untuk batubara. Pelet karbon aktif (batok kelapa) memiliki nilai
penyerapan yang lebih tinggi jika dibandingkan serbuk karbon aktif. Kapasitas
penyerapan pelet karbon aktif meningkat hingga ± 75,87% pada temperatur
rendah -5oC dan ± 78 % pada temperatur ruang 25oC.

ABSTRACT
Micro-activated carbons have been developed for hydrogen storage materials. The
research was conducted to observe the effect of planetary ball milling with the
ratio sample to ball 1:5 for 30 hours, 200 rev / min in non-inert conditions. Ball
milled activated carbon material were then formed as pellet with addition of liquid
sugar as binder and KOH as activated reagents. The pellet was reactivated at 550o
C for 1 hour. Fraction of activated carbon material with the size of less than 36.41
microns increased after ball milled as mucs as 13.6% for coconut shell and 0.74
for coal. Pellet activated carbon has higher adsorption capacity than powdered
activated carbon. Adsorption capacity of pellet activated carbon up to ± 75.87% in
low temperature -5oC and 78% in room temperatur 25oC."
2011
T30032
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Latifa Nuraini Noviana
"ABSTRAK
Material karbon aktif berbahan dasar batubara berukuran nanometer dan submikrometer dikembangkan untuk menghasilkan material penyimpan hidrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas perlakuan mekanokimia dan karakteristik material yang dihasilkan. Perlakuan mekanokimia dilakukan dalam kondisi kering dimana rasio sampel : KOH sebesar 1:1 dan dilakukan selama 1 jam. Kemudian karbon yang telah dilakukan mekanokimia, dibentuk
pelet dengan penambahan pengikat yang mengandung fruktosa, glukosa, dan oligo. Beberapa pengujian seperti PSA, BET, SEM, dan XRD dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari material karbon aktif termasuk pengujian kapasitas penyerapan gas hidrogen. Reduksi ukuran partikel karbon aktif mencapai 98,9 % setelah dilakukan penggilingan bola planetari. Penyerapan gas hidrogen karbon
aktif pelet dari batubara bituminus empat kali lebih tinggi dari karbon aktif granular pada temperatur -5 oC dan 25 oC.

ABSTRACT
Coal-based activated carbon materials with nanometer and submicrometer-sized were developed to produce a hydrogen storage material. This research aimed to study the effectiveness of mechanochemical treatment and the characteristics of materials which have been produced. Mechanochemical treatment was done in dry condition where the ratio of sample : KOH was 1:1 and performed for 1 hour. Then carbons which have been done with mechanochemical treatment, will be formed into pellets with the addition of binder which contains fructose, glucose, and oligo. Some tests such as PSA, BET, SEM, and XRD performed to determine the characteristics of activated carbon materials including hydrogen adsorption capacity testing. Particle size reduction of activated carbon reached 98.9 % after planetary ball milling. The adsorption of hydrogen gas of pelletized activated carbon from bituminous coal was four times higher than granular activated carbon at temperature of -5 oC and 25 oC."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1259
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanno Widy Yunior
"Penyimpanan hidrogen pada media padat adalah yang teraman dengan kemampuan penyimpanan yang tinggi serta murah dibanding metode penyimpanan lainnya. Batubara sub-bituminous merupakan jenis batubara dengan cadangan terbesar di Indonesia dan jarang digunakan karena tidak merupakan batubara dengan kalori tinggi. Batubara sub-bituminous diubah menjadi karbon aktif dengan beberapa perlakuan mekanokimia serta termal. Karbon aktif merupakan media padat penyimpanan hidrogen yang murah, mudah didapatkan, dan memiliki kemampuan penyerapan yang baik karena adanya pori-pori pada permukaannya. Pada penelitian ini, karbon aktif dibuat dengan metode aktivasi kimia. Proses karbonisasi sebagai perlakuan awal dapat meningkatkan kadar karbon tetap dari sampel dari 45,73% menjadi 67,02%. Penambahan activating agent ZnCl2 dengan rasio karbon dan ZnCl2 sebesar 1:4 dalam proses mekanokimia pada Planetary Ball Mill (PBM) yang dilakukan selama 1 jam, kemudian sampel di aktivasi termal dalam kondisi inert dengan suhu 500 oC selama 1 jam. Peningkatan luas permukaan terjadi dari 90,41 m2g-1 (sampel awal) menjadi 452 m2g-1 dan diameter rata-rata pori turun dari 3,8 nm menjadi 3,6 nm. Volume pori total sampel akhir naik menjadi 0.4061 cm3g-1 dari sebelumnya 0.085 cm3/g (sampel awal), serta volume mikropori naik menjadi 0.195 cm3g-1 dari sebelumnya 0.014 cm3g-1. Kapasitas adsorpsi H2 pada sampel awal yaitu 0.123 wt % (4000 kPa | -5 oC) dan 0.110 wt % (4000 kPa | 25 oC), sedangkan kapasitas adsorpsi H2 pada sampel akhir yaitu 0.876 wt % (4000 kPa | -5 oC) dan 0.773 wt % (4000 kPa | 25 oC).

Hydrogen storage at solid media is more secure and cheaper than hydrogen storage in other methods, and also has high storage density. Sub-bituminous coal is the largest reserves in Indonesia and it is seldoms used because the calories is not high enough. Sub-bituminous coal was modified to activated carbon by mechanochemical treatment and thermal activation. Activated carbon can be the best for the solid media because of cheap, good availability, and good adsorption capacity because of many pores on its surface. In this research, activated carbon was formed by chemical activation. Carbonisation process as initial treatment could increase fixed carbon content of sample from 45.73% to 67.02%. addition of ZnCl2 with ratio of carbon:ZnCl2 was 1:4 in the mechanochemical treatment by Planetary Ball Mill (PBM) which was done in 1 hour, further more thermal activation was done in a inert condition in 1 hour with temperature 500 oC. Enhancement of surface area happened from 90.41 m2g-1 (initial sample) to 452 m2g-1, with average pore diameter decrease from 3.8 nm to 3.6 nm. Total pore volume in final sample increased to 0.4061 cm3g-1 from previously 0.085 cm3g-1 (initial sample), micropore volume also increased to 0.195 cm3g-1 from previously 0.014 cm3g-1. H2 Adsorption capacity for sample before treatment was 0.123 wt % (4000 kPa | -5 oC) dan 0.110 wt % (4000 kPa | 25 oC), while H2 adsorption capacity for the final sample was 0.876 wt % (4000 kPa | -5 oC) dan 0.773 wt% (4000 kPa | 25 oC).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rafli
"Nanofluida merupakan campuran antara nanopartikel 1-100 nm dan fluida yang dapat memberikan peningkatan karakteristik dari suatu media, salah satunya adalah konduktivitas termal. adanya peningkatan sifat tersebut, maka nanofluida dapat diaplikasikan pada heat transfer, salah satunya adalah sebagai media pendingin pada perlakuan panas material. Pada penelitian ini membahas penggunaan nanofluida sebagai media pendingin pada perlakuan panas baja S45C dengan menggunakan nanofluida yang disintesis dari campuran air distilasi dan partikel karbon biomassa dari arang batok kelapa. Sintesis partikel karbon biomassa yang berasal dari karbon komersil yang dilakukan proses wet milling dengan planetary ball mill dan penambahan lubrikan berupa air ketika proses milling dengan variabel kecepatan milling 250; 500; dan 750 rpm serta variabel waktu milling 10; 15; dan 20 jam. Kemudian sintesis nanofluida dengan pendispersian 0,1% w/v partikel karbon biomassa didalam 100 ml air distilasi dan 3% w/v SDBS. Hasil pengujian Particle Size Analyzer (PSA) pada partikel menunjukkan adanya peningkatan ukuran partikel dari 1771 d.nm menjadi 1949 d.nm dan ukuran partikel terkecil adalah 1013 d.nm. Ukuran partikel yang dihasilkan tidak mencapai ukuran nano sehingga fluida termasuk kedalam thermal fluids. Nilai konduktivitas termal mengalami peningkatan secara tidak linear seiring menurunnya ukuran partikel, dengan nilai konduktivitas termal tertinggi adalah 0,83 W/moC. Untuk validasi, Baja dilakukan pemanasan pada suhu 900oC dengan suhu penahanan selama 1 jam, dan dilakukan pendinginan cepat dengan thermal fluids. Hasil pengamatan struktur mikro pada baja menunjukkan fasa martensite dan bainite setelah dilakukan pendinginan cepat, dan nilai kekerasan tertinggi hasil dari pendinginan cepat dengan media pendingin thermal fluids adalah 52 HRC.

Nanofluid is a mixture of 1-100 nm nanoparticles and a fluid that can improve the characteristics of a medium, one of which is thermal conductivity. With the increase in these properties, nanofluids can be applied to heat transfer, for instance, as a cooling medium for heat treatment materials. In this study, we will discuss the use of nanofluids as a cooling medium in the heat treatment of S45C steel using synthesized nanofluids from a mixture of distilled water and biomass carbon particles from coconut shells charcoal. Carbon particles from commercial carbon using a wet milling process to reduce size with a planetary ball mill and the addition of water as a lubricant during the milling process, with a variable milling speed of 250; 500; and 750 rpm and milling time variable 10; 15; and 20 hours. Then the synthesis of nanofluids by dispersing 0.1% w/v biomass carbon particles in 100 ml of distilled water and 3% w/v SDBS. The results of the Particle Size Analyzer (PSA) test showed an increase in particle size from 1771 d.nm to 1949 d.nm and the smallest particle size being 1013 d.nm. Particles do not reach nano size so the fluid is categorized as a thermal fluid . The thermal conductivity value increased non-linearly as the particle size decreased, with the highest thermal conductivity value being 0.83 W/moC . The steels were heated at 900oC with a holding temperature for 1 hour and fast cooling with nanofluids. The results of microstructure observation of the steel showed the martensitic and bainitic phase after rapid cooling, and the highest hardness value from heat treatment and rapid cooling with thermal fluid cooling media was 52 HRC."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Tri Vanindita
"Meningkatnya penelitian akan nanofluida berbasis karbon mengakibatkan adanya dorongan untuk mengembangkan nanofluida alternatif yang memiliki harga yang relatif lebih rendah, yaitu nanofluida berbasis partikel karbon yang berasal dari karbon biomassa. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kondisi optimum pada proses pendinginan baja S45C dengan melihat pengaruh media quench nanofluida berbasis partikel karbon dari arang batok kelapa hasil dry milling menggunakan parameter waktu milling dan kecepatan milling yang bervariasi. Variasi waktu milling yang digunakan yaitu 10, 15, dan 20 jam, sedangkan variasi kecepatan milling yaitu 250, 500, dan 750 rpm. Nanofluida disintesis melalui metode dua tahap, yaitu dengan memproduksi partikel terlebih dahulu melalui proses dry milling, kemudian 0.1% w/v partikel hasil milling didispersikan ke dalam 100 ml air distilasi dengan menambahkan 3% w/v surfaktan SDBS. Pada penelitian ini partikel karbon dikarakterisasi menggunakan pengujian SEM, EDS, dan PSA. Nanofluida dikarakterisasi menggunakan pengujian konduktivitas termal, zeta potensial, dan viskositas. Sampel baja S45C dikarakterisasi menggunakan pengujian OES, uji kekerasan Rockwell, dan pengamatan mikrostruktur. Hasil yang didapatkan dari penelitian bahwa ukuran partikel mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan waktu milling pada kecepatan milling 250 dan 500 rpm. Sedangkan pada kecepatan milling 750 rpm mengalami penurunan ukuran partikel. Ukuran partikel terendah diperoleh oleh sampel dengan parameter milling 10 jam/500 rpm, yaitu sebesar 700.5 d.nm. Ukuran partikel tersebut tidak masuk dalam rentang nanopartikel sehingga fluida pendingin yang difabrikasi dikategorikan sebagai thermal fluids. Nilai konduktivitas termal dan viskositas mengalami peningkatan secara tidak linear seiring dengan menurunnya ukuran partikel. Nilai konduktivitas dan viskositas tertinggi secara berurutan adalah sebesar 0.75 W/m.℃ dan 1.12 mPa.s pada thermal fluids 500 rpm/10 jam. Hasil pengamatan mikrostruktur dan kekerasan Rockwell menunjukkan bahwa sampel baja 250 rpm/10 jam dan 500 rpm/10 jam memiliki kekerasan tertinggi sebesar 52 HRC dengan fasa yang didominasi oleh martensite dan bainite.

The increased research on carbon-based nanofluids has resulted in an impetus to develop alternative nanofluids with relatively lower prices, namely nanofluids based on carbon nanoparticles derived from biomass carbon. This research was conducted to study the optimum conditions in the cooling process of S45C steel by looking at the effect of quench nanofluids based on carbon particles from dry milled coconut shell charcoal using various milling times and milling speed parameters. The variation of milling times used are 10, 15, and 20 hours, while the variation of milling speeds are 250, 500, and 750 rpm. Nanofluid was synthesized through a two-step method, first by producing particles through a dry milling process, then 0.1% w/v milled particles were dispersed into 100 ml of distilled water by adding 3% w/v SDBS surfactant. In this study, carbon particles were characterized using SEM, EDS, and PSA. Nanofluids were characterized using thermal conductivity, zeta potential, and viscosity. S45C steel samples were characterized using OES, Rockwell hardness test, and microstructural observations. The results obtained from the research show that the particle size will increase with increasing milling time at milling speeds of 250 and 500 rpm. Meanwhile, at a milling speed of 750 rpm, the particle size decreases with increasing milling time. The sample obtained the smallest particle size with a parameter of 10 hours/500 rpm, which was 700.5 nm. The particle size is not included in the nanoparticle range, therefore the fabricated cooling fluids are categorized as thermal fluids. The thermal conductivity and viscosity value increase non-linearly as the particle size decreases. The highest conductivity and viscosity values, respectively, were 0.75 W/m.℃ and 1.12 mPa.s at 500 rpm/10 hour thermal fluids. The results of microstructures and hardness observations showed that the steel sample at 250 rpm/10 hours and 500 rpm/10 hours had the highest hardness of 52 HRC with a phase dominated by martensite and bainite."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Mario
"Adsorpsi hidrogen merupakan cara alternatif dalam penyimpanan hidrogen yang menggunakan metode adsorpsi dimana digunakan karbon aktif sebagai media untuk menyimpan hidrogen. Karbon aktif merupakan adsorben yang memiliki luas permukaan dan volume pori, dimana gas hidrogen akan tersimpan di dalamnya. Sehingga untuk mendapatkan jumlah hidrogen yang tersimpan semakin banyak, maka diperlukan sebuah karbon aktif yang memiliki volume pori yang semakin besar. Jenis karbon aktif yang digunakan batok kelapa berbentuk granular. Percobaan untuk mengetahui kapasitas penyerapan hidrogen ini dilakaukan pada temperatur 35°C, 25°C dan 0°C, sedangkan variasi tekanannya dimulai dari 2,5 sampai 40 bar. Hasilnya adalah semakin rendah temperatur, maka semakin banyak pula penyerapannya, dan semakin tinggi tekanan semakin besar pula penyerapannya. Setelah mendapatkan data kapasitas penyerapan hidrogen pada batok kelapa, dilakukan sebuah pendekatan persamaan isotermal untuk mengetahui kesetimbangan kapasitas penyerapannya. Pendekatan persamaan tersebut menggunakan persamaan Langmuir, Toth, dan Langmuir-Freundlich. Hasilnya ada pendekatan dengan menggunakan persamaan Langmuir-Freundlich adalah pendekatan terbaik untuk percobaan ini, karena simpangan atau standar deviasi yang dihasilkan paling kecil daripada 2 persamaan lainnya.

Adsorption of hydrogen is an alternative way of storing hydrogen in the use of methods which use activated carbon adsorption as a medium for storing hydrogen. Activated carbon is an adsorbent which has a surface area and pore volume, in which hydrogen gas is stored in it. So to get the amount of hydrogen stored more and more, it would require an active carbon having a pore volume increases. Types of activated carbon used is coconut shell granular form. Experiments to determine the absorption capacity of hydrogen at a temperature of 35°C, 25°C and dilakaukan 0°C, whereas the pressure variation starts from 2.5 to 40 bar. The result is the lower the temperature, so the more absorption, and the higher the pressure the greater the absorption. After getting the data on the hydrogen absorption capacity of coconut shells, carried out an isothermal equation approach to determine the equilibrium absorption capacity. Approach to these equations using the Langmuir equation, Toth, and Langmuir-Freundlich. The result is an approach using the Langmuir-Freundlich equation is the best approach for this experiment, because the standard deviation or produced the smallest deviation than the other two equations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S44086
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Latifa Nuraini Noviana
"Material karbon aktif berbahan dasar batubara dikembangkan untuk menghasilkan material penyimpan hidrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas perlakuan mekanokimia yang diikuti dengan pemanasan temperatur tinggi pada batubara kadar rendah dan karakteristik material yang dihasilkan dari proses tersebut. Proses karbonisasi dilakukan untuk meningkatkan kadar fixed carbon pada material batubara. Perlakuan mekanokimia dilakukan dalam kondisi kering dengan rasio sampel : KOH sebesar 1:4 dan dilakukan selama 4 jam. Kemudian material yang telah dilakukan mekanokimia, dipanaskan pada temperatur 750 oC ditahan selama 75 menit dalam kondisi inert.
Beberapa pengujian seperti proksimat, BET, FESEM, dan XRD dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari material karbon aktif termasuk pengujian kapasitas penyerapan gas hidrogen. Reduksi ukuran partikel material mencapai 62 % setelah dilakukan proses mekanokimia dengan ukuran partikel rata-rata sebesar 25 µm. Peningkatan luas permukaan (mencapai 333 %) dan total volum pori (mencapai 170 %) terjadi pada material yang telah diaktivasi. Penyerapan gas hidrogen pada material yang telah diaktivasi empat kali lebih tinggi dari material awal, pada temperatur -5 oC dan 25 oC.

Coal-based activated carbon materials were developed to produce hydrogen storage materials. This research aimed to study the effectiveness of mechanochemical treatment which was followed by high temperature heating of low rank coal and the characteristics of materials which have been produced by the process. Carbonisation was done to increase fixed carbon value of the coal. Mechanochemical treatment was done in dry condition with the ratio of sample and KOH was 1:4 and performed for 4 hours. Then materials which have been done with mechanochemical treatment, were heated up to the maximum temperature of 750 oC which were then held constant for 75 minutes in inert condition.
Some tests such as proximate, BET, FESEM, and XRD performed to determine the characteristics of activated carbon materials including hydrogen adsorption capacity testing. Particle size reduction of materials reached 62 % after mechanochemical treatment with the average particle size of 25 µm. Increased in surface area (up to 333 %) and total pore volume (up to 170 %) occurred in activated materials. The hydrogen adsorption of activated carbon materials were four times higher than non-activated materials (initial materials), at temperature of -5 oC and 25 oC.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T34944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>