Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183899 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Bernadetta Andalutsi Hemawati
"Perkembangan sistem perpajakan Indonesia senantiasa berusaha mewujudkan keadilan dan netralitas perpajakan. Sejalan dengan usaha tersebut, pemerintah menentukan batas waktu pemberian fasilitas penundaan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang selama ini dinikmati oleh para wajib pajak. Upaya tersebut tentunya harus memperhatikan konsistensi yuridis serta dampak permasalahan yang timbul dari penerapan kebijakan tersebut.
Penerapan kebijakan mengakhiri fasilitas penundaan pembayaran PPN terhadap Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama oleh pihak Fiskus dengan pertimbangan meningkatkan penerimaan pajak, pada kenyataannya menimbulkan persengketaan.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya sengketa pajak antara Fiskus dengan Kontraktor Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama sehubungan dengan berakhirnya fasilitas penundaan pembayaran PPN, usaha-usaha penyelesaian yang telah dilakukan, serta pengaruh persengketaan tersebut terhadap minat para kontraktor untuk melakukan investasi baru di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat inkonsistensi yuridis pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai fasilitas penundaan pembayaran PPN bagi Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama, sehingga menimbulkan persengketaan dalam penerapannya.
Inkonsistensi kebijakan perpajakan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dimana mengakibatkan wajib pajak merasa diperlakukan tidak adil. Sebagai upaya menyelesaikan persengketaan pajak yang terjadi, para kontraktor mengajukan keberatan dan banding. Usaha Direktorat Jenderal Pajak meningkatkan penerimaan negara dengan menerbitkan SKPKB PPN ditunda yang pada akhirnya menimbulkan sengketa pajak pada industri minyak, gas bumi dan panas bumi, tampaknya secara ekonomi makro perlu dikaji Iebih mendalam.
Dalam menerbitkan SKPKB kepada wajib pajak, disarankan kepada pihak Fiskus hendaknya senantiasa memperhatikan pemenuhan aspek yuridisnya. Penerbitan SKPKB yang hanya bertumpu pada kepentingan penerimaan pajak semata, pada akhirnya hanya menimbulkan sengketa pajak dengan pihak wajib pajak, dimana sepatutnya dihindari."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2409
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triwydiasari P.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S9917
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Ramdan Zubir
"Industri perminyakan merupakan suatu bisnis yang penuh risiko teknik, operasional, politik maupun ekonomi- Risiko ekonomi biasanya terutama disebabkan oleh perkembangan harga minyak dan kebijakan negara yang bersangkutan dalam menentukan keuntungan yang wajar (reasonable return) bagi perusahaan minyak Kontraktor Production Sharing (KPS) melalui kebijakan fiskal maupun non fiskal.
Dalam mengembangkan industri migas secara optimal, Pemerintah ingin memberikan insentif-insentif yang menarik agar para investor kontraktor producing sharing tertarik menanamkan investasinya di Indonesia dalam bidang migas. Namun demikian Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Pajak memiliki sikap yang dapat dikatakan kontradiktif. Pokok permasalahannya, pada satu sisi pemerintah menginginkan adanya peningkatan aktivitas di bidang industri minyak dan gas bumi dengan memberikan kemudahan-kemudahan kepada Kontraktor Production Sharing dalam bentuk insentif/pembagian keuntungan yang lebih menarik, agar penerimaan negara dan hasil minyak bertambah dan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi tumbuh terutama untuk Indonesia bagian timur, tetapi di lain pihak, saat ini pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak dan memperluas subjek dan objek pajak, dalam hal ini Kontraktor Producing Sharing menjadi suatu target dan berpotensi didalam penerimaan pajak. Dampak dari perluasan dan intensifikasi pajak ini secara langsung dapat menaikan biaya operasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi dan akhirnya akan berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi lainnya, seperti energi, penggerak mekanisme industri, teknologi, komunikasi, transportasi dan juga rumah tangga, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap investasi jangka panjang.
Dilatarbelakangi permasalahan tersebut, Penulis melakukan berbagai pengujian untuk mencari suatu solusi agar para Kontraktor Producing Sharing mendapatkan suatu kepastian hukum dalam melaksanakan aktivitasnya.
Pengujian dilakukan Penulis terutama dengan menggunakan metodologi observasi langsung dan studi pustaka. Dari pengujian yang dilakukan, Penulis menyimpulkan bahwa ada perbedaan persepsi antar badan Pemerintah dalam mengimplentasikan peraturan-peraturan yang terkait dengan perpajakan Kontraktor Producing Sharing. Agar tidak terjadi perbedaan persepsi, Penulis menyarankan agar Undang-undang migas direvisi dan disinkronisasi dengan undang-undang di bidang perpajakan."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Slamet Irianto
"Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 Tentang Perusahaan Pertambangan Minyak Nasional, bahwa Pertamina sebagai pemegang kuasa atas penambangan minyak dan gas bumi dari pemerintah Rl dapat melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam pelaksanaannya sepanjang dilakukan dengan cara Kontrak Production Sharing (KPS). Salah satu aspek yang menonjol daiam sistem KPS adalah adanya kewajiban bagi kontraktor untuk mengeluarkan biaya terlebih dahulu dan pemerintah Rl akan mengakui keberadaan biaya tersebut apabila kontraktor telah berhasil menemukan cadangan minyak. Cost recovery yang merupakan biaya yang telah diakui pemerintah dan sekaligus merupakan biaya pemulihan dari pemerintah Rl kepada Kontraktor, dalam pelaksanaannya akan diperhitungkan sebagai pengurang crude oil yang berarti akan menentukan terhadap bagian masing-masing pihak. Metodelogi penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan data dokumenter serta studi kepustakaan. Dalam peIaksanaannya ternyata cost recovery telah ditetapkan dengan tidak memperhatikan pertimbangan ekonomis, terbukti dengan tidak adanya pembatasan terhadap besarnya pengembalian cost oil oleh pemerintah. Begitu pula secara akuntansi, terjadi penyimpangan dalam melakukan penghitungan penyusutan aktiva tetap. Dan dilihat dari aspek perpajakan ternyata tidak diperhitungkan baik dari aspek pertambahan penghasilan Kontraktor rnaupun sebagai penambah deductible expense. Penetapan cost recovery pada KPS Indonesia dibandingkan dengan yang berlaku di beberapa negara, ternyata jauh Iebih murah dari negara Iainnya yang melaksanakan pengusahaan migas melalui kerja sama KPS. Dengan berpokok pangkal pada hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa cost recovery telah ditetapkan menyimpang dari ketentuan normatif namun sesuai dengan ketentuan hukum positif yang daiam hal ini kontrak dan peraturan pendukungnya. Akibatnya, pengaruh cost recovery tidak nampak jelas terhadap penerimaan pajak. Padahal secara normatif cost recovery mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsamara Ikhsani Syaamila
"Laporan magang ini membahas tentang sengketa pajak Bentuk Usaha Tetap ldquo;BUT rdquo; ABC selaku kontraktor Production Sharing Contract ldquo;PSC rdquo; , keterkaitannya dengan pemenuhan peraturan perpajakan mengenai proses penyelesaian sengketa pajak di Indonesia, serta asas lex specialis atas ketentuan perpajakan dalam PSC sebagaimana diatur dalam Pasal 33A Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap BUT ABC, pemeriksa pajak menghitung biaya Home Office Overhead ldquo;HOO rdquo; dan Secondee Reimbursement ldquo;SR rdquo; sebagai objek PPh Pasal 26 dan PPN atas Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean. Sedangkan mengacu pada PSC yang berlaku, kewajiban perpajakan BUT ABC hanyalah terbatas pada pajak penghasilan dan Branch Profit Tax sehingga PPN terutang sebagaimana disengketakan bukan merupakan kewajiban dan tanggungan BUT ABC. Selain itu, berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-604/MK.017/1998, pajak atas HOO dan SR sebagai biaya yang timbul dari kantor pusat seharusnya ditanggung pemerintah. Namun, karena kekosongan hukum rechtsvacuum, maka terkait apakah pajak ditanggung atau tidak ditanggung pemerintah masih menjadi perselisihan.

This internship report aimed to analyze the tax dispute of Bentuk Usaha Tetap ldquo BUT rdquo ABC as Production Sharing Contract Contractor, its correlation with the compliance of tax regulations on tax dispute resolution process in Indonesia, and the lex specialis principle of the taxation provisions in PSC as stipulated in Article 33A of Indonesian Law Number 36 Year 2008. Based on the tax audit conducted on BUT ABC, tax inspector calculated the cost of Home Office Overhead ldquo HOO rdquo and Secondee Reimbursement ldquo SR rdquo as tax objects of Article 26 Income Tax and VAT on The Utilization of Taxable Services from Outside Custom Area. This corrections conflict the applicable PSC which implied that tax obligation of BUT ABC is limited to income tax and Branch Profit Tax, so that VAT due as disputed is not a liability and dependant of BUT ABC. In addition, based on the Letter of Minister of Finance Number S 604 MK.017 1998, tax imposed on HOO and SR costs incurred by the head office should be borne by the government. However, due to the legal vacuum, whether the tax is borne by the government or not is still a dispute."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arifuddin
"Kontrak Production Sharing adalah merupakan suatu kontrak kerjasama Pertamina dengan para investor dalam dan luar negeri dalam bidang minyak dan gas bumi dengan sasaran optimasi pendapatan negara. Ketentuan perpajakan dalam Kontrak Production Sharing selain tunduk pada Undang-undang Pajak Domestik, seperti : Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang Pajak atas Bunga, Deviden dan Royalti, beserta peraturan pelengkap lainnya, seperti: Peraturan Pemerintah, SK Menteri Keuangan dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak). Kontrak kerjasama tersebut kenyataanya perlu dicermati mengingat ada ketentuan dari Persetujuan Penghindaran Pajak Barganda (Tax Treaty) negara mitra tertentu maupun ketentuan pada Undang-undang Pajak Penghasilan yang dapat mempengaruhi penerimaan negara dari kontrak kerjasama Pertamina dengan investor tersebut.
Dalam kehidupan bernegara Indonesia pada dasarnya mengakui primat hukum antar negara, karenanya dalam hal kontraktor KPS dari negara mitra perjanjian tertentu menuntut penurunan tarif atas "branch profit taxation" berdasarkan Tax Treaty diterapkan dalam kontrak kerjasama tersebut, secara hukum hal itu dapat dibenarkan. Demikian pula dengan kontraktor dalam negeri, ada ketentuan pada Undang-undang Pajak Penghasilan yang menegaskan, bahwa penghasilan yang bersumber dari dividen yang diterima/diperoleh badan usaha yang kepemilikannya atas saham dan didirikan serta berkedudukan di Indonesia, dividen tersebut bukan merupakan obyek pajak (penghasilan). Akibat ketentuan tersebut penerimaan negara pada akhirnya cenderung akan menurun.
Agar bagian yang merupakan hak Pemerintah tidak berkurang, sebaiknya dalam Tax Treaty dengan negara mitra, baik yang akan datang maupun pada negara mitra tertentu (renegosiasi) secara tegas mencantumkan ketentuan, bahwa ketentuan yang ada dalam Tax Treaty tidak mempengaruhi ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, atau dalam setiap kontrak dengan Kontraktor memasukkan klausul, bahwa jumlah bagian yang menjadi hak Pemerintah tidak dapat dipengaruhi ketentuan berdasarkan Tax Treaty ataupun ketentuan lain.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian deskriptif, yaitu berupa expost survey dengan memecahkan permasalahan yang ada pada aplikasi perpajakan pada KPS bidang minyak dan gas bumi dengan teori perpajakan yang ada. Sumber datanya diperoleh dari Laporan BPPKA-Partamina, dari beberapa KPS tertentu yang ada di Jakarta serta teknik pengumpulan datanya melalui teknik kepustakaan, wawancara dan observasi langsung pada KPS minyak dan gas bumi tertentu."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sugiharto
"Atas penghasilan yang diterima karyawan asing dan nasional di Kontraktor Production Sharing (WP- KPS) terdapat beberapa perlakuan yang berbeda oleh KPS mengenai pengetrapan pajak penghasilannya, antara lain : 1. Untuk menghitung taxable income, semua penghasilan karyawan asing maupun nasional di gross up terlebih dahulu. Adapun hasil gross up tersebut kemudian dibukukan sebagai tunjangan pajak (tax allowance). 2. Semua penghasilan karyawan asing di gross up untuk menentukan besarnya tax allowance dan karyawan nasional hanya atas benefit in kind tertentu saja yang di gross up sedang gaji dan benefit in kind yang lain dipotong pajak penghasilan sebagaimana semestinya. 3. Semua penghasilan karyawan asing di gross up untuk menentukan tax allowance dan karyawan nasional baik gaji maupun benefit in kind dipotong pajak penghasilan sebagaimana semestinya. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :Bagaimana Merpersamakan Perlakuan Pajak Penghasilan Karyawan Kontraktor Production Sharing Bidang Minyak dan gas Bumi dikaitkan dengan Cost Recovery dan Berdasarkan azas keadilan ?
Tujuan penelitian ini adalah Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai penetapan cost recovery pada karyawan KPS Penambangan Minyak dan Gas Bumi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan Untuk menjelaskan perlakuan Pajak Penghasilan karyawan baik asing maupun nasional kontraktor production sharing dalam kaitannya dengan azas keadilan. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap beberapa pihak yang terkait dengan masalah perpajakan karyawan kontraktor production sharing dan studi kepustakaan.
Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif. Pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 azas pemungutan pajak yang harus diperhatikan, yang disebut sebagai four maxims atau four canons, yaitu : Equality, Certainty, Convenience dan Efficiency dan adanya 5 (lima) syarat keadilan horizontal, yaitu:Definisi Penghasilan,Globality, Net Income, Personal Exemption, Equal treatment for the equal dan 2 (dua) syarat keadilan vertikal, yaitu:Unequal treatment for the unequals, progression yang harus dipegang teguh dalam azas keadilan. Sedangkan cost recovery merupakan biaya pemulihan atas pengeluaran yang telah dilakukan oleh kontraktor sehubungan dengan penambangan migas.
Dalam Production Sharing Contract seksi VI paragraf 1.2, semua biaya operasi (operating cost) yang telah dikeluarkan oleh kontraktor akan memperoleh pemulihan (recovery of operating cost) dari Pertamina. Ini merupakan peluang untuk membesarkan operating cost, dan berapapun besarnya sepanjang beralasan akan memperoleh recovery.Dalam berbagai hal pajak dikorbankan untuk mendorong perkembangan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, diantaranya untuk tidak merugikan karyawan kontraktor production sharing, maka pajak yang timbul itu ditanggung oleh perusahaan dengan cara di-gross up ke dalam biaya perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan data yang didapatkan,diketahui adanya perbedaan perlakuan pengenaan pajak penghasilan antara karyawan expatriate dengan karyawan national dalam kontraktor production sharing. Untuk karyawan expatriate mendapatkan tunjangan pajak sebesar pajak terhutang dengan mekanisme gross up atas seluruh penghasilan yang diterima, sedangkan karyawan national ada yang mendapatkan tunjangan pajak namun tidak sebesar pajak terhutang, jauh lebih kecil, juga melalui mekanisme gross up terhadap benefit in kind tertentu yang diperoleh dan sebagian kecil karyawan national ada yang sama sekali tidak mendapat tunjangan pajak penghasilan.
Dari analisis diketahui adanya perbedaan pemberian tunjangan pajak bagi karyawan national dan karyawan ekspatriat, menimbulkan ketidakadilan namun hal tersebut tidak melanggar undang-undang perpajakan dan migas serta merupakan salah satu cara dalam perencanaan pajak.. Meskipun pada akhirnya negara dalam hal posisi penerimaan negara dari pajak mengalami kehilangan penerimaan dan pada akhirnya bertentangan dengan konsep pajak penghasilan yang dianut oleh Indonesia.
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah : Perbedaaan penerapan pemberian tunjangan pajak yang dikaitkan dengan cost recovery membuat ketidakadilan bagi karyawan production sharing, baik dalam satu perusahaan kontraktor production sharing maupun antar perusahaan kontraktor production sharing. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah ; Pihak-pihak terkait diantaranya Departemen Pertambangan dan Energi, BP Migas, BPKP dan Direktorat Jenderal Pajak melakukan review atas kebijakan mengenai batasan-batasan dalam perlakuan cost recovery melalui mekanisme renegotation clause yang terdapat di Production Sharing Contact dengan pihak Kontraktor Migas, juga dipandang perlu adanya aturan khusus tentang keseragaman pengetrapan pajak penghasilan karyawan kontraktor production sharing dalam Undangundang Pajak Penghasilan dalam hal pemberian tunjangan pajak penghasilan kepada seluruh karyawan baik dalam suatu perusahaan maupun antar perusahaan sehingga dapat memenuhi rasa keadilan bagi semua karyawan kontraktor production sharing."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Fortune N.
"Pemerintah melakukan upaya-upaya untuk efisiensi biaya di kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi karena biaya tersebut merupakan pengeluaran bagi pemerintah. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah melaksanakan sharing facility. Sharing facility merupakan kegiatan pemakaian fasilitas secara bersama-sama di kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dengan prinsip pembebanan biaya (cost sharing) secara proporsional.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan perbedaan pendapat Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi dan Direktorat Jenderal Pajak dalam menetapkan pengenaan pajak pertambahan nilai atas sharing facility dan menganalisis pengenaan pajak pertambahan nilai atas sharing facility berdasarkan ketentuan pajak pertambahan nilai.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis data kualitatif. Data kualitatif didapat dengan studi lapangan, melalui wawancara mendalam, dan studi literatur.
Hasil penelitian adalah dasar Direktorat Jenderal Pajak mengenakan pajak pertambahan nilai atas sharing facility yaitu sharing facility termasuk ke dalam penyerahan jasa kena pajak berdasarkan peraturan pajak pertambahan nilai di Indonesia sedangkan dasar Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi adalah sharing facility bukan merupakan penyerahan jasa kena pajak dan perjanjian yang diatur dalam kontrak Production Sharing Contract. Sharing facility dilihat dari teori dan konsep pajak pertambahan nilai tidak termasuk ke dalam penyerahan jasa kena pajak. Pemerintah harus membuat peraturan untuk memberikan kepastian hukum bagi kontraktor di kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.

Government makes efforts for cost efficiency in the upstream activities of oil and gas due to the cost of expenditure for the government. One of the efforts made by the government is implementing sharing facility. Sharing facility is a facility usage activities jointly in the upstream activities of oil and gas with the principle of charging (cost sharing) proportionally.
This study aims to analyze the basic considerations dissent Special Unit Oil and Gas and the Directorate General of Taxes in determining the imposition of value added tax on facility sharing and analyzing the imposition of value added tax on facility sharing under the terms of the value added tax.
The method used was a qualitative study with qualitative data analysis. The qualitative data obtained by field studies, in-depth interviews, and literature.
The results are the basis of the Directorate General of Taxes impose value added tax on facility sharing is sharing facility included in the delivery of services taxable under the rules of the value added tax in Indonesia while the Special Task Force basic Oil and Gas are sharing facility is not a taxable service delivery and agreements set forth in the Production Sharing Contract. Sharing facility seen from the theory and the concept of value-added tax are not included in taxable service delivery. Government should pass legislation to provide legal certainty for contractors in the upstream activities of oil and gas.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Haryanto Prayitno
"Tugas pokok yang diemban Pertamina meliputi tugas pengusahaan, yaitu usaha peningkatan produksi, pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak dan energi di dalam negeri, meningkatkan iklim investasi dan ketaatan dalam pelaksanaan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, Pertamina melakukan kerjasama dalam bentuk Kontrak Production Sharing (KPS) dengan investor asing dengan sasaran untuk optimasi pendapatan Negara.
Baik dalam Model Perjanjian PBB, OECD dan UU pajak domestik menjelaskan kegiatan dalam pertambangan dan penggalian sumber alam sebagai adanya bentuk usaha tetap (BUT) tanpa persyaratan waktu (time test). Konsep BUT tersebut diperkenalkan untuk menentukan hak pemajakan (taxing right) dari suatu negara sumber (peserta perjanjian) atas laba usaha yang diperoleh perusahaan penduduk negara mitra perjanjian. Bentuk usaha tetap KPS yang telah berproduksi sebagai subyek Pajak Penghasilan dan Branch Profit Taxation.
Dalam upaya peningkatan penerimaan disektor pajak dan perluasan pengertian obyek pajak dalam UU PPh, terdapat usaha-usaha untuk memberlakukan industri minyak sama dengan industri pada umumnya yang mengakibatkan rnasalah-masalah seperti pengenaan pajak penghasilan atas overhead & technical charges kantor pusat; penggunaan tarif tax treaty untuk branch profit taxation yang tidak sesuai dengan Kontrak KPS; apakah Indonesia mempunyai hak pemajakan terhadap pengalihan working interest diantara perusahaan minyak asing di Iuar negeri; konsolidasi wilayah kuasa pertambangan (WKP) dan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 terhadap kegiatan yang dilakukan oleh BUT KPS bidang Migas.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu membahas masalah-masalah yang ditemui dalam aplikasi perpajakan BUT KPS bidang Migas dengan teori perpajakan. Sumber datanya diperoieh dari beberapa BUT KPS di Jakarta serta teknik pengumpulan datanya melalui teknik kepustakaan, wawancara dan observasi.
Dari hasil pembahasan tersebut diperoleh kesimpulan, Biaya alokasi overhead dan technical charges kantor pusat dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto BUT KPS bidang migas; Indonesia, negara dimana BUT KPS terletak, mempunyai hak pemajakan atas keuntungan yang diterima dari pengalihan working interest oleh perusahaan minyak asing kepada perusahaan minyak asing Iainnya di Iuar negeri; Perusahaan minyak asing di negara mitra perjanjian dapat menggunakan tarif tax treaty untuk branch profit taxation. Hal tersebut tidak berlaku bi|a terdapat pengecualian, seperti dalam tax treaty Indonesia dengan negara mitra perjanjian seperti Amerika Serikat, Australia dan Korea Selatan; Surat Menteri Keuangan yang mewajibkan setiap KPS/partner eksplorasi dan produksi migas mempunyai NPWP tersendiri dianggap tidak mempunyai dasar hukum yang kuat dan Jasa teknik, manajemen dan jasa Iainnya yang diberikan oleh BUT KPS produksi kepada BUT eksplorasi tidak dipotong PPh Pasal 23, karena dalam kontrak telah diatur, bahwa pemberian jasa tersebut tidak terkena pajak sepanjang pembebanannya at cost."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>