Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112148 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyudi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10214
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Jayadianto
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2010
S10484
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Surya
"Evaluasi Terhadap Akuntabilitas Dekonsentrasi pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tesis ini membahas perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa freight forwarding pada PT BBTI. Secara umum, jasa freight forwarding dibagi empat segmen yaitu jasa pengurusan transportasi murni (JPT), jasa kepabeanan, jasa trucking dan pergudangan. Dalam prakteknya, perusahaan freight forwarding atau forwarder (PT BBTI) bekerjasama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut antara lain perusahaan pengangkutan (transportasi darat, laut dan udara), perusahaan bongkar muat, dan perusahaan pelayanan peti kemas. Forwarder disebut sebagai pihak yang mewakili pemilik barang dalam mengurus pengiriman barangnya maupun kewajiban pabeannya dalam rangka ekspor atau impor. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai maupun peraturan pelaksananya belum mengatur secara khusus mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa freight forwarding sehingga forwarder masih kesulitan dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajaknya. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana menghitung Dasar Pengenaan Pajak atas jasa freight forwarding sehingga Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut forwarder ke konsumen/pemilik barang sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Begitu juga dengan jasa lain yang dilakukan diluar dari bisnis utamanya. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa forwarder belum sepenuhnya memahami perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas bisnisnya. Hasil penelitian menyarankan agar forwarder mengirimkan surat atau bertanya langsung ke Direktorat Jenderal Pajak untuk menjawab permasalahan yang ada dan agar Direktorat Jenderal Pajak dapat membuat peraturan perpajakan mengenai jasa freight forwarding yang dapat memberikan kepastian kepada para forwarder.

This thesis about the treatment of value added tax on freight forwarding services at PT BBTI. Generally, freight forwarding services divided into four services which pure freight forwarding service, customs brokers, trucking service, and warehouse service. In practice, freight forwarding company or forwarders (PT BBTI) has relationships with cargo companies (via truck, ship, or air carriers), stevedoring companies. Forwarders act as agent of the owner of goods to manage the delivery of his goods to destination and customs duties when doing export or import. The present value added tax regulations do not rule the treatment of value added tax on freight forwarding services specifically so forwarders are still confuse to calculate value added tax base. The main problem is how to calculate value added tax base in order that value added tax put by forwarders to the owners of goods based on taxation regulations. The conclusion of analysis that forwarders do not know to calculate value added tax base at any transactions. The suggestion for forwarders in order to send a letter to Directorate General of Taxation or make a phone call for a solution and for Directorate General of Taxation in order to create a tax regulation about freight forwarding services that will give a certainty for forwarders."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28277
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Kurniawan Syarief
"Agar iklim investasi di Indonesia meningkat, pemerintah memberikan beberapa insentif untuk sektor ekonomi yang strategis. Salah satunya adalah dengan memberikan insentif berupa pembebasan PPN untuk barang strategis, dalam kasus ini adalah Rusunami. Penelitian ini menganalisa kebijakan pembebasan PPN atas Rusunami dan pengaruhnya bagi penerimaan studi kasus pada KPP Pratama Jakarta Cengkareng.
Permasalahan utama dalam tesis ini adalah : pertama, adalah apakah dasar pemikiran atas kebijakan pembebasan PPN atas Rusunami sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kedua adalah bagaimana mekanisme dalam pengkreditan pajak masukan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, ketiga, bagaimanakah pengaruh pembebasan PPN bagi Penerimaan di KPP Pratama Jakarta Cengkareng. Penelitian ini adalah penelitian qualitatif dengan analisia deskriptif. Pembebasan PPN atas Rusunami telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dasar pemikirannya adalah Rusunami termasuk dalam kategori merit goods. Pembebasan PPN menyebabkan terjadinya pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Dalam kasus ini PT. X dan PT. Y mengkreditkan semua pajak masukannya dalam laporan PPN. Pembebasan PPN memberikan dampak bagi Penerimaan KPP Pratama Jakarta Cengkareng, hal itu memungkinkan bertambah or berkurangnya Penerimaan KPP Pratama Jakarta Cengkareng. Hal itu dapat meningkatkan Penerimaan karena walaupun dibebaskannya PPN tetapi ada pajak-pajak lainnya yang masuk, seperti PPh, PBB, BPHTB. Dan juga bisa menyebabkan berkurangnya Penerimaan ketika PT. X dan PT. Y mengkreditkan pajak masukannya dalm laporan PPN.

In order to enhance the investment climate in Indonesia, government provide some incentives for strategic economic sector. One of them is by giving the VAT free incentive to the strategic goods, i.e. is Rusunami. This study analysis of Tax Exemption Policy of Value Added Tax for Rusunami takes as a case study at KPP Pratama Jakarta Cengkareng.
The main problems of this study are: first, is the tax exemption policy of Value Added Tax for Rusunami in accordance with applicable regulations, second, how does mechanism in tax credit of input tax, third, how does it influence in the revenue of KPP Pratama Jakarta Cengkareng. This research is a qualitative research with descriptive analysis. The exemption policy of value added tax for Rusunami is in accordance with applicable regulations because Rusunami included in the merit goods category. Exemption of value added taxes on transaction is creating un-deductable tax credit.
In this case, PT. X and PT. Y crediting the input tax in their periodical VAT reports. Exemption of value added taxes influence the revenue of KPP Pratama Jakarta Cengkareng, its may rise or reduce the income of KPP Pratama Jakarta Cengkareng. However, is the long time it will increase revenue because even the value added tax is free, but there are another taxes comes of that, for example Income Tax, Land and Building Tax, Duty on Acquisition of Rights to Land and Building, etc. And it may reduce revenue when PT. X and PT. Y crediting the input tax in their VAT tax reports.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T30528
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S9918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Riadi
"Didalam meminimalisasikan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi pemberian Cuma-Cuma pada dasarnya diperkenankan oleh ketentuan perpajakan yang berlaku sepanjang dilakukan sesuai dengan aturan Ketetentuan Perpajakan atas Pajak Pertambahan Nilai. Analisis pembahasan pemberian Cuma-Cuma didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 Pasal 1A dan khususnya perlakuan perpajakan atas pemberian Cuma-Cuma juga diatur didalam Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 yang lebih lanjut diatur didalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-87/ PJ./2002 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE- 04/PJ.51/2002 perihal: Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pemakaian Sendiri Dan Atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak Dan Atau Jasa Kena Pajak. Pembahasan juga memperhatikan beberapa peraturan pelaksanaan lainnya yang secara tidak langsung melengkapi atau terkait dengan pemberian Cuma-Cuma.
Menteri Keuangan sebagai pejabat yang berwenang yang mengatur tentang peraturan perpajakan atas Pengenaan PPN atas pemberian Cuma-Cuma sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang telah diterbitkan seperti: Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 Pada dasarnya penyerahan kena pajak (taxable supply) adalah penyerahan atau transaksi yang dikenakan pajak. Ketika penyerahan kena pajak terjadi dan dilakukan oleh pengusaha kena pajak, maka harus dikenakan pajak dan dipungut PPN. Jadi prinsipnya, jika tidak ada yang dibayar atau terutang atas penyerahannya, maka tidak ada penyerahan yang terutang pajak. Namun demikian, diperlukan suatu tindakan pengamanan, bila dalam prakteknya ternyata terjadi situasi dimana atas penyerahan tersebut, tidak ada pembayaran atau seolah menjadi bukan penyerahan terutang pajak.
Misalnya, pengusaha kena pajak memberikan sumbangan, hadiah atas barang yang sama, yang pada tujuan awalnya adalah untuk kegiatan usahanya, maka harus dikategorikan sebagai penyerahan yang terutang pajak. Demikian pula, jika pedagang menggunakan menggunakan/ mengkonsumsi sendiri barang dagangannya (tujuan awal membeli barang adalah untuk dijual kembali), maka harus dikenakan PPN atas pemakaian sendiri barang tersebut. Alasannya adalah bahwa pada waktu pedagang tersebut membeli barang dan membayar PPN, maka pajak yang telah dibayar (pajak masukannya) sudah dikreditkan. Jadi jika tidak ada faktor yang mengimbanginya (offseeting) terhadap pajak keluarannya, maka akan terjadi subsidi terselubung (hidden subsidy) atas sumbangan dan konsumsi pemakaian sendiri oleh pedagang tersebut.
Seperangkat ketetentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia telah menjelaskan berbagai aspek pemajakan atas pemberian Cuma-Cuma untuk tujuan perpajakan yang meliputi: subyek pajak dan persyaratannya, obyek pajak pertambahan nilai atas pemberian Cuma-Cuma, prosedur pelaksanaan dan persetujuan pemberian Cuma-Cuma atas barang produksi maupun barang bukan produksi serta implikasi perpajakannya dan dispute-dispute / perbedaan pendapat antara wajib pajak dan pihak pajak. Dengan mencermati beberapa ketentuan perpajakan tentang pemberian Cuma-Cuma perusahaan untuk tujuan perpajakan, kiranya dapat diketahui beberapa peluang tax planning yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain:
a. Potongan harga yang diberikan oleh Wajib Pajak atas barang- barang promosi.
b. Pemberian Cuma-Cuma atas barang yang dihasilkan sendiri (produksi sendiri).
c. Pemberian Cuma-Cuma atas barang yang dihasilkan bukan hasil produksi sendiri.

To minimalize the value added tax for free of charge giveaway basicly permitted by the taxation regulation as long as it is done according to the tax regulation. The analysis explanation for free of charge giveaway based on the regulation in Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 Pasal 1A specially the taxation treatment for free of charge giveaway also arranged in Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 jo Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-87/ PJ./2002 and Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-04/PJ.51/2002 about : Value added tax and the sales of luxury goods tax for personal purpose and/ or free of charge giveaway taxable goods and of taxable service. The discussion also concerned about some other executorial rules indirectly completed or related with the free of charge giveaway.
The minister of finance as the charged executive which arrange the tax regulation for the value added tax for free of charge giveaway according to the decision of the Minister of Finance published example: Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000. Basicly the taxable supply is the supply or transaction which is taxed. When the taxable supply happened and done by the taxable enterpreneur, it should be taxed and gained for the value added tax. So, in principle if there is nothing paid or charged for the supply, then there is no taxable supply. But it needs a security action. Example: the taxable entrepreneur give the donation, prize fot the same item, which the main purpose used for business activity should be categorized as taxable supply. Then if the seller use/consume his own goods (beginning purpose is for reselling), has to charged the value added tax for personal used of that goods. The reason is when the seller bought the goods and paid the value added tax,then the value added tax input have already credited. So if there is no other factor balanced (offseeting) for its value added tax output, there will be a hidden subsidy for the donation and consumption of personal used by the seller.
Tax regulation that valid in Indonesia already explained variety of taxation aspects for free of charge giveaway for taxation purpose which include : tax subject and the conditional, value added tax object for free of charge giveaway for production goods or goods not for production and the tax implication and dispute between taxpayer and fiscus. Concerning the tax regulation about the company free of charge giveaway for taxation purpose, hopefully can be found some chance for tax planning that can be done by any other company such as :
a. Discount that given by the tax payer for promotion goods.
b. Free of charge giveaway for their own production goods.
c. Free of charge giveaway for not their own production goods."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandji Widjaya
"Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak tidal( langsung yang memerlukan peran serta dari dunia usaha dalam pelaksanaannya. Perusahaan dalam melakukan kewajibannya tersebut harus mengetahui mekanisme pajak tersebut. Tujuan skripsi ini adalah untuk memberikan pemahaman mengenai penerapan Pajak Pertambahan Nilai dalam suatu perusahaan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kepustakaan dan peraturan-peraturan perpajakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kemudian pengamatan mengenai penerapan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan di sebuah perusahaan farmasi. Perusahaan farmasi yang diteliti mempunyai berbagai unit usaha. Mulai dari unit produksi sampai unit distribusi. Dalam berbagai unit produksi tersebut terjadi penyerahan intern. Selain penyerahan intern juga terjadi penyerahan ekstern. Penyerahan ekstern dilakukan kepada instansi pemerintah dan juga swasta. Baik penyerahan intern maupun ekstern dikenakan pajak pertambahan nilai. Akibat dari penyerahan kepada instansi pemerintah perusahaan dipungut pajak pertambahan nilai. Akibat dari pajak pertambahan nilai yang disetor kepada kas negara karena penyerahan intern dan juga yang dipungut karena penyerahan kepada pemerintah maka perusahaan mempunyai piutang pajak yang cukup besar. Piutang pajak yang terjadi dalam perusahaan dapat dikurangi dengan cara meminta pemusatan tempat terutang pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. Perusahaan dalam melakukan administrasi perpajakannya masih ditemukan kelalaian. Kelalaian tersebut dapat dikurangi dengan memberikan pendidikan kepada karyawan perusahaan bagian pajak."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19153
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>