Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149629 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eni Dwijayanti
"ABSTRAK
Kemajuan teknologi dalam peralatan kedokteran menciptakan alternatif baru
dalam pelayanan kedokteran, termasuk di oftalmologi. Salah satu cara operasi
katarak yang baru disebut fakoemulsifikasi (Fako) yang memberikan hasil lebih
baik dibandingkan dengan cara konvensional yaitu Ekstraksi Katarak Ekstra
Kapsular (EKEK).
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efektivitas biaya dari dua
metode operasi katarak yaitu Fako dan EKEK yang dilakukan di RSUP Fatmawati
di Jakarta. Penelitian ini deskriptif, namun beberapa pendekatan analitis juga
digunakan. Pengambilan data secara cross sectional dengan sampel sebanyak 192
pasien operasi katarak (96 pasien Fako dan 96 pasien EKEK) yang dipilih secara
acak dari 300 populasi. Data sekunder diperoleh dari rekam medis pasien yang
menjalani operasi katarak pada tahun 2009 di rumah sakit untuk mengetahui tiga
indikator keberhasilan operasi.
Activity-based costing (ABC) digunakan untuk menghitung biaya dari
setiap metode, dan teknik pembobotan oleh duabelas dokter mata dari RSUP
Fatmawati dan RSU Dr. Sardjito dilakukan untuk mendapatkan nilai tunggal
(indeks komposit) dari efektivitas operasi katarak. Biaya yang dihitung adalah
biaya langsung yang berhubungan dengan operasi katarak, yaitu biaya
pemeriksaan mata, biaya laboratorium, biaya rontgen thorax, biaya konsultasi,
biaya operasi, biaya pelayanan farmasi, dan biaya administrasi. Efektivitas
diperoleh melalui pembobotan tiga indikator keberhasilan operasi katarak, yaitu
ketajaman visus pasca operasi, tidak adanya astigmat pasca operasi, dan tidak
adanya komplikasi intra-operasi dan pasca-operasi. Perhitungan efektivitas
operasi katarak dilakukan dengan modifikasi metode Bayes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya satuan normatif operasi Fako
sebesar Rp. 4.419.755,17, yang lebih mahal dibandingkan EKEK (Rp.
3.369.549,24). Biaya obat-obatan dan bahan medis adalah komponen biaya
terbesar pada operasi katarak di RSUP Fatmawati. Hasil penelitian menunjukkan
ketajaman visus pasca-operasi untuk grup Fako secara signifikan lebih baik
daripada kelompok EKEK (p <0,05 dan odds ratio = 28.5). Dalam hal tidak
adanya astigmat pasca-operasi, kelompok Fako secara signifikan lebih baik
daripada kelompok EKEK (p <0,05, rasio odds = 22.7). Namun, tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok untuk tidak adanya komplikasi
intra-operasi dan pasca-operasi (p> 0,05).
Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa Average Cost-effectiveness
Ratios (ACER) metode Fako lebih rendah (Rp.1.379.326,08) dibandingkan
dengan ACER EKEK (Rp. 1.485.113,49). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, dalam penelitian ini metode Fako lebih cost effective daripada metode
EKEK.
Disarankan penelitian lebih lanjut yang mencakup seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk pasien operasi katarak dengan menggunakan jumlah sampel
yang lebih besar, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif
terhadap dua teknik operasi katarak dan pilihan yang lebih baik terhadap teknik
operasi yang dapat ditawarkan untuk populasi yang lebih luas

Abstract
Technological advancement in medical equipment has created new
alternatives in medical care, including in ophthalmology. One of the new cataract
operation called Phacoemulsification (Phaco) provides better results as compared
to conventional Extracapsular Cataract Extraction (ECCE).
This study aimed at exploring the cost-effectiveness of two methods of
cataract surgeries i.e. Phaco and ECCE done at Fatmawati General Hospital in
Jakarta. It was a descriptive inquiry in nature; however, some analytical
approaches were also used. A cross sectional examination of a sample of 192
cataract surgery patients (96 phaco patients and 96 ECCE patients) was randomly
selected from 300 populations. Secondary data were obtained from patients?
medical records undergoing cataract surgeries in 2009 at the hospital to explore
three success indicators of the surgeries.
Activity-based costing (ABC) was used to calculate the costs of each
method, and weighing technique of twelve peer ophthalmologists from Fatmawati
General Hospital and Dr. Sardjito General Hospital was done to obtain a single
value (composite index) of the effectiveness indicators of the cataract surgery.
The costs were calculated for direct costs relevant to cataract surgery, i.e. the costs
of eye examinations, laboratory tests, thorax roentgen, consultation, surgical fees,
pharmaceutical services, and administrative costs. The effectiveness were
obtained through the weighing of three success indicators of cataract surgery, i.e.
post-operative visual acuity, the absence of post-operative astigmatism, and the
absence of intra-operative and post-operative complications. The calculation of
effectiveness of cataract surgery was performed by modified Bayes Method.
The findings of the study showed that the normative unit cost of Phaco
surgery was Rp. 4.419.755,17, which was more expensive than that of ECCE (Rp.
3.369.549,24). The costs of medicines and medical supplies were the largest cost
components in cataract surgery in Fatmawati General Hospital. The result of study
showed that post-operative visual acuity for Phaco group was significantly better
than ECCE group (p <0.05 and odds ratio = 28.5). In terms of the absence of
post-operative astigmatism, Phaco group was significantly better than ECCE
group (p<0.05, odds ratio = 22.7). However, there was no significant difference
between the two groups in the absence of intra-operative and post-operative
complications (p>0.05).
The result of this study also found that the average cost-effectiveness ratio
(ACER) of Phaco method was lower (Rp.1.379.326,08) than that of ECCE (Rp.
1.485.113,49). Therefore, it was concluded that, in this study, Phaco method was
more cost effective than ECCE method.More rigorous studies covering all the costs incurred to patients of cataract
surgeries using a bigger sample size were suggested, so that a more
comprehensive understanding of the two cataract surgery techniques could be
obtained and a better choice of the surgery technique could be offered for wider
population."
Lengkap +
2010
T31393
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Rustandi
"Buta katarak merupakan masalah kesehatan dan sosial yang m gakibatkan kerugian ekonomis yang besar bagi penderita maupun keluarga, dapar diatasi dengan dndakan operasi. Terbatasnya mmber daya dan dana serta tingginya angka buta katarak pada masyamkat kumng mampu di Kabupaten Karawang, memerlukan altematif rchabilitasi yang paling cos! ejiecrive. Tiga altematif kegiatan pelayanan operasi katarak yang dilaksanakan di Knbupaxen Karawang tahun 2000, yaim di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) dan puskesmas.
Penelitian ini mcrupakan penelitian deskmiptif, yang menggunakan data sekunder ditinjau dari sisi provider, di sarana pclayanan yang melaksanaknn kegiatan pelayanan operasi katarak di Kabupaten Karawang Tahun 2000, .dengan tujuan mendapatkan gambaran aiternatif terbaik dari kegiatan pelayanan operasi katarak di Kabupaten Kamwang dengan membandingkan biaya satuan dan cakupan kegiatan ketiga altematitf.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pelayanan operasi katarak yang dilaksanakan di puskesmas merupakan altemaiif yang paling can qffecfive ditinjau dali segi biaya., dibandingkan kegiatan pelayanan di BICMM dan RSUD Tetapi BKMM memiliki jangkauan pclayanan yang paling Unmk mendukung Jawa Barat bebas buta katarak penduduk misldn tahun 2005 disarankan rneningkatkan iielcuensi kegiatan pelayanan operasi katarak di puskesmas dan melakukan kombinasi kegiatan di BKMM dan puskesmas Serta meningkatkan penyuluhan kebutaan karcna ka.ta.rak $66811 terpadu.

Cataract blindness is a health and social problem, which can bring great economic loss to the person as well as hisfher family, but it can be solved by taking an operation procedure. Because of limited resources in health sector and high cataract prevalence, most cost eE`ective altemative treatment is needed. There are 3 altematives of cataract operation service available in Karawang District.
The purpose of this smdy is to explore the best alternative or the most cost etfective cataract operation service rendered in-Karawang Disuict by comparing the unit cost and output of cataract operastion in District Hospital (RSUD), Community Eye Centre (BKMM) and Health Center. This study is a descriptive one, base on mondary data related to the cataract operation services and the data were collected using a specilic instruments.
The result of this study shows that cataract operation service held publicly in Health Center is the most cost elfective alternative, compare to those held in Community Eye Centre (BKMM) and District Hospital (RSUD), however Community Eye Centre (BKMM) has th largest coverage or output. To support "Jawa Barat Bebas Katarak Penduduk Miskin Tahun 2000" it is recommended to increase the Eequency of the cataract operation service in Health Center, combined with cataract operation services in Health Center and Community Eye Centre. It is also recommended to promote the dissemination of information about the rehabilitation of blindness due to cataract.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T6436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Satu uji klinik batu tunggal untuk membandingkan efektivitas biaya teknik pembedahan antara ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECC) dan fakomuksifikasi (PEA) telah dilakukan di hospital Universiti Kebangsaan Malaysia (HUKM) antara Maret 2000 sampai Agustus 2001."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Satu uji klinik acak buta tunggal untuk membandingkan efektifitas biaya teknik pembedahan antara ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE) dan fakoemulsifikasi (PEA) telah dilakukan di Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia (HUKM) antara Maret 2000 sampai Agustus 2001. Biaya yang dihitung pada kajian ini ialah biaya yang ditanggung oleh pihak rumah sakit, pasien, serta rumah tangga pada waktu sebelum pembedahan, satu minggu, dua bulan (untuk kedua-dua teknik) dan enam bulan (untuk ECCE saja). Penilaian efektifitas pembedahan katarak menggunakan ?Visual Function 14? (VF-14) yaitu kualitas hidup mengenai fungsi penglihatan. Hasil analisis biaya masing-masing 50 subjek pada ECCE dan PEA menunjukkan bahwa rata-rata biaya pembedahan untuk satu kasus ECCE setelah enam bulan pembedahan sebesar USD 458 (± USD 72) dan bagi PEA sebesar USD 528 (± USD 125). Skor VF-14 meningkat dengan signifikan setelah seminggu, dua bulan dan enam bulan pasca pembedahan dibandingkan sengan skor sebelum pembedahan bagi kedua teknik (p < 0,001). Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara teknik pembedahan ECCE dan PEA (p = 0.225). Hasil kajian menunjukkan bahwa biaya dengan teknik pembedahan ECCE lebih efektif dibandingkan dengan PEA yaitu biaya per peningkatan satu unit kualitas kehidupan (VF-14) untuk ECCE adalah USD 14 dibandingkan dengan PEA sebesar USD 20.

Abstract
A randomized single blinded clinical trial to compare the cost-effectiveness of cataract surgery between extracapsular cataract extraction (ECCE) and phacoemulsification (PEA) was conducted at Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia (HUKM) from March 2000 until August 2001. The cost of a cataract surgery incurred by hospital, patients and households were calculated preoperatively, one week, two months (for both techniques) and six months (for ECCE only). Effectiveness of cataract surgery was assessed using Visual Function 14 (VF-14), quality of life measurement specifically for vision. The cost analysis results from each 50 subjects of ECCE and PEA group showed that average cost for one ECCE after six months post-operation is USD 458 (± USD 72) and for PEA is USD 528 (± USD 125). VF-14 score showed a significant increased after a week, two months and six months post-operation compared to the score before operation for both techniques (p<0.001). However, there was no significant difference between them (p = 0.225). This study indicated that ECCE is more cost effective compared to PEA with cost per one unit increment of VF-14 score of USD 14 compared to USD 20 for PEA."
Lengkap +
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia. Department of Community Health], 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rahmah
"ABSTRAK
Nama : Siti RahmahProgram Studi : Kajian Administrasi Rumah SakitJudul : Analisis Strategi Pemasaran Tindakan Operasi Katarak DenganTeknik Fakomulsifikasi Pada Era Jaminan Kesehatan NasionalDi Rumah Sakit ABC JakartaPembimbing : Puput Oktamianti, SKM., MM.Tindakan operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi adalah layananunggulan yang dimiliki oleh Rumah Sakit ABC Jakarta. Namun pemanfaatan yangbelum maksimal serta idle capacity yang besar merupakan alasan untuk dilakukan suatuanalisis strategi pemasaran yang dilakukan dengan mengeksplorasi faktor lingkunganinternal dan eksternal kemudian dilakukan formulasi tujuan dan formulasi strategisehingga didapatkan alterntif strategi pemasaran terpilih yang dapat digunakan untukmeningkatkan pemanfaatan tindakan operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi diRumah Sakit ABC Jakarta. Dengan masuknya era JKN, Rumah Sakit ABC Jakartatentunya harus menemukan cara pemasaran yang sesuai dengan kondisi yang ada.Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode kualitatifdengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dariwawancara mendalam, observasi dan survey, sedangkan data sekunder didapatkan daritelaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran terpilih untuktindakan operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi adalah dengan cara: 1 Optimalisasi kegiatan pemasaran, 2 Pengembangan produk tindakan operasi katarakdengan ldquo;One Stop ServiceCataract rdquo;, 3 Pengelolaan dana pemasaran dengan baik, 4 Memperbaiki physical facilities dan 5 Penguatan SDM dalam pelayanan.Kata Kunci : katarak, fakoemulsifikasi, idle capacity, faktor lingkungan internal,faktor lingkungan eksternal, analisis strategi pemasaran, era jaminankesehatan nasional, Rumah Sakit ABC Jakarta.

ABSTRACT
Name Siti RahmahStudy Program Hospital Administration StudyTitle Marketing Strategy Analysis of Cataract Surgery withPhacoemulsification Technique in National Health Insurance Era inABC Hospital JakartaCounsellor Puput Oktamianti, SKM., MM.Cataract surgery with phacoemulsification technique is an excellent service byABC Hospital Jakarta. However, lack of maximum utilization and large idle capacity isthe reason for analysis of marketing strategy that is done by exploring internal andexternal environment factors, then made the formulation of objectives and strategy so asto obtain alternatives of selected marketing strategy that can be used to improve theutilization of cataract surgery with phacoemulsification technique at ABC HospitalJakarta. Within the National Health Insurance NHI era, ABC Hospital Jakarta mustfind a way of marketing in accordance with existing conditions.The research method used in this thesis is a qualitative method by using primaryand secondary data. Primary data obtained from in depth interviews, observation andsurvey, while secondary data obtained from document review. The result of thisresearch indicates that the chosen marketing strategy for cataract surgery withphacoemulsification technique is by 1 Optimazation of marketing activities, 2 Development of cataract surgery with ldquo One Stop Service Cataract rdquo , 3 Goodmanagement of marketing fund, 4 Improve physical facilities, and 5 Strengtheningof human resources in service.Key Words cataract, phacoemulsification, idle capacity, internal environment factor,external environment factor, marketing strategy analysis, national healthinsurance era, ABC Hospital Jakarta."
Lengkap +
2018
T49412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Winnie Eranza
"Hipertiroidisme adalah suatu kondisi di mana kelenjar tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon tiroid sehingga metabolisme menjadi lebih cepat dan menimbulkan berbagai gejala seperti penurunan berat badan, palpitasi, dan kecemasan. Metimazol (MMI) dan propiltiourasil (PTU) adalah dua obat yang umum digunakan dalam pengobatan hipertiroidisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas-biaya MMI dibandingkan dengan PTU pada pasien hipertiroid rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati pada tahun 2017–2022. Penelitian observasional ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan teknik pengambilan data secara retrospektif. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 140 pasien dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 70 pasien menggunakan terapi metimazol dan 70 pasien menggunakan terapi propiltiourasil. Terapi dinyatakan efektif jika pasien memperoleh kadar T4 bebas (fT4) normal, yaitu < 1,76 ng/dL setelah menggunakan terapi selama 3 bulan. Terdapat perbedaan yang bermakna antara efektivitas MMI dan PTU, yakni 77,1% dan 60% (p = 0,045). Komponen biaya yang digunakan adalah total biaya langsung medis. Nilai Rasio Inkremental Efektivitas-Biaya (RIEB) yang diperoleh adalah Rp15.516/% efektivitas, yang artinya dibutuhkan tambahan biaya sebesar Rp15.516 untuk setiap peningkatan 1% pasien hipertiroid yang mencapai kadar fT4 normal jika ingin berpindah dari terapi propiltiourasil ke metimazol.

Hyperthyroidism is a condition in which the thyroid gland produces an excessive amount of thyroid hormones, leading to an accelerated metabolism and various symptoms such as weight loss, palpitations, and anxiety. Methimazole (MMI) and propylthiouracil (PTU) are two commonly used drugs in the treatment of hyperthyroidism. The aim of this study was to analyze the cost-effectiveness of MMI compared to PTU in outpatient hyperthyroid patients at Fatmawati General Hospital from 2017 to 2022. This observational study employed a cross-sectional design with data collected retrospectively. A total of 140 patients who met the inclusion criteria were divided into two groups: 70 patients receiving methimazole therapy and 70 patients receiving propylthiouracil therapy. Therapy was considered effective if patients achieved a normal free T4 (fT4) level, i.e., < 1.76 ng/dL, after three months of treatment. There was a significant difference in effectiveness between MMI and PTU, namely 77.1% and 60% (p = 0.045), respectively. The cost components considered were the total direct medical costs. The calculated Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER) was Rp15,516/% effectiveness, indicating that an additional cost of Rp15,516 was required to achieve a 1% increase in hyperthyroid patients who achieved normal fT4 levels when switching from propylthiouracil to methimazole therapy."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Kusuma
"Latar Belakang : Anestesia regional dengan blok peribulbar merupakan teknik anestesia alternatif pada operasi katarak dengan teknik phacoemulsification. Umumnya anestetika lokal yang paling sering dipakai adalah campuran bupivakain yang mempunyai durasi panjang dan lidokain yang mempunyai onset cepat. Di rumah sakit kami, median waktu sejak dimulainya blok hingga dimulainya operasi adalah lebih dari 20 menit dan temuan ini menunjukkan bahwa untuk peribulbar anestesia tidak diperlukan anestetika lokal dengan onset yang cepat. Tujuan studi ini untuk mengetahui keefektifan blok peribulbar inferotemporal menggunakan anestetika tunggal bupivakain 0.5% dibandingkan dengan campuran bupivakain 0.5% dan lidokain 2% untuk blok peribulbar pada pasien yang menjalani operasi katarak dengan teknik phacoemulsification.
Metode : Penelitian ini dilakukan pada 70 pasien yang menjalani operasi katarak dengan teknik phacoemulsification. Secara random 35 pasien menggunakan anestesia blok peribulbar dengan anestetika campuran bupivakain 0.5% dan lidokain 2% (kelompok 1) dan 35 pasien menggunakan anestesia blok peribulbar dengan anestetika tunggal bupivakain 0.5% (kelompok 2). Skor akinesia bola mata dinilai pada menit ke 5, 10, 15 dan 20 setelah penyuntikan anestetika lokal. Analgesia, waktu antara dimulainya blok hingga dimulainya operasi, lamanya operasi, penambahan anestetika topikal intraoperatif dan insidens efek samping terkait blok peribulbar dicatat.
Hasil: Skor akinesia pada menit ke 5 dan 10 setelah penyuntikan lebih rendah secara bermakna pada kelompok 1 (p<0.05). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok dalam hal skor akinesia pada menit ke 15 dan 20 setelah penyuntikan. Analgesia, total lamanya operasi, penambahan anestetika topikal intraoperatif dan efek samping terkait blok peribulbar tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok.
Simpulan : Kecuali onset yang lebih cepat pada kelompok anestetika campuran bupivakain 0.5% dan lidokain 2%, bupivakain tunggal 0.5% sama efektif dibandingkan campuran bupivakain 0.5% dan lidokain 2% untuk blok peribulbar pada operasi katarak dengan teknik phacoemulsification. Data tersebut didapatkan bahwa bupivakain tunggal 0.5% dapat digunakan pada kasus dimana blok dengan onset yang cepat tidak diperlukan.

Background : Regional anesthesia provided by a peribulbar block is an alternative anesthetic technique in cataract surgery. Generally, the most frequently used local anesthetic agent is a mixture of bupivacaine which has a long duration of effect and lidocaine which has a rapid onset of action. In our centre, the median time from the start of peribulbar blockade to start surgery was more than 20 minutes and these findings suggest that it is not necessary to use a local anesthetic with a quick onset of action for peribulbar anesthesia. The purpose of this study was to determine the effectiveness of single injection inferotemporal peribulbar block using 5 mL of plain bupivacaine 0.5% compared with a 1:1 mixture of bupivacaine 0.5% and lidocaine 2% in patients underwent cataract surgery with phacoemulsification.
Methods : A total of 70 patients scheduled for phacoemulsification cataract surgery with peribulbar anesthesia were randomly allocated into two groups of 35 patients each, to receive 5 ml of a 1:1 mixture of bupivacaine 0.5% and lidocaine 2% (group 1), or plain bupivacaine 0.5% (group 2). Ocular movement scores were evaluated at 5, 10, 15 and 20 minutes after injection. Analgesia, time from block to start surgery, duration of surgery, need for supplementary anesthesia and the incidence of perioperative complication were recorded.
Results: The ocular movement scores at mins 5 and 10 were significantly lower in group 1 (p<0.05). There were no significant difference among the groups in ocular movement scores at mins 15 and 20. Analgesia, time from block to start surgery, duration of surgery, need for supplementary anesthesia and the incidence of perioperative complication did not differ among the groups.
Conclusion : Except for a significantly faster onset of peribulbar block with a mixture of bupivacaine 0.5% and lidocaine 2%, 0.5% bupivacaine as the sole agent was equally effective in inducing satisfactory peribulbar anesthesia for phacoemulsification cataract surgery. These data suggest that plain bupivacaine 0.5% may be suitable where the rapidity of onset of block is not necessary.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novitri
"Pelayanan kesehatan di rumah sakit harus berfokus pada mutu dan keselamatan pasien, termasuk salah satu didalamnya adalah pelayanan operasi. Pada tahun 2022 angka penundaan operasi di RSUP Fatmawati sebesar 2,3%. Dampak dari penundaan operasi berpotensi pada terjadinya inefisiensi keuangan. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui adanya hubungan penundaan operasi terhadap kecemasan pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Tahun 2023. Penelitian dilakukan dengan pendekatan observasional dan desain case control yang melibatkan 102 Responden pada penelitian kuantitatif dan 14 informan penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukan nilai OR “Estimate” yaitu 0.183, artinya sebagai faktor protective sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadian risiko kecemasan pasien yang mengalami penundaan operasi lebih rendah dibandingkan pasien yang tidak mengalami penundaan operasi. Tetapi p value < 0.005 menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penundaan operasi dengan kecemasan. Ditemukan ada hubungan kondisi pasien, hasil laboratorium dan kesiapan operator dengan penundaan operasi. Simpulan adalah penundaan operasi berisiko menimbulkan kecemasan pasien sehingga saran penelitian ini adalah pengembangan klinik pra bedah.

Health services in hospitals must focus on quality and patient safety, including surgical services. In 2022 the number of postponed operations at Fatmawati General Hospital will be 2.3%. The impact of postponing operations has the potential to result in financial inefficiencies. The aim of the research carried out was to determine the relationship between postponing surgery and patient anxiety at the Fatmawati Central General Hospital in 2023. The research was carried out using an observational approach and case control design involving 102 respondents in quantitative research and 14 qualitative research informants. The research results show that the OR "Estimate" value is 0.183, meaning it is a protective factor so it can be concluded that the incidence of anxiety risk in patients who experience a delay in surgery is lower than in patients who do not experience a delay in surgery. However, p value < 0.005 indicates there is a significant relationship between delaying surgery and anxiety. It was found that there was a relationship between patient condition, laboratory results and operator readiness with surgical delays. The conclusion is that delaying surgery risks causing patient anxiety, so the suggestion for this research is the development of a pre-surgical clinic."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Khafid
"Program spesialis keperawatan medikal bedah dengan kekhususan pada sistem muskuloskeletal ini bertujuan mengaplikasikan peran perawat sebagai pemberi asuhan, pengelola, pendidik, peneliti serta sebagai inovator. Peran sebagai pemberi asuhan dilakukan dengan mengelola sebanyak 30 pasien dengan masalah sistem muskuloskeletal dan satu sebagai kelolaan utama dengan kasus open fracture femur dengan pendekatan Need Theory Virginia Henderson. Peran perawat sebagai peneliti dilakukan dengan penerapan tindakan keperawatan yang berbasis bukti ilmiah atau Evidence-Based Nursing Practice yaitu dengan menerapkan skrining kinesiophobia (rasa takut akan gerakan / kembali cedera) pada pasien low back pain dengan the tampa scale for kinesiophobia. Peran sebagai pendidik sekaligus sebagai inovator dilakukan dengan mengembangkan program pendidikan dengan berbasis web yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesiapan pulang pada pasien dengan rencana operasi total hip arthroplasty.

The purpose of this medical-surgical nursing specialist program with a special focus on the musculoskeletal system is to apply the role of nurses as caregivers, managers, educators, researchers and as innovators. The role as a care givers is applies by managing 30 patients with musculoskeletal system problems and one as the main focuses of management, is a case with open fracture of the femur using Virginia Henderson's Need Theory approach. The role of nurses as researchers is explain by implementing scientific evidence-based nursing practices or Evidence-Based Nursing Practice, by applying kinesiophobia screening (fear of movement / reinjury) in low back pain patients with the tampa scale for kinesiophobia. The role as an educator as well as an innovator is implementing by developing a web-based educational program that aims to increase knowledge and readiness to go home in patients with total hip arthroplasty surgery plans."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aisy Mutiara Rachmawati
"Analisis waktu tunggu pelayanan operasi elektif orthopedi memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan khususnya untuk pasien dengan operasi elektif orthopedi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui rata-rata waktu tunggu pelayanan operasi elektif pasien orthopedi yang berasal dari poliklinik untuk mengetahui penyebab lamanya waktu tunggu pelayanan dilihat dari input, proses dan output. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan waktu, telaah dokumen dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian ini didapatkan rata-rata waktu tunggu pelayanan operasi elektif dari poliklinik adalaha 35,35 hari. Lamanya waktu tunggu pelayanan operasi elektif orthopedi dipengaruhi oleh ketersediaan dana, ketersediaan kamar rawat inap, persiapan medis dan alat, persiapan administrasi, ketidaksesuaian rencana operasi dengan realisasi operasi.

The purpose of analysis of waiting time for orthopedic elective surgery is to improve hospital rsquo s quality in service especially for orthopedic elective surgery patients. This study is done to measure the average waiting time for orthopedic elective surgery of outpatient unit and to know the factors influencing the waiting time, measures from the input, process and output. This study is a quantitative and qualitative research. Data collecting is done by time writing, document analysis and indepth interview.
The result states that the average waiting time from outpatient unit is 35,35 days. Waiting time for elective surgery is influenced by these factor availability of funds, availability of Inpatient Room, medical preparation and tools, administration preparation, non conformity of planned operation with the realization.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S67575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>