Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173084 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah
"Penyakit tuberkulosis di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Pemerintah memperkirakan saat ini setiap tahun terjadi 583.000 kasus bare dengan kematian 140.000 orang. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah telah melaksanakan program penanggulangan TB dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) sejak tahun 1995.
Untuk mengetahui keberhasilan program DOTS, menggunakan indikator atau tolok ukur angka konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%, angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru BTA positif, Di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, angka kesembuhan tahun 2001 baru mencapai 80% dan angka konversi sebesar 90,65%. Angka kesembuhan tersebut sangat berkaitan dengan kepatuhan berobat penderita TB paru bersangkutan. Oleh karena itu secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang hubungan persepsi , pengetahuan penderita, dan Pengawas Menelan Obat dengan kepatuhanberobat penderita TB paru di Puskesmas Kecamatan Jatinagara tahun 2001.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan memanfaatkan data primer dan sekunder. Penulis melakukan pengumpulan data dengan wawancara berpedoman pada kuesioner pada tanggal 29 Maret 2002 sampai 8 Mei 2002 dad seluruh penderita TB paru BTA positif sebanyak 92 orang yang mendapat pengobatan kategori-1 dan telah selesai berobat di Puskesmas tersebut tahun 2001. Variabel dependen adalah kepatuhan berobat, dan variabel independen adalah persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi manfaat minus rintangan , persepsi ancamanlbahaya, pengetahuan dan pengawas menelan obat. Sedangkan variabel confounding terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Untuk pengolahan data, penulis menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan regresi logistik Banda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang patuh berobat 73,9 % dan tidak patuh berobat 26,1%_ Dui basil analisis bivariat didapatkan variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan kepatuhan berobat adalah variabel persepsi kerentanan P value=4.045 dan OR=0,314 , persepsi keseriusan P value 0,034 dan OR=3,26 , persepsi manfaat minus rintangan P value-0,023 dan OR=3,70 , persepsi ancamanl bahaya P value~,030 dan OR=0,310 dan pengawas menelan obat P value-0,008 dan OR=0,171. Sedangkan basil analisis multivariat mendapatkan tiga variabel yang berhubungan dengan kepatuhan berobat yaitu keseriusan P value=0,013 dan OR=6,221, manfaat minus rintangan P value 0,019 dan OR=5,814 , dan pengawas menelan obat P value= 0,024 dan OR ,174. Namun yang paling dominan diantara ketiga variabel tersebut adalah variabel keseriusan P value-0,013 dan OR-6,221.
Peneliti menyarankan kepada pengelola program penanggulangan TB pare di Puskesmas untuk memberikan informasi yang cukup dan lebih jelas lagi tentang TB pare kepada setiap penderita dengan menggunakan bahasa sederhana agar penderita mudah memahami dan melaksanakannya. Sebaiknya di ruang tunggu Puskesmas diadakan penyuluhan TB paru melalui TV dan poster. Meningkatkan pecan PMO melalui penyuluhan dan pertemuan yang efektif dengan kader kesehatan , TOMA dan terutama dengan PMO dari keluarga. Mensosialisasikan Pedoman Umum Promosi Penanggulangan TB yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2000 .

Tuberculosis remains to become a large public health problem in Indonesia. This time the government estimates that there are 583.000 new cases of tuberculosis and up to 140.000 persons die from tuberculosis annualy. Solving this problem the government has carried out the program to fight against tuberculosis by DOTS (Directly Observed Treatment Short course) strategy since 1995.
To know the success of DOTS program we use indicator or yard stick i.e. conversion rate at the end of intensive medication stage is minimal 80% and cure rate is minimal 85% of acid-fast bacilli positive new cases. In Puskesmas Kecamatan Jatinegara in 2001, the cure rate achieved 80% and the conversion rate was 90,65%. The cure rate is closely related to medication compliance of those lung tuberculosis patients. Therefore in general, the aim of this study is to obtain information about the relationship between perception, patient's knowledge , PMO (Drug Swallowing Observer), and medication compliance of lung tuberculosis patients in Puskesmas Kecamatan Jatinegara, year of 2001.
This study used cross sectional design employing both primary and secondary data. The writer collected data based on interview with questionnaires on 29 March 2002 to 8 May 2002 from all smear-positive lung tuberculosis patients as much as 92 persons who have received category-1 therapy and have completed the medication in the Puskesmas in the year 2001. The dependent variable is the medication compliance, and the independent variables are the perceived susceptability, perceived seriousness, perceived benefits minus barriers, perceived threat, knowledge of TB, and PMO. Whereas the confounding variables consist of age, gender, education and job. Processing the data the writer used univariate, bivariate analysis and multivariate analysis with multiple regression logistic.
The result of this study showed that respondents who complied with medication was 73,9% and those who uncomplied with medication was 26,1%. From the result of bivariate analysis found variables which had significant relationship to medication compliance. Those variables were perception of susceptability P value=4,045 and OR=0,314 , perception of seriousness P value= 0,034 and OR=3,26 , perception of benefits minus barriers P value 0,023 and ORO,370 , perception of threat P value x,030 and OR=0,310 ,and PMO P value-3,008 and OR=0,171. Whereas the result of multivariate analysis found three variables which had significant relationship to medication compliance i.e. persception of seriousness P value=0,013 and OR=6.221, benefits minus barriers P value-A019 and OR=5,814 , and PMO Pvalue=0,024 and OR=0,174. Nevertheless the most dominant amongst those three variables was perception of seriousness P value 0,013 and OR=6,221.
The writer suggests the management of the program to fight against lung tuberculosis in Puskesmas to give adequate and clearer information about lung tuberculosis to each patients using simple and plain language in order the patients to understand and practice it easily_ It is best that Puskesmas carries out lung tuberculosis counseling by TV and poster in the waiting room. To increase the role of PMO by the way of effective counseling and meeting with health cadres or volunteers , TOMA (public vigors) and especially with PMO who comes from family. Socialization of Pedoman Umum Promosi Penanggulangan TB published by Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Linglcungan year of 2000.
BibIiograhy : 41 (1965 - 2001)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asnawi
"Program penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan strategi Directly Observed Treatment Short course (DOTS) telah dimulai sejak tahun 1995. Diantara indikator yang dapat digunakan melihat keberhasilan strategi DOTS adalah angka kesembuhan dan angka konversi. Di kota Jambi angka kesembuhan pada tahun 2000 sebesar 87,5% di atas target nasional sebesar 85%, dan tahun 2001 turun menjadi 80%. Sedangkan angka konversi BTA (+) menjadi BTA (-) tahun 2001 hanya mencapai 65% di bawah target nasional sebesar 80%,. Terjadinya penurunan angka kesembuhan dan angka konversi tersebut mengindikasikan adanya penurunan persentase penderita Tb Paru yang patuh berobat di kota Jambi tahun 2001. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru di kota Jambi tahun 2001.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan, dengan menggunakan data primer yang di peroleh dari basil wawancara melalui kuesioner. Sampel penelitian adalah seluruh penderita Tb Paru yang telah selesai berobat sejak 1 November 2000 sampai 31 Oktober 2001 sebanyak 133 orang.
Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan, efek samping obat (ESO), jarak dari rumah ke Puskesmas, kesiapan transportasi, persepsi terhadappersediaan obat, penyuluhan oleh petugas, jenis PMO dan peran PMO mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru.
Dan hasil analisis multivariat dapat disimpulkan bahwa faktor jarak dari rumah ke Puskesmas, kesiapan transportasi, penyuluhan oleh petugas, dan peran PMO merupakan variabel yang dominan berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru di Kota Jambi tahun 2001.
Penelitian ini menyarankan pihak program dapat memanfaatkan tenaga kesehatan yang berdomisili dekat dengan penderita untuk memperrnudah pasien mengambil obat misalnya bidan di desa, perawat, petugas kesehatan di Puskesmas Pembantu.
Agar PMO benar-benar dapat melaksanakan tugas sesuai fungsi dan peranya dengan baik, maka dimasa yang akan datang disarankan perlu melakukan pemilihan PMO yang lebih selektif, dan semua PMO tersebut di beri pelatihan secara khusus sebelum pengobatan dimulai. Dengan memperhatikan kuatnya hubungan antara penyuluhan yang diberikan petugas dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru serta didukung hasil beberapa penelitian terdahulu, maka di masa akan datang perlu pengamatan secara kualitatif tentang penyuluhan langsung perorangan yang diberikar petugas kepada penderita Tb Paru di Puskesmas, dan kemungkinan altematil pengembangan keterampilan petugas dalam memberi penyuluhan lansung perorangan (misalnya dengan mengikuti pelatihan atau kursus berhubungan dengan penyuluhan tersebut).

Lung Tuberculosis control program by Directly Observed Treatment Short course (DOTS) has been started since 1995. Among the indicators that suggested the ? level of successfulness of DOTS strategy are cure rate and conversion rate. In Jambi recovery rate in year 2000 is 87,5% higher than 85% of national target, but in 2001 decrease to 80%. Whereas conversion rate of Acid-Fast Bacilli positive to negative in 2001 is only 65% below 80% of national target. The decreasing rate of recovery and conversion indicating the decreasingly of lung TB patient which obey regular medication in Jambi. This study generally to find out factors related to medication compliance of lung TB patient in Jambi year of 2001.
This study using a cross sectional design, carried out in two months, primary data obtained from interview with questionnaires. The sample is all of the 133 lung TB patients that have been taking medication since 1st of November 2000 to 31st of December 2001.
This study suggest that such factors like knowledge, drugs side effect, distance from home to community health centre, transportation, perception to drugs availability, information dissemination by health officer, and drug usage supervising have significance correlation to patient's obedient to medication. From multivariate analysis, can conclude that distance factor from house to community health centre, transportation, information by healthcare staff, and drug usage supervising are dominant variable related to lung TB patient's compliance in medication in Jambi year of 2001. This study recommended that program planner to involve every healthcare staff which living nearby patient to help patient in this medication such as midwife or community health centre staffs.
In order to encourage PMOs to do the task appropriately, in the future all PMOs should be rained before doing their job. By considering relationship between educations by healthcare staff with patient's compliance to medication and supported by the results from previous study, so in the future need qualitative observation about information directly to TB lung patient in community health centre, and alternative for developing skill of healthcare staffs in disseminating information directly to an individual.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eulis Wulantari
"Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemajuan suatu pengobatan yang telah dicapai adalah dengan melihat angka konversi pemeriksaan dahak setelah 2 bulan pengobatan (fase awal). Tingginya angka konversi diharapkan akan diikuti oleh tingginya angka kesembuhan.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi kasus kontrol berpadanan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Population target dari penelitian ini adalah 46 puskesmas dari 101 puskesmas yang ada di Kabupaten Bogor, dengan jumlah sampel penelitian terdiri dari 50 kasus dan 100 kontrol.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keteraturan berobat dengan kegagalan konversi setelah pengobatan fase awal pada penderita TB Paru BTA positif. Variabel independen adalah keteraturan berobat sebagai variabel utama, dan variabel lain yaitu umur, jenis kelamin, beratnya penyakit (lama batuk darah), penyakit komorbid (diabetes melitus, asma rematik artritis) dan vaksinasi BCG. Variabel dependen adalah kegagalan konversi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita TB paru BTA positif yang teratur berobat pada kasus adalah sebesar 44% dan yang teratur berobat pada kontrol adalah sebesar 89%. Keteraturan berobat dari lama batuk darah juga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian kegagalan konversi setelah pengobatan pada fase awal. Setelah dikontrol dengan variabel lain, terbebas dari interaksi dan faktor konfounding maka model akhir dari kegagalan konversi setelah pengobatan fase awal adalah keteraturan berobat yang membetikan risiko sebesar 1/8 kali dibandingkan dengan penderita yang tidak teratur berobat.
Berdasarkan hasil penelitian, dianjurkan pada pelaksana program puskesmas untuk melakukan pemantauan makan obat dengan memotivasi penderita maupun dengan mengoptimalkan fungi pengawas makan obat (PMO). Disamping itu anamnese yang mendalam terhadap penderita diperlukan untuk melihat kemungkinan adanya batuk darah dan lamanya batuk darah sebelum mendapat pengobatan.
Pada peneliti lain di sarankan untuk melakukan penelitian disain kohor dengan pemeriksaan laboratorium maupun radiologi. Sehingga informasi yang diperoleh berguna dan dapat dijadikan bahan masukan bagi pengambil kebijakan penyelenggaraan program TB Paru.

Regular Treatment and Failure Occurrence Risk after Initial Treatment Phase At Pulmonal Tuberculosis in Bogor Distric from 1999 to 2001Failure after initial phase treatment acts as an indicator in analyzing the improvement of the treatment in the initial phase. Conversion rate is expected to be followed by cure rate.
The research is designed as a matched case control study, and the data collected in this thesis are primary and secondary data. The target population of this research is those covered by 46 Health Centers of 101 Health Centers spread all over Bogor District. The number of the eases participate in this study is fifty while the control is one hundred.
The purpose of this thesis is to examine the relationship between treatment regularity patient and the occurrence of conversion failure after initial treatment phase. The independent variable of this research is treatment regularity as the main variable, while age, sex, severity of decease (prolonged bleeding cough), comorbid diseases (diabetes mellitus, rheumatic arthritis, asthma) and BCG vaccination as potential confounding variable. The dependent variable is conversion failure after initial treatment phase.
The result of this research showed that patients who follow their treatment schedule regularly in the control group (89%) is higher than those in the case group (44%). Treatment regularity and prolonged bleeding cough are significantly related to conversion failure after initial treatment phase in pulmonary tuberculosis.
Adjusted to the related factors by analyzing the confounding factors and interaction between them, the fixed model consisted of treatment regularity as risk protector for conversion failure after initial treatment phase lowering the risk to118 time than patient without regular treatment.
Based on the result of this study, it is suggested to the public health center programmers to observe the treatment regularity by motivating the patient and optimalizing the function of the drug-taking controller. Beside that, the in-depth anamnesis to the patient is needed to detect possibility of the existing and the length of the bleeding cough before getting the treatment.
It is also recommended to another researcher to investigate this issue using cohort design and comprehensive research through laboratory examination and radiology observation, it is expected that all information found in the research may help the stakeholders to implement the policies related to the advancement of TB program."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leny Wulandari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur peran pengetahuan terhadap perilaku pencarian pengobatan penderita suspek TB Paru setelah dikontrol oleh umur, jenis kelamin, status perkawinan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, jarak dan waktu tempuh ke Puskesmas dan RS. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang menggunakan data sekunder hasil survei Pengetahuan Sikap Perilaku (PSP-TB) 2010. Sampel penelitian adalah anggota keluarga yang berumur ≥ 15 tahun yang mengalami gejala TB Paru sebanyak 443 responden. Hasil penelitian menemukan bahwa ada hubungan antara peran pengetahuan penderita suspek TB Paru dengan Perilaku Pencarian Pengobatan TB Paru di Indonesia setelah dikontrol pekerjaan (OR=2,3, CI=1,349-3,952). Serta adanya interaksi antara pengetahuan dan pekerjaan.

This study aims to quantify the role of knowledge on treatment seeking behavior of patients with suspected pulmonary TB after controlled by age, gender, marital status, employment status, education level, distance and travel time to health center and hospital. The study was a quantitative study with cross sectional design using secondary data of Knowledge Attitudes Behaviour (PSP-TB) Survey 2010. Research sample is a sample of respondents aged ≥ 15 years with symptoms of pulmonary TB as many as 443 respondents. Based on the results of the study found there is a relationship between the role of knowledge of patients with suspected pulmonary TB with treatment seeking Behavior of Pulmonary TB in Indonesia after controlled by variable of employment status (OR = 2.3, CI = 1.349 to 3.952), and there is interaction between knowledge and employment status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31727
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Idrus Salim
"Proporsi ketidakpatuhan penderita Tb paru berobat di beberapa daerah di Indonesia, angkanya bervariasi dan umumnya masih tinggi mulai dari 30 % sampai dengan 65 %. Kepatuhan berobat sangat penting karena berhubungan dengan resistensi. Di Kota Padang Propinsi Sumatera Barat penderita Tb paru dengan pengobatan kategori 1, tidak patuh berobat sebesar 38,88 %, sehingga kemungkinan terjadinya resistensi masih cukup tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi penderita terhadap peran pengawas menelan obat dengan kepatuhan penderita Tb paru berobat di kota Padang tahun 2001. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu satu setengah bulan dengan menggunakan data primer.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus kontrol. Sampelnya adalah sebagian atau seluruh penderita tuberkulosis paru berumur 15 tahun atau lebih yang berobat ke Puskesmas di Kota Padang dari 1 Januari 2001 s/d 31 Desember 2001 yang memdapat obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I. Jumlah sampel sebesar 260 responden, yang terdiri dari 130 responden sebagai kasus dan 130 responden sebagai kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas penderita Tb paru BTA positif yang tidak patuh berobat terpapar oleh aktivitas PMO kurang baik 18,95 kali lebih besar, dibandingkan dengan probabilitas penderita Tb paru BTA positif yang terpapar dengan aktivitas PMO baik, setelah dikontrol oleh penghasilan keluarga dan pengetahuan penderita.
Pengukuran dampak potensial memberikan informasi adanya kantribusi aktivitas PMO kurang baik terhadap terjadinya ketidakpatuhan penderita Tb paru BTA positif berobat di Kota Padang sebesar 81,46 %.
Penelitian ini menyarankan kepada pengelola program perlu meningkatkan pengetahuan dan motivasi pengawas menelan obat, agar dalam melaksanakan tugas pengawasannya berjalan secara aktif. Meningkatkan pengetahuan penderita mengenai penyakit Tb paru serta akibat bila tidak patuh berobat. Dan perlu di teliti lebih lanjut terhadap variabel jenis PMO dan pekerjaan serta penghasilan keluarga dengan sampel yang lebih besar.

The Relationship of the Perception of Tb Patients on the Role of Treatment Observer and Compliance of Pulmonary Tuberculosis Patients in Padang, 2001The proportion of tuberculosis patients who does not take treatment regularly in Indonesia varies with areas, with the number ranging from 30 to 65%. Regularity in taking treatment is very crucial because it relates to drug resistance. In Padang, West Sumatra, category I tuberculosis sufferers who do not take treatment regularly is 38, 88%. Hence, the possibility of resistance is still high. The objective of the research is to study the perception relationship between the role of drug intake supervisors (DIS) or treatment observer and compliance of pulmonary tuberculosis patient attending the treatment in Padang in 2001. This study was conducted during a month and a half period using primary data.
The design used is case-control study. Its sample consists of all pulmonary TB patient age 15 or above who take treatment at public health centers in Padang from January 1 to December 31, 2001. All of TB patient received-category I anti-tuberculosis drugs. The size of the sample is 260; the respondents consist of 130 as cases and another 130 as controls. The study found that the probability of positive sputum acid fast bacilli (category I) pulmonary TB patient who do not take treatment regularly under insufficient supervision of drug intake supervisors (DIS) is 18.95 times higher than the probability of category I pulmonary TB patients who do not take treatment regularly under sufficient supervision of drug intake supervisors (DIS), after improvement of family income and knowledge level of TB patients.
As a conclusion, potential impact measurement provide information that insufficient activities of drug intake supervisors contribute to the irregularity of category I pulmonary TB patients in taking treatment in Padang of 81.46%.
It is recommended to all program directors to improve knowledge and motivation of treatment observer and compliant in order to increase effectiveness of their supervisory duties. In addition, they should also improve knowledge of pulmonary TB patients and communicate negative impacts of not taking treatment regularly. And research of this kind should be expanded in the future, especially that relates to drug intake supervisors types, jobs, and family income, with bigger samples.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gaffar
"Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan umur dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Diperkirakan 450.000' kasus baru tuberkulosis setiap tahun, dimana 1/3 penduduk terdapat disekitar Puskesmas, 1/3 lagi ditemukan pada pelayanan Rumah Sakit/Klinik Pemerintah dan Swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan dengan kematian diperkirakan 175.000 setiap tahun.
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilakukan pada semua desa (20 desa) dalam wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan dari bulan Maret 2000 sampai dengan April 2000.
Penelitian ini menggunakan metode disain Cross Sectional . Sampel adalah seluruh tersangka penderita TB Paru yang ditemukan melalui skrining sebanyak 435 penderita. Pada tersangka penderita TB Paru dilakukan wawancara melalui kuesioner untuk mengetahui kemungkinan beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru.
Hasil yang diperoleh yaitu tindakan pertama perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru 73,33 % ke fasilitas pelayanan pengobatan moderen (swasta dan pemerintah), 26,67 % ke fasilitas pelayanan tidak moderen (tidak berobat, mengobati sendiri dan pengobatan tradisional). Faktor persepsi akibat, persepsi kegawatan dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan. Selanjutnya yang dapat disarankan adalah penyuluhan tentang TB Paru (gejala-gejala, cara penularan, akibat yang dapat ditimbulkan dan pengobatan) di masyarakat perlu ditingkatkan, juga dalam pelaksanaan program P2 TB Paru selain fasilitas pelayanan pemerintah juga perlu melibatkan fasilitas pelayanan swasta (dokter praktek swasta dan Paramedis/Bidan praktek swasta)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T2090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helda Suarni
"Penyakit tuberkulosis merupakan masalah global dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Bakteri Mycobacterium tuberculosis . WHO memperkirakan dalam dua dekade pertama di abad 20, satu miliar orang akan terinfeksi per 200 orang berkembang menjadi TBC aktif dan 70 juta orang akan mati akibat penyakit ini. Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TBC didunia. Angka kesakitan penyakit TB Paru dengan hasil BTA (+) di Kota Depok khususnya Kecamatan Pancoran Mas masih cukup tinggi. Adanya masalah penyakit TB Paru di sebabkan oleh beberapa faktor risiko, salah satunya adalah faktor lingkungan seperti kepadatan hunian,ventilasi pencahayaan, suhu, kelembaban dan jenis lantai.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni tahun 2009 di wilayah kerja empat puskesmas yang ada di Kecamatan Pancoran Mas yaitu Puskesmas Pancoran Mas, Puskesmas Cipayung, Puskesmas Rangkapan Jaya dan Puskesmas Depok Jaya. Sampel yang di ambil adalah semua tersangka TB Paru yang datang berobat ke puskesmas yang berumur >= 15 tahun dan tercatat di buku register TB Paru. Jumlah sampel yang diperlukan adalah 50 untuk kasus dengan hasil pemeriksaan BTA (+) dan 50 untuk kontrol dengan hasil pemeriksaan BTA (-), di mana pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistematik random sampling. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan faktor risiko lingkungan dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok bulan Oktober tahun 2008- April tahun 2009.
Faktor risiko lingkungan yang di teliti adalah kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, suhu, dan lantai rumah dengan memperhatikan karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, prilaku batuk dan kebiasaan merokok dari responden Metode yang digunakan adalah desain kasus kontrol dengan perbandingan 1:1 dengan 50 penderita TB Paru BTA positif sebagai kasus dan 50 penderita BTA negatif kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan faktor risiko lingkungan berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah ventilasi rumah (OR=14,182 CI=5,412-37,160 %), pencahayaan (OR =9,117 CI= 3,668- 22,658) sedangkan faktor risiko lain adalah perilaku tidak menutup mulut saat batuk (OR =12,310 CI=3,375-44,890). Sedangkan untuk suhu dan kelembaban walaupun secara statistik tidak menunjukkan hubungan tetapi rata-rata tidak memenuhi persyaratan rumah sehat ( suhu rata-rata 30,84ºC dan kelembaban rata-rata 70,38 %).
Untuk itu disarankan kepada masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan rumah, berperilaku hidup bersih dan sehat dan melakukan penghijaun di rumah. Untuk petugas puskesmas sebaiknya lebih meningkatkan lagi kegiatan di klinik sanitasi, melakukan kunjungan langsung kerumah penderita TB Paru dan tidak henti-hentinya memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Untuk Dinas Kesehatan Depok sebaiknya tidak hanya menekankan kepada pengobatan penderita tetapi juga lebih kepada pencegahan penyakit ini dan kepada Pemerintah Kota Depok sebaiknya lebih meningkatkan perencanaan program rumah sehat seperti perencanaan perbaikan rumah masyarakat yang tidak mampu khususnya bagi penderita TB Paru BTA (+) dan meningkatkan program pemberantasan penyakit menular."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tjetjep Yudiana
"Penyakit tuberculosis (TB) dewasa ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat khususnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah telah melakukan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) yang merupakan komitmen internasional. Namun demikian dalam pelaksanaannya masih ditemukan hambatan, misalnya masih tingginya kegagalan pengobatan sebagaimana yang dihadapi Kabupaten Bandung. Penderita dinyatakan gagal pengobatan apabila hasil pemeriksaan ulang dahak pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan dahaknya tetap positif. Sebaliknya apabila hasilnya negatif, dapat dinyatakan sembuh.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perilaku kepatuhan mengambil obat pada penderita TB paru BTA(+) dengan pengobatan kategori I terhadap kegagalan pengobatan dan pengaruh kovariat lainnya (persediaan obat anti tuberculosis, persepsi responden terhadap jarak rumah dengan Puskesmas, penilaian responden terhadap pelayanan petugas, peranan pengawas menelan obat dan persepsi responden terhadap efek samping obat) terhadap kegagalan pengobatan di Kabupaten Bandung tahun 1999-2000.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku kepatuhan mengambil obat menggunakan kartu pengobatan (TB.01), untuk mengukur kovariat lainnya menggunakan kuesioner, sedangkan untuk mengukur status gagal dan sembuh menggunakan data sekunder (TB 03) berdasarkan laporan hasil pemeriksaan laboratorium dari PPM dan PRM.
Jenis disain penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan besar sampel berjumlah 266 responden terdiri dan 133 kasus (penderita yang dinyatakan gagal dalam pengobatannya) dan 133 kontrol (penderita yang dinyatakan sembuh). Baik kelompok kasus maupun kontrol diidentifikasi melalui pemeriksaan mikroskopis di puskesmas. Berdasarkan analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan bahwa perilaku kepatuhan mengambil obat setelah dikontrol oleh kovariat persepsi responden terhadap jarak rumah dengan Puskesmas, peranan PMO dan persepsi responden terhadap efek samping obat berpengaruh signifikan terhadap kegagalan pengobatan OR=7,422 (95% CI;4,034-13,657).
Guna meningkatkan upaya penanggulangan TB, penelitian ini menyarankan bahwa perlu mengoptimalkan kemampuan petugas kesehatan dalam memberikan motivasi kepada penderita, melibatkan lembaga yang terdekat dengan masyarakat misalnya RT/RW, mengoptimalkan peranan PMO, dan upaya khusus lainnya guna menemukan OAT yang dapat menekan sekecil mungkin risiko efek samping yang ditimbulkan oleh OAT.

Behavioral Analysis of Compliance of Pulmonary Tuberculosis Diseases with Bacterial Resistance (+) Patients to Take Drug with Medication Category I to the Medication Failure in Public Health Center Bandung Regency 1999-2000
Tuberculosis diseases (TB) today still represents the problem of health of society specially in developing countries include in Indonesia. To overcome the problem, government has conducted DOTS strategy (Directly Observed Treatment Short Course) representing international commitment However in its execution still found hindrances, for example still the high failure of medication as faced by Bandung regency.
The patients stated to be failed in medication if result of phlegm reexamining in one month before the end of medication or by the end of medication of his phlegm remains to be positive. On the contrary if its result to be negative, can be expressed to recover. The target of this research is to know behavioral influence of compliance of pulmonary tuberculosis diseases with acid bacterial resistance (+) patients to take drug with medication category I to the failure medication and other covariant influences (supply of anti tuberculosis, respondents perception to the distance of home to public health center, the respondents judge toward officer service, the role of supervisor to take the drug and respondent's perception to the drug side effects) to failure of medication in Bandung regency in 1999-2000.
Measuring instrument used to measure the compliance behavior to take drug using medication card (TB.01), to measure other covariate using questioner, while to measure failure and recover status to use secondary data (TB.03) pursuant to report result of assessment of laboratory from PPM and PRM.
The type design of this research is control case study, with the sample amount to 266 respondents consist of 133 cases (expressed patients failed in their medication) and 133 control (expressed patient recovered). Whether case group and control identified through microscopic assessment in public health center.
Pursuant to multivariate analysis with logistic regression shows that compliance behavior to take drug after controlled by respondent's perception covariate to the house distance with public health center, PMO role and respondent's perception to drug side effects have an significant effect to failure of medication OR =7,422 (95% CI: 4,034-13,657).
In order to improve TB handling effort, this research suggests that require to maximize the ability of health officer in giving motivation to patient involves closest institutes with society for example RT/RW, to maximize PMO role, and other special efforts in order to find OAT that could depress as small as possible of side effects risk generated by OAT."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Dewi Subandiyah
"ABSTRAK
Nama : Ika Dewi SubandiyahProgram Studi : Magister EpidemilogiJudul : Hubungan antara Kepatuhan Minum ARV dan OAT dengan ProgresivitasTB Paru pada Koinfeksi TB HIV di Jakarta Selatan th 2015-2017Pembimbing : dr.Mondastri Korib Sudaryo MS,DScKata kunci : koinfeksi TB HIV, Kepatuhan OAT dan ARV, Progresivitas, Survival,HazardPengobatan TB- HIV memerlukan pengobatan sekaligus yakni OAT dan ARV untukmencegah progresivitas TB. Penelitian sebelumnya, kepatuhan terhadap kedua pengobatanmasih kurang. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum OAT danARV dengan progresivitas TB paru pada koinfeksi TB-HIV di Jakarta Selatan. Desain yangdigunakan adalah Kohort Retrospektif dengan menggunakan data yang berasal dari kartupengobatan TB dan ikhtisar perawatan HIV yang dimiliki pasien TB-HIV di puskesmas danRSUD di Jakarta Selatan tahun 2015-2017. Hasilnya adalah responden yang patuh minumkedua obat 56,8 , patuh ARV 13,5 ,patuh OAT 14,2 dan tidak patuh keduanya 15,5 .29,7 penderita koinfeksi TB HIV menunjukkan progresivitas sedangkan 70,3 tidak.Analisis cox regresi menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan dengan progresivitasTB paru pada koinfeksi TB-HIV p.0.000 .Probabilitas survival pada responden yang tidakpatuh minum keduanya 17.4 , patuh minum ARV saja 30,6 ,patuh OAT saja 69,7 danpatuh keduanya 88,4 . Resiko untuk progresif pada responden yang tidak patuh minum keduaobat adalah 24 kali HR 24.56;95 CI 9.49-63.53 . Resiko responden yang patuh minum ARVsaja 8,6 kali HR 8,59; 95 CI 3.15-23.42 dan resiko yang patuh minum OAT saja 3,3 kali HR3.3; 95 CI 1.01-10.97 .ABSTRACT
Name Ika Dewi SubandiyahStudy Program Master of EpidemiologyTitle Association Of Arv And Anti Tb Drugs Adherence To Pulmonary TbProgression In Tb Hiv Co Infection In South Jakarta 2015 2017Counsellor dr.Mondastri Korib Sudaryo MS,DScKey words TB HIV coinfection, adherence, progression,survival,hazardTB HIV requires both ARV and anti TB drugs treatment at the same time to prevent theprogression of TB. Previous research, adherence to both treatments is unsufficient.The aims ofthis study is to determine the association of ARV and anti ndash TB drugs adherence to theprogression of pulmonary TB in TB HIV co infection in South Jakarta. The design used wasRetrospective Cohort using data derived from TB treatment cards and HIV care overviews ofTB HIV patients at puskesmas and Government District Hospital in South Jakarta 2015 2017.The result is the respondents who adherently drank both drugs 56.8 , adhered to ARV 13.5 ,adhered to anti TB drugs 14.2 and non adhered to both 15.5 . 29.7 of HIV coinfected TBpatients showed progressivity while 70.3 did not.Cox regression analysis showed that therewas a correlation between adherence and pulmonary tuberculosis progression in TB HIVcoinfection p.0.00 .Probability of survival in non adherent respondents was 17.4 , only ARVadherence 30.6 ,only Anti TB drugs adherence 69,7 and adhered to both 88.4 . The riskfor progressive in non adherence respondents was 24 higher than adherence to both HR 24.56 95 CI 9.49 63.53 . While the risk in adherence to ARV alone was 8.6 HR 8.59 95 CI 3.15 23.42 and adherence to Anti TB drugs alone was 3.3 HR 3.3 95 CI 1.01 10.97 ."
2018
T50052
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elyu Chomisah
"Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahun ada 450.000 kasus baru dengan kematian 175.000 orang setiap tahunnya. Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian ketiga setelah kadiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Di Propinsi Sumatera Selatan Program Pemberantasan Penyakit TB Paru dengan strategi DOTS dimulai pada tahun 1995, data dari kabupaten / kota didapat angka kesembuhan 82,98 % dan angka cakupan penemuan penderita 26,7 %, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moehamad Hoesin Palembang pada tahun 1998/1999 angka konversi 84,16 % melebihi angka nasional 80%, tetapi angka kesembuhan hanya 76,19 %, dibawah angka nasional 85%. Ketidakpatuhan berobat merupakan salah satu penyebab kegagalan penanggulangan program TB Paru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tuberkulosis Paru BTA Positif di RSUP Dr. Moehamad Hoesin Palembang Tahun 1998 -2000. Disain penelitian ini adalah kasus kontrol dengan jumlah sampel 186 responden, kriteria sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA Positif Kategori 1, 2 yang telah selesai makan obat dan berumur lebih dari 14 tahun, terdaftar dari bulan Agustus 1998 sampai dengan Desember 2000 di Bagian Penyakit Dalam Poliklinik DOTS RSUP Dr. Moehamad Hoesin Palembang. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moehamad Hoesin Palembang adalah Rumah Sakit yang pertama di Propinsi Sumatera Selatan melaksanakan Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru dengan strategi DOTS.
Hasil penelitian analisis - univariat dari 186 responden yang patuh 124 (66,7%) dan tidak patuh 62 ( 33,3%), laki-laki 130 (69,9%), umur produktif (16-45) tahun 135 orang ( 71,8%), pendidikan rendah 114 orang (61,3%), bekerja 100 (53,8%). Pada basil bivariat dari sepuluh variabel independen ternyata hanya empat variabel yang dianggap potensial sebagai faktor resiko (p< 0,25), Hasil analisis multivariat dengan metode Regresi logistik dari empat variabel independen diambil sebagai model, ternyata hanya satu variabel yang mempunyai hubungan bermakna yang paling kuat (p<0,05), yaitu pengawas menelan obat (PMO),OR =3.457. 95 5 : 1,644- 7.269, P value (Sig) = 0,0011.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa faktor - faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru BTA positif di Rumah Sakit Dr.Moehamad Hoesin tahun 1998 - 2000 adalah faktor PMO dan faktor penyuluhan kesehatan oleh petugas mempunyai hubungan bermakna secara statistik (p < 0,05) dengan kepatuhan berobat penderita TB Pam dan yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen adalah faktor Pengawas Menelan Obat (PMO).
Selanjutnya dapat disarankan kiranya faktor pengawas menelan obat (PMO) tetap dipertahankan dan dilakukan pelatihan bagi kader, keluarga, PKK KotafKecamatan 1 Kelurahan, petugas kesehatan secara berkesinambungan dan meningkatkan terns kemampuan pengelola program TB Pam di RSUP Dr.Moehamad Hoesin Palembang, Untuk penyuluhan kesehatan oleh petugas kepada penderita, masyarakat tentang penyakit TB Paru hendaknya tetap diberikan secara berkesinambungan dengan menggunakan poster, leaflet, buku pedoman. Untuk Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan agar tetap menyediakan obat anti Tuberkulosa kategori 1, 2, dan 3.

Lung Tuberculosis (Lung TB) still remains a community health problem, WHO estimates that in Indonesia, there are approximately 450,000 new cases annually with 175,000 death every year SKRT results of 1995 show that tuberculosis is the third cause of death following cardiovascular and respiratory disease and it is of the first cause of infection diseases. In South Sumatera Province, Lung TB Eradication Program with DOTS strategy has been introduced in the province since 1995. Data gathered from districts/cities indicate that the figure of healing is 82.98°/° and the figure of identified patients is 26.7%, At Dr. Moehamad Hoesin Central General Hospital of Palembang of 1998/1999, the conversion figure of 84,16% is higher than the national figure of 80%.However the figure of healing is only 76.19%, below the national figure of 85%. Disobedience to undertaking medical treatment is reportedly to be the cause of failure of Lung TB Eradication Program.
This study is aimed at investigating factors that correlate with patients' obedience to undertaking treatment of Lung TB Positive BTA in Dr.Moehamad Hoesin Central General Hospital in Palembang in 1998 - 2000. The study design employed was controlled case with sample of 186 respondents. The sample criteria used were those samples were Lung TB Positive BTA patients of Category 1 and 2 who had taken their medicines and aged more than 14. registered since August 1998 until December 2000 in Internal Diseases Unit of Polyclinic of the hospital, Dr. Moehamad Hoesin Central General Hospital is the first hospital in the South Sumatera province introducing Lung TB Eradication Program with DOTS strategy.
Result of univariat analysis shows that of 186 respondents, 124 patients (66.7%) were obedient and 62 (333%) were disobedient. The respondents consisted of 130 males (69.9%), 135 (71.8%) patients of productive age (16-45), poorly educated people of 146 (61.3%), working people of 100 (53.8%). The bivariat result indicates that of ten independent variables, only four variables considered potential as risk factor (p<0.25).The multivariat result shows that by using Logistic Regression method, of the four independent variables taken as models, only one variable proven to have the most significant correlation (p<0.05), which was supervisor taking medicine (PMO) OR=3.457.95%: 1.644-7.269, p value = 0, 0011.
It may be concluded that factors that correlate with patients' obedience to undertaking Lung TB positive BTA treatment at the hospital during 1998 - 2000 are PMO factor and health education by health worker; these are having statistically significant correlation (p<0.05) with the patients' obedience to undertaking Lung TB treatment. While the most significant influence on the dependent variable was the supervisor-taking-medicine (PMO) factor.
It may be recommended that the supervisor-taking-medicine factor be sustained; continuous training be provided for cadres, family members, Woman's Club of the city/district/village, and health workers; and management skills of officials in Lung TB Program of the hospital be improved continuously. The health education by health workers for patients and community on Lung TB disease should be sustainable provided by means of poster, flyers, manual book. The health department of South Sumatera Province should keep providing anti Tuberculosis medicines of category 1, 2, and 3."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T1239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>