Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 238728 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Daniel Jeffry
"ABSTRAK
Logam arsen merupakan salah satu logam berat yang berbahaya karena bersifat toksik jika terakumulasi dalam jaringan mahkluk hidup dan sulit terdegradasi dalam lingkungan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran logam arsen yang terdapat di dalam fraksi sedimen, mengetahui pengaruh pH pada proses ekstraksi sedimen serta mengetahui tingkat bioakumulasi logam arsen baik sebagai arsen (As) tunggal maupun campuran logam pada ikan mas (Cyprinus carpio L.). Proses pengambilan sampel sedimen dilakukan di tiga stasiun di perairan Teluk Jakarta. Proses pembuatan larutan ekstraksi berdasarkan prosedur TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure). Proses bioakumulasi dilakukan dengan memberikan toksikan kepada biota uji yaitu ikan mas (Cyprinus carpio L.) yang berlangsung selama 28 hari. Adapun toksikan yang diberikan adalah arsen tunggal dan arsen dalam campuran logam yang terdapat dalam sedimen. Sampel sedimen dan biota uji tersebut dianalisis dengan menggunakan AAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam arsen yang terdapat dalam sedimen di perairan Teluk Jakarta berkisar 1,008 -1,552 µg/g. Berdasarkan baku mutu standar internasional Dutch Quality Standards for Metals in Sediment, level terendah konsentrasi As yang masih dapat ditolerir sebesar 29 mg/kg. Kandungan logam arsen berdasarkan ekstraksi pH 3, 5, dan 7 berturut-turut adalah 0,049-0,058 µg/g, 0,077-0,091µg/g, 0,045-0,069 µg/g. Sedangkan konsentrasi logam As yang terbioakumulasi pada Cyprinus carpio L. yang diberi toksikan arsen tunggal yaitu bagian insang sebesar 0,177 µg/g dan daging sebesar 0,166 µg/g. Sementara logam arsen yang terbiokumulasi pada Cyprinus carpio L. yang diberi toksikan arsen dalam campuran logam yaitu pada bagian insang sebesar 0,166 µg/g dan daging sebesar 0,162 µg/g. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan arsen dalam sedimen di Teluk Jakarta masih tergolong aman dan pH berpengaruh dalam proses pelepasan logam arsen dalam sedimen serta logam arsen berpotensi terbioakumulasi dalam tubuh biota.

ABSTRACT
Arsenic is one of dangerous heavy metal that is toxic if it accumulates in living tissue and it is difficult to degrade in the environment. This research was conducted to determine the level of arsenic contamination present in the sediment fraction, determine the effect of pH on the extraction process and determine the level of bioaccumulation of sediment arsenic well as arsenic (As) single or a mixture of metals in carp (Cyprinus carpio L.). The process of sediment sampling conducted at three stations in Jakarta Bay of waters. The process of making extraction solution based on TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) procedure. Bioaccumulation process is done by giving the test toxicant to Cyprinus carpio L. and is held for 28 days. The toxicant was given a pure arsenic and arsenic that mix with another metals in the sediments. Sediment and biota samples were analyzed by AAS. The results showed that the levels of arsenic in the sediment ranged 1,008 -1.552 µg/g. Based on Dutch Quality Standards for Metals in Sediments international the lowest concentrations of As can still be tolerated by 29 µg/g. The level of the arsenic content by extraction pH 3, 5, and 7 in a row is 0.049 to 0.058 µg/g, 0.077 to 0.091 µg/g, from 0.045 to 0.069 µg/g. While the heavy metal concentrations of As in Cyprinus carpio L. bioaccumulated who were given a pure arsenic toxicant in the gills is 0,177 µg/g and the flesh is 0,166 µg/g. While arsenic bioaccumulated in Cyprinus carpio L. that given arsenic mixed toxicant with another alloy in the gills is 0,166 µg/g and in the flesh is 0,162 µg/g. This case indicates that the level of arsenic in sediments is still relatively safe, pH influence the process of arsenic released in sediment and the arsenic is potentially bioaccumulated organism."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42596
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mariska Winda Asrini
"Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah merencanakan pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE). Dalam pengoperasiannya akan terjadi pelepasan radionuklida ke lingkungan, salah satunya adalah 137Cs. Untuk itu diperlukan bioindikator untuk mengidentifikasi adanya pencemaran 137Cs. Kinetika proses bioakumulasi 137Cs melalui jalur air laut pada kerang hijau (Perna viridis) dan udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dari Teluk Jakarta telah diteliti dengan mengamati pengaruh variasi bobot biota. Eksperimen akuaria dilakukan terhadap empat kelompok ukuran dengan dua kali pengulangan. Percobaan dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu akumulasi/pengambilan, depurasi/pelepasan serta pemodelannya.
Hasil penelitian menunjukkan kenaikan bobot biota menurunkan laju pengambilan dan laju pelepasan 137Cs oleh Perna viridis dan Harpiosquilla raphidea. Nilai faktor biokonsentrasi (BCF) Perna viridis dengan bobot 2,89 g; 6,13 g; 10,27 g; dan 12,26 g berturut-turut adalah sebesar 4,29 mL g-1; 3,35 mL g-1; 3,20 mL g-1; dan 2,86 mL g-1, sedangkan nilai faktor biokonsentrasi (BCF) Harpiosquilla raphidea dengan bobot 38,27 g; 40,19 g; 50,89 g; dan 61,22 g berturut-turut adalah sebesar 10,39 mL g-1; 10,32 mL g-1; 10,20 mL g-1; dan 9,88 mL g-1. Dibandingkan dengan Perna viridis, Harpiosquilla raphidea lebih cocok digunakan sebagai bioindikator pencemaran 137Cs berdasarkan akumulasi pada keseluruhan tubuh.

National Nuclear Energy Agency (BATAN) has already decided to build an experimental nuclear reactor. In the operational process, this reactor will release some radionuclides to the environment and one of them is 137Cs. Due to this phenomenon, researchers need some bioindicators to determine the contamination of 137Cs. The kinetics of 137Cs bioaccumulation through seawater pathway on green mussel (Perna viridis) and mantis shrimp (Harpiosquilla raphidea) have been investigated by observing the effects of varying body sizes. An aquaria experiment is applied to four body size groups with two replications. The experiment was carried out by 3 steps such as: uptake, depuration, and modelling.
The results showed that the uptake and elimination rates decreased along with the increasing body size. The values of bioconcentration factor (BCF) on Perna viridis 2,89 g; 6,13 g; 10,27 g; and 12,26 g were found to be 4,29 mL g-1; 3,35 mL g-1; 3,20 mL g-1; and 2,86 mL g-1, while on Harpiosquilla raphidea 38,27 g; 40,19 g; 50,89 g; and 61,22 g were found to be 10,39 mL g-1; 10,32 mL g-1; 10,20 mL g- 1; and 9,88 mL g-1, respectively. Compared to Perna viridis, Harpiosquilla raphidea can be considered as a convenient bioindicator on the basis of the whole body accumulation.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiar Asita Baramanda
"Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN sebagai institusi di Indonesia yang mengurusi pengaplikasian energi nuklir untuk Indonesia telah mengoperasionalkan RSG 30Mwatt di Kawasan Puspitek Serpong sejak tahun 1987. Reaktor ini berpotensi melepaskan radiasi dari unsur-unsur radioaktif dari hasil reaksi fisi unsur tersebut. Potensi cemaran ini dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan dan kesehatan lingkungan sekitar, khususnya lingkungan perariran terdekat seperti Sungai Cisadane. Beberapa radionuklida antropogenik seperti 137Cs sulit terdeteksi sehingga diperlukan adanya metode evaluasi kualitas lingkungan berdasarkan analisisnya tehadap jaringan molekul suatu organisme yang terpapar radionuklida tersebut, metode ini disebut Biomonitoring. Pada penelitian ini dilakukan eksperimen biokinetik dengan penentuan nilai Faktor Konsentrasi CF dan Faktor Biokonsentrasi BCF radionuklida 137Cs oleh Ikan Mas Cyprinus carpio melalui jalur air tawar yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan akuatiknya , yaitu konsentrasi Ion Kalium K Percobaan dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu akumulasi/pengambilan, depurasi/pelepasan dan pembedahan organ. Hasil penelitian menunjukkan kenaikan konsentrasi K dalam media menurunkan nilai CF pada Cyprinus carpio. Nilai faktor konsentrasi CF 137Cs oleh Cyprinus carpio setelah akhir akumulasi dalam kondisi media dengan variasi konsentrasi Kalium 2,5 ; 5 ;7,5 ; dan 10 ppm berturut ndash; turut adalah 2,762 ; 2,645 ; 2,637 ; 2,586 ml.g-1 dan nilai Faktor Biokonsentrasi BCF variasi konsentrasi ion K 2,5 ; 5 ; 7,5 ; dan 10 ppm berturut-turut adalah 1,32 ; 2,12 ; 1,77 ; 2,07 ml.g-1. Berdasarkan nilai-nilai tersebut , Ikan Mas Cyprinus carpio dapat dikategorikan sebagai bioindikator dari 137Cs.

Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN as an institution in Indonesia that developed nuclear energy in Indonesia has operated RSG 30 MWatt in Puspitek Serpong Area since 1987. This reactor has the potential to emit radiation from radioactive elements produced by fission reaction of the elements. The environmental hazard potential is feared to disrupt the balance and health of surrounding environment, especially the nearby waters like Cisadane River. Few anthropogenic radionuclides like 137Cs are difficult to detect that the need for a method to evaluate environment quality based on molecular network of an organism exposed to the radionuclide arises, and the said method is called Biomonitoring. In this study biokinetic experiment is conducted with determination of Concentration Factor CF and Bioaccumulation Factor values of 137Cs by Goldfish Cyprinus carpio by means of freshwater influenced by its aquatic environment condition, which is Potassium ion concentration K . This test is conducted through three steps, which is accumulation sampling, depuration release, and organ dissection. The results of the tests showed the increase of K concentration in the medium decrease CF value of Cyprinus carpio. CF value of 137Cs concentration by Cyprinus carpio after the end accumulation in media conditioned with variation of Potassium concentration 2.5 5 7.5 and 10 ppm respectively are 2.762 2.645 2.637 2.568 ml.g 1 and Bioconcentration Factor BCF for variation of K ion concentration 2.5 5 7.5 and 10 ppm respectively are 1.32 2.12 1.77 2.07 ml.g 1. Based on those values, Goldfish Cyprinus carpio can be categorized as bioindicator for 137Cs. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S70102
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Afriani
"Pada penelitian ini dilakukan pemodelan untuk mengetahui pola bioakumulasi Zn dan 137Cs pada kerang kuda (Modiolus Micropterus) serta prediksi spesiasi kimia Zn (menggunakan Software ChemEQL) dengan melihat pengaruh berbagai konsentrasi, salinitas dan pH. Jalur paparan kontaminan dilakukan melalui jalur air dengan konsentrasi Zn2+ dan 137Cs+ sebagai kontaminan masing-masing dengan kisaran berturut-turut 0.1; 0.3; 0.5; 0.7 ppm dan 1; 2; 3; 4 Bq.mL-1, salinitas dengan kisaran 25, 26, dan 28 ppt, serta pengaruh pH yang merepresentasikan Ocean Acidification dengan kisaran 7.1; 7.5; 8.3. Setiap hari seluruh biota uji dianalisis dengan radiotracer 65Zn dan 137Cs menggunakan spektrometer gamma untuk memperoleh data pengambilan kontaminan. Paparan dihentikan saat pengambilan Zn2+ dan 137Cs+ dalam tubuh kerang telah mencapai keadaan tunak (steady state). Selanjutnya, dilakukan proses depurasi pada kerang menggunakan metode pengaliran air laut berulang. Selama proses ini, setiap hari seluruh biota uji dianalisis menggunakan spektrometer gamma untuk memperoleh data pelepasan kontaminan. Pada eksperimen ini didapatkan nilai CF maksimal dalam berbagai konsentrasi, salinitas dan pH masing-masing sebesar 45.54 mL.g-1; 33.26 mL.g-1; 33.47 mL.g-1 untuk bioakumulasi Zn2+ dan 7.35 mL.g-1; 9.66 mL.g-1.; 7.56 mL.g-1 untuk bioakumulasi 137Cs+. Dengan demikian, perubahan berbagai konsentrasi, salinitas, dan pH (representasi Ocean Acidification) mempengaruhi pola bioakumulasi seng dan radiocesium serta spesiasi kimia yang menunjukkan ketersediaan ion Zn2+ dan spesies Zn yang dominan.

In this research, modeling was carried out to study of bioaccumulation patterns of Zn and 137Cs in Horse Mussels (Modiolus micropterus) and chemical speciation prediction (by Software ChemEQL) by looking at the variation of the concentration, salinity, and ocean acidification. The path of contaminant exposure is carried out by seawater pathway, under the variation of Zn2+ and 137Cs+ each with a combination of 0.1; 0.3; 0.5; 0.7 ppm and 1; 2; 3; 4 Bq. mL-1, respectively, salinity in the range of 25; 26; 28 ppt, and pH variations in the range of 7.1; 7.5; 8.3. Everyday mussels are counted out using a Gamma Spectrometer to obtain data taken from radiotracer 65Zn and 137Cs. Exposure stops when 65Zn and 137Cs activity in the body of the organism tested reaches steady-state conditions. Next, a depuration process was carried out on the organism tested using the recurrent seawater flow method. During this process, every day all activity trials are carried out 65Zn and 137Cs using a Gamma Spectrometer to obtain contaminant release data. In this experiment the CF maximum values obtained at concentrations, salinity and pH were 45.54 mL.g-1; 33.26 mL.g-1; 33.47 mL.g-1 for Zn2+ bioaccumulation and 7.35 mL.g-1; 9.66 mL.g-1; 7.56 mL.g-1 bioaccumulation of 137Cs+. Thus, changes in concentration, salinity, and pH variations (representing Ocean Acidification) affect bioaccumulation and radiocesium patterns as well as chemical speciation that show the contribution of Zn2+ ions and dominant Zn species.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T54871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Cahaya Dani
"Logam berat seperti nikel dan kadmium yang berasal dari limbah-limbah hasil kegiatan manusia (industi, domestik) dapat mengakibatkan pencemaran dan mengendap pada sedimen dasar laut. Perubahan pH perairan, dapat menyebabkan terjadinya proses pelepasan (leaching) logam di sedimen ke badan perairan kemudian terbioakumulasi pada biota di lingkungan tersebut. Untuk melihat adanya pengaruh perubahan pH pada proses pelepasan (leaching) logam tersebut, dilakukan ekstraksi pada sedimen dengan berbagai variasi pH (TCLP method). Dari hasil studi pelepasan tersebut terdeteksi adanya logam kadmium (Cd) dan nikel (Ni), untuk melihat sifat bahaya dari logam kadmium dan nikel, dilakukan uji simulasi bioakumulasi logam pada biota perairan dengan menggunakan bioindikator Cyprinus carpio (OECD Guideline 305).
Berdasarkan hasil data analisa didapatkan kadar nikel dalam sedimen pada ekstrak pH 3, 5 dan 7 mencapai 2,55 - 27,94 μg/g sedangkan untuk kadmium mencapai 4,31- 4,68 μg/g. Pengamatan bioakumulasi logam nikel dan kadmium pada ikan dilakukan selama 28 hari dengan melihat kadar kadmium dan nikel pada daging dan insang ikan. Pada daging ikan, konsentrasi kadmium tertinggi yaitu sebesar 3,179 μg/g sedangkan pada insang adalah 5,392 μg/g. Konsentrasi nikel tertinggi pada daging ikan adalah sebesar 4,557 μg/g sedangkan untuk insang adalah sebesar 10,417 μg/g. Hasil studi menunjukkan adanya akumulasi logam kadmium dan nikel pada biota.

Heavy metals such as nickel and cadmium from the waste of human activities (industry, domestic,) can lead the pollution and sediments deposited on the seabed. Water pH changing, can lead to the release (leaching) metals in the sediment into the water body and then it will be bioaccumulated on biota arround the environment. To see the effect of pH changing on the release (leaching) of these metals, extracting the sediment at pH variations has done (TCLP method). From the results of detection metals cadmium (Cd) and nickel (Ni) release studies, to see the hazards of cadmium and nickel metal, carried out a simulation of bioaccumulation test on biota using bioindikator Cyprinus carpio (OECD Guideline 305).
Based on the analysis of data obtained in the nickel content in the sediment extract pH 3, 5 and 7 reached 2.55 to 27.94 μg/g, while for cadmium reaches 4.31 to 4.68 μg/g. Observation of metallic nickel and cadmium bioaccumulation in fish hass done for 28 days by looking at levels of cadmium and nickel on the gills of fish and meat. In the flesh of fish, the highest cadmium concentration of 3.179 μg/g while in the gills is 5.392 μg/g. The highest nickel concentrations in fish flesh is equal to 4.557 μg/g while for gill is equal to 10.417 μg/g. The study results indicate the presence of cadmium and nickel metal accumulation on biota.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42602
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farihah Rahma Harfiatin
"Dalam penelitian ini dilakukan studi bioakumulasi dan depurasi ion logam Nikel yang diamati dari spesies kerang hijau atau Perna viridis yang diperoleh dari Muara Kamal, Jakarta Utara. Kerang hijau yang mengandung ion logam Nikel apabila dikonsumsi masyarakat dalam jumlah banyak akan menimbulkan efek toksisitas. Oleh karena itu, untuk mengurangi kadar ion logam Nikel yang terkandung di dalam kerang hijau dibutuhkan metode depurasi. Terlebih dahulu, dilakukan bioakumulasi ion logam Nikel sebesar 0,13 ppm. Hasilnya, didapatkan logam berat Nikel yang terakumulasi di tubuh kerang hijau sebesar 12,12 mg/kg. Kemudian dilakukan depurasi dengan pengaliran air berulang selama tujuh hari, perendaman asam asetat dan asam sitrat dengan konsentrasi 0.75 , 1.5 dan 2.25 selama dua jam. Sehingga, didapatkan penurunan kadar ion logam Nikel yang terbesar dengan depurasi asam sitrat 2,25 menjadi 6,60 mg/kg. Penentuan kadar ion logam nikel menggunakan alat instrument SSA Spektroskopi Serapan Atom . Ditentukan juga kadar protein sebelum dan sesudah depurasi dengan metode kjeldahl. Kadar protein sebelum depurasi 18,51 dan setelah depurasi mengalami penurunan terbesar pada depurasi pengaliran air sebesar 11,07 . Diharapkan, dengan metode depurasi ini bisa dipergunakan dalam skala rumah tangga.

In this study, conducted studies bioaccumulation and depuration of ions metal nickel were observed from the species of green mussels or Perna viridis from Muara Kamal, North Jakarta. Green mussels containing ions metal nickel when consumed by the public in large quantities will cause toxic effects. Therefore, to reduce the levels of ions metals nickel contained in the green mussels required depuration method. First, bioacumulation metals of nickel is 0.13ppm. The result, obtained heavy metal Nickel that accumulates in the body of green mussels is 12.12 mg kg. Then, depuration with recurrent water drainage for seven days, soaking of acetic acid and citric acid with concentration 0.75 , 1.5 and 2.25 for two hours. Thus, the largest decrease of ion metal nickel content with citrate acid depuration 2.25 became 6.60 mg kg. Determination of the levels of metal ions using AAS Atomic Absorption Spectroscopy . Also, determined protein levels before and after depuration with kjeldahl method. Protein content before depuration was 18.51 and after depuration experienced the greatest decrease in water drain depuration by 11.07 . Hopefully, with this depurasi method can be used in a household scale."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Akbar
"Pencemaran lingkungan yang dihasilkan oleh aktivitas fisik, biologis, dan (geo)kimiawi menjadi kekhawatiran utama karena memiliki konsekuensi yang merugikan terhadap ekosistem. Pada penelitian ini, serangkaian tahapan digesti, ekstraksi dengan berbagai variasi pH, dan simulasi dilakukan terhadap sedimen dan air di sungai Pesanggrahan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia untuk menentukan kadar logam kromium dan timbal secara keseluruhan, kemudahan logam terlepas dari sedimen, dan potensi bioavailabilitasnya pada biota uji menggunakan bioindikator ikan mas (Cyprinus carpio L). Hasil uji menunjukkan bahwa kadar timbal dalam sedimen dapat mencapai 9,435–11,245 μg/g pada fraksi pH 3, 8,560–9,695 μg/g pada fraksi pH 5, dan 6,220–7,605 μg/g pada fraksi pH 7 dan kadar kromium dalam sedimen dapat mencapai 12,505–13,522 μg/g pada fraksi pH 3, 10,545–11,945 μg/g pada fraksi pH 5, dan 8,655–9,691 μg/g pada fraksi pH 7. Hasil uji bioakumulasi logam kromium dan timbal selama 28 hari menunjukkan bahwa kadar timbal dan kromium tertinggi pada daging ikan sebesar 0,220 dan 0,851 μg/g dan kadar timbal dan kromium tertinggi pada insang ikan sebesar 0,278 dan 0,965 μg/g. Hasil studi menunjukkan bahwa logam timbal dan kromium dapat terakumulasi pada biota ikan.

Environmental pollution induced by physical, biological, and (geo)chemical activities have become a major concern because of their adverse consequences to aquatic ecosystem. In this study, digestions, extractions at various pH, and bioaccumulation tests were carried out on the sediment and water from the Pesanggrahan river, South Jakarta, Special Capital Region of Jakarta, Indonesia to determine the overall metal content of chromium and lead, feasibility of metal leaching from sediment, and its bioavailability potential by using freshwater fish (Cyprinus carpio L.) as a bioindicator. Extraction of sediment at various pH showed that the range of lead content was 9.435–11.245 μg/g at pH 3, 8.560–9.695 μg/g at pH 5, and 6.220–7.605 at pH 7 and the range of chromium was 12.505–13.522 μg/g at pH 3, 10.545–11.945 μg/g at pH 5, and 8.655–9.691 μg/g at pH 7. A 28-days bioaccumulation test showed that the highest levels of lead and chromium in the fleshes were 0.462 and 0.983 μg/g and 0.475 and 0.978 μg/g in the gills, respectively. This study indicated that lead and chromium metals has a potential to accumulate in fish."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasqia Putri Soniansi
"Pada penelitian ini dilakukan simulasi pencemaran logam berat Seng (Zn) pada kerang hijau (Perna viridis). Proses bioakumulasi kerang hijau melalui jalur pakan dengan perunut radioaktif 65Zn. Pakan yang digunakan dengan diberikan kontaminasi logam seng yakni Botryococcus braunii. Proses Bioakumulasi dilakukan pada variasi suhu air laut 30, 31, dan 32°C. Setiap hari seluruh hewan percobaan dianalisis menggunakan spektrometer gamma untuk memperoleh data pengambilan kontaminan dari aktivitas 65Zn. Untuk mengurangi kandungan logam yang terdapat pada biota uji dilakukan metode depurasi.
Metode depurasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pengaliran air berulang dan perendaman asam. Pada metode perendaman asam digunakan asam asetat dengan variasi waktu selama 30 menit, 60 menit, 120 menit dan 180 menit serta variasi konsentrasi 0.025 %, 0,050%, 0,075%, dan 0,100 %. Setelah selesai, kemudian dilihat pengaruh metode depurasi terhadap kandungan pada protein Perna viridis dengan metode kjehdahl.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai ku yang didapat dari nilai faktor konsentrasi paparan ion logam Zn selama 7 hari yakni 0,17 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 30oC, 0,18 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 31oC dan 0,27 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 32°C. Sementara nilai ke untuk perlakuan depurasi dengan metode pengaliran air berulang didapatkan 0,10 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 30°C, 0,09 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 31°C, dan 0,07 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 32°C. Selanjutnya pada penelitian ini didapatkan nilai BAF sebesar 21,13 Bq/gram.hari untuk variasi suhu 30°C, 26,67 Bq/gram.hari untuk suhu 31°C, dan 61,67 Bq/gram.hari untuk suhu 32°C.

In this study a simulation of heavy metal zinc (Zn) ion contamination in green mussel (Perna viridis) was carried out. Bioaccumulation process of green mussel through food pathway using 65Zn radioactive tracer. Botryococcus braunii was used to be food of heavy metal zinc contamination. The bioaccumulation process is carried out at variations in sea water temperature 30, 31 and 32°C. Every day all green mussels were analyzed using a gamma spectrometer to obtain contaminant retrieval data from 65Zn activities. To reduce the metal content found in the test biota, needs depuration method.
The depuration method used in this study is a method of repetitive water flow recirculating depuration and using acid. The acid method uses acetic acid with a variation of time is 30 minutes, 60 minutes, 120 minutes and 180 minutes and variations in concentration of acetic acid 0.025%, 0.050%, 0.075%, and 0.100%. After that, the effect of the depuration method on green mussels was analyzed by kjehdahl method.
Based on the results, uptake value (ku) obtained from metal ion Zn exposure during 7 days is 0.17 Bq /gram.day for 30oC sea water temperature variation, 0.18 Bq/gram.day for 31oC sea water temperature variation, 27 Bq/gram.days for 32°C sea water temperature variations. While the depuration value (ke) treatment with water flow method is obtained 0.10 Bq/gram.days for variations in sea water temperature of 30oC, 0.09 Bq/gram.days for variations in sea water temperature of 31°C, and 0.07 Bq/gram.days for 32°C sea water temperature variations. Furthermore, in this study the BAF value was 21.13 Bq/gram.days for temperature variations of 30°C, 26.67 Bq/gram.days for 31°C, and 61.67 Bq/gram.days for 32°C.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitha Eka Puteri
"Tingginya tingkat pencemaran pantai Tanjung Pasir, Tanggerang, Banten memungkinkan terakumulasinya Zn dan radionuklida Cs di dalam biota, seperti kekerangan. Pada penelitian ini, Kerang Salju (Pholas dactylus) digunakan sebagai biomonitoring logam berat yang terakumulasi. Konsentrasi logam berat yang terakumulasi dipengaruhi oleh keadaan fisikokimia lingkungan seperti peningkatan konsentrasi logam, penurunan salinitas, dan penurunan tingkat keasaman. Peningkatan kadar CO2 di udara dapat meningkatkan jumlah CO2 yang teradsorpsi oleh permukaan laut sehingga membentuk asam karbonat yang dapat menurunkan pH air laut ke pH netral. Hasil dari penelitian ini menunjukkan  P. dactylus mengakumulasi dan mendepurasi spesi Zn secara maksimal pada konsentrasi 0,7 ppm, salinitas 28 ppt, dan pH 8,4 pada proses bioakumulasi dan 7,5 pada depurasi. Radionuklida Cs secara maksimum terakumulasi pada aktivitas radionuklida 3 Bq/ml, salinitas 28 ppt, dan pH 8,4 dan terdepurasi maksimum pada aktivitas Cs 3 Bq/ml, salinitas 28 ppt dan pH 7,5. Perubahan pH yang merepresentasikan ocean acidification mempengaruhi pola bioakumulasi Zn dan 137Cs pada Kerang Salju. Nilai CF spesi Zn yang maksimum diperoleh sebesar 11,14 mL/g dengan laju bioakumulasi maksimum sebesar 0,42 hari-1 sedangkan nilai CF radionuklida Cs sebesar 2,66 mL/g dengan laju bioakumulasi maksimum 0,10 hari-1. Berdasarkan teori spesiasi Zn yang mudah diadsorpsi adalah Zn2+ namun konsentrasinya paling rendah dibandingkan spesiasi Zn lainnya. Berdasarkan model, spesiasi Zn yang dominan adalah ZnCl42-.

The high level of pollution of the coast of Tanjung Pasir, Tangerang, Banten allows accumulation of Zn metals and Cs radionuclides in biota, such as shells. In this research, Pholas dactylus is used as biomonitoring of accumulated Zn and Cs. Accumulation of Zn and Cs are influenced by environmental conditions such as increasing metal concentrations, decreasing salinity, and decreasing acidity. Increasing levels of CO2 in the air can raise the amount of CO2 absorbed by the surface of the sea so that it forms carbonic acid which can decrease pH of seawater. This study showed that P. dactylus accumulated and depurated Zn maximum at concentrations 0,7 ppm, salinity 28 ppt, and pH 8,4 in the accumulation process and 7,5 in depuration. Radionuclides Cs maximum accumulated at 3 Bq / ml, salinity 28 ppt, and pH 8,4 in the accumulation process and pH 7,5 in depuration. Changes in pH that represent ocean acidification affect the pattern bioaccumulation of Zn and Cs in P. dactylus. The maximum concentration factor value of Zn was 11,14 mL / g and the maximum accumulation rate of 0,42 days-1 while the maximum concentration factor value of  Cs was 2,66 mL / g and the maximum accumulation rate of 0,10 days-1. Based on the theory, speciation of Zn easily adsorbed is Zn2+ but its concentration is the lowest compared to others. Based on the model, the dominant speciation of Zn in seawater is ZnCl42-."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T54539
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradilla Maulina
"Operasional Reaktor Serba Guna (RSG) 30 MW di kawasan Puspitek, Serpong yang memungkinkan terjadinya pelepasan radionuklida yang akan mengkontaminasi sistem perairan, salah saatunya adalah Cesium-137. Biota laut mampu mengakumulasi zat radioaktif sehingga konsentrasinya pada tubuh biota menjadi berlipat dibandingkan konsentrasi zat radioaktif di lingkungan. Kontaminasi dapat terjadi melalui jalur internal (ingesti) maupun jalur eksternal (radiasi lingkungan). Didukung oleh hal tersebut maka dilakukan studi bioakumulasi 137Cs oleh ikan kerong-kerong (Therapon jarbua) dari perairan Teluk Jakarta melalui jalur air laut.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme bioakumulasi 137Cs dengan faktor pengaruh salinitas dan suhu air pada T. jarbua dengan menggunakan metode biokinetika kompartemen tunggal melalui tiga tahap percobaan yaitu, aklimatisasi, kontaminasi dan depurasi serta dilakukan pengukuran aktivitas 137Cs dengan spektrometer gamma HPGE. Hasil penelitian menunjukkan Nilai faktor biokonsentrasi (BCF) pada salinitas 26?; 29?; 32?; dan 35? berturut-turut adalah 2.22; 2.14; 1.56; dan 6.17 mL g-1, sedangkan nilai BCF pada suhu 28˚C; 31 ˚C;34 ˚C; dan 37 ˚C berturut-turut adalah sebesar 2.78; 3.25; 3.79; dan 3.51 mL g-1.

The 30MW-Serba Guna Reactors (RSG) in puspitek ,Serpong may allow the release of the radionuclides that would contaminate the water system, one of them, is Caesium-137. Marine organisms are capable of accumulating the radioactive substances, resulting a higher concentration of it inside their body in contrast to the environment. Contamination can occur through internal pathways (ingestion) or external pathway (radiation in the environment). Supported by these statement, the 137Cs bioaccumulation study was performed by observing Target Fish (Therapon jarbua) from the Jakarta Bay.
This research is intended to study the bioaccumulation's mechanism of 137Cs with the influence of salinity and water temperature on T. jarbua using a single-compartment biokinetic model by doing three experimental processes, namely acclimatization, contamination, and depuration. The activity of 137Cs was measured by High-purity Germanium (HPGE) gamma spectrometer. The results shows the values of bioconcentration factor (BCF) on T. jarbua at 26 ?; 29 ?; 32 ?; and 35 ? salinity, which are 2.22; 2.14; 1.56; and 6.17 mL g-1, respectively. On the other hand, the BCF values at 28°C; 31 °C; 34 ° C; and 37 ° C temperature are 2.78; 3.25; 3.79; and 3.51 mL g-1, respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64449
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>