Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutri Prianugrah
"Korosi retak tegang pada austenitic stainless steel yang mengalami sensitasi kerap terjadi pada wadah dalam ukuran tonase, pipa, heat exchanger, water cooled nuclear power plant. Faktor pemicu berupa fenomena sensitasi yang membentuk karbida krom di batas butir akibat dari proses las, flame cutting, perlakuan panas, metal fabrication atau pun material yang sedang beroperasi pada temperatur tinggi. Adanya tegangan yang dapat berupa tegangan sisa dan tegangan aplikasi. Dan juga lingkungan korosif.
Pada penelitian ini menggunakan metode bent beam pada lingkungan salt spray dengan varibel laju pendinginan berupa pendinginan air, udara dan tungku dengan pemanasan temperatur 800°C waktu tahan 100 menit. Pengamatan pada penelitian ini meliputi pengamatan keberadaan karbida krom menggunakan elektro etsa, pengamatan perilaku korosi visual menggunakan dye penetrant test, mikrostruktur dan pengujian mekanik berupa pengujian kekerasan Rockwell.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbida krom terbentuk pada sampel dengan pendinginan air, udara dan tungku, dengan kuantitas terbanyak ada pada sampel pendinginan tungku kemudian udara, dan kromium karbida paling sedikit ada pada sampel pendinginan air. Kekerasan tertinggi ada pada sampel pendinginan air 63.1 HRB, kemudian udara 62.5 HRB dan kekerasan terendah pada pendinginan tungku 61.9 HRB. Pengamatan perilaku korosi pada semua sempel menunjukkan belum adanya retak, namun terdeteksi adanya pitting dengan kuantitas pitting yang beragam.

Stress corrosion cracking in sensitized austenitic stainless steel sometimes happened in the tonnage storage, pipe, heat exchanger, and water cooled nuclear power plant. The factor that initiate SCC in this case is a sensitization which form chrome carbide in grain boundaries which is caused by welding, flame cutting, heat treating, metal fabrication or high temperature operation. The stress comes from applied stress and residual stress. And corrosive environment.
This research used bent beam method in salt spray environment. The different cooling rate was applied to the samples. The medium of cooling used in this research are water cooling, air cooling and furnace cooling. The sampel was sensitized at 800°C and 100 min holding time. Observations of this research included identification of Karbida krom with electro etching and optical microscope, observation of corrosion behavior with dye penetrant test and optical microscope, and hardness rockwell testing.
The result shows that chrome carbide can be formed with water cooling, air cooling and furnace cooling. The highest quantities of chrome carbide is in furnace cooling sample and the second place is air cooling sample. And the lowest quantities of Cr carbide is in air cooling sample. The hardest is in water colling sample 63.1 HRB. Air cooling sample 62.5 HRB. And furnace cooling sampel 61.9 HRB. The observation of corrosion behavior shows pitting corrosion but there aren't cracks yet. The pits have variation amounts in every variables samples.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42817
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rendi Fajar Binuwara
"ABSTRAK
Aluminium Alclad 2014 memberikan kekuatan tinggi dan ketahanan korosi yang
baik pada lingkungan yang korosif untuk diaplikasikan pada industri pesawat
terbang. Pengaruh proses penuaan terhadap ketahanan korosi retak tegang dengan
parameter waktu (5 jam, 8 jam, dan 10 jam) ditinjau dengan standar Bent-Beam
ASTM G39 dalam lingkungan salt spray NaCl 5% sesuai dengan ASTM B117
selama 10 hari. Perilaku korosi sampel dengan menggunakan salt spray
menujukkan tidak adanya korosi retak tegang pada semua kondisi, tetapi korosi
lubang yang cukup parah pada kondisi penuaan alami (T4). Ketahanan korosi
yang lebih baik dalam lingkungan Cl- diperoleh pada semua kondisi penuaan.
Dalam aluminium paduan Al-Mg-Si (seri 6xxx), yang berfungsi sebagai lapisan
clad dari aluminium 2014, endapan MgSi2 menjadi tempat terserangnya korosi
karena endapan ini bersifat anodik dibandingkan matriks Al. Ketahanan tertinggi
hingga paling rendah terhadap korosi lubang dan korosi retak tegang dari
aluminium Alclad 2014 berturut-turut adalah kondisi penuaan 8 jam, 5 jam, 10
jam, dan T4 akibat distribusi fasa intermetalik.

ABSTRACT
Aluminum Alclad 2014 is used when high strength with good resistance to
corrosion are required, include in aircraft industry. Effect of artificial aging time
parameters ( 5 hour, 8 hour, and 10 hour) on improvement stress corrosion
cracking was investigated using Bent-Beam Test Method with ASTM G39 in salt
spray contain 5% NaCl according to ASTM B117 within 10 days. Corrosion
behavior of specimen using salt spray showed no stress corrosion cracking
occurred, but severe pitting corrosion was introduced in natural aging (T4)
condition. Greater corrosion resistance in Cl- containing environment achieved in
artificial aging process. In Al-Mg-Si alloy (6xxx series) as cladding of aluminum
2014, MgSi2 precipitate are reported to activate corrosion process in which MgSi2
acts as anode and dissolve preferentially than matrix Al cathode. Sequence of
pitting and stress corrosion resistance with anodic dissolution for the specimen is
8 hour, 5 hour, 10 hour, and T4 due to distribution of intermetallic phase."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42180
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elriandri
"Degradasi material yang terjadi akibat adanya kontak dengan lingkungan akan menyebabkan terjadinya korosi. Pengujian korosi retak tegang kali ini menggunakan metode two - point loaded bent - beam specimen. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati bentuk korosi yang terjadi pada logam Aluminium alloy 1xxx pada larutan elektrolit dengan campuran 1000 ml NaCl dan 15 ml HCl industri. Pengujian diberikan aplikasi tegangan sebesar 61, 73, dan 110 MPa dengan waktu perendaman masing ? masing 24, 72, dan 120 jam. Dilakukan penglihatan karakterisasi korosi yang terjadi dengan melakukan perhitungan pengurangan berat dan laju korosi, pengukuran diameter dan kedalaman korosi sumuran, serta pengamatan korosi retak tegang menggunakan mikroskop optik. Hasil penelitian ini didapat bahwa semakin besar tegangan yang diberikan maka akan semakin besar pengurangan berat dan tentunya laju korosi semakin tinggi. Intensitas korosi pitting semakin besar dengan tingginya tegangan dan lamanya waktu. Terlihat dengan adanya perbedaan besar diameter dan kedalaman pitting pada permukaan material uji.

Degradation of materials that have been caused by presence of contact with environments are the reason that corrosion has been take place. This stress corrosion cracking test is use two-loaded point bent ? beam specimen method. The objective of the reseach is to examine the corrosion form that will be happen from aluminum alloy 1xxx in electrolyte solution NaCl 1000 ml and mixed it with 15 ml HCl industry. The testing was applied stress with 61, 73, and 110 MPa and then each stress were immersed time 24, 72, and 120 hours. Measurement of corrosion characteristics includes weight loss and corrosion rate, diameter and depth of pitting, and also examination stress corrosion cracking on the microstructure of material using optical microscope. The result showed that increased applied stress could increase weight loss, and of course corrosion rate increased too. Intensity of pitting corrosion increased with high stress and increasing immersed time. It can be showed that there were different size of diameter and depth of pitting happened in surface of testing material."
2008
S51084
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi
"Aluminium merupakan logam yang banyak digunakan karena ringan, punya sifat mekanis yang cukup baik dan tahan terhadap serangan korosi. Akan tetapi pada lingkungan yang sangat korosif seperti pada lingkungan maritim ditambah dengan hadirnya tegangan, membuat sifat korosi dari logam tersebut menjadi sulit untuk diperkirakan. Selain itu besarnya tegangan juga diyakini perbengaruh terhadap timbulnya SCC. Oleh karena itu perilaku aluminium pada lingkungan yang korosif yang dikombinasikan dengan tegangan menjadi menarik untuk dipelajari. metode yang dipilih untuk engujian ini adalah two point loaded specimen karena metode ini sederhana dan efektif. Spesimen dipasang ke dalam holder yang memiliki panjang berbeda-beda sehingga akan mengalami penekukan dengan nilai tegangan yang bervariasi. Lingkungan yang dipergunakan pada percobaab ini adalah di dalam salt spray chamber dengan kandungan sodium klorida 3,5% untuk mensimulasikan lingkungan air laut. proses kerja dari pengujian dimulai dari meletakkan sampel yang telah terpasang pada holder di dalam salt spray chamber kemudian diamati perubahan yang terjadi dilihat dari korosi yang tampak. Kondisi di dalam salt spray chamber adalah tekanan 1 atm dan temperatur kamar. Pengujian kemudian dihentikan setelah berjalan selama 90 jam. Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini didapatkan dengan metode perubahan berat sampel dan metalografi. Berdasarkan pengujian didapatkan bahwa semakin besar tegangan proses korosi akan semakin cepat berlangsung. Dari pengujian ini didapatkan bahwa aluminium dengan komposisi 99,41% Al; 0,09744%Si; 0,463% Fe; 0,0025% Cu; 0,010%Zn; 0,0138%Ti; dan 0,0006% In dapat menerima tegangan sebesar 0,267kg/mm tanpa menunjukkan adanya SCC."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiles
"ABSTRAK
SS 304 adalah material yang saat ini banyak digunakan sebagai pipeline
dan juga material coloumm vessel. Namun, pada pengaplikasiannya material ini
banyak mengalami kegagalan SCC dalam lingkungan NaCl.Pengaruh tegangan
terhadap kerentanan korosi retak tegang SS 304 dalam Lingkungan NaCl
dilakukan dengan metode bent beam dengan variasi tegangan 30%, 40%, dan 50%
dari tegangan luluh ( yield stress ). Pengujian dilakukan dengan salt spray selama
4 minggu dan dilakukan dye penetrant test untuk melihat keberadaan retak.
Pengamatan mikrostruktur dilakukan untuk verifikasi hasil pengujian dye
penetrant test. Perilaku korosi diamati melalui polarisasi linear dan metode weight
loss. Retak tidak terjadi pada setiap aplikasi tegangan. Namun, kerentanan
terhadap korosi retak tegang ditentukan dengan densitas pitting pada setiap
tegangan aplikasi. Semakin besar tegangan aplikasi maka densitas pitting akan
semakin meningkat dan kerentanan terhadap korosi retak tegang juga semakin
meningkat. Korosi yang terjadi pada SS 304 adalah pitting corrosion yang
ditandai dengan hasil polarisasi linear dan weight loss yang laju korosinya sangat
kecil.Pengamatan struktur mikro menunjukkan terdapatnya pitting pada setiap
tegangan aplikasi.

ABSTRACT
SS 304 is material that mostly used as pipeline and coloumn vessel. This
material mostly failed because SCC when it is aplicated in NaCl environment.
Effect of applied stress on stress corrosion cracking susceptibility can be
examined with two point loaded bent beam method with variation of applied
stress are 30%, 40%, and 50% of yield stress. Sample is examined in salt spray for
4 weeks and dye penetrant test is done to see existance of retak. Beside that,
microstructure examination is done to verificate the result of dye penetrant test.
Corrosion behavior can be observed with linear polarisation and weight loss
method.Based on examination result, crack is absence in each applied stress.
Susceptibility of stress corrosion cracking can be determined with density of
pitting. Pit morfology show high density when SS 304 subject to high applied
stress. Type of corrosion in SS 304 is pitting corrosion. Linear polarisation and
weight loss show low corrosion rate. Microstructure observation show existence
of pitting in each applied stress."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42185
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faisal Rendi
"[Logam merupakan kebutuhan utama dari infrastruktur pada industri. Korosi pada logam merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari, dan seringkali menjadi penyebab utama kegagalan dalam berbagai industri, terutama industri minyak dan gas yang berada di lepas pantai. Pemilihan material yang sesuai dapat mencegah terjadinya korosi pada industri, sehingga meminimalisir penggantian komponen dalam waktu yang singkat.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perilaku korosi pada pipa baja tahan karat austenitik 316L pada lingkungan NaCl yang bervariasi. Parameter elektrokimia dievaluasi dengan menggunakan metode polarisasi siklik untuk mengetahui perilaku korosi yang terjadi pada lingkungan NaCl. Pemanasan dilakukan untuk mendapatkan perbedaan bentuk mikrostruktur dari keadaan awal. Kemudian diuji didalam lingkungan NaCl 3,5% yang memiliki kelarutan oksigen tertinggi dan bandingkan dengan logam yang tidak dipanaskan pada konsentrasi yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan korosi berubah berdasarkan konsentrasi NaCl, logam paling tahan dengan korosi pada NaCl 1%, dan paling lemah ketahanannya pada NaCl 3,5%. Perubahan mikrostruktur yang menjadi lebih tidak seragam dan kemunculan sensitasi menurunkan ketahanan korosi. Dari hasil polarisasi siklik didapati bahwa mekanisme korosi pada lingkungan NaCl adalah korosi sumuran.

Steels are basic needs for industrial infrastructure. Corrosion in steels can?t be avoided and often plays a role as a major cause of failure in industries, especially offshore oil and gas. Proper material selection is one of the best ways to prevent corrosion and minimize component replacement caused by corrosion.
This study investigates corrosion behaviour of austenitic stainless steel 316L in various NaCl solutions. Electrochemical parameter is evaluated by cyclic polarization, and also to determine which corrosion behaviour has occurred. Heat is given to obtain different microstructure shapes from the initial one. Then tested in 3.5% NaCl solution and compared to the un-heated with the same solution concentration.
The results shown that corrosion resistance affected by Chloride presence, with 1% concentration was the strongest, and 3.5% was the most susceptible. Microstructure transformation to more un-uniform than before heated, and presence of sensitization decreases the corrosion resistance. From the cyclic curve, it is known that the corrosion behaviour that occurred was pitting corrosion., Steels are basic needs for industrial infrastructure. Corrosion in steels can’t be avoided and often plays a role as a major cause of failure in industries, especially offshore oil and gas. Proper material selection is one of the best ways to prevent corrosion and minimize component replacement caused by corrosion.
This study investigates corrosion behaviour of austenitic stainless steel 316L in various NaCl solutions. Electrochemical parameter is evaluated by cyclic polarization, and also to determine which corrosion behaviour has occurred. Heat is given to obtain different microstructure shapes from the initial one. Then tested in 3.5% NaCl solution and compared to the un-heated with the same solution concentration.
The results shown that corrosion resistance affected by Chloride presence, with 1% concentration was the strongest, and 3.5% was the most susceptible. Microstructure transformation to more un-uniform than before heated, and presence of sensitization decreases the corrosion resistance. From the cyclic curve, it is known that the corrosion behaviour that occurred was pitting corrosion.]"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Bastian M.
"ABSTRAK
Studi terhadap penghalusan butir terus dikembangkan untuk mendapatkan sifat mekanis yang lebih baik pada baja karbon rendah. Slab baja karbon rendah berbentuk tangga dideformasi dengan metode warm rolling dengan temperature 500 0C, 550 0C, dan 600 0C untuk mendapatkan butir halus. Slab baja karbon rendah berbentuk tangga dideformasi sebesar 50 %, 66,67 %, 75 %, dan 80% di setiap temperatur, kemudian didinginkan dengan air. Rekristalisasi dinamis terjadi pada temperatur warm working di penelitian ini. Pengujian kekerasan dan hydrogen charging test dilakukan. Ketahanan baja karbon rendah terhadap serangan hidrogen dapat ditingkatkan dengan penghalusan butir ferit. Besar butir yang dihasilkan dari warm rolling mempengaruhi kekerasan dan ketahanannya terhadap serangan hidrogen.

ABSTRACT
Studiy of grain refinement have been developed to obtain better mechanical properties in low carbon steel. Wedge Shaped low carbon steel slabs were deformed with warm rolling method at temperature 500 0C, 550 0C, and 600 0C to obtain the refine grains. Wedge Shaped low carbon steel slabs were deformed with degree of deformation 50 %, 66,67 %, 75 %, and 80%. Dynamic recrystallization was confirmed at warm working temperature in this study. Hardness and hydrogen charging test had been done. Low carbon steel resistance to hydrogen attack can be improved with grain refinement. Grain size which been resulted from warm rolling process has an effect to hardness and hydrogen attack resistance."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S872
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Indrafusa
"ABSTRAK
Kerentanan dan perilaku korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan
simulasi tanah dengan pengaruh tegangan aplikasi diinvestigasi dengan
menggunakan pengujian bent beam korosi retak tegang. Selain itu, pada pengujian
ini akan dicari tahu mekanisme korosi retak tegang yang terjadi pada baja SAE
1086 dalam larutan simulasi tanah. Kerentanan korosi retak tegang ditentukan
dengan menghitung densitas pit yang dihasilkan pada permukaan baja SAE 1086.
Kehadiran pit pada permukaan baja SAE 1086 dapat bertindak sebagai tempat
inisiasi retak. Sedangkan mekanisme korosi retak tegang diamati dengan
polarisasi linear, polarisasi potensiodinamik (linear sweep voltammetry), dan
perubahan sifat mekanis. Peningkatan tegangan aplikasi akan menghasilkan
jumlah pit yang semakin banyak, dimana untuk tegangan aplikasi 55 % YS
dihasilkan 40 pit/mm2, 60 % YS dihasilkan 179 pit/mm2, dan 65 % YS dihasilkan
413 pit/mm2. Jadi kerentanan korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan
simulasi tanah akan meningkat seiring dengan semakin besar tegangan yang
diaplikasikan. Baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah akan mengalami
korosi retak tegang dengan mekanisme pelarutan anodik.

Abstract
The stress corrosion cracking susceptibility and behavior of SAE 1086 steel
in simulated soil solution under the effect of applied stress was investigated by
bent beam stress corrosion test. Furthermore, in this paper would be found out the
mechanism of stress corrosion cracking SAE 1086 steel in simulated soil solution.
Stress corrosion cracking susceptibility was determined by calculate the density of
pits on the surface of SAE 1086 steel. The presence of pits on the surface of SAE
1086 steel can act as crack initiation sites. While the mechanism of stress
corrosion cracking was observed by linear polarization, potentiodynamic
polarization (linear sweep voltammetry), and changes in mechanical properties.
Increasing applied stress will increase amount of pit produced, where at applied
stress 55 %, 60 %, and 65 % referred to YS (yield strength) would be produced 40
pits/mm2, 179 pits/mm2, and 413 pits/mm2 sequentially. So, the stress corrosion
cracking susceptibility of SAE 1086 steel in simulated soil solution will increase
with greater applied stress. In simulated soil solution, SAE 1086 steel will
encountered stress corrosion cracking by anodic dissolution mechanism."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Wira Akira
"Pada penelitian ini dilakukan pembuatan komposit guna aplikasi sebagai blok rem kereta api. Komposit dibuat dengan matriks paduan Al A356 dan variasi penambahan fraksi volume Al2O3 sebagai penguat pada komposit. Variasi yang digunakan yaitu 2%, 5%, 8%, 10%, dan 15%. Komposit Al A356/Al2O3 dibuat melalui metode Stir Casting. Magnesium sebesar 10% ditambahkan untuk meningkatkan kemampubasahan antara partikel Al2O3 dengan Al A356. Penambahan Magnesium diharapkan dapat membentuk fase spinel MgAl2O4 didaerah antarmuka Al2O3 dengan Al A356. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposit Al A356/Al2O3 2% fraksi volume memiliki kekuatan tarik yang lebih baik dibanding dengan variabel lain. Nilai kekuatan tariknya mencapai 131,55 MPa lalu elongasinya sebesar 4,35%. Akan tetapi, nilai kekuatan tarik ini masih dibawah dari Al A356 As cast. Hal tersebut disebabkan akibat adanya porositas dan aglomerasi partikel Al2O3 yang ditemukan pada struktur mikro komposit Al A356/Al2O3. Di sisi lain, Nilai kekerasan meningkat dari material monolitiknya Al A356 as cast, mencapai 37,43 HRB.

This study conducted composite manufacture to applications as railway brake blocks. Composites made with a matrix of Al alloy A356 and the addition volume fraction of variations Al2O3 as reinforcement in composites. Variations used is 2%, 5%, 8%, 10% and 15%. Al composite A356 / Al2O3 is made through methods Stir Casting. Magnesium of 10% is added to improve wettability between Al2O3 particles with Al A356. Addition of Magnesium is expected to form the spinel phase MgAl2O4 in interface area Al2O3 with Al A356.The results showed that the composite Al A356/Al2O3 2% volume fraction have a better tensile strength compared with other variables. Tensile strength value reached 131.55 MPa and elongation 4.35%. However, the value is still below the tensile strength of Al A356 As cast. It is caused due to the porosity and the agglomeration of Al2O3 were found in the microstructure of the composite Al A356/Al2O3. On the other side, hardness value increased from material monolithic Al A356 as cast, reaching 37.43 HRB."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S61964
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Akbar
"Aluminium paduan seri 5083 banyak digunakan pada aplikasi perkapalan karena ketahanan korosinya yang baik di lingkungan laut dan kekuatan spesifik yang baik. Namun pada proses pengelasannya, aluminium sering terdapat porositas di daerah lasannya. Salah satu cara untuk mengurangi porositas dalam pengecoran aluminium adalah dengan memberikan getaran saat pengecoran dilakukan dan ini coba diterapkan pada pengelasan aluminium. Hasil penelitian tidak menunjukkan pengaruh yang berarti pada jumlah porositas yang terbentuk. Untuk nilai rata-rata uji tarik yang tertinggi terdapat pada spesimen yang tidak digetarkan, dengan nilai 231 Mpa. Sedangkan nilai rata-rata kekerasan tertinggi pada weld metal terdapat pada spesimen yang digetarkan dengan nilai 81,68 HVN.

Aluminum alloy 5083 series is widely used in marine applications due to good corrosion resistance in marine environments and good specific strength. But in the process of welding, porosity is often found in the weldment of aluminum. One way to reduce porosity in the aluminum casting is to provide a vibration when casting is performed so it is trying to be applied to the welding of aluminum. The results of the study showed no significant effect on the amount of formed porosity. The highest average value of tensile strength is in the specimens that are not vibrated, with a value of 231 MPa. While the highest average value of hardness in weld metal is in the specimens that vibrated with a value of 81.68 HVN.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>