Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129732 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frilya Rachma Putri
"ABSTRAK
Pendahuluan
Didapatkan peningkatan kasus kekerasan pada anak. Pemahaman tentang efek
kekerasan pada perkembangan anak masih sangat terbatas. Sebagian disebabkan
karena terbatasnya penelitian dalam bidang ini. Penelitian sebelumnya hanya
berdasarkan pada studi-studi deskriptif yang berbasis klinis dan juga survey
retrospektif dari orang dewasa yang mempunyai riwayat kekerasan ketika masa
kanak. Maka penelitian pada anak dengan kekerasan yang berkunjung ke Pusat
Krisis Terpadu RSUPN Cipto Mangukusumo ini perlu untuk dilakukan.
Tujuan
Mengetahui gambaran dan proporsi gangguan jiwa pada anak dengan kekerasan
yang berkunjung ke Pusat Krisis Terpadu RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Metode
Penelitian ini merupakan studi cross sectional. Pengambilan sampel ditetapkan
secara consecutive sampling. Subyek adalah anak berusia 6-18 tahun yang
mengalami kekerasan di Pusat Krisis Terpadu RSUPN Cipto Mangunkusumo
sebanyak 185. Penegakkan diagnosis gangguan jiwa dengan wawancara
menggunakan instrumen MINI KIDS (Mini Internationale Neuropsychiatry
Interview) ICD-10. Data demografi diperoleh dari wawancara dan data kekerasan
diperoleh dari data sekunder.
Hasil
Jenis kekerasan terbanyak yang dialami oleh anak adalah kasus kekerasan seksual
sebesar 78,46%. Ditemukan 3 gangguan jiwa terbanyak pada subyek penelitian
sebanyak 185 responden berupa Gangguan Penyesuaian sebesar 41,84%,
Gangguan Stress Pasca Trauma sebesar 17,35% dan Episode Depresi Berat
sebesar 15,31%.
Kesimpulan
Pada penelitian ini menunjukkan 42,16 % anak-anak dengan kekerasan
mengalami gangguan jiwa. Dengan demikian, data-data yang diperoleh pada
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun,
mengimplementasikan dan mengevaluasi intervensi lanjut guna menurunkan atau
mencegah terjadinya gangguan jiwa pada anak.

Abstract
Background
Increase in child abuse is accompanied by increasing concerns in its effect on
child's development. Although concerns keep arising, understanding on effect on
child abuse to child's development is limited. It is partly due to limited studies in
this field. Up to now, understanding on child abuse on child's development has
been based on descriptive clinical studies and retrospective studies on adults with
history of child abuse. Therefore, there is a need to do this research on child abuse
in RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Aim
To describe mental disorder and proportion in children with history of abuse at
Pusat Krisis Terpadu ( One Stop Crisis Center) RSCM.
Method
This is a cross sectional study using consecutive sampling. Subject population is
185 children aged 6-18 years old who suffered from abuse at Pusat Krisis Terpadu
(One Stop Crisis Center) RSCM. Diagnosis of mental disorder is made using
MINI KIDS (Mini International Neuropsychiatry Interview) ICD-10. Demografi
data collected by interview and violence data collected by secondary data.
Result
Type of child abuse suffered were mainly sexual abuse (78.46%). Three most
common mental disorder suffered by the subject population were adjustment
disorder (41.84%), Post Trauma Stress Disorder (17.35%) and Severe Depression
(15.31%).
Conclusion
The study shows that 42.16% children with history of abuse suffered from mental
disorder. It is expected that further intervention to minimize or avoid mental
disorder in children should be set up, implemented and evaluated."
2012
T31432
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Shinta Noviar Unicha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas gambaran kekerasan seksual terhadap anak perempuan di Pusat Krisis Terpadu RSUPN dr. Ciptomangunkusumo berdasar temuan dari 49 data rekam medis tahun 2016 ndash; 2017 yang dikumpulkan peneliti. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas korban berusia 6 ndash; 11 tahun 38,8 , berstatus pendidikan SD/ tamat SD, dan datang dengan permintaan visum. Jenis kekerasan seksual terhadap anak perempuan didominasi kasus pemerkosaan oleh pelaku berusia 25 ndash; 40 tahun berjenis kelamin laki ndash; laki yang dikenal dan memiliki hubungan kedekatan dengan korban, seperti tetangga, pacar, teman, guru, dan pengasuh. Mayoritas korban kekerasan seksual terhadap anak perempuan memiliki status ekonomi menengah ndash; menengah ke bawah, status perkawinan orangtua dan hubungan dengan orangtua baik tetapi kurang pengawasan. Diketahui mayoritas kemampuan sosialisasi dan kondisi psikis korban dalam kategori baik ndash; cukup. Kejadian kekerasan seksual mayoritas dilakukan di tempat privasi dan tertutup pada jam 10.01 ndash; 16.00 saat orangtua bekerja dan 16.01 ndash; 22.00 saat anak bebas bermain dan lepas dari pengawasan orangtua. Sebanyak 59,2 korban mengaku mendapatkan paksaan/ ancaman/ iming ndash; iming, unsur pornografi, dan obat/ alkohol menggunakan makanan atau minuman dari pelaku. Mayoritas korban menyatakan tidak memberi perlawanan karena adanya ancaman/ iming ndash; iming dari pelaku, atau tidak tahu hal yang ia lakukan adalah salah, atau dilakukan atas dasar suka sama suka. Diharapkan bagi orangtua melakukan upaya ndash; upaya untuk mencegah anak menjadi korban maupun mencegah kejadian kekerasan seksual terulang kembali dengan mengajarkan anak tentang batasan antara lawan jenis, menggunakan baju yang sopan dan tidak terbuka, bagian tubuh yang tidak boleh disentuh, sentuhan boleh dan sentuhan tidak boleh, cara memberi respon penolakan, perilaku seksual yang berisiko dan akibatnya, serta orangtua meningkatkan pengawasan terhadap anaknya.

ABSTRACT
This thesis discusses the description of child sexual abuse on girls in Integrated Crisis Center RSUPN dr. Ciptomangunkusumo based on the findings of 49 medical records from 2016 to 2017 collected by researcher. This research is a quantitative research with descriptive design. The results showed that the majority of victims aged 6 11 years 38.8 , in elementary school education primary school, and come with a visum request. Types of sexual abuse are dominated by rape cases by perpetrators of 25 40 year old who are known and have close relationships with victims, such as neighbors, boyfriends, friends, teachers, and caregivers. The majority of victims have lower middle to lower economic status, parental marital status and good parent relationship but lack of parental supervision. Given the majority of socialization skills and the psychological condition of the victim in either good ndash enough category. The majority of sexual abuses conducted in private place and happen at 10.01 a.m 04.00 p.m. when parents are working and 04.01 p.m. 10.00 p.m. when children are free to play out and out of parental supervision. As many as 59.2 of victims claimed to have coercion threat lure, pornography, and drugs alcohol using food or drink from the perpetrators. The majority of victims said they did not give any rejections caused by the threats lures of the perpetrators, or not knowing what she was doing was wrong, or done the sexual activity on the basis of loving each other. It is desirable for parents to make efforts to prevent children from becoming victims and prevent the occurrence of sexual abuse from recurring by teaching children about the boundaries between the opposite sex, using proper dresses, untouchable body parts, part of ldquo permitted touch rdquo and ldquo not permitted touches rdquo , how to give rejections, risky sexual behaviour and these consequences, also increase parental supervision of their children. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Alfa Fauziah
"Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial. Perawat perlu menggunakan beberapa metode dalam mengurangi ketidaknyamanan anak saat di rumah sakit agar tidak memberikan dampak negatif dan trauma dimasa yang akan datang. Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah untuk menganalisis penerapan Teori Comfort Kolcaba dalam proses asuhan keperawatan pada anak dengan masalah gangguan rasa nayaman. Metode karya ilmiah ini adalah studi kasus. Terdapat lima kasus anak di ruang IGD anak zona kuning yang diberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan Teori Comfort Kolcaba. Aplikasi Comfort Kolcaba membagi tingkat kenyamanan dalam empat konteks yaitu kenyamanan fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosiokultural. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah berdasarkan pendekatan berbasis bukti seperti distraksi, modifikasi lingkungan dan keterlibatan keluarga untuk meningkatkan kenyamanan anak. Penggunaan skerem bermotif kartun terbukti kurang efektif dalam menurunkan kecemasan anak saat dilakukan prosedur penusukan vena.

Comfort disorders is feeling less happy, relieved, and perfect in physical, psychospiritual, environmental, and social dimensions. Nurses need to use several ways to reduce the child's discomfort while in hospital so that it does not have a negative impact and trauma in the future. The purpose of scientific writing is to analyze the application of Kolcaba's Comfort Theory in the nursing care process for children with comfort problems. The method of this scientific work is a case study. There are five cases of children in the yellow zone children's ER who were given nursing care with the Kolcaba Comfort Theory approach. The Comfort Kolcaba application divides the comfort level into four contexts: physical comfort, psychospiritual, environmental, and socio-cultural. Nursing interventions that are carried out are based on evidence-based approaches such as distraction, environmental modification, and family involvement to increase child comfort. The use of cartoon-patterned series proved to be less effective in reducing children's anxiety during the venipuncture procedure."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Muthoharoh
"Latar belakang Gagal tumbuh atau failure to thrive adalah kondisi keterlambatan pertumbuhan fisik pada anak, dimana terjadi kegagalan penambahan berat badan yang sesuai dengan grafik pertumbuhan normal, dibandingkan dengan tinggi badan. Beberapa kondisi menjadi faktor risiko terjadinya gangguan pertumbuhan terutama pada neonatus. Studi ini memberikan gambaran penerapan Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pada lima kasus neonatus dengan risiko gangguan pertumbuhan. Presentasi kasus Kasus 1 neonatus laki-laki, dengan extremely preterm usia gestasi 27 minggu, berat badan lahir 870 gram, neonatus kurang bulan kecil masa kehamilan (NKB-KMK), RDS, TTN, septikemia, tersangka SNAD, neonatal jaundice, terpasang ventilator mode high frequency oscilation (HFO), terpasang orogastric (OGT), diet ASI 12x1 ml, TPN PG 2 dengan GIR 4,7, kebutuhan kalori kurang dari target, interpretasi kurva Fenton dibawah persentil 50, berat badan menurun, usia enam hari 860 gram. Kasus 2 perempuan, extremely preterm usia gestasi 26 minggu, berat badan lahir 744 gram, NKB-KMK, RDS, tersangka SNAD, PDA, neonatal jaundice. Terpasang ventilator, sementara puasa, grafik Fenton berada dibawah persentil 50, kebutuhan kalori kurang dari target. Kasus 3 dan 4 neonatus berjenis kelamin perempuan, lahir dengan extremely preterm dan very preterm, terpasang ventilator, kebutuhan kalori kurang dari target, sementara dipuasakan karena kondisi belum stabil. Kasus 5 perempuan, usia gestasi 37 minggu, BBL 2610 gram, berat badan saat dikaji 2340 gram. Diagnosis medis gastroschizis post tutup defek hari ke 27, terpasang non invasif ventilasi, sementara puasa produksi OGT kehijauan, BB/PB berada di -3SD s/d <-2 SD (gizi kurang). Evaluasi respons adaptif dari kelima pasien didapatkan kebutuhan kalori terpenuhi sesuai target.
Kesimpulan Hasil pengkajian perilaku dan stimulus mode fisiologis-fisik kelima kasus didapatkan empat kasus berisiko mengalami gangguan pertumbuhan dari kondisi neonatus lahir prematur, terpasang ventilator, penundaan pemberian makan karena kondisi klinis, risiko infeksi/sepsis serta kondisi medis lain yang mempengaruhi. Satu neonatus aterm gagal tumbuh karena gastroschizis post tutup defek, dengan produksi OGT kehijauan. Nutrisi optimal baik enteral maupun parenteral diperlukan pada kondisi neonatus tersebut untuk meningkatkan respons adaptif.

Background Failure to thrive or failure to thrive is a condition of delayed physical growth in children, in which there is a failure to gain weight according to the normal growth chart, compared to height. Several conditions are risk factors for growth disorders, especially in neonates. This study provides an overview of the application of the Roy Adaptation Model in nursing care to five cases of neonates with a risk of growth retardation. Case presentation Case 1 male neonate, with extremely preterm gestational age 27 weeks, birth weight 870 gram, small preterm neonate for gestational age (NKB-KMK), RDS, TTN, septicemia, TSK SNAD, neonatal jaundice, put on ventilator mode high frequency oscillation (HFO), installed orogastric (OGT), diet ASI 12x1 ml, TPN PG 2 with GIR 4.7, caloric requirement less than target, interpretation of Fenton curve below 50th percentile, decreased body weight, age six days 860 gram. Cases of 2 women, extremely preterm, gestational age 26 weeks, birth weight 744 grams, NKB-KMK, RDS, suspected SNAD, PDA, neonatal jaundice. Installed on a ventilator, while fasting, the Fenton chart is below the 50th percentile, calorie needs are less than the target. Cases 3 and 4 female baby were born extremely preterm and very preterm, were attached to a ventilator, their caloric needs were less than the target, while they were fasted because their condition was not yet stable. Case 5 female, gestational age 37 weeks, BBL 2610 grams, body weight when studied 2340 grams. Medical diagnosis of gastroschizis post closed defect on day 27, installed non-invasive ventilation, while fasting green OGT production, BB/PB was in -3SD to <-2 SD (malnutrition). Evaluation of the adaptive response of the five patients found that the calorie needs were fulfilled according to the target.
Conclusion The results of the assessment of the behavior and stimulus of the physiological-physical mode of five cases found that four cases were at risk of experiencing growth retardation from the condition of the neonate born prematurely, being placed on a ventilator, delaying feeding due to clinical conditions, risk of infection/sepsis and other affecting medical conditions. One term neonate failed to thrive because of a closed post gastroschizis defect, with greenish OGT production. Optimal nutrition, both enteral and parenteral, is needed in these neonatal conditions to increase adaptive responses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Martha
"Skripsi ini membahas mengenai gangguan pertumbuhan yakni pendek (stunting), kurus (wasting), dan berat badan kurang (underweight) pada anak umur 0-59 bulan di Indonesia.Gizi mempunyai peranan penting dalam periode pertumbuhan dan perkembangan anak yang bersifat irreversible.Penilaian gizi dilakukan dengan pengukuran antropometri menggunakan, indeks tinggi badan terhadap umur (stunting), serta indeks tinggi badan terhadap berat badan (wasting), indeks berat badan terhadap umur (underweight).
Tujuan penelitian ini mengetahui keterkaitan faktor sosial ekonomi dan beberapa faktor lain seperti kecukupan energi dan protein, infeksi malaria dan pelayanan kesehatan sanitasi dasar serta status BBLR pada gangguan pertumbuhan anak 0-59 bulan. Penelitian bersifat kuantitatif, dengan desain studi cross-sectional dengan menggunakan data sekunder Riskesdas Tahun 2010. Sampel penelitian ini adalah semua anak umur 0-59 bulan yang menjadi responden dalam Riskesdas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status ekonomi, pendidikan ibu dan ayah mempunyai pengaruh terhadap gangguan pertumbuhan.Semakin rendah status ekonomi keluarga semakin tinggi juga risiko balita dalam keluarga tersebut untuk mengalami kejadian pendek, kurus dan berat badan kurang. Balita dari keluarga status ekonomi terbawah mempunyai risiko 1,8 kali lebih besar untuk mengalami kejadian pendek (stunting) 1,4 kali lebih besar mengalami kekurusan (wasting), dan 1,7 kali lebih besar untuk mengalami berat badan kurang (underweight) dibandingkan dengan balita dari keluarga status ekonomi tertinggi.
Balita yang mempunyai ayah dan ibu dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai risiko lebih besar dalam mengalami gangguan pertumbuhan. Sosial ekonomi keluarga merupakan faktor yang mendasari gangguan pertumbuhan balita, sosial ekonomi keluarga baik akan berdampak baik juga dalam kesediaan asupan, lingkungan yang sehat, dan perilaku sehat.

This thesis mainly discusses about the growth disorders, stunting, wasting and underweight in children aged 0-59 months in Indonesia. Nutrition be an important role during the growth and development period of the children, which is irreversible. Nutritional assessment by anthropometric measurements performed using height of age index (stunting), height of weight index, weight of age index.
The purpose of this study is to determine the relationship of socio-economic factors and other factors, such as the adequacy of energy and protein, malaria infection, basic sanitation, and health care of LBW status in children 0-59 months of growth disorders. This research is quantitative, with a cross-sectional study design usingData Analysis of Primary Health Research 2010. Samples of this study are all children aged 0-59 months who were respondents in Data Analysis of Primary Health Research 2010.
Result of this study indicates that economic status and level of intelligence of the parents have influence on children's growth disorders. The lower the economic status of the family the riskier a toddler in the family would experience growth disorder.Toddlers from the family with lowest economic status have 1.8 times greater risk for experiencing stunting, 1.4 times greater risk for experiencing wasting, and 1.7 times greater risk for experiencing underweight compared with toddlers from family with highest economic status.
Toddlers with less educated parents also have greater risk for experiencing growth disorder. Socio-economic factors in family underly the growth disorder of the toddlers and would also affect the fulfillment of the nutritional intake, health services, and healthy behaviors in toddlers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliana Lindawaty Rambakila
" Latar Belakang: Layanan primer memiliki peran utama dalam mendeteksi adanya gangguan jiwa berat. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang baik di tingkat pelayanan primer akan berdampak terhadap luaran orang dengan gangguan jiwa berat. Untuk meningkatkan penatalaksanaan gangguan jiwa berat di layanan primer, Kemenkes RI menyadur pedoman dari WHO tentang penanganan gangguan jiwa, neurologis, dan penyalahgunaan obat-obatan di layanan non spesialistik ke dalam bahasa Indonesia, salah satunya adalah dengan dibuatnya modul lsquo;Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Psikotik rdquo;. Tujuan penelitian ini adalah menilai efektivitas modul Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Psikotik dengan Modifikasi terhadap pengetahuan dokter untuk mengidentifikasi gejala psikotik, menegakkan diagnosis, dan memberikan tatalaksana psikofarmaka dan nonpsikofarmaka pada pasien psikotik di layanan primer. Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian dengan desain Quasi Experiment Pre-PosTest. Hasil: Sampel penelitian terbagi kelompok intervensi 17 subyek dan kelompok kontrol 20 subyek. Kelompok intervensi mendapatkan pelatihan modul Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Psikotik dengan Modifikasi. Peningkatan pengetahuan pada kedua kelompok intervensi dan kontrol secara keseluruhan dengan p=0,402, domain gejala p=0,630, domain diagnosis p=0,117, domain farmakologi p=0,2014, dan domain nonfarmakologi p=0,815. Kesimpulan:Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara peningkatan pengetahuan pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol.Kata Kunci: Efektivitas Pelatihan, Modul Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Psikotik, Pengetahuan Dokter Puskesmas.
ABSTRACT Background Primary services have a major role in detecting serious mental disorders. Early detection and good management at the primary care level will have an impact on the outcomes of people with severe mental disorders. To improve the management of severe mental disorders in primary care, RI Health Ministry adopted WHO guidelines on the handling of psychiatric, neurological, and drug abuse in non specialist services into the Indonesian language, one of which is the creation of Diagnosis and Management of Psychotic Disorders Module. The objective of this study was to assess the effectiveness of the Diagnosis and Management of Psychotic Disorders with Modification Module to physician knowledge to identify psychotic symptoms, diagnose, and administer psychopharmaceutical and nonpsychopharmaca management in psychotic patients in primary care. Research Methods This research used research type of Quasi Experiment Design Pre Post Test. Results The sample was divided into 17 subjects in the intervention group and 20 subjects in the control group. The training used Diagnosis and Management of Psychotic Disorders with Modification Module. Increased overall knowledge in the intervention group and in control group with p 0.402, symptom domain with p 0.630, diagnosis domain with p 0.117, pharmacological domain with p 0.2014, and nonpharmacological domain with p 0,815. Conclusion There was no significant difference between increased knowledge in the intervention group over the control group. Keywords Training Effectiveness, Module of Diagnosis and Management of Psychotic Disorder, Knowledge of Primary Care Doctor. "
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Cherry Chaterina
"ABSTRAK
Pendahuluan : Anak yang mengalami kekerasaan seksual memiliki risiko lebih besar untuk mengalami gangguan jiwa dan faktor sosio-demografi  dinilai memengaruhi timbulnya gangguan jiwa tersebut. Tujuan penelitian untuk melihat gambaran profil sosio-demografi pada anak yang mengalami kekerasan seksual serta melihat hubungan antara profil sosio-demografi tersebut dengan gangguan jiwa.
Metode : Penelitian obsevasional dengan rancangan studi analitik potong lintang yang dilakukan pada Februari 2017 hingga Juli 2018 dengan melibatkan 101 anak di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner data demografi, SPM dan CPM untuk kapasitas intelektual serta MINI-KIDS untuk penilaian gangguan jiwa. Analisis data menggunakan uji chi-aquare  dan Fisher-exact test untuk analisis bivariat dan regresi logistik untuk analisis multivariat.
Hasil : Dari penelitian ini diperoleh hasil kekerasan seksual terjadi 40,6% pada usia kanak  dan 70,3% subjek berjenis kelamin perempuan. Sejumlah 35,7% subjek memiliki kapasitas intelektual di bawah rata-rata. Jenis kekerasan seksual terbanyak (64,3%) adalah kekerasan seksual kontak dengan penetrasi. Psikopatologi terbanyak adalah gangguan penyesuaian dengan afek depresi (18,9%), sementara gangguan stres pasca trauma sebesar 2%. Gangguan penyesuaian umumnya dialami setelah anak menghadapi stressor lain pasca kejadian kekerasan seksual. Usia pertama kali mengalami kekerasan seksual, kapasitas intelektual anak dan jenis kekerasan seksual adalah faktor sosio-demografi  yang berkorelasi positif dengan timbulnya gangguan jiwa (p<0,01).
Kesimpulan : Pada penelitian ini disimpulkan ada hubungan antara faktor usia pertama kali mengalami kekereasan seksual, kapasitas intelektual anak dan jenis kekerasan seksual dengan gangguan jiwa pada anak yang mengalami kekerasan seksual.

ABSTRACT
Introduction : Children who experienced sexual violence have greater risk of experiencing mental disorders and socio-demographic factors are considered to influence this condition. The aim of this study is to know the socio-demographic profile of children who experienced sexual violence and to see the association between socio-demographic profile and mental disorders.
Method : It was a cross sectional analytic study, conducted from February 2017 to July 2018, involving 101 children in Cipto Mangunkusumo Hospital and the Integrated Service Center for Women and Children Empowerment (P2TP2A) Jakarta. The data was collected by using demographic questionnaires, SPM, CPM, MINI-KIDS. Data analysis would be done by SPSS for windows.
Result : The study show sexual violence occurred 40.6% at school age and 70.3% in girls. A third subject (35.7%) had below average intellectual capacity. Most common type of sexual violence (64.3%) is contact with penetration. Most psychopathology is adjustment disorder (18.9%) while posttraumatic stress disorder is 2%. Adjustment disorders occured when child faces another stressor after sexual violence. Sosio-demographic factors that are positively correlated with mental disorders are age of having sexual violence for the first time, intellectual capacity of children and type of sexual violence.(p <0.01).
Conclusion : Socio-demographic factors associated with mental disorders in children who experienced sexual violence are age of having sexual violence for the first time, intellectual capacity of children and type of sexual violence."
2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Amaliah
"Stunting terjadi dimulai didalam Rahim dan berlanjut setidaknya selama 2 tahun pertama kehidupannya, menentukan potensi individu untuk kehidupan kedepan dalam hal risiko morbiditas dan mortalitas, prestasi sekolah, produktivitas kerja, kekuatan fisik, dan risiko penyakit kronis. Tujuan dari penelitian ini untuk Mengetahui Potret Anak Stunting di Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang Tahun 2017. Penelitian Kualitatif dengan Rapid Assessment Procedures (RAP), dilakukan kepada informan yang memiliki anak stunting usia < 23 bulan dan 24-59 bulan pada bulan Juni 2017. Penggalian informasi melalui Diskusi Kelompok Tearah, Wawancara mendalam serta observasi. Hasil penelitian menunjukkan, sebagian besar informan memiliki tinggi badan < 150 cm, usia antara 20-25 tahun dan jarak antar kehamilan > 3th, tinggal di wilayah yang sanitasinya kurang baik karena sebagian besar masih BAB di kali dan sampah keluarga yang dibakar disekitar rumah. Anggota keluarga lain selain ibu ikut terlibat dalam pengasuhan anak. Sebagian besar informan tidak melakukan IMD dan ASI Eksklusif. Pola asuh makan informan terhadap anaknya tergolong kurang baik karena anak sering diberikan makanan jajanan, saat anak sakit, makanan yang diberikan lebih sedikit, dan anak makan sambil jalan-jalan, untuk keanekaragaman makanan juga masih kurang dimana sayuran sebagian besar hanya diberikan kuahnya saja sementara buah jarang diberikan. Kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan tidak dimanfaatkan dengan baik terlihat sebagian besar informan hanya mengimunisasi anaknya 2-3 kali dan pengetahuan tentang gizi seimbang masih kurang, dan masih mengikuti budaya untuk memantang beberapa makanan selama hamil.

Stunting takes place inside the uterus and continues for at least the first 2 years of life, determining the individual's potential for future life in terms of risk of morbidity and mortality, school performance, work productivity, physical strength, and chronic disease risk. The purpose of this research is to know the Portrait of Stunting Children in Pangkalan Village, Teluk Naga Subdistrict, Tangerang Regency Year 2017. Qualitative Research with Rapid Assessment Procedures (RAP), conducted to informants who have child stunting age <23 months and 24-59 months month June 2017. Excavation of information through
Focus Group Discussion, In-depth interview and observation. The results showed, most informants have a height <150 cm, age at the time od pregnancy between 20-25 years and distance between pregnancy> 3th, living in a poorly sanitary area because most are still defecate in the river and family trash burned around the house Family members other than mothers get involved in parenting. Most
informants do not do IMD and Exclusive Breast Milk. Feeding patterns of informants to their children are not good enough because children are often given food snacks, when children are sick, the food is given less, and children eat while walking, for the diversity of food is also still lacking where most vegetables are only given sauce only while the fruit Rarely given. Ease of access to health services is not well utilized seen most informants only immunize their children 2-3
times and knowledge about balanced nutrition is still lacking, and still follow the culture to challenge some food during pregnancy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Ayu Anggraeni
"Perubahan rutinitas dan pembatasan interaksi sosial yang terjadi selama pandemi Covid-19 turut memperburuk kesehatan mental seseorang (Kudinova et al., 2021). Perceived social support dapat melindungi seseorang dari masalah kesehatan mental. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan kedua variabel selama pandemi Covid-19 pada individu emerging adulthood yang berusia 18-25 tahun dan merupakan Warga Negara Indonesia yang tinggal di Indonesia. Menggunakan metode korelasional, hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan masalah kesehatan mental memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan perceived social support r (249) = -,417 p < ,001, dimana tiap sumber dan kombinasi perceived social support yang tinggi dapat menurunkan tingkat masalah kesehatan mental individu emerging adulthood selama pandemi Covid-19.

Changes in routine and restrictions on social interaction that occurred during the Covid-19 pandemic also worsened a person's mental health (Kudinova et al., 2021). Perceived social support can protect a person from mental health problems. The aim of this study is to find out the relationship between the two variables during the Covid-19 pandemic in emerging adulthood who are 18-25 years old and are Indonesian citizens living in Indonesia. Using the correlation method, the results showed that mental health problems had a significant negative correlation with perceived social support r (249) = -,417 p < .001, where each source and combination of perceived social support could reduce the level of mental health problems."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyanto
"Tesis ini membahas pelaksanaan proses rehabilitasi sosial untuk anak wanita usia 15-18 tahun korban trafficking di PSKW Mulya Jaya Pasar Rebo dan juga peran Pekerja Sosial dalam pelaksanaan proses rehabilitasi sosial untuk anak wanita usia 15-18 tahun korban trafficking di PSKW Mulya Jaya Pasar Rebo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif.
Hasil penelitian menggambarkan proses rehabilitasi sosial, meliputi tahapan pendekatan awal, assessment, rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, penyaluran, terminasi dan juga monitoring, serta peran Pekerja Sosial dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial Pekerja Sosial berperan sebagai Advocate, Pendamping, Activist, Mediator, Enabler, Perantara (Broker), Pendidik (Educator) dan Inisiator.

This thesis discusses the implementation process of social rehabilitation for young women aged 15-18 years of trafficking victims in PSKW Mulya Jaya Pasar Rebo and also the role of Social Workers in the implementation process of social rehabilitation for young women aged 15-18 years of trafficking victims in PSKW Mulya Jaya Pasar Rebo. This study used a qualitative approach with descriptive research methods.
The results illustrate the process of social rehabilitation, encompassing the early stages of the approach, assessment, intervention plans, implementing interventions, distribution, termination and monitoring as well as the role of Social Workers in the implementation of social rehabilitation role as Advocate, Empowerer, Activist, Mediator, Enabler, Broker, Educator and Initiator.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>