Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146376 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arma Diani
"Gangguan jiwa sering tidak mendapat pengobatan yang seharusnya. Dokter pada pelayanan primer merupakan kontak awal bagi pasien gangguan jiwa. Pada saat ini belum ada instrumen untuk menilai pengetahuan, sikap dan perilaku dokter Puskesmas terhadap gangguan jiwa sehingga perlu dibuat suatu instrumen dan menilai validitas serta reliabilitasnya.Sembilan puluh tujuh dokter umum yang bertugas di Puskesmas di DKI Jakarta, disertakan dalam penelitian dengan purposive sampling. Kuesioner terdiri dari sepuluh pertanyaan tentang perilaku, sepuluh pertanyaan tentang sikap dan dua puluh pertanyaan tentang pengetahuan terhadap gangguan jiwa. Hasil penghitungan denganCrohnbach?s Alpha menunjukkan instrumen ini belum memiliki construct validitydan reliabilitasyang baik (< 0,7). Di samping itu, terdapat korelasi antarbutiryang kurangkuat pada beberapa pertanyaan. Reliabilitas konsistensi internal masih belum dapat menunjukkan hasil yang baik, beberapa pertanyaan dapat memperbaiki nilai Crohnbach?s Alpha if item deleted secara signifikan.Instrumen pengetahuan, sikap dan perilaku dokter Puskesmas terhadap gangguan jiwa ini masih belum terbukti validitas dan reliabilitasnya, masih butuh penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan instrumen ini.

Mental disorders are often go untreated. Primary care phyisician is the initial contact to people with mental disorders. Currently, there are no instruments which can evaluate knowledge, attitude and behavior of primary care physician towards mental disorders. It is important to make such an instrument and to test its validity and realibility.Ninety seven primary care physicians who work at the Puskesmas in DKI Jakarta were involved. Purposive sampling was used in this study. Questionnaire consist of ten questions about behavior, tenquestions about attitude, and twenty questions about knowledge toward mental disorders.The analysis using by Crohnbach Alpha?s showed that this instrumen haven?t met good construct validity and reliability (< 0,7). There are also weak inter-item correlation in some of the questions. Internal consistency reliability is still not able to show good result. Some questions may improve Crohnbach?s Alpha if some items are deleted, but still cannot reach the level of good.The instrument of knowledge, attitudes and behavior of primare care physicians toward mental disorders is still not valid and reliabel and still need further research to develop this instrument."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31434
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yussiana Elza
"Memberdayakan anak untuk berperilaku hidup bersih dan sehat melalui program dokter kecil di sekolah dasar merupakan upaya strategi untuk memperoleh manusia yang berkualitas sebagai sumber daya pembangunan bangsa. Mengingat masa sekolah dasar adalah masa yang tepat untuk ditanamkan kebiasaan hidup bersih dan sehat, agar mereka dapat meneruskan serta mempengaruhi lingkungannya di masa sekarang dan yang akan datang. Serta sangat potensial bila dilihat dari Statistik Pendidikan 2000 yang menunjukkan tingkat partisipasi sekolah Bagi anak usia 7-12 tahun (Sekolah Dasar) cukup tinggi yaitu sebesar 95,5 %. Upaya membudayakan kebiasaan hidup sehat di kalangan anak-anak usia Sekolah Dasar dilakukan melalui pendekatan belajar antarteman sebaya (peer teaching-learning) sesuai dengan karakteristik dan kecenderungan anak-anak dalam kelompok usia tersebut. Studi evaluasi pelaksanaan program dokter kecil di empat provinsi (Lampung, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat) pada tahun 1997 menggambarkan dampak positif program dokter kecil secara kuantitatif. Namun sejauh mana dampak positif dokter kecil dalam segi kualitas (pengetahuan, sikap dan praktek siswa tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) belum diketahui. Disamping du muatan pesan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat telah masuk dalam kurikulum pendidikan dasar 1994. Hal tersebut membuat peneliti ingin meneliti pengaruh pelaksanaan program dokter kecil terhadap pengetahuan, sikap dan praktek siswa SD tentang perilaku hidup bersih dan sehat.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni dengan menggunakan desain posttest-only Control Group, Sekolah Dasar Negeri Menteng 01 Pagi sebagai kelompok eksperimen dan Sekolah Dasar Negeri Kenari 07 Pagi sebagai kelompok kontrol. Subyek penelitian diambil secara purposive yaitu siswa kelas IV, V dan VI yang bukan dokter kecil dan memiliki indeks prestasi nilai Cawu II antara 7 - 8. Responden berjumlah 108 siswa dengan 18 siswa untuk tiap kelas pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Hasii uji T menunjukkan bahwa bila dilihat dari aspek pengetahuan, sikap dan praktek siswa SD tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, tidak ada perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Akan tetapi bila dilihat dari masing-masing kelompok, semakin tinggi kelas mempengaruhi pengetahuan dan sikap Siswa SD tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Sedangkan pada praktek PHBS, semakin tinggi kelas praktek PHBS yang baik semakin menurun. Walaupun demikian sebagai suatu role model anak usia sekolah khususnya SD yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, Dokter Kecil tetap diperiukan keberadaannya. Untuk itu perlu disosialisasikan melalui pembuatan suatu strategi komunikasi program pelatihan dokter kecil yang menarik minat guru, orang tua siswa dan siswa SD dengan biaya yang terjangkau.

The Effect on Knowledge, Attitude and Practice of Little Doctor Program Implementation among Elementary School Students about Clean and Healthy BehaviorEmpowering children to have clean and healthy behavior through little doctor program in elementary school is a strategic effort to have qualified human beings as national development resources. As we know, elementary school period is a proper time for introducing a clean and healthy behavior, so students can practice continually and influence their environment from now on to the future. It is very potential if we looked at Education Statistic 2000 that showed about participation of school rate of children 7 - 12 year old (elementary schools) is quite high : 95,5 %. The effort of socializing healthy life behavior among elementary school age children was done through peer teaching learning approaches due to the children preference and characteristic of the age group. Evaluation study of little doctor program implementation in 4 provinces (Lampung, West Java, South Sulawesi and West Nusa Tenggara) in 1997 showed a positive impact of the program quantitatively. In the contratry a positive impact of the program qualitatively (knowledge, attitude and practice of the student about a clean and healthy behavior) was not known yet. Besides, clean and healthy life behavior messages had been entered in basic education curriculum 1994. It inspired researcher to know the effect of little doctor program implementation on knowledge, attitude and practice of elementary school students about clean and healthy behavior.
This kind of research was true experimental with posttest-only Control Group design, State Primary School Menteng 01 Central Jakarta as an experiment group and State Primary School Kenari 07 Central Jakarta as a control group. Research subject was taken purposively included grade 41h, 5t' and 6th non little doctor and they had prestige score index of 2th quarterly evaluation between 7 - 8. Numbers of respondents are 108 students with 18 students for every class on experimental and control group. So for each group had 54 students as respondent.
T Test result showed that if it was seen from knowledge, attitude and practice of elementary school student about clean and healthy life behavior, there wasn't no difference between experimental and control/group. However, it was also shown that the higher grade of elementary school student is more knowledgeable and better attitude about clean and healthy behavior. In the contrary, the score of practice were decreased among students from the higher grade. Despite of the result, a role model of school age children especially among elementary school students who have practiced clean and healthy behavior, little doctors still be needed. Therefore it is suggested to strengthen by communication training strategy of little doctor program which is interesting and cost effective for teachers, parents and students.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Candrika Agyawisnu Yuwono
"Latar Belakang Selain implikasi medis, faktor sosial juga dapat menjadi dorongan bagi individu untuk melakukan prosedur simpan beku oosit (social freezing). Indonesia termasuk dalam jajaran negara yang belum memiliki regulasi terkait dengan implementasi social freezing. Di samping itu, diketahui bahwa sikap dan pemahaman masyarakat terhadap preservasi fungsi fertilitas juga terlihat semakin positif. Sebagai penyedia layanan kesehatan, perspektif dokter spesialis sangat berpengaruh terhadap pengembangan kebijakan ke depannya serta terhadap keputusan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran profil pengetahuan, sikap, dan perilaku dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia terhadap prosedur social freezing. Metode Penelitan dilakukan dengan metode cross sectional terhadap sejumlah 136 dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia dalam periode Agustus hingga September 2023. Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner yang terdiri atas tiga komponen, yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap social freezing. Hasil Mayoritas responden diketahui cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan sikap positif terkait preservasi fertilitas dan social freezing (63,9% dan 91,2%). Namun, hanya sebagian kecil dari responden yang menunjukkan frekuensi tinggi terkait prosedur social freezing (28%). Analisis komparatif menemukan perbedaan pada perilaku terkait social freezing berdasarkan tingkatan spesialisasi (p = 0,003), sementara itu tidak ada perbedaan pada durasi praktik (p = 0,742). Selain itu, uji asosiasi menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tidak memengaruhi sikap (p = 1,000) dan perilaku responden (p = 0,142). Kesimpulan Profil pengetahuan dan sikap sebagian besar dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia terkait social freezing cenderung positif. Namun, profil perilaku dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia terhadap social freezing tergolong rendah.

Introduction Apart from medical implications, social factors can also serve as driving factors for individuals to undergo oocyte cryopreservation. Indonesia is among the countries that currently lack regulations regarding implementation of social freezing. It is evident that societal attitudes and understanding of fertility preservation and age-related concerns are progressively taking on a more positive outlook. As healthcare providers, the perspectives of obstetricians and gynecologists may influence the development of future policies and patient decisions. The objective of this study is to delineate the knowledge profile, attitudes, and behaviors of obstetricians and gynecologists in Indonesia regarding the procedure of social egg freezing. Method The research was conducted using a cross-sectional methodology involving 136 Indonesian obstetrician and gynecologist. The study was carried out over the period from August to September 2023. Data were collected through the distribution of a questionnaire comprising 3 components: knowledge, attitudes, and behaviors related to social freezing. Results The majority of respondents exhibited a tendency towards a good level of knowledge and positive attitudes concerning fertility preservation and social freezing (63.9% and 91.2%, respectively). However, only a small proportion of respondents demonstrated a high frequency associated with the social egg freezing procedure (28%). Comparative analysis revealed significant differences in behaviors related to social egg freezing based on specialization level (p = .003), while no significant differences were identified based on practice duration (p = .742). Furthermore, association tests indicated that knowledge levels did not significantly influence attitudes (p = 1.000) or respondent behaviors (p = .142). Conclusion The majority of obstetricians and gynecologists in Indonesia exhibit predominantly positive knowledge and attitudes regarding social egg freezing. However, their behavioral engagements towards social egg freezing is notably low."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felya Afifah Chairunnisa
"Latar Belakang Kortikosteroid merupakan obat dengan fungsi imunosupresif dan antiinflamasi. Kortikosteroid dalam sediaan topikal umum digunakan untuk mengobati berbagai dermatosis. Efek kortikosteroid topikal (KST) yang cepat dalam meredakan gejala dermatosis menyebabkan maraknya pemakaian KST di kalangan dokter. Penggunaan KST yang salah dikhawatirkan memicu efek samping seperti penipisan kulit atau supresi tumbuh kembang. Oleh karena itu, penggunaan KST sebagai tatalaksana memerlukan pengetahuan, sikap, dan perilaku dokter umum yang baik. Namun, belum terdapat penelitian terkait pengetahuan, sikap, dan perilaku dokter umum terhadap penggunaan KST di Indonesia. Pada studi ini, akan dieksplorasi tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku dokter umum terhadap penggunaan KST. Metode Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yang dinilai validitasnya menggunakan uji korelasi Pearson dengan nilai signifikansi <0,05. Reliabilitas kuesioner dinilai dari koefisien Cronbach’s Alpha. Data penelitian dianalisis secara deskriptif untuk menilai tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku dokter umum terhadap penggunaan KST. Hasil Responden telah memiliki pengetahuan yang baik terhadap KST (72,1%). Sebagian besar responden memiliki sikap yang positif terhadap kenyamanan penggunaan KST (76%) dan kepuasan terhadap hasil tatalaksana KST (74,1%). Sebanyak 98,1% responden telah memberikan/meresepkan KST. Terdapat 1,9% responden yang meresepkan KST tidak sesuai indikasi. Kesimpulan Tingkat pengetahuan dokter umum terhadap KST baik. Sebagian besar dokter umum memiliki sikap positif terhadap penggunaan KST. Mayoritas dokter umum telah meresepkan KST dengan indikasi yang sesuai.

Introduction Corticosteroids are medications with immunosuppressive and anti-inflammatory functions. Topical corticosteroids (TCS) are commonly used to treat various dermatoses. The rapid effects of TCS in relieving dermatosis symptoms have led to its widespread use. Improper use of TCS may trigger side effects such as skin thinning or growth suppression. Therefore, the use of TCS requires good knowledge, attitude, and behavior from doctors. However, there is currently no research on the knowledge, attitude, and behavior of general practitioners regarding the use of TCS in Indonesia. This study explore the level of knowledge, attitude, and behavior of general practitioners regarding the use of TCS. Method The research instrument used is questionnaire, and its validity is assessed using Pearson correlation with significance level of <0.05. The reliability of the questionnaire is evaluated through the Cronbach's Alpha coefficient. Research data is analyzed descriptively to assess the level of knowledge, attitude, and behavior of general practitioners regarding the use of TCS. Results The respondents exhibited good knowledge of TCS (72.1%). Majority of respondents demonstrated positive attitude toward the comfort of using TCS (76%) and satisfaction with the results of TCS management (74.1%). A total of 98.1% of the respondents have prescribed TCS. There were 1.9% of respondents who prescribed TCS outside the recommended indications. Conclusion The level of knowledge among general practitioners regarding TCS is good. Majority of general practitioners have positive attitude towards the use of TCS. Most general practitioners have prescribed TCS with correct indications."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noerzamanti Lies Karmawati
"Program Promosi Kesehatan merupakan salah satu program pokok pembangunan kesehatan, untuk penatalaksanaan promosi kesehatan tersebut oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1996 disusun Strategi Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (SP2HBS) yang ditujukan agar terjadi perubahan perilaku hidup yang bersih dan sehat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) meliputi 5 tatanan yaitu tatanan di rumah tangga, institusi pendidikan, institusi kesehatan, tempat umum dan tempat kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan intervensi pelatihan PHBS terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku dari petugas promosi kesehatan puskesmas di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan rancangan quasi experimental, dengan jumlah sampel 26 orang petugas promosi kesehatan puskesmas dari 26 puskesmas di Kota Depok. Metode pelatihan yang dipilih adalah metode ceramah, tanya jawab dan dinamika kelompok.
Hasil intervensi pelatihan PHBS secara umum menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan perilaku petugas berbeda yaitu meningkat secara bermakna ;.setelah pelatihan dibanding sebelum pelatihan, pada kemaknaan a < 0,05 dengan p.value 0,045.. Kesimpulan dari penilitian ini adalah bahwa intervensi pelatihan PHBS berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku petugas promosi kesehatan Puskesmas se Kota Depok.
Agar dapat mewujudkan peningkatan PHBS di tatanan institusi kesehatan maka disarankan kepada petugas promosi kesehatan puskesmas untuk melaksanakan pelatihan manajemen PHBS di tatanan institusi kesehatan dan membuat jadwal kegiatan program PHBS. Untuk puskesmas se Kota Depok disarankan membuat surat tugas untuk petugas promosi kesehatan puskesmas secara khusus (tidak tugas rangkap), deseminasi informasi program PHBS, melaksanakan manajemen promosi kesehatan melalui 4 fungsi tahapan manajemen promosi kesehatan puskesmas, membuat uraian tugas bagi petugas promosi kesehatan puskesmas, dan meningkatkan serta mempertahankan hasil penilaian klasifikasi PHBSnya. Untuk Dinas Kesehatan Kota Depok disarankan melembagakan pelatihan yang berkesinambungan bagi petugas promosi kesehatan puskesmas, menyediakan sarana yang diperlukan, melakukan bimbingan pelakasanaan pengkajian PHBS, monitoring evaluasi pelaksanaan PHBS, membantu proses penilaian, dan menindakianjuti hasil penilaian PHBS. Bagi peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian secara bertingkat, studi kualitatif dan kuantitatif, atau melakukan eksperimental murni.
Daftar bacaan: 35 (1979 - 2003)

Effect from Clean and Healthy Life Behavior Training toward Knowledge, Attitude, and Behavior of Health Promotion Staff at Health Center in Depok City, West Java, 2003Health promotion program is one of the main health development program an to manage its program the Ministry of Health (MOH) of Republic of Indonesia has prepared Strategy of Increasing Clean and Healthy Life Behavior in 1996. The program encompasses 5 issues as follows: education institution, health institution, public facility, and work place. As mentioned by Green (1980) that health promotion is combination of health education, health service, organization resource, and health environment effort that aims to generate the behavior that is valuable to the health.
The objective of this study was to assess the effect of Clean and Healthy Life Behavior Training toward knowledge, attitude, and behavior of health promotion staff of health center in Depok City. This study used a quasi-experimental research design and took 26 health promotion staffs as samples out of 26 health centers in Depok City. The methods that used in this study were lecture, discussion, and group dynamic.
The result of the study showed that generally there was a significant relationship between the staffs knowledge and Clean and Healthy Life Behavior with alpha <0.05 (p value--0.000) as well as between the staffs behavior and Clean and Healthy Life Behavior (p value=0,000). Nevertheless, the result showed that there was no significant relationship between the staff's attitude and Clean and Healthy Life Behavior. In addition, there was a negative attitude change toward the lecture using cassette radio and group education at health center. The study concluded that Clean and Healthy Life Behavior Training affected to the knowledge and behavior of health promotion staff at health center in Depok City.
In order to accomplish the increase of Clean and Healthy Life Behavior surrounding health institution, it was recommended to conduct Clean and Healthy Life Behavior and to arrange the schedule of program. Besides, for all health centers in Depok City should conduct dissemination of information of the program, apply management of health promotion through 4 levels of function of health promotion in health center, set out the job description for health promotion staff in health center, and improve the evaluation result of the program as well. In addition, Health Office of Depok City should propose to publish regional regulation of health promotion, make the director regulation for health promotion staff of health center, provide the needed facilities, give technical assistance to the program, monitor and evaluate the program, facilitate the evaluation process, and follow up the evaluation result.
References: 35 (1979-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaunang, Theresia M.D.
"Latar belakang. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) merupakan gangguan psikiatri anak yang paling sering dan 30-40% dari kasus kesehatan mental anak yang dirujuk. GPPH ditandai sulit memusatkan perhatian, hiperaktif, impulsif serta berdampak terhadap emosi, perilaku, psikososial, akademik dan fungsi keluarga. GPPH merupakan gangguan berat karena melibatkan multi aspek yaitu hambatan, kronisitas, morbiditas dan komorbiditas. Puncak usia onset pada usia 3-5 tahun. Penelitian ini untuk memperoleh proporsi GPPH pada anak prasekolah dengan alat ukur SPGPI, membuktikan alat ukur SPGPI, SPRDAP dan SPMP andal dan sahih serta membuktikan riwayat GPPH dalam keluarga dan regulasi diri berhubungan dengan GPPH.
Metode. Uji diagnostik untuk alat ukur skala penilaian GPPH prasekolah Indonesia (SPGPI), skala penilaian regulasi diri prasekolah (SPRDAP) dan skala penilaian model pengasuhan (SPMP). Metode pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Subjek adalah anak berusia 3 - < 7 tahun pada 34 kelompok bermain dan taman kanak-kanak di DKI Jakarta, bulan Maret-Juni 2009. Seribu subjek untuk penelitian uji diagnostik dan 750 subjek untuk potong lintang. Alat ukur yang dibuat pada penelitian pertama diterapkan pada penelitian kedua.
Hasil. Uji diagnostik SPGPI mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,996, sensitivitas 96%, spesifisitas 99%, titik potong 30 dan area di bawah kurva ROC 0,9774. SPRDAP mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,937, sensitivitas 92%, spesifisitas 96%, titik potong 20 dan area di bawah kurva ROC 0,9383. SPMP mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,8125, sensitivitas 72%, spesifisitas 95%, titik potong 70, dan area di bawah kurva ROC 0,8233. Faktor risiko ayah perokok RP 3,48(1,79 sampai 6,78), regulasi diri RP 21,01(6,98 sampai 63,28), riwayat GPPH dalam keluarga RP 11,89 (2,44 sampai 44,65).
Simpulan. SPGPI, SPRDAP dan SPMP adalah andal dan sahih untuk digunakan sebagai alat ukur. Faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan GPPH anak prasekolah adalah ayah perokok, regulasi diri dan riwayat GPPH dalam keluarga.

Background. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) is the most common child psychiatric disorder, comprising 30-40% child mental health cases referred. ADHD is typically characterized by inattention, hyperactivity and impulsivity and affects the emotion, behavior, psychosocial, academic and family functioning. ADHD is a severe disorder includes the impairment, chronicity, morbidity and comorbity. The peak of onset is 3-5 years. This study aims to obtaining the proportion of ADHD in preschool children with SPGPI instrument, to demonstrate SPRDAP and SPMP instrument are reliable and valid, and to demonstrate ADHD related to family history and self regulation.
Methods. Diagnostic test for SPGPI, SPRDAP and SPMP Instruments. This study using questionnaire and interview. Sampling method was simple random sampling. Participant from 34 playgroup and kindergarten were selected from DKI Jakarta. The study was conducted from March-June 2009. The samples were 1000 for diagnostic test and 750 for cross sectional study and the children age from 3 - < 7 years were selected. Parents and teachers of these children were asked to complete SPGPI, SPRDAP, SPMP and personal form. The instruments from first study were applied for the second study.
Result. The result on diagnostic test showed that the Cronbach coefficient alpha 0.996, sensitivity 96%, specificity 99% for SPGPI, cut off point 30 and area under ROC curve 0.9774. For SPRDAP instrument, the Cronbach coefficient alpha 0.937, sensitivity 92%, specificity 96%, cut off point 20 and area under ROC curve 0.9383. For SPMP instrument, the Cronbach coefficient alpha 0.8125, sensitivity 72%, specificity 95%, titik potong 70 dan area under ROC curve 0.8233. The related factors were patemal smoking PR 3.48 (1.79 to 6.78), self regulation PR 21.01 (6.98 to 63.28) and family history PR 11.89 (2.44 to 44.65).
Conclusion SPGPI, SPRDAP and SPMP is reliable and valid and used as an instrument. Patemal smoking, self regulation, family history of ADHD were related to ADHD.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
D1742
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Petrin Redayani Lukman
"Gangguan kepribadian ambang (GKA) merupakan gangguan jiwa dengan dampak psikososial yang bermakna dan umumnya lebih sulit ditata laksana dibandingkan dengan gangguan psikiatri lainnya. Sebagian besar Peserta Program Pendidikan Spesialis Kedokteran Jiwa (PPDS-KJ) menyatakan sulit melakukan psikoterapi pada pasien GKA dan belum ada metode pengajaran psikoterapi psikodinamik yang khusus dan terstruktur untuk kasus GKA. Tujuan penelitian adalah menghasilkan Modul Pendidikan Psikoterapi Psikodinamik untuk kasus GKA (PP-GKA) beserta instrumen untuk mengevaluasi hasil pembelajaran PPDS-KJ setelah mengikuti modul pada domain pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotor. Penelitian dilakukan pada Januari–Desember 2023 di sembilan institusi pendidikan psikiatri di Indonesia menggunakan mixed method kualitatif dan kuantitatif dengan desain exploratory sequential, terdiri dari tahap pengembangan modul, pengembangan instrumen evaluasi, dan uji efektivitas modul. Penelitian ini juga mengadaptasi Kuesioner Kirkpatrick level 1 untuk mengevaluasi reaksi peserta terhadap modul. Pengembangan modul dan instrumen dilakukan secara saksama melalui tahapan focus group discussion, survei Delphi, diskusi panel ahli, uji validasi isi modul dan instrumen, serta uji reliabilitas instrumen dengan narasumber dari kalangan PPDS-KJ, psikiater, ahli psikoterapi, dan staf pengajar psikoterapi dari institusi pendidikan psikiatri di Indonesia. Modul yang dihasilkan bersifat valid (S-CVI/Ave = 1), berbentuk pembelajaran daring dengan durasi 12 kali pertemuan. Penelitian juga menghasilkan instrumen evaluasi hasil belajar berupa 50 butir soal pilihan ganda, rubrik penilaian formulasi psikodinamik (RP-FP), dan rubrik penilaian praktik psikoterapi psikodinamik (RP-PPGKA). RP-FP dan RP-PPGKA juga valid (S-CVI/Ave RP-FP = 0,981, RP-PPGKA = 1) dan reliabel (ICC RP-FP = 0,879, RP-PPGKA = 0,727). Uji efektivitas modul dengan pre-test post-test control group design dilakukan kepada 33 orang PPDS-KJ semester 6–7 dari sembilan institusi pendidikan PPDS-KJ di Indonesia yang direkrut berdasarkan stratified random sampling. Berdasarkan hasil analisis instrumen soal pilihan ganda, RP-FP, RP-PPGKA, dan Kuesioner Kirkpatrick level 1 versi Indonesia, Modul Pendidikan PP-GKA efektif memberikan perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor serta mendapatkan reaksi yang positif dari peserta. Modul Pendidikan PP-GKA dapat diimplementasikan pada pendidikan PPDS-KJ di Indonesia sebagai panduan pengajaran dan membantu meningkatkan kompetensi PPDS-KJ dalam melakukan psikoterapi psikodinamik untuk kasus GKA di Indonesia.

Borderline personality disorder (BPD) is a mental disorder with significant psychosocial impacts and is difficult to manage compared to other psychiatric disorders. The majority of psychiatry residents in Indonesia stated that it was difficult to carry out psychotherapy on BPD patients and that there was no specific and structured psychodynamic psychotherapy teaching method for BPD cases. The aim of this study is to produce a Psychodynamic Psychotherapy Module for BPD cases (PP-BPD) along with the instruments to evaluate the residents’ learning outcomes in the cognitive, affective and psychomotor learning domains after receiving the module. The research was conducted in January–December 2023 at nine psychiatric educational institutions in Indonesia using mixed qualitative and quantitative methods with a sequential exploratory design, consisting of module development stages, evaluation instruments development, and module effectiveness testing. This study also adapted the Kirkpatrick Questionnaire level 1 to evaluate participants' reactions to the module. The development of the module and instruments was carried out carefully through the stages of focus group discussions, Delphi surveys, expert panel discussions, content validation testing of the module and scales, as well as inter-rater reliability testing of the scales with psychotherapy experts and teaching staff as participants. The resulting module, in the form of online learning with a duration of 12 meetings, is valid, (S-CVI/Ave = 1). The learning outcomes evaluation instruments were 50 multiple choice questions, Psychodynamic Formulation Competency Assessment scale (PF-CAS), and a Practical Competency Assessment Scale (PC-CAS) for psychodynamic psychotherapy for BPD. PF-CAS and PC-CAS were valid (S-CVI/Ave PF-CAS = 0.981, PC-CAS = 1) and reliable (ICC PF-CAS = 0.879, PC-CAS = 0.727). The module effectiveness test with a pre-test post-test control group design was carried out on 33 PPDS-KJ students in semesters 6–7 from nine psychiatric educational institutions in Indonesia who were recruited based on stratified random sampling. Analysis of the multiple choice exam, PF-CAS, PC-CAS, and Kirkpatrick Questionnaire level 1 Indonesian Version showed that the PP-BPD Education Module was effective in inducing changes in cognitive, affective and psychomotor aspects and received positive reactions from participants. The PP-BPD Education Module can be implemented in resident education in Indonesia as a teaching guide and to help improve residents’ competency in conducting psychodynamic psychotherapy for BPD cases in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Anthony Wibowo
"Pengetahuan / pemahaman, persepsi, dan sikap dokter umum yang baik terhadap Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu nilai tambah bagi mereka. Hal ini dikarenakan dokter umum yang bekerja pada pusat layanan primer berperan dalam diagnosis dan penanganan awal pasien dengan GPPH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan / pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap GPPH diantara dokter umum di Jakarta, serta hubungannya dengan lama pengalaman praktik mereka.
Penelitian menggunakan rancangan potong lintang. Sampel adalah 384 dokter umum di Jakarta yang dipilih dengan metode uji acak sederhana. Data diperoleh dari kuisioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya (Pearson alpha >0.25; Cronbach’s alpha >0.7). Data yang didapat dianalisis dengan piranti lunak SPSS versi 20 untuk Macintosh.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar subjek penelitian mempunyai tingkat pengetahuan / pemahaman (54.9%), persepsi (58.1%), dan sikap (60.7%) terhadap GPPH yang rendah dan sangat rendah, dan adanya hubungan yang signifikan secara statistik dengan lama pengalaman praktik. Disimpukan bahwa diperlukan adanya edukasi lebih lanjut mengenai GPPH kepada dokter umum di Jakarta terlepas dari pengalaman praktik yang dimiliki.

A good knowledge / understanding, perception, and attitude among general practitioners towards Attention – Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) is an own privilege. This is because general practitioners who work in primary health care have the role in early diagnosis and management of ADHD patients. This research has the objectives to know the level of knowledge / understanding, perception, and attitude towards ADHD among general practitioners in Jakarta, and to identify the association to their length of practice experience.
This research used cross-sectional design. The samples were 384 general practitioners in Jakarta who were selected through simple random sampling method. Data obtained from questionnaires that have been tested for its validity and reliability (Pearson alpha >0.25; Cronbach’s alpha >0.7), and were analyzed utilizing SPSS software 20th version for Macintosh.
The result showed that majority of the research subjects were have poor and very poor levels of knowledge / understanding (54.9%), perception (58.1%), and attitude (60.7%) towards ADHD, and there was a significant association with the length of practice experience statistically. Overall, further education regarding to ADHD is required to general practitioners in Jakarta regardless of their practice experience.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Calvin Wijaya
"ABSTRAK
Pendahuluan: Penduduk dengan gangguan jiwa berat diketahui berisiko melakukan kejahatan
kekerasan yang lebih tinggi dari biasanya. Untuk mencegah kekerasan,
kemampuan untuk menilai risiko kekerasan diperlukan untuk menilai apakah kekerasan
akan berulang atau tidak. Salah satu metode penilaian risiko kekerasan ini adalah
dengan Alat Penilaian Risiko Kekerasan (VRA), tetapi metode dan kemampuan untuk menilai
Risiko kekerasan belum umum diajarkan dan digunakan di Indonesia. Masalah ini
menimbulkan pertanyaan dari tim peneliti tentang bagaimana mengembangkan
keterampilan ini di Indonesia.
Metode: Pengumpulan data dilakukan di dua lokasi yaitu di Padang pada tanggal 1 Agustus 2019, dan
pada tanggal 14 September 2019 di Diklat RSCM, Jakarta. Pesertanya adalah dokter spesialis
psikiatri dan/atau sedang menjalani PPDS untuk psikiatri. Peserta mengisi
lembar angket dan lembar sebelum pendidikan dan lembar post-test setelah pendidikan. Data
Skor dan post-test peserta kemudian dianalisis menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test
dengan SPSS versi 23 untuk melihat signifikansinya. Data demografi juga dianalisis dengan
peningkatan nilai post-test dengan Uji Korelasi Spearman, Uji U Mann-Whitney, dan . uji
Kruskal-Wallis.
Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara nilai pre-test dan post-test,
sedangkan analisis data demografi seperti tingkat pendidikan terakhir, pengalaman sebelumnya,
menjalani pendidikan penilaian risiko kekerasan selama program pendidikan spesialis (PPDS)
psikiatri, pengalaman menjalani pendidikan penilaian risiko kekerasan di luar
PPDS untuk psikiatri, pengalaman menangani kasus kekerasan, lama kerja, jumlah kasus
ditangani per bulan, dan data penilaian diri terhadap kemampuan menangani berbagai
kasus kekerasan (fisik, seksual, psikologis dan penelantaran) hingga peningkatan nilai post-test
tidak ada hubungan atau perbedaan yang signifikan.
Kesimpulan: Ada peningkatan yang signifikan antara skor pre-test dan post-test setelah
diberikan pendidikan. Korelasi dan pengaruh karakteristik demografi peserta terhadap peningkatan
skor post-test tidak memiliki nilai signifikan. Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk
menyusun modul atau materi baru dalam psikiatri PPDS
ABSTRACT
Introduction: People with severe mental disorders are known to be at risk of committing crimes
higher hardness than usual. To prevent violence,
the ability to assess the risk of violence is needed to assess whether violence
will repeat or not. One of these violence risk assessment methods is
with the Violence Risk Assessment Tool (VRA), but methods and capabilities to assess
The risk of violence is not yet commonly taught and used in Indonesia. This problem
raises questions from the research team about how to develop
these skills in Indonesia.
Methods: Data collection was carried out in two locations, namely in Padang on August 1, 2019, and
on September 14, 2019 at the RSCM Training and Education, Jakarta. Participants are specialist doctors
psychiatrist and/or undergoing PPDS for psychiatry. Participants fill in
questionnaire sheets and sheets before education and post-test sheets after education. Data
Participants' scores and post-test were then analyzed using the Wilcoxon Signed Rank Test
with SPSS version 23 to see the significance. Demographic data were also analyzed by
increase in post-test scores with the Spearman Correlation Test, the Mann-Whitney U Test, and . test
Kruskal-Wallis.
Results: There was a significant difference (p<0.05) between the pre-test and post-test scores,
while the analysis of demographic data such as the last education level, previous experience,
undergo violence risk assessment education during the specialist education program (PPDS)
psychiatry, experience undergoing violence risk assessment education outside pendidikan
PPDS for psychiatry, experience in handling violent cases, length of work, number of cases
handled per month, and self-assessment data on the ability to handle various
cases of violence (physical, sexual, psychological and neglect) to increased post-test scores
there is no significant relationship or difference.
Conclusion: There is a significant increase between pre-test and post-test scores after
given education. Correlation and influence of participant demographic characteristics on improvement
post-test scores have no significant value. This research can be the basis for
compiling new modules or materials in PPDS psychiatry"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariel Timy Chiprion
"Pendahuluan:Kejadian kanker payudara pada perempuan usia reproduksi di Indonesia maupun di seluruh dunia dewasa ini semakin meningkat. Terapi kanker payudara dapat mengakibatkan kerusakan organ reproduksi, terutama ovarium dan menyebabkan infertilitas. Salah satu solusi yang tersedia saat ini adalah preservasi ovarium. Hal ini merupakan isu yang penting dan kompleks mengingat tingginya kekhawatiran pasien. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengetahuan, sikap, dan perilaku dokter maupun pasien perempuan penderita kanker payudara di usia reproduksi terhadap preservasi ovarium.
Metode: Dilakukan studi deskriptif kualitatif pada enam pasien dan delapandokter subspesialis bedah onkologi di RSCM dan RS Kanker Dharmais pada Juli 2018-November 2018. Data dikumpulkan melalui wawancara formal tidak berstruktur pada pasien dan dokter spesialis bedah onkologi. Dilakukan juga pengumpulan data demografi pasien.
Hasil: Sebagian besar pasien mengaku belum memiliki informasi yang cukup namun setelah dipaparkan mengenai tujuannya, hampir semua sepakat bahwa preservasi ovarium adalah cara yang dapat digunakan untuk mewujudkan keinginan para pasien untuk memiliki keturunan. Dalam pelaksanaannya, subjek juga paham adanya pertimbangan agama dan finansial. Untuk dokter bedah onkologi, mayoritas mengaku tidak memahami banyak mengenai preservasi ovarium karena keahlian mereka tidak spesifik di fertilitas. Dokter bedah onkologi tidak keberatan untuk belajar lebih lanjut atau mengikuti seminar mengenai preservasi ovarium.
Kesimpulan: Usaha preservasi fertilitas pada pasien kanker masih belum banyak diketahui oleh pasien sehingga terdapat kesenjangan antara perilaku dokter dan pengetahuan pasien. Faktor utama yang memengaruhi kurangnya pengetahuan pada pasien adalah pendidikan, sedangkan faktor utama yang memengaruhi perilaku dokter adalah tingkat keberhasilan preservasi. Diperlukan edukasi dari dokter untuk pasien mengenai preservasi fertilitas, kebijakan yang mendukung dari jaminan kesehatan, dan kerja sama bedah onkologi serta konsultan fertilitas.

ABSTRACT
Background: The incidence of breast cancer in women of reproductive age in Indonesia and throughout the world today is increasing. Breast cancer therapy could damage the reproductive organs, especially ovarium, and cause infertility. One of the currently available solutions is ovarian preservation. This is an important and complex issue due to the heightened patients concern. Therefore, this study aims to assess the knowledge, attitude, and practice of doctors as well as reproductive women with breast cancer regarding ovarian preservation.
Methods:A descriptive qualitative study was done on six patients and eight oncology surgeons in RSCM and RS Kanker Dharmais between July2018-November 2018. Data was gathered throughunstructured formal interview with patients and oncology surgeons. Demographic data of patients was also collected.
Results: Majority of patients admit to knowing next to nothing about fertility preservation, yet they agree to its benefits once they got a brief explanation from the doctors. They perceive this act as a solution for having an offspring though they also understand the religion and financial barriers. In conjuction with the patients, most oncology surgeons have minimal information about this field as it is not their day to day duty. They expressed an eagerness to learn about ovary preservation in seminar as it would help to answer patients concerns.
Conclusion: Patients knowledge about fertility preservation measures among cancer patients is still minimal mainly due to lack of proper educational background. Doctors attitude regarding fertility preservation issue is also heavily influenced by the success rate of the attempt. In the future, further socialization for patients about the objective of fertility preservation supported with health coverage policy are needed for the development of the preservation program. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55554
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>