Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9980 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mis Bakhul Munir
"Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb. ) merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, tetapi penggunaannya kurang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula tablet efervesen dengan bahan berkhasiat ekstrak kering temulawak sehingga dapat dikonsumsi sebagai suplemen sehat komersial. Tablet efervesen dibuat dengan metode granulasi basah mengunakan variasi jumlah effervescent mix dan bahan pemanis pada kondisi kelembaban relatif (RH) 40% dengan suhu 25°C. Ketiga formula tablet efervesen yang dibuat memenuhi syarat evaluasi granul dan tablet efervesen.
Hasil analisis kesukaan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kesukaan terhadap penampilan dan aroma dari ketiga formula tablet efervesen, namun ada perbedaan tingkat kesukaan terhadap rasa dari ketiga formula yang dibuat. Dari ketiga formula yang telah diujikan pada responden, fomula I dengan jumlah effervescent mix 80% dan aspartam 1,5 % memiliki rasa yang lebih disukai dibandingkan formula II dengan jumlah effervescent mix 80% dan aspartam 2,5 % dan formula III dengan jumlah effervescent mix 80% tanpa penambahan aspartam. Dari hasil penelitian ini diharapkan tablet efervesen ekstrak temulawak dapat menjadi produk suplemen yang dapat dipasarkan.

Curcuma (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) has many benefits for health and medical use, but its usefulness is less than optimal. Therefore a study aimed at gaining effervescent tablets formula with dried ginger extract that can be consumed as a healthy commercial supplement are conducted. Effervescent tablets prepared by wet granulation method with various concentration of effervescent mix and sweetener on the condition of relative humidity (RH) 40% in a temperature of 25°C. Three effervescent tablets formula are designed to meet the effervescent granules and tablets evaluations.
The analysis shows that there is no different level of preference for appearance and aroma of three effervescent tablets formula, but there are different in taste. Based on survey, formula I with 80% of effervescent mix and 1,5% of aspartame is more preferable than formula II with 80% of effervescent mix and 2,5% of aspartame and formula III with 80% of effervescent mix without aspartame. Results of this study are expecting effervescent tablet from ginger extract as supplement can be marketed.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42996
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yasinta Ayuning Dyah
"Latar Belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman berkhasiat obat asli Indonesia dan merupakan tanaman obat unggulan untuk dikembangkan menjadi obat herbal terstandar. Pada beberapa penelitian, ekstrak etanol temulawak (EET) telah terbukti berkhasiat sebagai antimikroba, namun belum diketahui keamanannya terhadap jaringan mukosa mulut. Tujuan: Mengetahui sitotoksisitas ekstrak etanol temulawak (EET) terhadap sel fibroblas gingiva manusia (in vitro). Metoda: Model sel fibroblas gingiva diperoleh dari kultur primer jaringan gingiva manusia. Ekstrak etanol temulawak (1%, 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40%) dipaparkan pada sel fibroblas gingiva dengan durasi paparan 1 jam, 3 jam, dan 24 jam. Viabilitas sel pasca paparan EET dianalisis dengan uji MTT (3-(4,5-dimethyl-thiazol-2-yl)-2,5-diphenyl-tetrazolium bromide) dan sitotoksisitas ditetapkan berdasarkan Inhibition Concentration 50% (IC50). Sedangkan, jumlah sel pasca paparan EET dievaluasi dengan metoda exclusion dye/trypan blue. Hasil: Model sel fibroblas gingiva dapat diperoleh dari kultur primer jaringan gingiva dan secara morfologi teridentifikasi sebagai sel fibroblas. Berdasarkan nilai IC50, EET pada konsentrasi >20% pasca paparan 1 dan 3 jam dan konsentrasi ≥10% pasca paparan 24 jam sitotoksik terhadap sel fibroblas gingiva. Jumlah sel fibroblas gingiva menurun sesuai dengan peningkatan konsentrasi pada durasi paparan 24 jam. Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak memiliki efek sitotoksik terhadap sel fibroblas gingiva. Sitotoksisitas ekstrak etanol temulawak dipengaruhi oleh konsentrasi dan durasi paparan.

Background: Javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is a herbal plant native to Indonesia and is a superior herbal plant to be developed into a standardized herbal medicine. In some studies, Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract (CXEE) had been reported to have antimicrobial effect. However, its safety has not been evaluated for oral mucosal tissue. Objective: To evaluate the cytotoxicity of Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract to human primary gingival fibroblast cells (in vitro). Method: Gingival fibroblast cells model were cultured from human primary gingival tissues. CXEE (1%, 2,5%, 5%, 10%, 20%, 40%) was added into gingival fibroblast culture for 1 h, 3 hrs, and 24 hrs. Cells viability after treatment of EET was analized with the 3-(4,5-dimethyl-thiazol-2-yl)-2,5-diphenyl-tetrazolium bromide (MTT) assay and determined by Inhibition Concentration 50% (IC50). Meanwhile, cell density of treated cells was determined by exclusion dye/Trypan Blue. Result: Primary culture of human gingival tissue was able to produce gingival fibroblast cells model that was morphologically identified. Based on IC50, CXEE was cytotoxic againts gingival fibroblast cells at >20% of final concentration after 1 hr and 3 hrs treatment and at ≥10% of final concentration after 24 hrs treatment. Cell density of gingival fibroblast cells showed reduction as the increase of extract concentration in 24 hrs treatment. Conclusions: Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract shows cytotoxic effect againts gingival fibroblast cells and is affected by concentration and duration of treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Prabowo
"Tablet terdisintegrasi cepat merupakan salah satu teknologi farmasi yang sedang berkembang saat ini. Tablet terdisintegrasi atau FDT (fast disintegrating tablet) merupakan tablet yang ketika diletakkan pada lidah akan terdisintegrasi secara instan serta melepaskan obat dengan bantuan saliva. Teknologi ini dapat memecahkan permasalahan pemberian obat secara oral pada pasien-pasien seperti pediatri, geriatri ataupun pada keadaan dimana pasiennya tidak dapat menelan tablet secara konvensional dengan bantuan air.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengoptimasi kecepatan disintegrasi dan rasa pada tablet terdisintegrasi dengan memvariasikan konsentrasi sodium starch glycolate dan manitol. Optimasi kecepatan disintegrasi menggunakan sodium starch glycolate dengan konsentrasi 8%, 12% dan 16% dan kemudian diuji waktu disintegrasinya. Setelah diketahui kecepatan disintegrasi yang paling optimum maka dilakukan optimasi rasa dengan menggunakan manitol pada konsentrasi 32%, 36% dan 40%. Evaluasi tentang rasa dilakukan dengan menggunakan uji kesukaan (hedonitas) dan dianalisis dengan yang baik pada tablet terdisintegrasi cepat adalah 27±1 detik. Waktu disintegrasi paling baik tercapai pada tablet yang mengandung konsentrasi sodium starch glycolate sebesar 16%. Tidak ada perbedaan bermakna antara formulasi tablet yang mengandung konsentrasi manitol 32%, 36% dan 40% sehingga tidak dapat diketahui formulasi tablet yang disukai konsumen.

Fast disintegrating tablet is one of advanced pharmaceutical technologies. Fast disintegrating tablets is a tablet when placed on the tongue will be instantly disintegrated and releases the drug with the help of saliva. This technology can solve the problem of using oral drug in patients such as pediatrics, geriatrics or in circumstances where the patient can not swallow tablets conventionally with the help of water.
The purpose of this study was to optimize the speed of disintegration and to optimize taste in fast disintegrating tablet formulations both with varying concentrations of sodium starch glycolate and mannitol. Optimization the speed of disintegration was done by using sodium starch glycolate with concentration of 8%, 12% and 16% and then disintegration time was tested. After the optimum speed decided, the next step was optimizing the taste using various manitol concentration of 32%, 36% and 40% and evaluation of the taste was conducted by using hedonity test and analyzed with SPSS program. Disintegration of good fast disintegrating tablet was 27 ± 1 second. The best disintegration time was achieved in tablet using sodium starch glycolate of 16%. No significant taste differences among tablet formulations that contain manitol concentrations of 32%, 36% and 40%, thus it can’t be decided which one of tablet formulation was preffered by customers.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S110
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Latisha Maulana
"Latar Belakang: Ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) telah terbukti secara in vitro memiliki khasiat sebagai anti Candida albicans (C.albicans). Dalam upaya pengembangan tanaman obat tersebut sebagai obat herbal terstandar anti C.albicans, ekstrak etanol temulawak telah diformulasikan menjadi obat tetes oromukosa. Temulawak mengandung kurkumin yang merupakan senyawa polifenolik berwarna kuning yang dapat menyebabkan diskolorasi gigi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh paparan obat tetes ekstrak etanol temulawak terhadap warna email gigi.
Metode: Gigi premolar tanpa karies dan defek struktural dicelupkan dalam obat tetes ekstrak etanol temulawak, CHX 0,2%, dan akuades selama 1 menit kemudian dibilas dan direndam dalam akuades selama 10 menit pada suhu 37oC. Tahapan dilakukan sebanyak 42 siklus (simulasi penggunaan 2 minggu) dan 63 siklus (simulasi penggunaan 3 minggu). Analisis warna dilakukan menggunakan colorimeter pada 3 tahap waktu yaitu sebelum paparan, setelah paparan, dan setelah penyikatan gigi. Nilai yang didapatkan berupa ΔE yang menunjukkan selisih nilai pengukuran warna email sebelum dan setelah paparan obat serta sebelum dan setelah penyikatan.
Hasil: Pada tahap waktu T1-T3 simulasi penggunaan 2 minggu dan 3 minggu, nilai ΔE>3.3 pada ketiga kelompok sehingga terlihat adanya perubahan warna yang signifikan antara warna gigi awal dan setelah penyikatan gigi. Terdapat perubahan warna gigi yang signifikan setelah dilakukan penyikatan dengan pasta gigi.
Kesimpulan: Obat tetes ekstrak etanol temulawak mengakibatkan perubahan warna email gigi yang signifikan. Penyikatan gigi dapat mengurangi efek perubahan warna pada email gigi.

Background: Javanese Turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ethanol extract is known to have antifungal properties against Candida albicans (C.albicans) based on in vitro studies. The next step in developing a standardised herbal medicine is by formulating Javanese Turmeric Ethanol Extract into oromucosal drops. Curcumin found in javanese turmeric is a yellowish polyphenolic compound that has the potential to cause staining on the enamel.
Objective: This study is aimed to evaluate the effect Javanese Turmeric ethanol extraxt oromucosal drops on discoloration of the dental enamel.
Method: Premolars with no caries and structural defects are immersed in the Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops, a 0,2% CHX mouthwash, and distilled water for 1 minute. After rinsing, they are then immersed in distilled water for 10 minutes at 37oC. The method mentioned is repeated for 42 cycles (2-week simulation) and 63 cycles (3-week simulation). Color assessment is done using a colorimeter at three different time points: before immersion, after immersion, and after brushing. Results will be shown as ΔE which is the color difference of enamel before and after immersion, as well as before and after toothbrushing.
Result: At time point T1-T3 for the 2-week and 3-week simulation, the ΔE score is greater than 3.3 on all three groups indicating a significant color difference before immersion and after toothbrushing. A significant color difference is observed after toothbrushing with toothpaste.
Conclusion: Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops cause a significant tooth discoloration. Brushing had significant effect on removal of induced stains.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Diah Lestari
"Latar belakang: Salah satu faktor virulensi C. albicans adalah pembentukan biofilm yang dapat meningkatkan resistensi terhadap agen antijamur. Temulawak merupakan tanaman obat khas Indonesia yang diketahui memiliki efek antijamur karena mengandung zat aktif xanthorrhizol.
Tujuan: Mengetahui potensi penggunaan ekstrak etanol temulawak dalam mengeradikasi biofilm C. albicans isolat klinis.
Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak kepada biofilm C. albicans selama 1 jam pada berbagai fase pembentukan biofilm. MTT assay digunakan untuk mengukur persentase eradikasi biofilm.
Hasil: Ekstrak etanol temulawak memiliki nilai KHM dan KBM 15 terhadap C. albicans isolat klinis planktonik. Nilai Konsentrasi Eradikasi Biofilm Minimal KEBM50 ekstrak etanol temulawak terhadap biofilm C. albicans isolat klinis pada fase awal, fase menengah, dan fase maturasi adalah 25 , 15 , dan 15.
Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak mampu mengeradikasi biofilm C. albicans isolat klinis.

Background: An ability to form biofilm is one of the C. albicans rsquo s virulence factor that increase resistance towards antifungal agents. Java turmeric is an Indonesian medicinal plant which reported to have antifungal effects due to its active component, xanthorrhizol.
Objective: To measure in vitro potential use of Java turmeric ethanol extract in eradicating C. albicans clinical isolate biofilm.
Method: One hour exposure of Java turmeric ethanol extract to C. albicans biofilm formation phases. MTT assay is used to test the percentage of biofilm eradication.
Result: The Minimum Inhibitory Concentration MIC and Minimum Fungicidal Concentration MFC of Java turmeric ethanol extract towards planktonic C. albicans was 15. The Minimum Biofilm Eradication Concentration MBEC50 in the early phase was 25, intermediate phase 15 and maturation phase 15.
Conclusion: Java turmeric ethanol extract is effective in eradicating clinical isolate of C. albicans biofilm.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Putri Ayu Rosalia
"Pendahuluan: Ekstrak temulawak telah dilaporkan memiliki efek inhibisi dan eradikasi in vitro terhadap C. albicans. Setiap obat dalam pengembangannya harus melalui uji standar stabilitas biologis, fisika, dan kimia. Salah satu uji kestabilan biologis obat adalah pengujian kontaminasi mikroba pada obat selama 4 minggu
Tujuan: Mengetahui kestabilan biologis obat tetes ekstrak etanol temulawak menggunakan TPC untuk menghitung, menganalisis dan membandingkan perubahan jumlah koloni dengan satuan Colony Forming Unit (CFU).
Metode: Obat tetes ekstrak etanol temulawak temulawak disimpan dalam 3 suhu (suhu rendah 4±2oC; suhu ruangan 28±2oC; dan suhu tinggi 40±2oC). Obat tetes ekstrak etanol temulawak diencerkan dengan serial dilution dan ditumbuhkan pada medium nonselektif Plate Count Agar (PCA) dengan metode Spread Plate. Pada setiap sampel pengujian dilakukan duplo. Media yang telah dikultur dengan obat tetes ekstrak etanol temulawak kemudian yang telah ditumbuhkan, diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Perhitungan koloni pada setiap agar dilakukan secara manual, kemudian dimasukkan ke dalam rumus penghitungan koloni sehingga didapatkan satuan CFU/mL. Pengujian baseline dan Pengulangan uji kontaminasi dilakukan setiap 2 minggu selama 1 bulan.
Hasil: Pada minggu kedua tidak terdapat kontaminasi mikroba pada obat tetes ekstrak etanol temulawak. Sedangkan pada minggu keempat, terlihat koloni sebanyak 5x10 CFU/mL yang terbentuk pada media dengan kultur obat tetes ekstrak etanol temulawak pada suhu tinggi (40±2oC).
Kesimpulan: Temperatur penyimpanan mempengaruhi kestabilan biologis obat tetes ekstrak etanol temulawak. Pada penelitian ini, sediaan obat tetes ekstrak etanol temulawak tetap stabil bebas kontaminasi mikroba setelah penyimpanan selama 4 minggu pada suhu rendah dan suhu ruang. Sedangkan pada penyimpanan selama 4 minggu pada suhu tinggi, terjadi kontaminasi minimal.

Introduction: Curcuma extract has been reported to have effect on inhibition and eradication in vitro of C. albicans. Every drug during its development must pass biological, physical and chemical stability. One of the biological stability tests of drugs is testing for microbial contamination of drugs in 4 weeks.
Objective: To know the biological stability of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract drugs using TPC to count, analyze and compare changes in the number of colonies with Colony Forming Units (CFU).
Methods: Oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract is stored at 3 temperatures (low temperature 4 ± 2oC; room temperature 28 ± 2oC; and high temperature 40 ± 2oC). Oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract is diluted with serial dilution and plated on nonselective medium Plate Count Agar (PCA) using the spread plate method. Duplo testing was carried out for each sample. Medium that has been cultured with oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract then incubated for 48 hours at 37oC. Colony counting for each agar is done manually, then entered into the colony counting formula to obtain CFU/mL units. Baseline test and repeated contamination tests were carried out every 2 weeks for 1 month.
Results: In the second week, there is no microbial contamination in oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Then, in the fourth week, it can be count 5x10 CFU/mL that formed on medium that has been cultured with oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract which stored in high temperature (40±2oC).
Conclusion: Storage temperature affects the biological stability of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. In this research, oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract remained stable and free of microbial contamination after 4 weeks of storage at low and room temperature. Meanwhile in storage for 4 weeks at high temperature, there was minimal contamination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivanti Irmadela Devina
"Tujuan penelitian eksperimental klinis ini menganalisis efek obat kumur temulawak terhadap gingivitis secara klinis.Enam puluh penderita gingivitis dibagi menjadi dua kelompok : berkumur dengan temulawak dan plasebo. Indeks plak (PlI) dan Papilla Bleeding Index (PBI) diukur sebelum dan setelah berkumur, dua kali sehari selama empat hari. Nilai PlI dan PBI pada kedua kelompok setelah berkumur lebih rendah daripada saat sebelum berkumur, secara statistik bermakna (uji T berpasangan; p<0,05). Nilai PlI dan PBI pada kelompok temulawak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok plasebo (uji T tidak berpasangan; p<0,05). Berkumur dengan obat kumur yang mengandung temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat menurunkan gingivitis.

The aim of this clinical experimental study is to analyze the effect of extract temulawak towards gingivitis clinically. Sixty patients gingivitis divided into two groups: rinsed using temulawak and placebo. Plaque index (PlI) and Papilla Bleeding Index (PBI) were measured before and after rinsing, twice a day for four days. The PlI and PBI score after rinsing in both groups were lower than before rinsing(paired T test; p<0,05). The follow up PlI and PBI score of control group were different significantly with the experiment group (independent T test; p<0,05). Rinsing with temulawak (Curcuma xanthorrhiza) mouthwash can reduce gingivitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Ardiyansyah
"PT. SOHO Industri Pharmasi memproduksi banyak produk obat dan suplemen, diantaranya adalah Imboost tab 10s, Diapet kapsul, dan juga Curcuma Force. Dari data sebelumnya diketahui bahwa ketiga produk tersebut memiliki cycle time yang lebih panjang dibanding dengan cycle time teoritisnya. Hal ini disebabkan karena waktu proses yang lebih panjang ataupun karena adanya waktu tunggu antarproses produksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai masalah utama panjangnya cycle time dari produk tersebut serta memberikan  saran yang dapat diimplementasikan. Analisi dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lapangan pada tiap proses produksi (weighing,mixing, tableting, coating, primary packaging, secondary packaging, review BR) serta dengan wawancara langsung kepada operator dan supervisor pada tempat proses produksi yang bersangkutan. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, kita mengetahui bahwa cycle time yang panjang disebabkan oleh waktu tunggu. Waktu tunggu ini disebakan oleh banyak faktor. Pada kasus ini, waktu tunggu disebabkan oleh antrian mesin dan antrian review BR. Antrian mesin dapat terjadi akibat adanya hambatan pada mesin atau oprator sehingga mengakibatkan downtime. Hambatan yang terjadi antara lain karena mesin masih mengerjakan produk lain, mesin rusak, dan operator yang sedang bekerja pada mesin lain. Antrian pada review BR disebabkan oleh admin yang tidak ada pada waktu lembur sabtu dan minggu. Sedangkan proses prosuksi kadang masih berjalan pada hari sabtu dan minggu sehingga terjadi tumpukan pada review BR.

PT. SOHO Pharmaceutical Industry produces many medicinal and supplement products, including Imboost tab 10s, Diapet capsules, and also Curcuma Force. From the previous data, it is known that the three products have a longer cycle time than the theoretical cycle time. This is due to a longer processing time or because of the waiting time between production processes. The purpose of this study is to analyze the main problem of the length of the cycle time of the product and provide suggestions that can be implemented. The analysis is carried out by direct observation in the field for each production process (weighing, mixing, tableting, coating, primary packaging, secondary packaging, BR review) as well as by direct interviews with operators and supervisors at the production process site concerned. From the results of the analysis that has been done, we know that the long cycle time is caused by waiting times. This waiting time is caused by many factors. In this case, the waiting time is caused by the machine queue and the BR review queue. Machine queues can occur due to obstacles in the machine or operator, resulting in downtime. The obstacles that occur are because the machine is still working on other products, the machine is damaged, and the operator is working on other machines. The queue on the BR review was caused by the admin who wasn't there on Saturday and Sunday overtime. While the production process sometimes still runs on Saturdays and Sundays, so there is a pile on the BR review."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ukhti Maira
"Latar belakang: Temulawak adalah tanaman obat asli Indonesia yang mengandung zat aktif xanthorrhizol dan memiliki efek antifungal. Dengan membentuk biofilm, Candida albicans menjadi virulen dan semakin virulen ketika mencapai fase maturasi.
Tujuan: Mengetahui potensi ekstrak etanol temulawak dalam menghambat biofilm C. albicans isolat klinis dan C. albicans ATCC 10231 pada fase maturasi.
Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak berbagai konsentrasi pada biofilm C. albicans dimulai pada 1.5 jam setelah inkubasi dan dilanjutkan selama 48 jam. MTT assay digunakan untuk mengukur persentase viabilitas sel C. albicans pada biofilm yang kemudian dikonversi menjadi persentase inhibisi biofilm oleh ekstrak temulawak.
Hasil: Terhadap C. albicans isolat klinis, Kadar Hambat Minimum KHM dan Kadar Bunuh Minimum KBM ekstrak etanol temulawak adalah 15 dan 30, sedangkan terhadap C. albicans ATCC 10231 adalah 20 dan 35. Nilai Kadar Hambat Biofilm Minimum KHBM50 ekstrak etanol temulawak adalah 35 terhadap C. albican isolat klinis dan 40 terhadap C. albicans ATCC 10231. Dibutuhkan konsentrasi ekstrak etanol temulawak yang lebih tinggi untuk menghambat C. albicans ATCC 10231 daripada untuk menghambat C. albicans isolat klinis.
Kesimpulan: Baik terhadap C. albicans isolat klinis maupun C. albicans ATCC 10231, ekstrak etanol temulawak berpotensi menghambat biofilm C. albicans fase maturasi.

Background: Javanese turmeric is an Indonesian medicinal plant which contains xanthorrhizol had been reported to have antifungal effect. By forming biofilms, C. albicans becomes virulent and more virulent as it reaches the maturation phase.
Objective: To investigate the capability of Javanese turmeric ethanol extract in inhibiting the formation of maturation phase C. albicans biofilm both of clinical isolate and ATCC 10231.
Methods: The Exposure of various concentrations of Javanese turmeric ethanol extract to C. albicans biofilm started at 1.5 hours after incubation and continued for 48 hours. MTT assay was used to measure the percentage viability of C. albicans cells on the biofilm which was then converted into the percentage of biofilm inhibition.
Results: Against C. albicans clinical isolate, Minimum Inhibition Concentration MIC and Minimum Fungicidal Concentration MFC of javanese turmeric ethanol extract was 15 and 30 whereas against C. albicans ATCC 10231 was 20 and 35. Minimum Biofilm Inhibition Concentration MBIC50 of javanese turmeric ethanol extract was 35 against C. albicans clinical isolate and 40 against C. albicans ATCC 10231 biofilm. Higher concentration of the extract was required to inhibit C. albicans ATCC 10231 compared to the concentration to inhibit C. albicans clinical isolate.
Conclusion: Both against C. albicans clinical isolat and C. albicans ATCC 10231, javanese turmeric ethanol extract has potential in inhibiting mature phase of C. albicans biofilm.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Siti Samiyah
"Latar Belakang: Candida albicans merupakan flora komensal yang dapat berubah menjadi virulen pada keadaan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan virulensi. Salah satu faktor virulensi C. albicans  adalah kemampuan membentuk biofilm dengan gambaran morfologi yang berubah pada setiap fasenya. Pembentukan biofilm dapat meningkatkan resistensi terhadap agen antijamur. Temulawak merupakan tanaman obat unggulan Indonesia yang diketahui memiliki khasiat antijamur. Tujuan: Mengetahui perkembangan berbagai fase biofilm C. albicans ATCC 10231 setelah paparan ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Metode: Uji MTT-assay digunakan untuk mengetahui konsentrasi minimum ekstrak etanol temulawak dalam menghambat pembentukan biofilm C. albicans (KHBM50). Gambaran mikroskopis perkembangan biofilm C. albicans diobservasi dengan menggunakan  Scanning Electron Microscope (SEM). Hasil: Nilai Konsentrasi Inhibisi Biofim Minimal (KHBM50) ekstrak etanol temulawak terhadap biofilm C. albicans ATCC 10231 pada fase awal (adhesi dan proliferasi), fase menengah, dan fase maturasi berturut turut adalah 25%, 35%, dan 40%. Kemampuan ekstrak etanol temulawak dalam menghambat perkembangan biofilm C. albicans  menurun seiring dengan peningkatan fase biofilm.  Pada fase adhesi, morfologi C. albicans ATCC 10231 yang dipaparkan ekstrak etanol temulawak dan nystatin masih berbentuk blastospora, berbeda dengan kontrol negatif yang sudah menunjukkan germinasi. Pada fase proliferasi, menengah, dan maturasi C. albicans ATCC 10231 yang dipaparkan temulawak maupun nystatin menunjukkan adanya pertumbuhan hifa yang lebih pendek namun dengan jumlah dan densitas yang jauh lebih sedikit jika dibanding dengan kontrol negatif. Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak mempengaruhi viabilitas C. albicans ATCC 10231 dan menghambat perkembangan biofilm C. albicans ATCC 10231 dengan cara menghambat pertumbuhan hypha serta menurunkan densitas biofilm. Semakin meningkat fase perkembangan biofilm, dibutuhkan konsentrasi ekstrak etanol temulawak yang lebih tinggi.

Background: Candida albicans is a commensal flora that can turn into virulent in certain circumstances that are influenced by predisposing and virulence factors. One of the virulence factors of C. albicans is the ability to form biofilm with morphologic changes in every phase. Biofilm formation can increase resistance towards antifungal agents. Javanese turmeric is an Indonesian medical plant that is reported to have antifungal effect which can inhibit the development of C. albicans biofilm. Objective: To observe the development of Candida albicans ATCC 10231 biofilm formation after exposed to Javanese turmeric ethanol extract (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Method: MTT-assay was used to measure the minimum inhibitory concentration of Javanese turmeric ethanol extract in inhibiting C. albicans ATCC 10231 biofilm formation (MBIC50). The morphological changes of the various stages of C. albicans biofilm were observed using Scanning Electron Microscope (SEM). Results: The Minimum Biofilm Inhibitory Concentration (MBIC50) of Javanese turmeric ethanol extract towards formation of C. albicans biofilm ATCC 10231 in the early phase (adhesion and proliferation), intermediate phase, and maturation phase as follows; were 25%,  35%, and 40% respectively. In the adhesion phase, the morphology of C. albicans ATCC 10231 exposed javanese turmeric ethanol extract and nystatin is still in the form of blastospores, unlike negative controls that have shown germination. In the proliferation, intermediate, and maturation phase C. albicans ATCC 10231 exposed to Javanese turmeric ethanol extract and nystatin showed the growth of shorther hyphae and slightly lesser amounts and densities compared negative controls. The ability of javanese turmeric ethanol extract in inhibiting the development of C. albicans biofilm decreased along with the increased of biofilm phase. Conclusion:  Javanese turmeric ethanol extract affected the viability of C. albicans cells and inhibit the development of C. albicans biofilm by inhibiting the hyphal formation and decreasing the biofilm density.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>