Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119004 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raka Cahya Pratama
"Kajian eksperimental telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik penjalaran gelombang tegangan berupa emisi akustik (Acoustic Emission, AE) pada pelat baja tahan karat. Pada bentuk fungsi sinyal penjalaran square, gelombang AE dapat dideteksi mulai dari frekuensi 1 Hz, sedangkan pada fungsi sinus dan triangle, dimulai dari frekuensi 180 kHz. Sampling rate pengukuran yang dibutuhkan untuk mendeteksi AE adalah 50 MS/s. Karakteristik pengurangan amplitudo terhadap frekuensi sinyal penjalaran bersifat non linear yang dimungkinkan akibat dari resonansi pelat pada rentang frekuensi tertentu dan besarnya konstan pada frekuensi tertentu terhadap amplitudo sinyal aktuator. Ditemukan bahwa bentuk sinyal gelombang AE sangat tergantung dari laju perubahan tegangan terhadap waktu. Laju perubahan tegangan yang besar, membuat pengurangan amplitudo tidak sesuai dengan pendekatan medium kontinyu. Waktu penjalaran memiliki karakteristik yang non linear dan cenderung semakin kecil pada frekuensi sinyal penjalaran yang tinggi yang diprediksi akibat dari tidak dilakukannya penyerapan energi pada tingkat molekuler sehingga penjalaran berlangsung dengan cepat. Penggunaan parameter sinyal yang ditangkap sensor tanpa ada sinyal penjalaran awal sebagai basis sinyal threshold diusulkan untuk dapat menjadi parameter standar threshold dalam deteksi AE. Perhitungan energi dengan metode numerik aturan Simpson 1/3 menunjukan bahwa fungsi pembebanan square memiliki besar energi yang lebih besar daripada fungsi lainnya. Analisis kualitatif terhadap beberapa metode penentuan lokasi sumber AE menghasilkan kesimpulan bahwa metode zonal adalah yang terbaik, namun metode Time of Arrival dan metode energi layak dikembangkan untuk menggantikan metode ini untuk menekan biaya operasional.

Experimental research has been done to understand the characteristic of acoustic emission (AE) on stainless steel plate. On square actuating function, AE can be detected since actuating frequency of 1 Hz, while on sine and triangle functions, it can be detected after 180 kHz actuating frequency. Sampling rate that needed to detect AE is 50 MS/s. Non linear characteristic of amplitude attenuation is found that most likely happened due to resonance of plate in some range of actuating frequency. It is also found that the signal form is depending on rate of stress change, bigger rate tends to not compatible with continuum medium approach. Propagation time found to be not linear and tend to decrease in higher frequency which probably caused from the absence of energy absorption in molecular level so the wave travelling faster than it used to. Proposed threshold is based on non actuating signal detected. The signal itself, its minimum-maximum value and root mean square value are the three parameters for the threshold. Then, numerical method using Simpson's 1/3 rule used to calculate the number of AE energy that carried. It is shown that square actuating function creates bigger AE energy than other actuating function. Qualitative analysis on several common methods for determining AE source location has shown that zonal method is the best approach but need very high operational cost, so time of arrival method and energy method deserve to be developed in order to substitute it."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43241
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Dwi Liestyosiwi
"Kajian eksperimental telah dilakukan untuk mengetahui karaktersitik penjalaran gelombang tegangan berupa emisi akustik (Acoustic Emission, AE) pada struktur alat penukar kalor. Eksperimen dilakukan menggunakan dua buah sensor, yaitu yang terletak sejajar dengan aktuator dan secara diagonal dengan aktuator. Terjadi perbedaan hasil pada pendeteksian fungsi sinus dan fungsi triangle dari kedua sensor. Namun hasil yang sama didapatkan pada fungsi penjalaran square, yaitu pada 1 Hz. Sampling rate pengukuran yang dibutuhkan untuk mendeteksi AE adalah 200 MS/s. Karakteristik pengurangan amplitudo terhadap frekuensi sinyal penjalaran bersifat non linear yang dimungkinkan akibat dari resonansi plat pada rentang frekuensi tertentu dan besarnya konstan pada frekuensi tertentu terhadap amplitudo sinyal aktuator. Waktu penjalaran memiliki karakteristik yang non linear dan cenderung menurun seiiring bertambahnya frekuensi. Terjadi perbedaan hasil antara sensor1 dan sensor 2 pada setiap parameter karakterisasi yang diprediksi diakibatkan struktur dari medium penjaralan yang berbeda, yaitu pada sensor 1 hanya menjalar pada casing heat exchanger dan pada sensor 2 harus melewati baffle dan tube heat exchanger.

An experimental study has been developed to understand the spreading characteristics of stress wave in acoustic emission (AE) on heat exchanger machine structure. Experiments were done using two sensors, which located parallel to the actuator and diagonally towards actuator. There is difference on the result of detection on sinusoidal and triangle function from both sensors. However, there is obtained similar results on square function spreading, that is at 1 Hz. The required sampling rate for measurement of AE detection is 200 MS/s. The characteristic of amplitude decreasing to the frequency of spreading signals is nonlinear because of the resonance plat in specific frequency range and the amplitude is constant to the amplitude of actuator signal at specific frequency. The characteristic of spreading time is nonlinear and tends to decrease with frequency increases. There is difference between the results of sensor 1 and sensor 2 on each characterization parameters. This is because of the different structure of spreading medium, that is on the heat exchanger casing for sensor 1 and passing through the baffles and tube heat exchanger."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S57872
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Cahya Pratama
"Deteksi emisi akustik dilakukan untuk menjawab kebutuhan akan tanda-tanda kerusakan sedini mungkin pada komponen mesin. Emisi akustik sendiri merupakan pelepasan energi gelombang tegangan pada saat deformasi awal yang menjadi indikator kerusakan skala mikro komponen mesin, yang tidak dapat dideteksi dengan metode lain. Namun, perkembangan deteksi emisi akustik menjadi lamban karena sulitnya melakukan reka ulang proses penjalaran gelombang emisi akustik untuk dapat mengidentifikasi lokasi sumber kerusakan dini pada elemen mesin. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknik penentuan lokasi sumber kerusakan dini pada elemen mesin melalui metode triangulasi perbedaan waktu datang (time of arrival) sinyal antar sensor.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pelat baja tahan karat SS 304 dan alumunium 6083 sebagai representasi elemen mesin serta digunakan sensor piezoceramic PZT yang bertindak sebagai aktuator dan sensor emisi akustik pada permukaan pelat tersebut. Penelitian dimulai dengan studi awal untuk mengetahui karakteristik penjalaran gelombang tegangan berupa hubungan pengurangan amplitudo dan kecepatan penjalaran terhadap frekuensi sumber emisi untuk dapat digunakan pada tahapan akuisisi dan analisis data sinyal AE dalam menentukan lokasi sumber kerusakan. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan mengembangkan teknik penentuan lokasi sumber kerusakan dini yang mengadopsi sistem Global Positioning System (GPS) yaitu berupa triangulasi jarak yang diperoleh dari perbedaan waktu datang (time of arrival) antar sensor dan kecepatan penjalaran gelombang tegangan pada material.
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa teknik penentuan lokasi dengan metode ini menghasilkan akurasi yang cukup baik bila sumber AE berada di dalam bidang yang dibatasi oleh lokasi sensor-sensor, tetapi akurasi teknik ini menjadi buruk apabila lokasi sumber berada di luar bidang yang dibatasi oleh lokasi sensorsensor dengan penyelesaian non-iteratif menunjukan hasil yang lebih akurat daripada penyelesaian iteratif. Akurasi penentuan lokasi hingga 100% pada lokasi sensor yang teratur dan 91,6% pada lokasi sensor yang acak. Langkah verifikasi dilakukan dengan menggunakan bidang deteksi yang lebih besar dan menggunakan jumlah sensor yang lebih banyak, lebih dari 4 sensor.

Acoustic emission detection has been done to answer the challenge to locate damage as early as possible in the machinery components. Acoustic emission is a rapid stress of energy release at the time of initial deformations as indicators of micro-scale damage to engine components, which cannot be detected by other methods. However, the development of acoustic emission detection has been very retarder due to the difficulty of reconstruction of acoustic emission wave propagation process in order to identify the location of the source of incipient damage on machine elements. The purpose of this study is to develop a technique of determining the location of the source of damage early on machine elements through triangulation method of time of arrival differences between the sensor signals.
The study was conducted by using a stainless steel SS 304 and aluminum 6083 plate as the representation of machine elements, PZT piezoceramic acted as sensors as well as actuators on the surface of the plate. The study began with a preliminary study to determine the characteristics of stress wave propagation in the relationship of amplitude attenuation and wave propagation speed respected to the frequency of emission sources and materials which would be used in the stages of data acquisition and analysis of AE signals in determining the location of the source of damage. Research was continued by developing a technique of determining the location of the source of incipient damage adopted the Global Positioning System (GPS) that is triangulation distance obtained from the time of arrival difference between the sensors and the speed of stress wave propagation in the material.
From the results of this study indicate that the technique of determining the location of these methods produce fairly good accuracy when the AE source is in the plane restricted by the location of the sensors, but the accuracy of this technique is worse when the source location is outside the respective plane and the non-iterative technique shows better result than the iterative one. The accuracy of this technique is up to 100% for structured and 90,6% for random sensors locations. Verification step then made by using larger detection area and using more than 4 sensors.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T34892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahirah Lesnia Wibawati Chamsudi
"Pada umumnya pipa digunakan untuk membawa dan mengalirkan fluida yang bekerja di bawah tekanan internal, eksternal, maupun keduanya. Adanya tekanan ini akan menimbulkan sebuah tegangan pada sistem perpipaan, namun tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan harus kurang dari tegangan yang diijinkan berdasarkan kode ASME (American Society of Mechanical Engginering). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui nilai tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan menggunakan tiga jenis material yang berbeda berdasarkan beban sustain dan beban termal yang diberikan, sehingga dapat diketahui material yang memiliki performa unggul ketika diberikan faktor beban. Ketiga material yang dijadikan bahan uji diatur oleh sebuah kode ASME B31.3 mengenai pipa proses, dalam penelitian ini dilakukan perhitungan dengan bantuan software analisa tegangan CAESAR II. Hasil analisa berdasarkan nilai rasio tegangan sustain dan ekspansi termal menunjukkan performa material baja karbon (A-106 Gr.B) lebih baik daripada material baja paduan (A-335 P5), dan baja tahan karat (A-312 TP-304) dengan syarat fluida yang mengalir pada sistem perpipaan tidak bersifat korosif. Hasil ini ditunjukkan berdasarkan nilai rasio tegangan sustain terkecil material A-106 Gr.B bernilai 5,8% dan untuk nilai tegangan ekspansi termal ditentukan berdasarkan beban suhu tertinggi yaitu sebesar 350 C dimana pada material A-106 Gr.B menunjukkan nilai tegangan ekspansi termal terkecil sebesar 127251090,4 N/m^2 dengan rasio 40%.

In general, pipes carry and flow fluids that work under internal, external, or both pressure. This pressure will cause stress in the piping system. Still, the stress that occurs in the piping system must be less than the allowable stress based on the ASME (American Society of Mechanical Engineering) code. This research was conducted to know the stress values that occur in the piping system using three different types of material based on the sustained load and the applied thermal load so that it can be known which material has superior performance when given a load factor. The three materials are regulated by an ASME B31.3 code regarding pipe processes. In this study, calculations will be using CAESAR II stress analysis software. The results of the analysis based on the value of the ratio of sustain stress and thermal expansion show that the performance of carbon steel material (A-106 Gr.B) is better than alloy steel material (A-335 P5) and stainless steel (A-312 TP-304) provided that the fluid in the piping system is not corrosive. These results are based in the smallest percentage of sustain stress ratio of material A-106 Gr.B is 5,8%. For the value of thermal expansion stress determined based on the highest temperature load of 350 C where the value of stress material A-106 Gr.B is 127251090,4 N/m^2 and the percentage of stress ratio is 40%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahirah Lesnia Wibawati Chamsud
"Pada umumnya pipa digunakan untuk membawa dan mengalirkan fluida yang bekerja di bawah tekanan internal, eksternal, maupun keduanya. Adanya tekanan ini akan menimbulkan sebuah tegangan pada sistem perpipaan, namun tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan harus kurang dari tegangan yang diijinkan berdasarkan kode ASME (American Society of Mechanical Engginering). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui nilai tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan menggunakan tiga jenis material yang berbeda berdasarkan beban sustain dan beban termal yang diberikan, sehingga dapat diketahui material yang memiliki performa unggul ketika diberikan faktor beban. Ketiga material yang dijadikan bahan uji diatur oleh sebuah kode ASME B31.3 mengenai pipa proses, dalam penelitian ini dilakukan perhitungan dengan bantuan software analisa tegangan CAESAR II. Hasil analisa berdasarkan nilai rasio tegangan sustain dan ekspansi termal menunjukkan performa material baja karbon (A-106 Gr.B) lebih baik daripada material baja paduan (A-335 P5), dan baja tahan karat (A-312 TP-304) dengan syarat fluida yang mengalir pada sistem perpipaan tidak bersifat korosif.
Hasil ini ditunjukkan berdasarkan nilai rasio tegangan sustain terkecil material A-106
Gr.B bernilai 5,8% dan untuk nilai tegangan ekspansi termal ditentukan berdasarkan beban suhu tertinggi yaitu sebesar 350!C dimana pada material A-106 Gr.B
menunjukkan nilai tegangan ekspansi termal terkecil sebesar 127251090,4 N/m" dengan rasio 40%.

In general, pipes carry and flow fluids that work under internal, external, or both pressure. This pressure will cause stress in the piping system. Still, the stress that occurs in the piping system must be less than the allowable stress based on the ASME (American Society of Mechanical Engineering) code. This research was conducted to know the stress values that occur in the piping system using three different types of material based on the sustained load and the applied thermal load so that it can be known which material has superior performance when given a load factor. The three materials are regulated by an ASME B31.3 code regarding pipe processes. In this study, calculations will be using CAESAR II stress analysis software. The results of the analysis based on the value of the ratio of sustain stress and thermal expansion show that the performance of carbon steel
material (A-106 Gr.B) is better than alloy steel material (A-335 P5) and stainless steel (A-312 TP-304) provided that the fluid in the piping system is not corrosive. These results are based in the smallest percentage of sustain stress ratio of material A-106 Gr.B is 5,8%. For the value of thermal expansion stress determined based on the highest temperature load of 350!C where the value of stress material A-106 Gr.B is 127251090,4 N/m" and
the percentage of stress ratio is 40%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Refai Muslih
"Studi tentang laju korosi pada baja tahan karat SUS304 dalam lingkungan air laut buatan yang dipengaruhi oleh tegangan sisa yang diukur menggunakan difraksi sinar-X metode cos- α. Korosi dalam banyak hal tidak dikehendaki. Kualitas dan penampilan benda akan berubah menurun karenanya. Salah satu pemicu korosi adalah tegangan sisa yang ada di permukaan bahan. Penelitian ini menampilkan hubungan antara tegangan sisa permukaan dengan laju korosinya. Pada penelitian ini digunakan baja tahan karat SUS 304 sebagai sampel dan air laut buatan yaitu larutan NaCl 3,5% sebagai elektrolitnya. Komposisi unsur dan fasa dari sampel didapat dengan uji Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan X-ray Diffraction (XRD). Topografi permukaan sampel diamati dengan mikroskop optik dan Atomic Force Microscope (AFM). Pengukuran tegangan sisa dilakukan pada setiap proses yang dilalui oleh sampel. Sampel uji tarik sebanyak 9 buah dipersiapkan dari pelat setebal 6 mm yang dipotong dengan wirecut. Perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa diberikan kepada sampel dengan suhu 600 ℃ selama 1 jam dan didinginkan secara alami. Permukaan sampel dihaluskan dengan amplas sampai grit 2000. Sampel-sampel dikelompokkan menjadi 3 group dan kemudian dilakukan penarikan dengan regangan (strain, ε) sebesar 1%, 2% dan 3% secara berurutan. Tegangan sisa rata-rata pada sampel setelah perlakuan panas adalah -47 MPa. Tegangan total pada sampel yang telah dideformasi 1, 2 dan 3% berturut turut adalah 295, 315 dan 328 MPa. Perendaman sampel di dalam air laut buatan selama 48 jam tidak banyak mengubah karakter permukaanya. Hal ini diperoleh dari data EIS dimana tidak dijumpai adanya semicircle yang utuh dari seluruh sampel yang digunakan. Sirkuit ekivalen yang terdeteksi adalah hambatan elektrolit (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) dan lapisan pasif permukaan sampel (CPE2) beserta dengan hambatannya berturut-turut R2 dan R3. Pengukuran potensiodinamik menunjukkan penurunan potensial korosi dari -151 mV menjadi -290mV untuk sampel tanpa deformasi dan terdeformasi 3% secara berurutan. Arus korosi meningkat seiring dengan peningkatan derajat deformasi. Dari data-data hasil eksperimen telah didapat hubungan yang jelas antara laju korosi dengan tegangan sisa permukaan yang diukur dengan metode cos-⍺.

Study of the corrosion rate of SUS304 stainless steel in an artificial seawater environment affected by residual stresses measured using X-ray diffraction cos-α method. Corrosion is in most cases undesirable. The quality and appearance of objects will change and decrease because of it. One of the triggers of corrosion is the residual stress on the surface of the material. This research shows the relationship between surface residual stress and corrosion rate. In this study, stainless steel SUS 304 was used as the test object and artificial seawater as electrolyte, namely 3.5% NaCl solution. The elemental composition and phase of the sample were obtained from Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) and X-ray Diffraction (XRD) tests. The surface topography of the sample was observed with an optical microscope and Atomic Force Microscope (AFM). Residual stress measurements are carried out at each process that the sample goes through. Nine pieces of tensile test samples were prepared from a 6 mm thick plate which was cut with a wirecut. Heat treatment to remove residual stress was given to the samples at 600 ℃ for 1 hour and naturally cooled. The surface of the sample was ground with sandpaper to 2000 grit. The samples were grouped into 3 groups and then drawn with strains of 1%, 2% and 3% respectively. The average residual stress in the sample after heat treatment is -47 MPa. The total stress in the 1, 2 and 3% deformed samples were 295, 315 and 328 MPa, respectively. The immersion of the sample in artificial seawater for 48 hours did not change the surface character much. It was obtained from the EIS data where there was no intact semicircle of all the samples used. The equivalent circuits detected were the electrolytic resistance (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) and the sample surface passive layer (CPE2) along with their respective resistances R2 and R3. Potentiodynamic measurements showed a decrease in corrosion potential from -151 mV to - 290mV for 3% deformed and undeformed samples, respectively. The corrosion current increases as the degree of deformation increases. From the experimental data, a clear relationship has been obtained between the corrosion rate and the surface residual stress as measured by the cos-⍺ method."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Octaviani
"ABSTRAK
Pengelasan merupakan salah satu proses penyambungan yang paling penting dalam berbagai macam industri manufaktur. Akan tetapi, proses ini menghasilkan efek termal dan mekanik yang mampu mempengaruhi kemampuan kerja komponen secara keseluruhan, antara lain menyebabkan terjadinya tegangan sisa. Tegangan sisa ini dapat berpengaruh terhadap penurunan ketahanan fisik dan menjadi awal mula dari keretakan material. Untuk itu, dilakukan banyak usaha untuk dapat mengetahui secara detail nilai tegangan sisa yang terkandung dalam material yang selesai di las. Salah satu metode yang paling banyak dikembangkan adalah dengan simulasi menggunakan software metode elemen hingga. Pada penelitian ini digunakan software ANSYS APDL 15 untuk melakukan coupling antara analisis termal dan analisis mekanik. Validadi kemudian dilakukan terhadap spesimen baja tahan karat austenitik AISI 304 yang di las menggunakan metode Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) dengan mengukur tegangan sisa dari hasil pengelasan menggunakan Sectioning Method dengan bantuan Strain Gauges. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa baik secara ekspiremental maupun menggunakan simulasi, diketahui bahwa pada jarak 10 mm dari jalur fusi terbentuk tegangan sisa tarik. Konfirmasi hasil penelitian ini terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain juga memperlihatkan hasil yang konsisten baik terhadap simulasi maupun ekspiremental."
2014
T-43400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Hidayat
"Penyambungan dua jenis material merupakan salah satu tantangan dalam industri manufaktur. Salah satu aplikasinya dilakukan pada penyambungan antara pipa baja tahan karat Dupleks 2205 disambungkan dengan pelat baja HY80 yang banyak dipakai bahan bakar kapal selam. Pengelasan menggunakan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) dilakukan karena merupakan pengelasan yang paling efisien dan baik bagi baja paduan. Setelah proses pengelasan dilakukan pengujian radiografi menggunakan sinar X, pengukuran tegangan sisa dengan hamburan neutron untuk mengukur ketahanan sisa di dalam serta menggunakan hamburan sinar X untuk pengukuran tegangan sisa di permukaan, selanjutnya untuk melengkapi data dilakukan juga pengujian kekerasan material dan pengambilan gambar struktur mikro atau metalografi, serta uji tekuk untuk mengetahui kekuatan hasil lasan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa masukan panas yang lebih tinggi selain menghasilkan ukuran butir yang lebih besar, ternyata juga menghasilkan karbida yang lebih banyak sehingga kekerasannya lebih tinggi. Tingginya nilai kekerasan akan memberikan efek terhadap nilai tegangan sisa, kekerasan yang tinggi dihasilkan dari tegangan yang bersifat kompresi, sementara tegangan sisa bersifat tarik akan menghasilkan kekerasan yang rendah.

 


Joining two types of material is one of the challenges in the manufacturing industry. One application is carried out on the connection between HY80 steel plates connected with Duplex 2205 stainless steel pipes which are widely used as submarine fuel. Welding using SMAW (Shielded Metal Arc Welding) is done because it is the most efficient and good welding for alloy steel. After the welding process, radiographic testing using X-rays is carried out, the residual stress measured at the surface (using X ray diffraction) and in the middle of the metal (using neutron diffraction), hardness checked, metallography, and buckling test are also done to determine the strength of weld results. The test results show that higher heat input in addition to producing larger grain sizes, it also produces more carbides so that the hardness is higher. The high value of hardness will have an effect on the value of residual stress, high hardness is produced from compressive stress, while the tensile residual stress will produce low hardness.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Gordon and Breach Science Publishers, 1983
620.112 7 ACO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>