Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulastomo
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2008
324 SUL h (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kacung Marijan
Jakarta: Kencana Prenada Media , 2011
320.959 8 KAC s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H.R. Soemarno Dipodisastro
Jakarta : Yanense Mitra Sejati, 1997
320.959 8 SOE t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H.R. Soemarno Dipodisastro
Jakarta: Yanense Mitra Sejati, 1997
959.8 SOE t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Pardomuan
"Pada Negara Indonesia dari sejak tahun 1950-1959 menganut sistem Demokrasi Liberal. Karena sistem kabinet yang berlaku, maka kabinet dapat jatuh olrh karena kebijaksanaannya tidak didukung oleh parlemen, sedangkan Presiden/Kepala Negara adalah Presiden Konstitusional. Setelah terlaksananya pemilihan umum 1955, terbentuklah Kabinet Ali Sastroamidjoyo yang kedua sebagai wujud kekuatan-kekuatan (fraksi-fraksi di Parlemen). Dalam perjalanan pemerintahannya, Kabinet ini banyak menemui masalah-masalah yang menyulitkan kedudukan Kabinet Ali kedua, antara lain ketika Presiden Soekarno mengucapkan Konsepsinya pada tanggal 21 Februari 1957. Menurut presiden, konsepsi ini adalah untuk mengatasi kekalutan politik yang menjadi-jadi di tanah air. Hanya saja, gagasan presiden ini diumumkan tanpa sepengetahuan pemerintah terlebih dahulu. Tindakan presiden itu, mungkin sekali tidak dalam kedudukannya sebagai Presiden Konstitusional, melainkan sebagai Pemempin Rakyat yang prihatin melihat kekacauan politik sudah begitu memuncak, sehingga dapat membahayakan kesatuan, keselamatan bangsa dan negara. Tetapi bagaimanapun tindakan presiden itu benar-benar menempatkan pemerintah dalam suatu posisi yang sukar dan cukup menyulitkan, karena selaku Pemerintah harus bertanggung jawab atas Pidato Presiden itu."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Widjaja
"ABSTRAK
Kebijakan jalan berbayar elektronik atau yang juga dikenal dengan
Electronic Road Pricing (ERP) merupakan salah satu bentuk kebijakan publik
yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna mengatasi persoalan
kemacetan lalu lintas. Pada skema jalan berbayar elektronik, pengendara mobil
pribadi diharapkan meninggalkan mobil pribadinya dan beralih menggunakan
angkutan umum massal guna memenuhi kebutuhan perjalanan. Penelitian ini
bertujuan menganalisis respons masyarakat yang berkantor di jalan Sudirman-
Thamrin, yang setiap harinya harus melewati jalan yang akan diterapkan kebijakan
ERP tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 74% pengendara mobil
pribadi yang berkantor di kawasan Sudirman sampai dengan MH. Thamrin Jakarta
bersedia melewati jalan berbayar elektronik pada besaran tarif awal per-sekali
jalan sampai dengan Rp. 35.000,-. Sementara itu, sebanyak 26% pengendara mobil
pribadi yang berkantor di kawasan ini tidak bersedia melewati jalan berbayar dan
memilih alternatif lain guna memenuhi kebutuhan mobilisasinya, antara lain:
beralih menggunakan angkutan umum massal sebagai alat transportasi (14%),
tetap menggunakan mobil pribadi namun melewati rute jalan alternatif di luar
kawasan jalan berbayar untuk perjalanan dari dan menuju lokasi tujuan (5%),
memarkirkan mobil pribadinya di lokasi-lokasi parkir diluar kawasan jalan
berbayar (2%), tetap menggunakan mobil pribadinya namun mengubah waktu
perjalanan (1%), mengubah lokasi tempat tinggal (1%), dan beralih menggunaan
kendaraan pribadi lain seperti sepeda roda dua dan sepeda motor.
Hasil analisis menggunakan metode logit juga menunjukkan adanya
beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi respons pengendara mobil
pribadi yang berkantor di jalan Sudirman-Thamrin Jakarta dalam menyikapi
kebijakan jalan berbayar, yaitu (1) jenis kelamin, dimana lebih banyak perempuan
yang cenderung memilih melewati jalan berbayar (2) jenis pekerjaan, dimana lebih
banyak pekerja swasta yang bersedia melewati jalan berbayar (3) pengetahuan
tentang jalan berbayar, dimana pengendara mobil pribadi yang mengetahui skema
kebijakan ini akan cenderung bersedia melewati jalan berbayar, serta (4) pengaruh
faktor penghasilan kurang dari Rp 9.999.000,- yang membuat pengendara mobil
cenderung untuk tidak bersedia melewati jalan berbayar

ABSTRACT
Electronic Road Pricing (ERP) policy is a public policy initiated by the
Provincial Government of Jakarta. It aims to overcome the problem of traffic
congestion. On its scheme, private vehicles are expected to release his personal car
for transportation and switching it to the use of public transportation. The research
aims to analyze the response of people who works at the area of Jenderal Sudirman
? MH. Thamrin and will have to drive their car through the road pricing area.
This study shows that in order to avoid the element of coercion, the
motorists initiate rational choices, which is also reflected as people?s response to
the new social norms or rules. The majority respondents response (74%) still
willing to crossing the road with the starting tariff at Rp.35.000,- as per one trip of
mobilization. Meanwhile, 26% respondent is refuse to use the road pricing and
would prefer using another options for the trips, such as: using public
transportation (14%), keep using personal car but will passing the alternative road
to avoid the road tariff (5%), parking their car at the parking lot outside the road
pricing area (2%), changing times for making trips (1%), change their residence
location (1%), and switching the car use to bicycle use or motorcycle.
Furthermore, the study found some socio-economic factors that would
influence people?s response to the road pricing policy, which are (1) gender; most
of female motorist would like passing the road pricing area (2) jobs; most of
private sector workers would like passing the road pricing area (3) knowledge
about ERP; most of motorists who are aware to the scheme of electronic road
pricing would prefer passing the road and pay the tariff (4) the income amount of
less than Rp 9.999.000,- influences motorists would not passing the road pricing"
2016
T45619
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sobron Aidit
Bandung : Nuansa, 2006
959.8 SOB b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Liddle, R. William
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992
324.259 8 LID p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Riyono Asnan
"Maksud dan tujuan penelitian mengenai Sirkulasi Elite Partai GOLKAR Pasca Orde Baru adalah pertama, untuk rnenggambarkan seperti apa sirkulasi atau pergantian elite Partai GOLKAR pasea Orde Baru. Kedua, untuk mengetahui perbedaan bentuk sirkulasi elite GOLKAR ketika semasa Orde Baru yang tergantung restu elite dalam hal ini Ketua Dewan Pembina GOLKAR Soeharto dan semasa reformasi, apakah mengalami perubahan seiring tuntutan reformasi yang disuarakan oleh mahasiswa. Ketiga, untuk mengetahui perubahan-perubahan yang texjadi di Partai GOLKAR sehingga rnenyebabkan organisasi ini tetap kukuh berdiri di tengah badai perubahan? Keempat, untuk mengetahui apakah sirkulasi elite dan perubahan-perubahan di Partai GOLKAR tersebut mempunyai dampak terhadap proses demokratisasi di tubuh GOLKAR.
Dalam penelitian ini digunakan teori elite yang dikemukakan oleh Gaetano Mosca, Vilfredo Paretto, C. Wright Mills dan Robert Michels. Konsep teori elite yang dikemukaan mereka pada dasarnya adalah bahwa setiap struktur sosial masyarakat pasti terdapat kelompok sosial yang mempunyai kemampuan, kekayaan dan kecakapan tertentu yang dapat membedakan mereka dengan kelompok lainnya. Kelompok masyarakat yang mempunyai kelebihan ini oleh para teoritisi elite disebut sebagai kelompok elite. Dalam struktur kekuasaan, kelornpok elite ini biasanya memegang peranan lebih besar dibanding kelompok lainnnya. Mereka biasanya menjadi pemimpin di dalam struktur kekuasaan. Sedangkan kelompok lainnya, yang berada diluar kekuasaan mengambil sikap oposisi atau sebagai kelompok yang mengkoreksi segala kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan. Sebenarnya, kedua kelompok ini saling bersaing untuk memperebutkan kekuasaan.
Dalam proses Sirkulasi Elite di GOLKAR Pasca Orde Baru nampak sekali terjadi perubahan seiring perubahan politik di luar GOLKAR. Sirkulasi elite yang sebelumnya tergantung sepenuhnya kepada presiden Soeharto, telah mengalami perubahan mengikuti perkembangan politik di luar GOLKAR. Faksi-faksi yang ada di GOLKAR mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk memperebutkan kekuasaan. Perubahan ini nampak terlihat saat GOLKAR menggelar Munaslub tahun 1998 dan Munas VII GOLKAR di Bali. Semua kelompok baik penguasa (Srigala) maupun oposisi (Singa) saling bersaing untuk mendapatkan dukungan dari arus bawah. Perubahan-perubahan ini telah menjadikan GOLKAR lebih demokratis dibanding semasa kekuasaan Orde Baru. Terjadi ledakan panisipasi yang cukup besar dari arus bawah (DPD I dan II) setelah jatuhnya presiden Soeharto.
Dari dua kali perubahan elite di GOLKAR, nampak kepentingan negara ikut mempengaruhi proses sirkulasi elite. Munaslub 1998 kepentingan negara terpersonifikasikan ke dalam diri B.J. Habibie. Habibie sangat berkepentingan untuk mernpertahankan kekuasaannya sehingga ia perlu menempatkan orang kepercayaannya untuk memimpin GOLKAR yalmi Akbar Tandjung. Sedangkan dalam Munas VII GOLKAR di Bali, kepentingan negara terwakili pada diri Jusuf Kalla. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla sangat berkepentingan untuk menjinakkan sikap oposisi GOLKAR yang tergabung dalam koalisi kebangsaan. Langkah ini diambil untuk mengamankan kebijakan pemerintali agar mendapat dukungan dari parlemen. Dukungan dari parlemen ini sangat penting untuk memperkokoh kebijakan pemerintah dan untuk menjamin kelangsungan program pemerintah maka negara perlu menguasai Partai GOLKAR. Faktor lain yang mempengaruhi sirkulasi elite di GOLKAR adalah kharisma elite (pengaruh elite), idiologi dan kepentingan politik sesaat elite yang biasanya bersifat oportunistik.
Dari hasil penelitian tersebut, nampak sekali bahwa teori elite yang dikemukakan oleh Pareto, Mosca, Michels dan Mills jika diterapkan di GOLKAR tidak sesederhana yang mereka bayangkan. Perlu memperhatikan nilai-nilai lokal dimana organisasi itu berada. Hal ini wajar mengingat kondisi sosial politik saat teori ini muncul yakni di Italia dan Amerika Serikat berbeda dengan kondisi Indonesia. Masyarakat di Italia dan Amerika Serikat tentunya lebih maju dibanding dengan kondisi masyarakat Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresno Saroso
Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2002
920.71 KRE d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>