Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M.D. La Ode
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2012
324 LAO e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rr. Sulistyawati
"The Usage of Hakka Chinese-Language at Singkawang West Kalimantan : A study towards Hakka Chinese-Language and Indonesian LanguageFocus of this sociolinguistic study is the usage of Hakka language at Singkawang, pointed out to the backgorund factors that resulting the language as daily language of Chinese ethnic bilingual society. At the local area, Hakka language is well known as Khek language, and the people also named themselves as Khek people. This ethnic group is already lived in Singkawang city by century, even, according to history they're already lived there since XVI century.
Study towards the usage of language by Chinese bilingual, is being carried out by utilizing 'ranah' concept which first popularized by Fishman, covering the usage of language in family, education, working, goverment, neighbourhood, trade, and religious ranah. Things that need to be pointed out are: Do bilingual Chinese ethnic always use Hakka Chinese-language, more often talks in Chinese language, both use Chinese and Indonesia Ianguage in the same proportion, more often talks in Indonesia language or always use Indonesian language to communicate each other.
Other factors that being considered as mind-influencing factor in choosing the language are sex, age, level of education, permanent-living time and homogeneity. Sex is divided into male and female; age is divided into less than 30 and more than 30. Level education can be broke down into Elementary, High School, and University level. Permanent-living time is seen from the time they start to live in the city, which is divided into two times : before aculturation process promoted by government in 1977 and after 1977. Homogenity covered the surrounding neighbourhood of Chinese ethnic group, do they all hang out with Chinese ethnic, Chinese friends are more than Indonesian, amount of Chinese friends are in equal with Indonesian, Chinese friends are lesser than Indonesian or all their friends are Indonesian?
According to the study, the usage of Hakka Chinese-language and Indonesian language by Singkawang Chinese bilingual is generated by :
1. The level of education (higher/lower)
2. Permanent living time in the city
3. Homogenity
If the Hakka Chinese ethnic bilingual person only enjoyed elementary-level education, living in the city before year 1977 and always get together with Chinese ethnic group, so he has a tendency to speak in Chinese rather than in Indonesia language, and vice versa. Those facts are being gathered from the questionnaire, interview and undercover observation data, which the result is being calculated qualitatively by using T. Student on level of confidence 95%."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Baqir Zein
Jakarta: Gema Insani, 2000
305.8 ABD e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Onghokham
Depok: Komunitas Bambu, 2008
305.8 ONG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
S6873
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Rani Usman
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009
305.895 1 RAN e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Chintya
"Pertunjukkan Pawai Tatung dalam perayaan Cap Go Meh berasal dari Kalimantan
Barat, tepatnya Kota Singkawang. Tradisi Tatung di Kalimantan Barat merupakan tradisi yang dibawa langsung oleh suku Hakka yang berasal dari Cina Selatan. Hal yang menarik dari Pawai Tatung di Kota Singkawang adalah tradisi ini merupakan perpaduan antara tiga budaya yakni budaya Dayak, Melayu serta Cina. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk implementasi akulturasi etnis Cina dengan kebudayaan lokal dalam Pawai Tatung di Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer berupa video dokumentasi penuh Perayaan Cap Go Meh Singkawang 2020 dari halaman Youtube “Pojok Inspirasi”. Hasil penelitian menemukan bahwa bentuk implementasi akulturasi dalam Pawai Tatung tidak hanya terletak dari keikutsertaan masyarakat dari masing-masing ketiga budaya tersebut serta kostum khas dari masing-masing budaya, melainkan keterlibatan dewa-dewi Cina dengan roh lokal setempat ( Datuk & Latuk ). Akulturasi yang terjadi dalam Pawai Tatung menunjukkan tumbuhnya kesetiaan orang Cina terhadap penunggu / roh nenek moyang setempat serta rasa persaudaraan yang terjalin diantara ketiga budaya ini dan berhasil berpengaruh terhadap eksistensi Pawai Tatung yang masih ada hingga saat ini di Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

The Tatung Parade in the Cap Go Meh celebration originally from Singkawang City,
West Kalimantan. The Tatung tradition in West Kalimantan was brought by the Hakka people from South China. The interesting thing about the Tatung Parade in Singkawang City is that this tradition is a collaboration between three cultures ; The Dayak, Malay, and Chinese. The main problem in this research is how the implementation of the acculturation between the Dayak, Chinese and Malay in the Tatung Parade is. The research method is qualitative method. The primary source in this research is a full documentation video of the 2020 Cap Go Meh Singkawang Celebration from Youtube account "Pojok Inspirasi". The result of this research indicates that the form implementation of acculturation in the Tatung Parade did not only lie in the participation of the Dayak, Malay, and Chinese, but it is the involvement of Chinese gods / goddesses with local spirits (Datuk & Latuk). The acculturation that occurs in the Tatung Parade shows the loyalty of the Chinese to the local ancestors of West Kalimantan and the brotherhood between these three cultures. This acculturation has proven influent on the existence of Tatung Parade in Singkawang City until right now.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kusumawati
"Masalah status. golongan etnis Cina di Indonesia merupakan masalah penting yang mempengaruhi hubungan Indonesia - RRC, 1949-1967. Salah satu masalah status golongan etnis Cina yang harus segera diselesaikan adalah masalah dwikewarganegaraan. Sebagai dua buah negara yang baru merdeka RRC dan Indonesia hanya mengadopsi asas kewarganegaraan yang dianut oleh penguasa sebelumnya di negara masing-masing. Pemerintah RRC tetap mempertahankan Undang-undang kewarganegaraan tradisionalnya yang pada dasarnya menganut asas Ius-Sanquinis, sedangkan pemerintah Indonesia pada dasarnya menganut asas lus-Soli. Kewarganegaraan golongan etnis Cina di Indonesia harus jelas, sehingga perlakuan terhadap mereka menjadi tegas, yakni apakah mereka itu menjadi Warga Negara Indonesia atau Warga Negara RRC. Masalah status golongan etnis Cina dalam dunia perdagangan juga menjadi masalah penting dalam hubungan Indonesia-RRC pada periode ini. Peraturan Presiden no 10 tahun 1959 yang melarang orang asing melakukan kegiatan perdagangan eceran di daerah pedesaan Indonesia menimbulkan reaksi yang merusak hubungan Indonesia RRC.Keinginan untuk bebas dari dominasi Asing."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S12990
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bahasa Indonesia yang dituturkan oleh kelompok masyarakat tertentu ternyata memiliki kekhasan dalam wujudnya. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor di antaranya yakni latar belakang penutur dan komponen tutur."
490 KAN 7:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>