Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202605 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hosang, Lesly Gijsbert Christian
"Ilmu hubungan internasional memiliki tiga paradigma utama; realisme, liberalisme, dan kontruktivisme yang khas dalam memandang institusi. Tulisan ini akan melihat dan membandingkan bagaimana ketiga paradigma ini memandang ASEAN Political Security Community 2015. Pada akhirnya, dapat diketahui keunikan dan kelemahan masing-masing paradigma dalam memandang kerjasama keamanan di Asia Tenggara ini. Realisme memandang security dilemma sebagai faktor kunci munculnya kerjasama, sedangkan liberalisme memandang institusionalisme sebagai faktor determinan. Di sisi lain, konstruktivisme menakankan pada identitas kolektif yang terkonstruksi di antara negara-negara anggota APSC 2015.

International relations has three major paradigms: realism, liberalism, and constructivism that has distinct view on institution. This paper will compare how the three paradigms asses the ASEAN Political Security Community 2015. In the end, the uniqueness and weaknesses of each paradigm will be identified. Realism regards security dilemma as a key factor in the emergence of security cooperation, while liberalism sees institutionalism as a determinant factor. On the other hand, constructivism emphasizes on collective identity that is constructed among the member countries of APSC 2015."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Nandini
"African Union merupakan sebuah institusi regional di kawasan afrika yang lahir dari kesadaran negara-negara Afrika bahwa terdapat kebutuhan akan pengaturan terhadap kawasan tersebut. Termasuk dalam bidang yang ditangani oleh AU adalah bidang keamanan. Eksistensi AU diharapkan menjadi sebuah pengaturan keamanan yg dapat membantu mewujudkan kawasan Afrika yang stabil, aman, dan terbebas dari konflik. Paradigma realisme, liberalisme, dan konstruktivisme memiliki pandangan yang berbeda mengenai bentuk dan sifat sebuah institusi keamanan. Realisme dengan teori collective defense nya memandang sebuah institusi keamanan sebagai sebuah institusi dimana anggotaanggotanya membentuk sebuah aliansi militer yang memiliki tujuan pembentukan yang jelas. Liberalisme dengan teori collective security nya memandang institusi keamanan sebagai sebuah bentukan institusi yang menjaga anggota-anggota nya untuk saling menjaga perilaku dan kebijakan agar tidak saling berbenturan satu dengan lainnya. Sedangkan konstruktivisme dengan teori security community nya memandang institusi keamanan sebagai sebuah bentukan yang mendorong negara negara anggota nya untuk tidak menggunakan tindakan koersif dalam segala kebijakan penanganan konfliknya. Karya tulis ini akan menganalisa sifat bentukan AU sebagai sebuah institusi keamanan regional di kawasan Afrika melalui ketiga teori tersebut.

African Union is a regional institution in Africa born as a form of African country's realization in needs of a better system in the region. Security is one of the issue that became AU's consideration. There is a hope that AU's existance could take a role as a security management in order to create a stable, save, and free-from-conflict Africa. Realism, Liberalism, and Constructivism have a different way to see the formation and characteristic of a security institution. Realism with a collective defense theory believe that security institution is a form of institution where the members are united in a military alliance. Liberalism with collective security theory believe that the main purpose of a security institution is to keep the member's from violating one another. While constructivism with security community theory believe that members of security institution need to build a non-coersive action policy in order to create the real peace in the region. Focus of this thesis is to analyzing characteristic of AU as a regional security institution in Africa using the three theory mentioned above."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mardani Arrahman
"Collective Security Treaty Organization (CSTO) merupakan sebuah pengaturan keamanan regional di kawasan Asia Tengah. Keberadaan CSTO diharapkan bisa menciptakan stabilitas maupun perdamaian bagi negara-negara anggotanya. Terdapat tiga paradigma utama dalam Ilmu Hubungan Internasional yaitu realisme, liberalisme dan konstruktivisme. Masing-masing paradigma memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu institusi pengaturan keamanan regional. Realisme dengan teori collective defense melihat suatu institusi pengaturan keamanan akan membentuk suatu aliansi militer sebagai bentuk pertahanan diri terhadap ancaman. Liberalisme dengan teori collective security melihat sebuah institusi pengaturan keamanan sebagai institusi yang dapat menjaga negara-negara anggotanya untuk tidak berkonfrontasi antara satu dengan yang lain. Konstruktivisme dengan teori security community memiliki pandangan bahwa suatu institusi pengaturan keamanan bisa membuat negara-negara anggotanya untuk tidak melakukan tindakan koersif dalam penangan konflik maupun reaksi terhadap ancaman. Karya tulis ini akan menganalisa karakteristik CSTO sebagai organisasi keamanan di kawasan Asia Tengah melalui tiga teori tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1970
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Caroline Putri Pratama
"Tugas karya akhir ini bertujuan untuk menganalisis kawasan Asia Tengah, dilihat dari perspektif Realisme, Liberalisme dan Konstruktivisme, melalui teori Regional Security Complex oleh Barry Buzan dan Ole Waever. Teori ini hendak menunjukkan keamanan regional berdasarkan interdependensi antar unit dalam kawasan dilihat dari struktur power dan proses sekuritisasi di dalamnya, demikian pola hubungan keamanan dalam kawasan Asia Tengah berusaha dijelaskan dengan elemen-elemen dari ketiga paradigma yang terdapat dalam teori tersebut.
Hasil analisis tulisan ini menunjukkan bahwa Asia Tengah dipandang sebagai bentuk insecurity interdependence by external forces dari perspektif Realis, security interdependence by interest dari perspektif Liberalis dan securitization interdependence by understanding of threat/security dari perspektif Konstruktivis. Kompleks keamanan Asia Tengah termasuk dalam tipe kompleks keamanan Great Power, terlihat dari peran besar kekuatan-kekuatan eksternal terutama Rusia dan Cina dalam kawasan tersebut; baik dalam pembentukan pola pertemanan dengan kerjasama, pola permusuhan dengan persaingan dan ketakutan, juga proses sekuritisasi isu separatisme, ekstremisme dan terorisme sebagai ancaman terhadap keamanan regional.

This final project aims to analyze the Central Asian region viewed from the perspectives of Realism, Liberalism and Constructivism, through Barry Buzan and Ole Waever's Regional Security Complex theory. As the theory implies the content of regional security by the interdependence between units within the region by power structure and securitization processes, the three paradigms emphasized on different elements in the theory to explain the pattern of security relations in Central Asia.
The result of the analysis shows that Central Asia is viewed as a form of insecurity interdependence by external forces from the Realist perspective, security interdependence by interest from the Liberalist perspective and securitization interdependence by understanding of threat/security from the Constructivist perspective. The Central Asian security complex is categorized as a Great Power Security Complex, seen from the major roles of external powers in the region, especially Russia and China, be it in shaping patterns of amity by cooperation, enmity by rivalry and fear, also in process of securitization of separatism, extremism and terrorism as threats to regional security.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yugo Diandhika
"Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN, memiliki prioritas yang jelas dalam upaya peningkatan hubungan dan politik luar negerinya. ASEAN terus berupaya mengembangkan tingkat perekonomian serta stabilitas keamanan regional melalui Komunitas ASEAN 2015, salah satunya adalah ASEAN Political-Security Community (APSC) yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama politik dan keamanan diantara anggota ASEAN. Melihat kondisi keamanan kawasan saat ini, diperlukan langkah proaktif untuk menyikapi masalah keamanan di kawasan Asia Tenggara. Dengan memanfaatkan fungsi APSC, Indonesia berpeluang untuk meredakan konflik di kawasan Asia Tenggara melalui penguatan intelligence sharing diantara negara anggota ASEAN. Penelitian ini berupaya menunjukkan implementasi konsep intelligence sharing dan konsep security community untuk menjelaskan pembangunan kawasan yang stabil melalui cara-cara damai sehingga aspek mutual trust dan collective identity di Asia Tenggara terpenuhi.

Indonesia as one of ASEAN members has a clear priority effort to enhance its relationship and foreign policy. ASEAN keep trying to develop the economic level and the regional security stability through ASEAN Community by 2015, one of them are ASEAN Political Security Community (APSC), which aims to improve the political and security cooperation amongst ASEAN's members. Seeing the current regional security's condition, it needs a proactive step to respond the regional security problems in Southeast Asia. By utilizing the function of APSC, Indonesia has chance to ease the conflict in Southeast Asia's region through intelligence sharing's enhancing amongst ASEAN's countries members. This research tries to show the implementation of the intelligence sharing's concept and the concept of security community to explain a stable regional development through peaceful means so the aspect of mutual trust and collective identity in Southeast Asia fulfilled.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zein Septian Hidayat
"Ide pembentukan Komunitas Politik Keamanan ASEAN APSC pada tahun 2015 merupakan perwujudan salah satu pilar dari Komunitas ASEAN. ASEAN Community Pembentukan komunitas keamanan ini merupakan suatu fenomena yang menarik karena komunitas ini dibentuk dalam suatu kawasan regional yang terdiri dari negara negara dengan kapabilitas militer yang cenderung serupa karena tidak terdapat hegemon regional di kawasan tersebut.
Penelitian ini berfokus untuk menganalisis mengapa proses pematangan APSC diikuti oleh poliferasi senjata ofensif oleh negara negara anggota ASEAN Penelitian ini juga bertujuan untuk menunjukkan keterkaitan antara proses pematangan Komunitas Politik Keamanan ASEAN APSC dengan dinamika persenjataan di Asia Tenggara serta seberapa besar tingkat interaksi antara kedua variabel tersebut.

The idea of the establishment of ASEAN Political Security Community APSC in 2015 is a manifestation of security pillar which is one of the pillars that support ASEAN Community The establishment of this security community is an interesting phenomenon as it is created in a region that consists of states with similar military capabilities as the region does not possess regional hegemon.
This research focuses on the question why the maturation of ASEAN Political Security Community APSC is followed by the arms proliferation of ASEAN member states. It also explains the linkage between the maturation of APSC and the arms dynamics in Southeast Asia as well as the level of interaction among the two variables.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yohanes Triponda Glory
"Pada tahun 1991 pemerintah India mencanangkan look east policy sebagai arahan kebijakan yang bertujuan untuk mengintensifkan kembali hubungannya dengan ASEAN yang sempat renggang pada masa Perang Dingin. Look east policy ditujukan tidak hanya untuk kepentingan ekspansi ekonomi melainkan juga untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan politik-keamanan India di tengah perubahaan lingkungan global dan kawasan.
Tugas Karya Akhir ini bertujuan untuk memahami pengaruh look east policy terhadap hubungan India dan ASEAN dengan mengeksplorasi aspek ontologis, epistemologis da aksiologis dari tiga paradigma utama dalam Hubungan internasional yaitu, realisme, liberalisme, dan konstruktivisme. Pengaruh look east policy akan dianalisis menggunakan teori dari masing-masing paradigma tersebut, yaitu teori balance of power, liberalisme institusional, dan konstuktivisme ideasional.
Tugas Karya Akhir ini menyimpulkan bahwa, LEP merupakan instrumen untuk memperbesar power serta bagian dari politik balancing (realisme), sebagai instrumen intensifikasi kerjasama (liberalisme) dan sebagai instrumen ideasional untuk mengkonstruksi hubungan sosial antara India dan ASEAN (konstruktivisme). Bila dilihat dari tujuannya, LEP digunakan untuk meningkatkan hubungan kerjasama ekonomi dan aliansi politik-keamanan antara India dan ASEAN untuk mengimbangi perluasan pengaruh Cina (realisme), untuk menciptakan institusionalisasi hubungan India-ASEAN demi memberikan keuntungan bagi kedua pihak (liberalisme) dan untuk mengembalikan kedekatan India-Cina melalui interaksi sosial. Tujuan-tujuan tersebut dicapai melalui aliansi di bidang ekonomi dan politikkeamanan serta pembentukan struktur sosial dalam kerangka hubungan India-ASEAN.

In 1991, government of India initiated the so-called look east policy as a policy guidance to intensify its relations with ASEAN. Look east policy aimed not only to expand India's economy but also to pursue its political security interests in a changing landscape of global and regional environment.
As the focus in this paper, Look east policy will be understood by exploring ontological, epistemological and axiological aspects of three main paradigms in International Relations: realism, liberalism and constructivism. Three different theories-balance of power of realism, institutional liberalism and ideational constructivism- would be exploited to understand the impact of Look east policy on the India-ASEAN relations.
This paper concludes that, Look east policy is an instrument to increase power of India and a part of India's balancing policy (realism), as an instrument to intensify cooperation between India and ASEAN (liberalism) and as an ideational instrument to construct social relations between India and ASEAN (constructivism). Axiologically, Look east policy is used to enhance economic cooperation and political security alliance between India and ASEAN (realism), to institutionalize India-ASEAN relations and provide gains for both parties (liberalism) and to bring India closer to ASEAN through social interactions (constructivism). These goals are pursued through economic and political security alliance and also the making of social structure within the framework of India-ASEAN relations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Garry Hartanto
"Shanghai Cooperation Organization (SCO) merupakan sebuah institusi keamanan di Asia Tengah yang sangat strategis. Organisasi ini berdiri pada tahun 2001 dengan beranggotakan Rusia, Cina, Kazhakstan, Kyrgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Realisme Defensif memandang organisasi ini sebagai sekumpulan negara defensif yang berada dalam situasi dilema keamanan. Neoliberal Institusionalisme, memandang SCO sebagai institusi yang didasari oleh perhitungan biaya dan pencapaian absolut lewat hubungan yang saling tergantung dalam bidang ekonomi. sedangkan Konstruktivisme memandang SCO sebagai sebuah contoh proses dinamika norma berjalan dalam sebuah institusi.

Shanghai Cooperation Organization (SCO) is a strategic institution in Central Asia. This Organization was established in 2001 with Russia, China, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, and Uzbekistan as the members. Defensive Realism assumes that SCO is a defensive alliance under Security Dilemma. Neoliberal Institutionalism assumes that SCO is an institution which has built based on cost consideration and absolute gain through economic interdependence. While Constructivism sees SCO as process of Norm Dynamic in institution. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadlinnisa
"Tugas karya akhir ini menjelaskan motif terbentuknya Forum Kerjasama Ekonomi BRICS yang terdiri dari negara-negara Emerging Economies. Forum ini berdiri pada tahun 2009 pasca terjadi krisis global yang melanda dunia di tahun 2007-2008. Negara-negara yang menginisiasi terbentuknya forum ini adalah Brazil, Rusia, India, China (BRIC). Kemudian pada tahun 2011 Afrika Selatan resmi terdaftar menjadi anggota sehingga nama BRIC berubah menjadi BRICS dengan tambahan S untuk South Africa atau Afrika Selatan. Penjelasan dari motivasi terbentuknya BRICS dilakukan dalam kerangka implementasi teori integrasi ekonomi dari perspektif liberalisme, teori power, kepentingan nasional dan aliansi dari perspektif realisme, dan teori identitas kolektif dari perspektif konstuktivisme.
Liberalisme dengan teori integrasi ekonominya melihat pembentukan BRICS dimotivasi melalui adanya keinginan untuk memperbesar dampak kerjasama ekonomi pada pertumbuhan ekonomi masing-masing negara anggotanya. Realisme dengan teori power, kepentingan nasional dan aliansinya melihat pembentukan BRICS dimotivasi melalui adanya keinginan bersatu yang didasari dari karakter kekuatan ekonomi dan kepentingan yang sama dari negaranegara BRICS untuk memperluas pengaruh pada level internasional. Sedangkan konstruktivisme dengan teori indentitas kolektifnya melihat pembentukan BRICS dimotivasi dari adanya ide terkonstruksi yang membangun kesadaran anggotanya atas kesamaan sebagai sebuah kekuatan ekonomi baru, kesamaan cita-cita untuk perubahan kondisi internasional, serta kesamaan pola hubungan dengan Amerika Serikat.

This thesis attempts to explain the motivational background behind the formation of the BRICS as an Economic Cooperation Forum that comprised of Emerging Economies. This forum was officially declared in 2009 right after the global crisis hitted the world in 2007-2008. The initiators of this forum formation were Brazil, Russia, India, China (BRIC). Then, in 2011, South Africa officially enrolled as the member of this forum. Thus, the name of BRIC was changed into BRICS with additional S standing for South Africa. The explanation of this forum formation motive conducted within the theory implementation of economic integration from liberalism perspective, and power, national interest and alliance from realism perspective, also collective identity from constructivism perspective.
Liberalism with its economic integration theory sees that the BRICS forum formation was supported by the intention of its members in widening the impact of economic cooperation in the field of economic growth. Realism with its power, national interest and alliance theory sees that the BRICS forum formation was supported by the intention of its members to ally under the resemble economic power and national interest in order to spread the influence at international level. Later on, constructivism with its collective identity theory sees that the BRICS forum formation was supported by constructed idea that awake its members awareness of their similarity as new emerging economies, their similarity in the hope of the international circumstance changing, and their similarity in the hub pattern with United States.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>