Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213430 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ryzza Dharma
"International Criminal Police Organization or Interpol is an international organization formed to assist the handling of transnational crimes. In handling transnational crimes, Interpol has a global communication system (I-24/7) which is very effective in the exchange of information between Interpol member countries in dealing with transnational crimes. Other than through the I-24/7, Interpol also involves in effective cooperation in handling transnational crimes through various notifications that are given by the Interpol. One of the Interpol notifications which was very important in handling transnational crimes is the red notice. Interpol cooperation system also supports other international legal instruments in the prevention of transnational crimes, which is supporting the implementation of mutual legal assistance and extradition. Effectiveness of the Interpol cooperation patterns can be seen in the handling of M. Nazaruddin case. M. Nazaruddin, which was determined to be a suspect of fraud case and banking crimes by the Corruption Eradication Commission, had returned to Indonesia with the help of Interpol after his escape to several countries.

International Criminal Police Organization atau Interpol adalah suatu organisasi internasional yang dibentuk untuk membantu penanganan kejahatan transnasional. Dalam penanganan kejahatan transnasional Interpol memiliki sisitem komunikasi global (I-24/7) yang sangat efektif dalam pertukaran informasi diantara negara anggota Interpol dalam menangani suatu kejahatan transnasional. Selain melalui I-24/7, Interpol juga melakukan kerja sama yang efektif dalam penanganan kejahatan transnasional melalui berbagai notifikasi yang dimiliki oleh Interpol. Salah satu notifikasi Interpol yang sangat berperan dalam penanganan kejahatan transnasional adalah melalui red notice. Sistem kerja sama Interpol ini juga menunjang instrumen hukum internasional lainnya dalam penanggulangan kejahatan transnasional, yaitu menunjang pelaksanaan mutual legal assistance dan ekstradsi. Efektivitas pola kerja sama Interpol ini dapat terlihat dalam penanganan kasus M. Nazaruddin. M. Nazaruddin yang ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi dan kejahatan perbankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil dikembalikan ke Indonesia atas bantuan Interpol setelah sebelumnya melarikan diri kebeberapa negara."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S43671
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anderson, Malcolm
Oxford: Clarendon Press, 1989
363.2 AND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Miranda Kosasih
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai konsep pertanggungjawaban pidana
dalam hukum pidana internasional dan secara spesifik membahas
konsep pertanggungjawaban individual yang diatur dalam Statuta Roma.
Konsep pertanggungjawaban individual mulai dikenal dalam hukum
internasional moderen pada masa Perang Dunia II tepatnya dalam
Peradilan Nuremberg, dengan menghukum individu atas kejahatan
internasional. Konsep ini selanjutnya diterapkan di berbagai peradilan
pidana internasional. dan mengalami perkembangan dengan munculnya
konsep pertanggungjawaban pimpinan dalam Peradilan Tokyo dan
konsep Joint Criminal Enterprise dalam International Court for Former
Yugoslavia (ICTY). Konsep pertanggungjawaban individual mengalami
perubahan ketika diterapkan dalam International Criminal Court (ICC)
yang terlihat didalam putusan Prosecutor v. Thomas Lubanga Dyilo.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan bahwa Thomas
Lubanga Dyilo bersalah atas kejahatan perang dalam perekrutan tentara
anak dan bertanggung jawab secara individu atas dasar turut melakukan
(co-perpetration).

ABSTRACT
This thesis analyzes the concept of criminal responsibility under
international criminal law, specifically discusses the individual criminal responsibility under Rome Statute. Individual criminal responsibility was first applied during the Second World War, which was in the Nuremberg Trials. The concept punishes individual for International crimes. The concept of individual criminal responsibility was then applied in various international criminal tribunals, and has developed with the introduction of the concept of superior responsibility in International Military Tribunal for The Far East and the concept of joint criminal enterprise in International Criminal Tribunal for Former
Yugoslavia. The concept of criminal responsibility has evolved in the
International Criminal Court, as it can be seen in Prosecutor v. Thomas
Lubanga Dyilo Case. The trial chamber punished Thomas Lubanga
Dyilo for the warcrime of recruiting child soldier under co-perpetration."
2013
S46333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Efrianto
"ICC adalah sebuah pengadilan independen permanen yang bertujuan untuk menuntut individu yang melakukan kejahatan paling serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. ICC didirikan pada tanggal 1 Juli 2002 dan bermarkas di kota Den Haag, Belanda. ICC adalah pengadilan terakhir di mana ICC tidak akan bertindak jika kasus telah atau sedang diselidiki atau dituntut oleh sistem peradilan nasional kecuali proses nasional tersebut tidak adil, misalnya jika proses formal dilakukan semata-mata untuk melindungi seseorang dari tanggung jawab pidana. Jadi, salah satu tujuan didirikannya ICC adalah untuk membantu mengakhiri kekebalan hukum bagi para pelaku kejahatan paling serius yang menjadi perhatian masyarakat internasional. Selain itu, ICC hanya mencoba mengadili mereka yang dituduh melakukan kejahatan yang paling parah. Dalam setiap kegiatan, ICC mengamati standar tertinggi keadilan dan proses pengadilan. Yurisdiksi dan fungsi ICC diatur oleh Statuta Roma yang merupakan hasil konferensi internasional di Roma pada Juni 1998 (diadopsi 17 Juli 1998). Banyak kalangan menilai bahwa proses keikutsertaan (ratifikasi) Indonesia ke Statuta Roma (yang menjadi dasar pembentukan Mahkamah Pidana Internasional) berjalan sangat lambat. Meskipun saat ini terdapat 119 negara yang telah menjadi Negara Pihak pada Statuta Roma, proses ratifikasi oleh Indonesia masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana yang direncanakan Pemerintah. Untuk itu, Penulis memandang perlu untuk menyampaikan beberapa sumbangan pemikiran yang diharapkan dapat mendorong proses ratifikasi tersebut. Sejalan dengan maksud tersebut, tulisan ini akan diawali dengan pembahasan secara ringkas manfaat dan urgensi ratifikasi Statuta Roma. Selanjutnya, tulisan ini juga akan secara khusus menganalisa beberapa mispersepsi (kesalahpahaman) yang selama ini menurut Penulis telah menghambat dan menjadi kendala proses ratifikasi di Indonesia. Kemudian di bagian akhir, selain memberikan beberapa kesimpulan, tulisan ini juga akan menyampaikan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah guna mempercepat proses ratifikasi Statuta Roma."
[Place of publication not identified]: The Ary Suta Center Series on Strategic Management, 2015
330 ASCSM 29 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Angelo Putra
"Konsep Joint Criminal Enterprise pertama kali diperkenalkan oleh Pengadilan Pidana Internasional untuk bekas wilayah Yugoslavia di dalam kasus Tadic pada tahun 1999. Setelah kasus Tadic, konsep Joint Criminal Enterprise diterapkan di berbagai pengadilan pidana internasional dan pengadilan hybrid supranasional untuk kasus kejahatan internasional. Di Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana memuat konsep penyertaan, sebuah konsep yang menyerupai Joint Criminal Enterprise.
Tulisan ini membahas pengertian dan perkembangan konsep Joint Criminal Enterprise, penerapan Joint Criminal Enterprise di dalam pengadilan pidana internasional dan pengadilan hybrid supranasional, serta analisis kesamaan konsep Joint Criminal Enterprise dengan konsep penyertaan menurut hukum Indonesia dan apakah konsep Joint Criminal Enterprise dapat diterapkan di dalam Pengadilan HAM di Indonesia.

The concept of Joint Criminal Enterprise was first introduced by the International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia in the 1999 Tadic case. The concept was then applied in various international criminal tribunals and hybrid criminal courts for cases of international crimes. In Indonesia, the criminal code prescribes the concept of joint perpetration, a concept that is similar to the concept of Joint Criminal Enterprise.
This thesis discuses the definition and development of the concept of Joint Criminal Enterprise, the application of Joint Criminal Enterprise in various international criminal tribunals and hybrid criminal courts, as well as the concept of Joint Criminal Enterprise and its association with the concept of joint perpetration under Indonesian law. Finally, this thesis discusses whether Joint Criminal Enterprise can be applied in the Human Rights Court in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1190
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Oentoeng Wahjoe
"Study of international criminal law and its enforcement in Indonesia."
Jakarta: Erlangga, 2011
345 OEN h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Akta Wijaya Pramasakti
"Upaya paksa yang dilakukan dalam rangka Penyidikan maupun PenuntutanTindak Pidana oleh lembaga yang berwenang dalam hal ini Polri atau Penuntut Umumdapat dikontrol melalui Lembaga Praperadilan. Tujuan lembaga ini dibentuk agar hakhaktersangka dapat dilindungi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada,tindakan yang dimaksud terutama dalam hal penangkapan maupun penahanan yang tidaksah serta adanya penghentian penyidikan maupun penuntutan. Walaupun lembagapraperadilan tersebut telah diatur dalam hukum positif yakni Undang-Undang Nomor 8Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP, namun seiring perkembanganzaman dan perkembangan kehidupan bermasyarakat serta perkembangan hukumdimasyarakat, KUHAP dirasa belum mengakomodir perlindungan hukum terhadapmasyarakat. Hal ini sesuai dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:21/PUU-XII/2014 tanggal 16 Maret 2015, bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangandengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.Permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimanalembaga praperadilan pasca putusan Mahkamah Kontitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014tanggal 16 Maret 2015 dan pengaruhnya terhadap fungsi, tugas dan wewenang Polrisebagai penyidik dalam terjadinya tindak pidana. Penelitian ini menggunakan metodependekatan yuridis normatif dengan meneliti data sekunder yang menitikberatkan padastudi kepustakaan, dengan cara mengumpulkan, mengkaji dan mengolah data secarasistematis, bahan-bahan kepustakaan atau studi dokumen yang berkaitan dengankebijakan formulasi lembaga praperadilan dan penerapannya secara analisis kualitatif,kemudian dibuat kesimpulan yang secara menyeluruh diharapkan dapat menggambarkanperanan dan fungsi lembaga praperadilan saat ini dan menjadikan lembaga praperadilanpada posisi yang sebenarnya sesuai dengan cita-cita pembentukan KUHAP.

Forceful measures undertaken in the framework of the Investigation and Prosecutionof Crime by competent authorities in this case the police or public prosecutor can be controlledthrough Pretrial Institution. The purpose of this institution was established so that the rights ofsuspects can be protected in accordance with the laws and regulations that exist, the action ismainly in terms of arrests and illegal detention as well as the termination of the investigationand prosecution. Although the pretrial institutions have been arranged in the positive law ofthe Law No. 8 of 1981 on Criminal Proceedings Criminal Procedure Code, but over the timesand the development of social life and the development of community law, the CriminalProcedure Code is felt not provide legal protection of the public. This is in accordance with theConstitutional Court Decision Number 21 PUU XII 2014 dated March 16, 2015, that Article77 letters a in the Criminal Procedure Code is on the contrary to the 1945 Constitution Of TheRepublic Of Indonesia to the extent not interpreted as including the designation of suspects,search and seizure.The problems that are the focus of this research is how the pretrial institution after thedecision of the Constitutional Court Number 21 PUU XII 2014 dated March 16, 2015 andits influence on the functions, duties and authority of the Police as investigators in the criminalact. This study uses normative juridical approach by examining secondary data which focuseson the study of literature, by collecting, reviewing and processing data systematically, materialslibrary or study documents relating to policy formulation institutions pretrial andimplementation qualitative analysis, then made overall conclusions are expected to describethe role and functions of the current pretrial agencies and make pretrial agencies on the actualposition in accordance with the ideals of the establishment of the Criminal Procedure Code
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shah, Giraraj
"
"
New Delhi: Anmol Publications PVT. Ltd., 2000
R 364.03 SHA e (IX)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Shah, Giriraj
New Delhi: Anmol Publications PVT. Ltd., 1999
R 364.03 SHA e (I)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Shah, Giriraj
New Delhi: Anmol Publications PVT. Ltd., 1999
R 364.03 SHA e (V)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>