Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104900 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prasti Wardhani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Wijanarti
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danya Wulandari Joedo
"Artikel ini membahas mengenai androgini dalam iklan parfum Ma Dame dari Jean-Paul Gaultier. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif dan teknik yang digunakan adalah teknik deskriptif. Data yang digunakan adalah "Ma Dame" dari Jean-Paul Gaultier.Dengan menggunakan metode semiotika, penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan citra androgini ditampilkan melalui tanda-tanda yang dihadirkan dalam iklan, seperti warna, pakaian, pose tubuh, wajah, rambut, latar tempat, aksesoris, ekspresi, kemasan, dialog dan latar lagu iklan. Dari tanda-tanda tersebut ditemukan citra baru wanita, yakni wanita androgini yang menggabungkan karakter maskulin dan feminin dalam satu tubuh. Citra androgini yang terdapat dalam iklan Gaultier ini merupakan bentuk pemaknaan baru terhadap gender.

This article discussed about androgyny in the perfume advertisement "Ma Dame" by Jean-Paul Gaultier. This research implied in the qualitative research and the technique used is descriptive technique. The data used is the advertisement "Ma Dame" by Jean-Paul Gaultier. By using semiotic method, this research aims to reveal androgynous image shown through signs presented in the ad, including colors, attire, body pose, face, hair, background, accessories, expression, packaging, dialogue and background jingle. From those signs we could find a brand new image of woman, which is androgynous woman that combines the masculine and feminine characters all in one body. The image of androgyny that is shown in this Gaultier’s advertisement is a new form of meaning towards gender.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Triarini Indirasari
"Pembentukan peran jenis kelamin mempakan hal yang penting bagi setiap orang, karena mendukung perkembangan konsep diri dan identitas seseorang. Masa penting pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah pada usia prasekolah (3-6 tahun). Salah satu cara pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah dengan cara sosialisasi. Ada tiga cara sosialisasi yang dapat dilakukan dalam pembentukan peran jenis kelamin, yakni dengan direct instruction, shaping atau modelling. Agen sosialisasi terpenting dalam pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah keluarga, terutama orang tua, karena merupakan lingkungan terdekat yang dimiliki anak yang memperkenalkan anak pada lingkungan masyarakat yang Iebih luas. Penelitian di Barat menunjukkan bahwa orang tua dapat mempengaruhi pembentukan peran jenis kelamin anak, khususnya anak usia prasekolah dalam kegiatan bermain. Sebagian besar anak usia prasekolah menghabiskan waktunya dalam bermain. Bermain sendiri merupakan media bagi anak untuk mangembangkan dirinya, baik dari segi fisik, kognitif dan sosial emosional. Selain itu, bermain juga merupakan wadah bagi anak untuk mencoba berbagai peran.
Dalam kegiatan bermain, orang tua menularkan sikap tentang peran jenis kelamin melalui mainan yang diberikan serta interaksi antara anak dan orang tua saat bermain. Penelitian yang dilakukan di Barat menunjukkan bahwa adanya pembedaan pemberian mainan maupun aktivitas bermain pada anak Iaki dan parempuan oleh orang tua menyebabkan peran jenis kelamin yang terbentuk pada anak Iaki dan perempuan berbeda. Di Indonesia sendiri, dengan semakin banyaknya toko mainan yang menyediakan sarana bermain bagi anak, memudahkan orang tua untuk menggunakan mainan sebagai media dalam mensosialisasikan karakteristik tertentu sesuai dengan peran jenis kelamin. Namun, bagaimana gambaran sosialisasi peran jenis kelamin yang dilakukan dalam kegiatan bermain oleh orang tua belumlah terlihat. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan uniuk mendapatkan gambaran sosialisasi peran jenis kelamin yang diiakukan orang tua pada anak usia prasekolahnya khususnya dalam kegiatan bermain.
Ada tiga teori besar yang menjelaskan tentang pembentukan peran jenis kelamin. Pandangan Psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Freud menjelaskan bahwa peran jenis kelamin terbentuk karena adanya proses identifikasi yang terjadi akibat ikatan emosional khusus yang didasarkan atas keinginan anak untuk dicintai atau atas ketakutan salah satu orang tua. Teori belajar sosial menjelaskan bahwa anak menampilkan respon atau perilaku sesuai dengan jenis kelaminnya karena mendapat imbalan dan anak menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya karena meneka akan dihukum. Teori perkembangan kognitif menganggap bahwa peran jenis kelamin terbentuk sebagai hasil dari sistem kognitif anak. Anak belajar mengkategorisasikan atribut dan informasi yang ada di lingkungan berdasarkan jenis kelamin.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang melibatkan 40 orang tua yang memiliki anak laki dan perempuan usia prasekolah (3-6 tahun). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non probabilita dan teknik incidental. Alat yang digunakan untuk mengetahui sosialisasi peran jenis kelamin dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner yang memuat daftar mainan yang diberikan pada anak beserta orang yang memilihkan mainan, karakteristik yang ingin dikembangkan pada anak laki dan perempuan serta cara orang tua mensosialisasikan karaktenstik yang diinginkan dalam kegiatan bennain. Daftar mainan yang digunakan dibuat oleh peneliti dengan melakukan survei terhadap mainan yang dimiliki anak usia prasekolah. Sedangkan untuk item karakteristik peran jenis kelamin peneliti menggunakan item Bem Sex Role Inventory. Sebelum alat digunakan sepenuhnya, peneliti melakukan uji coba alat terlebih dahulu untuk mengetahui face validity atau uji keterbacaan serta mengukur intterrater reliability. Penelitian dilakukan di 4 Taman Kanak-kanak di Jakarta dan Bogor. Karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka data yang diperoleh diolah dengan menggunakan statistik deskriptif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam anak laki lebih banyak memiliki mainan kategori fisik dan kognitif, sedangkan anak perempuan lebih banyak memiliki mainan kategori sosial emosional. Dalam menentukan mainan yang diberikan, anak Iebih besar peranannya dibandingkan dengan orang tua sendiri. Berdasarkan karakteristik yang ingin dikembangkan pada anak laki dan perempuan, antara ayah dan ibu pada umumnya memiliki keinginan yang sama. Bagi anak laki, orang tua Iebih banyak menginginkan karakteristik maskulin terdapat dalam diri anaknya. Sedangkan bagi anak perempuan, ada karakteristik-karakteristik feminin maupun maskulin yang diinginkan orang tua dimiliki anaknya. Untuk karakteristik yang tergolong netral, orang tua menginginkan karakteristik yang sama terdapat pada anak laki dan perempuannya. Dalam mensosialisasikan karakteristik yang diinginkan khususnya dalam bermain, orang tua lebih banyak menggunakan teknik direct instruction dibandingkan teknik shaping, modeling atau campuran."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianty
"Dikotomi area publik dan domestik teijadi sejak abad ke-19 dan menghasilkan karakteristik yang berbeda pada kedua area tersebut. Area domestik yang bersifat emosional, mengasuh berhubungan dengan keluarga, rumah, dan anak-anak, serta pekeijaan domestik rumah tangga diasosiasikan dengan dunia wanita sedangkan area publik yang kompetitif, berhubungan dengan dunia keija, politik, pendidikan serta mempunyai status dan otoritas yang lebih tinggi adalah area laki-laki. Akibatnya, laki-laki.dianggap tidak mampu mengurus anak dan mengerjakan pekeijaan rumah tangga dan wanita tidak mampu berada di dunia publik. Pada kenyataannya sekarang ini banyak wanita yang bisa sukses di area publik, namun kadang mereka tidak bisa menampilkan kemampuannya secara maksimal karena faktor yang disebut peran gender. Peran gender salah satunya membedakan laki-laki dan perempuan dalam peran sosial, misalnya, laki-laki berperan sebagai pencari nafkah sedangkan perempuan sebagai ibu rumah tangga.
Ideologi peran gender yang tradisional secara kaku membagi tugas-tugas berdasarkan jenis kelamin daripada kemampuan dan keinginan sedangkan yang modem/liberal memandang laki-laki dan perempuan sama pentingnya dan lebih mengarah pada prinsip persamaan dan keseimbangan serta tidak ada lagi pembagian tugas-tugas secara kaku. Salah satu bentuk praktis yang terkait dengan peran gender adalah pekeijaan rumah tangga, hal ini sesuai dengan definisinya yang diberikan oleh beberapa tokoh bahwa pekeijaan rumah tangga adalah pekeijaan wanita. Karena jenisnya yang banyak dan amat memakan waktu dalam pengeijaannya, sering muncul masalah bila seorang wanita juga bekeija di luar rumah. Karena itu betapa baiknya bila laki-laki sebagai pasangan wanita dalam kehidupan berumah tangga mau terlibat dalam pekeijaan ini. Namun ada laki-laki yang mau terlibat jauh dalam pekeijaan rumah tangga, ada yang hanya pada pekeijaan tertentu saja yang sepertinya memang pantas dilakukan laki-laki dan ada yang tidak mau sama sekali.
Penelitian mengemukakan semakian liberal suami maka kecenderungan untuk mengeijakan pekeijaan rumah tangga semakin besar atau penelitian lain yaitu ada hubungan antara kepercayaan peran gender yang egaliter dengan banyaknya pekeijaan rumah tangga yang dilakukan laki-laki. Kunci untuk memahami dan memprediksi apa yang dilakukan seseorang adalah dengan pemahaman akan sikapnya. Karena itu penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan: apakah ada hubungan antara sikap terhadap peran gender dengan keterlibatan dalam pekeijaan rumah tangga. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability sampling yakni secara incidental (tidak semua elemen dari populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk terpilih sebagai sampel) kepada mahasiswa Universitas Indonesia. Alat pengumpulan data berupa dua buah kuesioner yang bertujuan untuk mengukur sikap terhadap peran gender dengan keterlibatan dalam pekeijaan rumah tangga.
Dari penelitian ini hipotesa alternatif yang diajukan ternyata diterima, sehingga pada subyek penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap terhadap peran gender dengan keterlibatan dalam pekeijaan rumah tangga, makin modem sikap terhadap peran gender makin tinggi keterlibatan anak laki-laki yang berstatus mahasiswa dalam pekeijaan rumah tangga. Penelitian ini memang mendapatkan hasil uji hipotesa yang signifikan untuk masalah yang ingin dipertanyakan dan bisa menjawab pertanyaan penelitian. Namun, hasil yang diperoleh masih kurang banyak memberikan informasi, misalnya bagaimana gambaran sikap peran gender subyek apakah cenderung tradisional atau sudah modem yang untuk itu semua dibutuhkan norma yang tidak bisa dipenuhi dalam penelitian ini. Maka untuk penelitian selanjutnya mungkin bisa melakukan hal tersebut. Untuk saran praktis kiranya agar lebih diperhatikan pembentukan peran gender anak sedari dini dan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan peran gender agar lebih banyak dilakukan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Sarah Regina
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirza Feny Rahayu
"Menjadi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan suatu tantangan karena mereka cenderung memiliki perasaan yang dimanifestasikan dalam bentuk kehilangan keberhargaan diri, merasa sedih dan bersalah, sulit menerima dan berduka bahkan berisiko lebih besar untuk mengalami stres dalam pengasuhan atau pendampingan anak. Keadaan ini dapat memengaruhi kondisi psikologis anak yang berdampak negatif pada kemampuan sosial emosional mereka. Padahal, hubungan antara orang tua dengan anak merupakan pengaruh utama yang membentuk kemampuan sosial emosional anak. Oleh sebab itu, sangat diperlukan peranan dan dukungan dari kedua orang tua dalam meminimalkan dampak tersebut dengan penerimaan dari orang tua. Dalam proses penerimaan orangtua, terdapat beberapa aspek yang berkontribusi pada kesehatan mental orang tua, diantaranya parenting self-efficacy yang merupakan keyakinan orang tua bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas mereka sebagai orang tua. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau lebih jauh mengenai pengaruh penerimaan orang tua terhadap kemampuan sosial emosional anak berkebutuhan khusus melalui parenting self-efficacy. Penelitian ini melibatkan 291 partisipan dari berbagai daerah di Indonesia. Analisis dilakukan dengan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan parenting self-efficacy terbukti memediasi pengaruh penerimaan orang tua terhadap kemampuan sosial emosional anak dengan kebutuhan khusus (B = 0.205) signifikan pada Los 0.05. Begitu pula dengan pengaruh penerimaan orang tua terhadap parenting self-efficacy (B = 0.589) dan pengaruh parenting self-efficacy terhadap kemampuan sosial emosional anak dengan kebutuhan khusus (B = 0.431) serta pengaruh penerimaan orang tua terhadap kemampuan sosial emosional anak dengan kebutuhan khusus (B = 0.338) signifikan pada Los 0.05.

Being the parent of children with special needs is a challenge because they tend to have feelings that are manifested in the form of losing self-worth, feeling sad and guilty, difficult to accept and grieving even at greater risk to experience stress in caring for the children. This situation can affect the childrens psychological condition which negatively impacts their social-emotional abilities. In fact, the relationship between children and parents is the main influence that shapes childrens social-emotional abilities. Therefore, it is very necessary the role and support of both parents in minimizing these impacts with parental acceptance. In the process of parental acceptance, there are several factors that contribute to the mental health of parents, including parenting self-efficacy which is the belief of parents, the ability to carry out their duties as parents. Therefore, the purpose of this study is to further review the influence of parental acceptance on the social-emotional abilities of children with special needs through parenting self-efficacy. This study involved 291 participants from various regions in Indonesia. The analysis was carried out with path analysis. The results of this study found that parenting self-efficacy succeeded in mediating the influence of parental acceptance on the social-emotional abilities of special needs children (B=0.205), significant at Los 0.05. Similarly, the influence of parental acceptance on parenting self-efficacy (B=0.589) and parenting self-efficacy on the social-emotional abilities of children with special needs (B=0.431) and also the influence of parental acceptance on the social-emotional abilities of children with special needs (B=0.338) was significant at Los 0.05.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Yudha Ninggar
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
S2519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Anindya
"Penelitian ini berawal dari keresahan peneliti atas pembagian gender maskulin dan feminin yang membuat laki-laki dan perempuan dalam beberapa hal menjadi pihak yang harus tunduk dengan tatanan sosial dan budaya masyarakat. Laki-laki, mengalami krisis identitas terkait posisinya secara personal dan komunal di dalam masyarakat dan karakter androgini menjadi pilihan dalam menunjukkan identitasnya. Identitas gender androgini dapat dilihat melalui gender performativity dan fashion. Untuk itu, penelitian ini menggunakan fenomenologi dalam melihat pengalaman laki-laki androgini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, androgini merupakan identitas gender dan juga androgini secara psikologis merupakan bentuk kecerdasan emosi; kedua, keluarga yang konvensional dan lingkungan yang sex-type memunculkan identitas gender androgini; ketiga, media cenderung mengkomodifikasi androgini salah satunya melalui fashion; dan keempat, setiap individu memiliki keunikan dalam mengekspresikan fashion dan gender performativity.

This research come from researcher restless thought about masculine and feminine binary. This gender binary somehow makes men and women as part of the society have to adjust themselves to social and cultural norms. Men gets identity crisis on their personal and communal life, therefore they create androgini identity gender. Androgini identity gender can be seen on gender performativity and fashion. This research use phenomenology to observe androgyny men life experience.
The result shows, first, androgyny is emotional intellectual that is related to psychological character development; second, conventional family and sex-type environment create androgynous person; third, media shows androgyny on fashion as commodity; and fourth, every human being has her/his own uniqueness on fashion and gender pervormativity; one of their appearance shows androgynous characteristics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>