Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95204 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devina Puspita Sari
"ABSTRAK
Bukti fotokopi surat dapat diterima di persidangan apabila dicocokan dengan surat
aslinya dan kekuatan pembuktian fotokopi tersebut sama seperti surat aslinya. Bukti
fotokopi yang tidak dapat dicocokkan dengan surat aslinya dapat diterima jika
bersesuaian atau dikuatkan dengan alat bukti lain, berupa (a) pengakuan atau tidak
dibantah pihak lawan, dan/atau (b) bersesuaian dengan keterangan saksi dan/atau
didukung dengan bukti surat lainnya, atau (c) dikuatkan dengan alat bukti sumpah,
apabila para pihak tidak dapat mengajukan alat bukti untuk membuktikan dalil atau
bantahan mereka. Akan tetapi, dalam hal undang-undang mengharuskan pembuktian
suatu peristiwa hukum dengan akta otentik, bukti fotokopi akta otentik yang tidak
dapat dicocokkan dengan aslinya tidak dapat diterima meskipun telah dikuatkan
dengan alat bukti lain. Kekuatan pembuktian terhadap bukti fotokopi surat yang tidak
dapat dicocokan dengan surat aslinya akan tetapi dikuatkan dengan alat bukti lain
diserahkan kepada penilaian hakim.

ABSTRACT
The photocopy acceptable in the court if it matched with the original letter and the
strength of that photocopy is the same as the original letter. The photocopy which
can't be matched with the original letter is acceptable if it strengthened with other
evidence, either (a) the recognition or not denied by the opposition , and / or (b)
strengthened by the statements of witnesses and / or supported by others documentary
evidence (additional evidence), or (c) strengthened with oath evidence, if the parties
didn't file evidence to prove their argument or their objection. However, if law
requires proof of a legal event with authentic deed, photocopy of a authentic deed
which can't be matched with the original letter, it can?t be accepted although it has
been strengthened by other evidence. The strength of photocopy that strengthened
with other evidence depends on the judge's assessment.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43654
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gustito Agung Diaussie
"ABSTRAK
Pada era globalisasi, masyarakat Indonesia sudah mulai mengenal perbuatan hukum yang akan menimbulkan akibat hukum. Untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tersebut, biasanya masyarakat menggunakan alat bukti tertulis sebagai tanda terikatnya para pihak. Guna menjamin kepemilikan seseorang terhadap hak-hak yang diperolehnya, baik melalui jual beli, hibah, maupun sewa menyewa biasanya orang tersebut akan membuat fotokopi terhadap alat bukti tertulis yang dimilikinya. Fotokopi alat bukti tertulis tersebut dibuat dengan keyakinan apabila terjadi kehilangan pada alat bukti tertulis yang asli, maka seseorang tersebut masih dapat menunjukkan bukti kepemilikannya melalui sebuah fotokopi akta. Dalam hal demikian, bagaimanakah kedudukan fotokopi terhadap pembuktian akta otentik dalam perkara perdata? Serta bagaimanakah kedudukan alat bukti lain sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari fotokopi akta otentik berdasarkan Putusan Pengadilan? Untuk itu, Penulis melakukan penelitian hukum dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan alat pengumpulan data melalui studi dokumen. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder sebagai penunjang, kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif serta pada akhirnya ditarik kesimpulan, dari keseluruhan hasil pembahasan dan hasil analisis permasalahan tersebut dilaporkan dalam bentuk evaluatif analitis. Melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 235/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim. disimpulkan bahwa bukti fotokopi akta otentik dapat diterima jika bersesuaian atau dikuatkan dengan alat bukti lain berupa: pengakuan, saksi, dan/atau sumpah. Selanjutnya bukti fotokopi akta otentik tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas atau penilaiannya diserahkan kepada hakim.

ABSTRACT
In the era of globalization, the people of Indonesia have started to recognize legal actions that will cause legal consequences. To perform such legal acts, people usually use written evidence as a sign of bonding parties. In order to guarantee an ownership rights, whether through sale or purchase, grant or lease, many person usually photocopy their written evidence. They belief that event they loss the original written evidence, the photocopy of that is acceptable, then they still prove the ownership through the photocopy. In such case, how about the position of photocopy of authentication deed in civil cases And how about the position of other evidences as an integral part of copy of authentic deeds based on Court Decisions Therefore, the author conducted legal research using normative juridical research methods with data collection tools through document studies. The kind of data is secondary data, then analyzed by qualitative method and in the end get then conclusion, the result reported by evaluative analysis. The analysis of Jakarta Timur District Court Verdict Number 235 Pdt.G 2014 PN.Jkt.Tim. concluded that evidence of copy of authentic deed is acceptable if it is compatible or corroborated with other evidence in the form of acknowledgment, witness, and or oath. Further evidence of copy of the authentic deed has free evidentiary power or its judgment is submitted to the judge. "
2017
T48838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Pieter
"Tulisan ini menganalisis kekuatan pembuktian surat wasiat yang dibuat oleh WNI di luar negeri, serta akibat hukum dari pertimbangan hakim dalam putusan yang diangkat terhadap surat wasiat tersebut dan terhadap harta peninggalan pewaris. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pasal 945 KUH Perdata menyatakan bahwa WNI yang berada di luar negeri tidak boleh membuat wasiat selain dengan akta autentik dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas yang berlaku di negeri tempat akta itu dibuat. Berarti, KUH Perdata mengamahakan bahwa keabsahan wasiat ditentukan oleh persyaratan formil ini, yaitu harus dalam bentuk akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Padahal, pembuatan wasiat secara autentik bukanlah suatu kewajiban, melainkan opsi yang tersedia bagi yang menginginkan. Kasus dalam putusan melibatkan 2 (dua) wasiat, satu dibuat di hadapan Notaris sebelum pewaris menikah, dan satunya lagi dibuat di hadapan Attorney at Law di Amerika Serikat setelah pewaris menikah dan bertempat tinggal disana. Sepeninggalnya pewaris, ahli waris ab testamenter dari kedua wasiat menuntut haknya dan saling mempermasalahkan wasiat tersebut. Hukum Perdata Internasional di Indonesia mengenal prinsip lex patriae, locus regit actum, dan lex rei sitae. Ketika terjadi sengketa waris dimana terdapat unsur internasional seperti dalam kasus, maka selain merujuk pada KUH Perdata, prinsip-prinsip Hukum Internasional tersebut juga patut untuk dipertimbangkan. Dalam hal suatu dokumen tidak dapat dianggap autentik karena tidak dibuat di hadapan Notaris, maka dapat merujuk pada Hukum Acara Perdata, yang tidak hanya mengakui kekuatan pembuktian alat bukti berupa akta autentik, namun juga pada akta yang dibuat di bawah tangan. Oleh karena hakim dalam putusan yang diangkat hanya merujuk pada Pasal 945 KUH Perdata, maka wasiat yang pertama dibuat oleh pewaris di Indonesia berhasil mengalahkan wasiat terakhir yang dibuatnya di Amerika Serikat, serta obyek warisan tidak beralih kepada orang yang ditunjuk sesuai kehendak terakhirnya. Tidak adanya aturan khusus tentang hukum waris Indonesia yang dapat secara definit mengarahkan pembuatan wasiat bagi WNI telah menyebabkan penafsiran yang variatif dan akibatnya, kejadian seperti dalam kasus inilah yang akhirnya melemahkan hak berwasiat WNI yang bertempat tinggal di luar negeri.

The article analyzes the evidentiary strength of a testament made by Indonesian citizens abroad, as well as the legal consequences of judge's considerations in the court’s decision regarding the testament and the inheritance of the testator. This thesis uses doctrinal research methods. Article 945 of the Civil Code states that Indonesian citizens abroad may not make a testament other than with an authentic deed and by observing the formalities applicable in the country where the deed is made. It indicates that the Civil Code requires that the validity of a testament is determined by these formalities, that it must be in the form of a deed made by an authorized official. However in fact, a testament in the form of an authentic deed is not an obligation, but rather an option available for those who wish to. The case involved 2 (two) testaments, one made before a Notary before the testator married, and the other made before an Attorney at Law in the United States after the testator married and resided there. After the testator’s death, the testamentary heirs of both testaments claimed their rights and disputed each other's testaments. Private International Law in Indonesia recognizes the principles of lex patriae, locus regit actum, and lex rei sitae. When an inheritance dispute occurs with an international element, as in this case, apart from referring to the Civil Code, the principles of International Law are also worth considering. In an event where a document cannot be considered authentic because it was not made before a Notary, one can refer to the Civil Procedure Law, which not only recognizes the evidentiary power of evidence in the form of authentic deeds, but also privately made deeds. As a result of the court’s decision where the judges only referred to Article 945 of the Civil Code, the first testament that was made in Indonesia succeeded in defeating the last testament made in the United States, and the inheritance object did not pass to the person appointed according to testator’s last will. The absence of specific rules regarding Indonesian inheritance law that can definitively direct the making of testament for Indonesian citizens has led to varied interpretations and as a result, incidents such as in this case ultimately weaken the rights of Indonesian citizens residing abroad to write a testament."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hezekiel Melanthon Sumantoro
"Kepailitan terhadap developer apartemen banyak menimbulkan pro dan kontra karena dinilai merugikan konsumen yang hanya menjadi Kreditor konkuren. Pada akhir 2023, Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA 3/2023 yang mana salah satu isinya adalah menyatakan pembuktian perkara pailit dan PKPU terhadap developer apartemen tidak dapat dibuktikan secara sederhana sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU. Dalam skripsi ini, Penulis membahas mengenai ketentuan pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen pada SEMA 3/2023 dengan menganalisisnya dari segi UUKPKPU dan Hukum Kepailitan secara umum serta dikaitkan berdasarkan kasus-kasus kepailitan dan PKPU yang terjadi terhadap developer apartemen. Skripsi ini juga menganalisis SEMA 3/2023 sebagai sebuah peraturan dan keberlakuannya dalam perkara kepailitan dan PKPU. Penulis menggunakan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang Penulis temukan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa SEMA 3/2023 yang mengatur mengenai pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen bertentangan dengan UUKPKPU serta Hukum Kepailitan secara umum. SEMA 3/2023 juga telah melanggar prinsip kebebasan hakim dalam memutus suatu perkara sebagaimana dalam UUKH dan UUMA. Kehadiran SEMA 3/2023 bukanlah solusi bagi penyelesaian atas kerugian konsumen ketika developer apartemen pailit, melainkan hanya menambah masalah baru akibat upaya hukum bagi Kreditor, baik konsumen maupun non-konsumen, serta Debitor itu sendiri dibatasi. Selain itu, kehadiran SEMA 3/2023 dapat menimbulkan disparitas putusan terhadap developer apartemen yang akan menimbulkan ruang abu-abu atas parameter dari pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan dan PKPU, khususnya terhadap developer apartemen. Penulis berkesimpulan bahwa untuk melindungi konsumen yang mengalami kerugian akibat developer apartemen pailit bukan dengan cara membuat developer apartemen tersebut tidak dapat pailit atau PKPU, melainkan mengatur perihal mekanisme khusus atas permohonan pailit dan PKPU terhadap developer apartemen atau pengaturan mengenai perlindungan konsumen selama proses kepailitan, khususnya dengan memperhatikan hak-hak konsumen sebagaimana dalam UUPK.

Bankruptcy against apartment developers has raised many pros and cons because it’s considered detrimental to consumers who are only concurrent Creditors. At the end of 2023. The Supreme Court issued SEMA 3/2023 which one of the contents is to state that the evidentiary of bankruptcy and PKPU cases against apartment developers cannot be proven simply as in Article 8 paragraph (4) UUKPKPU. In this thesis, the author discusses the provision of non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers in SEMA 3/2023 by analyzing it in terms of UUKPKPU and Bankruptcy Law in general, and also related based on bankruptcy and PKPU cases that occurred against apartment developers. This thesis also analyzes SEMA 3/2023 as a regulation and its applicability in bankruptcy and PKPU cases. The author employs normative juridical research with descriptive-analytical characteristics to address the issues found. The results research indicate that SEMA 3/2023, which regulates non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers contradicts with UUKPKPU and Bankruptcy Law in general. SEMA 3/2023 has also violated the principle of freedom of judges in deciding a case as stipulated in UUKH and UUMA. The presence of SEMA 3/2023 is not a solution to the losses suffered by consumers when an apartment developers goes bankruptcy, rather, it creates new problems by limiting the legal recourse available to Creditors, both consumers and non-consumers, as well as the Debtor it self. Furthermore, the presence of SEMA 3/2023 may lead to disparity in decisions against apartment developers which will create a gray area over the parameters of simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases, especially against apartment developers. The author concludes that to protect consumers who have suffered losses due to bankruptcy of apartment developers is not by making the apartment developer unable to file for bankruptcy or PKPU, but by regulating a special mechanism for bankruptcy and PKPU petition against apartment developers or regulating consumer protection during the bankruptcy process, especially by paying attention to consumer rights as outlined in UUPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieya Aprianti
"ABSTRAK
Dalam perkara perdata seringkali ada obyek sengketa yang tidak dapat dihadirkan
di muka persidangan, oleh karena itu perlu dilakukan sidang pemeriksaan
setempat (descente) oleh hakim karena jabatannya untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas dan rinci mengenai obyek sengketa yang dapat dijadikan bahan
oleh hakim dalam pertimbangan saat menjatuhkan putusan. Berdasarkan latar
belakang tersebut, ada dua pokok permasalahan yang diangkat oleh penulis, yaitu
(1) bagaimana kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat sebagai salah satu
pendukung alat bukti dalam perkara perdata; (2) Bagaimana pertimbangan hakim
dalam menilai kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat tersebut? Adapun
metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode yuridis-normatif
yang menggunakan data sekunder atau studi kepustakaan dengan menggunakan
bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. Dari penelitian yang dilakukan,
hasil pemeriksaan setempat pada hakekatnya merupakan fakta persidangan yang
dapat digunakan sebagai keterangan bagi hakim. Dengan demikian, pemeriksaan
setempat memiliki kekuatan pembuktian bebas yaitu tergantung pada hakim
dalam menilai kekuatan pembuktiannya

ABSTRACT
In civil cases there is often a subject of dispute that can?t be presented in a court of
law, therefore it is necessary for a local investigation (descente) by a judge
because of his position to get a clearee picture and detail information on the
subject of dispute that can be taken into consideration by judges when verdict.
Based on this background, there are two principal issues raised by the author; (1)
How the strenght of local investigation as one of the supporting evidence in civil
procedure, (2) How does the judge considered in assessing the strenght of the
evidence the local investigation? The research methods used by the authors is a
juridical-normative method that uses secondary data or library research using
primary legal materials, secondary, and tertiary. From research conducted, the
results of the local court is essentially a fact that can be used as evidence for the
judge. Thus, the local investigation has the power that is free of evidence depends
on the judge in assessing the strength of evidence."
Universitas Indonesia, 2012
S42539
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiya Najmi
"ABSTRAK
Sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat dalam penerbitannya seringkali membawa akibat hukum bagi pihak yang bersangkutan maupun pihak-pihak yang merasa kepentingannya dirugikan, sehingga tidak jarang terjadi perselisihan yang akhirnya diselesaikan di pengadilan. Sehubungan dengan marak terjadinya sengketa permasalahan tanah yang ada di Indonesia, atas dasar fakta tersebut Penulis berusaha meneliti mengenai kasus kekuatan pembuktian sertifikat sengketa mengenai kepemilikan hak atas tanah. pada Putusan Negeri Nomor : 399 PK/Pdt/2009. Dalam kasus ini perselisihan terjadi karena timbulnya kepemilikan objek hak atas tanah yang sama, dapat dimiliki dua orang yang berbeda dengan bukti dokumen kepemilikan hak masing-masing. Dalam penelitian digunakan metode yuridis normative, yaitu penelitian dengan menggunakan penelitian kepustakaan untuk membahas permasalahan hukum yang ada, untuk memperoleh data sekunder guna menganalisis permasalahan, mengenai permasalahan sertipikat sebagai alat bukti yang kuat, perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, peraturan perundangundangan mengenai kekuatan pembuktian sertipikat, untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak.

ABSTRACT
Certificate as a powerful tool in the publication of evidence often carry legal consequences for the parties concerned and the parties feel aggrieved interests, so it is not uncommon that finally settled the dispute in court. In connection with the widespread problem of land disputes in Indonesia, on the basis of the facts of the case authors sought to assess the strength of a certificate proving ownership disputes regarding land rights. on Verdict Affairs Number: 399 PK/Pdt/2009. In this case disputes occur due to the emergence of object ownership rights over the same land, can have two different people with documentary evidence of ownership rights of each. In the present study used a normative juridical methods, the research by using research literature to discuss the legal issues that exist, to obtain secondary data to analyze the problem, the issue certificates as evidence that strong legal protection of land rights holders, regulatory legislation regarding the strength of evidence certificate, to create justice and legal certainty for all parties."
2013
T33143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bachtiar Effendie
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991
345.06 BAC s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Handayani Primandiri
"

Dalam pembuktian di Pengadilan, akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari akta tersebut. Untuk dapat dikatakan sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna maka harus memenuhi syarat autentisitas yang telah ditentukan dalam undang-undang dan juga kekuatan pembuktian dari akta tersebut. Syarat yang ditentukan dalam undang-undang yakni yang ada dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang mana dibuat berdasarkan bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat. Sementara kekuatan pembuktian terbagi menjadi tiga yakni, kekuatan pembuktian lahiriah, formil, dan materiil. Baik Notaris/PPAT sebagai pejabat umum memiliki kewajiban berdasarkan undang-undang untuk mencatatkan setiap akta yang dibuat oleh atau dihadapannya dalam suatu buku daftar akta atau repertorium. Buku daftar atau repertorium ini juga menjadi tanggung jawabnya selama menjalankan profesinya. Lantas bagaimana jika suatu akta yang telah dikeluarkan oleh Notaris/PPAT tidak dicatatkan didalam buku daftar akta atau repertorium. Apakah hal ini akan berpengaruh pada kekuatan pembuktian akta tersebut? Hal inilah yang menjadi dasar penulisan skripsi dengan metode penelitian yuridis normatif. Bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan fakta bahwa dalam hal Notaris/PPAT tidak mencatatkan akta-akta tersebut pada buku daftar akta atau repertorium tidak akan mengakibatkan akta tersebut berubah nilai kekuatan pembuktiannya. Sebab proses pencatatan ini hanya merupakan proses administratif saja. Terkait dengan tidak dicatatkannya akta ini pada buku daftar akta atau repertorium merupakan suatu pelanggaran administratif yang sanksinya dapat berupa sanksi administratif, kode etik, atau apabila pihak lain merasa sangat dirugikan maka Notaris/PPAT dapat bertanggung jawab secara pidana maupun perdata juga.

 


In evidentiary court, an authentic deed has the power of proof that is perfect for those who have litigated or have obtained the right from the deed. To be able to be said as evidence that has a perfect proof of strength, it must meet the requirements of authenticity specified in the law and also the strength of proof of the deed. The conditions specified in the law, namely in Article 1868 of the Civil Code that made based on the form determined by law, made by or in front of the public official authorize for that place where the deed was made. While the strength of proof is divided into three namely, the strength of physical evidence, formal, and material. Both the notary / PPAT as a public official has an obligation under the law to record each deed made by or in his presence in a deed register book or repertorium. The register book or repertorium is also his responsibility while carrying out his profession. So what if a deed that has been issued by a notary / PPAT is not recorded in the deed register book or repertorium. Will this affect the strength of proof of the deed? This is the basic questions of writing in this thesis with normative juridicial research methods. Based on the research conducted, it was found that in this case the notary / PPAT does not record the deed in the deed register book or the repertorium will not cause the deed to change the value of the strength of the proof. Because this recording process is only an administrative process. Related to the non-registration of this deed in the register book of the deed or repertorium is an administrative violation whose sanctions can be in the form of administrative sanctions, code of ethics, or if other parties feel very disadvantaged then the notary / PPAT can be held liable both criminal and civil.

 

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Eldi Safiera
"Seiring berkembangnya teknologi dan informasi telah terjadi berbagai perubahan yang memengaruhi sistem hukum yang berlaku di Indonesia, salah satunya adalah alat bukti elektronik Informasi Debitur Sistem Layanan Informasi Keuangan yang digunakan dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan pembuktian Informasi Debitur Sistem Layanan Informasi Keuangan pada perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang setelah adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 (POJK 2017) dan perbandingan kekuatan pembuktian Informasi Debitur Sistem Layanan Informasi Keuangan sebelum dan setelah berlakunya Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 109/KMA/SK/IV/2020 pada perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang dilakukan secara deskriptif menggunakan data sekunder. Data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan tersier. Data sekunder tersebut diperoleh dari studi kepustakaan atau studi dokumen. Untuk melengkapi data tersebut dilakukan wawancara dengan narasumber. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kekuatan pembuktian Informasi Debitur Sistem Layanan Informasi Keuangan adalah bebas yaitu hakim tidak terikat dengan alat bukti tersebut dan penilaian alat bukti tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim untuk menemukan kebenaran formil. Setelah berlakunya Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 109/KMA/SK/IV/2020, alat bukti Informasi Debitur Sistem Layanan Informasi Keuangan harus didukung bukti lain yang menunjukkan adanya utang yang tercantum dalam Informasi Debitur Sistem Layanan Informasi Keuangan. Saran dari penelitian ini adalah Otoritas Jasa Keuangan harus lebih cermat dan selalu melakukan pemutakhiran data Informasi Debitur Sistem Layanan Informasi Keuangan secara berkala.

Along with the development of technology and information, there have been various changes that affect the legal system in Indonesia, one of which is electronic evidence of the Debtor Information of the Financial Information Service System used in the Debt Payment Obligation Delay case. This study aims to determine the evidentiary power of the Financial Information Service System Debtor Information in the Debt Payment Obligation Delay case after the Financial Services Authority Regulation Number 18/POJK.03/2017 and the comparison of the evidentiary power of the Debtor Information of the Financial Information Service System before and after the enactment of the Decree of the Chief Justice of the Supreme Court Number 109/KMA/SK/IV/2020 in the Debt Payment Obligation Delay case. This research uses a normative juridical method that is carried out descriptively using secondary data. Secondary data used includes primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary. The secondary data is obtained from literature studying or document studying. Interviews with sources were conducted to complete the data. The results of this study found that the evidentiary value of the Financial Information Service System Debtor Information is free. The judge is not bound by the evidence. Then, the assessment of the evidence is left entirely to the judge to find the formal truth. After the enactment of the Decree of the Chief Justice of the Supreme Court Number 109/KMA/SK/IV/2020, evidence of the Debtor Information of the Financial Information Service System must be supported by other evidence that shows the existence of debts listed in the Financial Information Service System the Debtor Information. The suggestion from this study is that the Financial Services Authority must be more careful and always update the Debtor Information of the Financial Information Service System data regularly."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Velayo
"Tesis ini berjudul kekuatan pembuktian salinan akta dalam persidangan perdata studi putusan Mahkamah Agung No. 10 K/PDT/2015, terdapat tiga rumusan masalah yang dibahas yaitu keabsahan perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris, kekuatan pembuktian Minuta Akta, Salinan Akta, Kutipan Akta dan Grosse Akta Notaris menurut ilmu hukum atau doktrin, dan pertimbangan hakim terhadap kekuatan pembuktian Salinan Akta Pengakuan Utang dalam Putusan Mahkamah Agung.
Tesis ini ditulis untuk mengkaji permasalahan mengenai kekuatan pembuktian akta autentik dalam persidangan, yang dilakukan dengan tujuan agar mengetahui pengaturan hukum terkait pembuktian akta autentik dan kekuatan pembuktiannya dalam persidangan. Metode penelitian yang dipakai adalah yuridis normatif, dengan teknik studi kepustakaan untuk mengumpulkan data sekunder, yang berupa bahan hukum primer dan sekunder. Sistematika penulisan dibagi dalam lima bab.
Hasil penelitian dari tesis ini yaitu bahwa perjanjian memiliki kekuatan hukum dan keberlakuan hukum yang mengikat bagi para pihak apabila dibuat dengan memenuhi syarat-syarat perjanjian, perjanjian yang dibuat dengan akta Notaris harus memenuhi peraturan agar dapat memenuhi syarat akta autentik agar dapat memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Untuk minuta, salinan, kutipan, dan Grosse Akta memiliki kekuatan pembuktian akta autentik apabila terpenuhi syarat-syarat lahiriah, formil, dan materiil. Pada kasus ini, Akta Pengakuan Utang tidak memiliki kekuatan pembuktian, sehingga tidak ada perikatan hukum yang terjadi, dan semua akibat hukum yang telah terjadi harus batal demi hukum.

This thesis is entitled power of proof from copy of the deed in the civil trial of the Supreme Court decision case number 10 K/PDT/2015, there are three problems discussed, the validity of the agreement made by a Notary, the strength of proof of the Minutes of Deed, Copy of Deed, Quotation of Deed and Grosse Deed according to legal science or doctrine, and judges' consideration of the strength of proof from Copy of Deed Debt Recognition in the Decision of the Supreme Court.
This thesis was written to examine the problem about power of proof of authentic deeds during the trial, which was carried out with the aim of knowing the legal regulation relating to the verification of authentic deeds and the strength of their evidence in the trial. The method used in research is juridical normative, with techniques literature study to collect secondary data, consists of primary and secondary law materials. The writing is divided into five chapters.
The results of the research in this thesis are that agreement has legal force and legal enforcement that is binding on the parties if the agreement is made by fulfilling law regulate about agreement, an agreement made with the Notary deed must meet the regulations in order to fulfill the authentic deed requirements in order to have perfect proof power. For minuta, copies, quotations, and Grosse Deed have the power of authentic deed proving if the physical, formal and material requirements are met. In this case, the Debt Recognition Act does not have power of proving, so there is no legal engagement that occurs, all legal consequences that have occurred must be null and void.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>