Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209741 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Padang: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Sumatera Barat, 1996
305.859 81 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Marah Rusli
"epntah mengatakan: Anak dipangku, kemenakan
dibimbing. Kalau anak dipangku dan kemenakan
dibimbing, bukankah artinya itu anak harus dilebihkan
dari kemenakan? Karena pangkuan, lebih dekat
daripada bimbingan, di tempat yang lebih mulia,
Mengapakah patah ini terbalik dipakaikan orang
di sini: Kemenakan dipangku, anak disia-siakan?"
Jakarta: Balai Pustaka, 2020
899.221 MAR a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Silvy Riana Putri
"Skripsi ini membahas pelaksanaan adat bermamak kemenakan yang merugikan kemenakan dalam Didjemput Mamaknja melalui analisis tokoh dan temanya. Penelitian ini untuk menunjukkan kekuasaan mamak yang kuat terhadap kehidupan rumahtangga kemenakan menyebabkan hilangnya kebahagiaan bagi kemeakan.Selain itu,dalam skripsi ini juga akan dijelaskan adanya pengaruh pemikiran para pendiri Sumatra Thawalib mengenai pelaksanaan adat Minangkabau yang tidak sealan dengan Islam saat Hamka menulis Didjemput Mamaknja. Berdasarkan analisis,didapatkan kesimpulan bahwa Didjemput Mamaknja karya Hamka mengkritik kekuasaan mamak yang melebihi peran suami dalam kehidupan rumah tangga kemeakan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11055
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
B. Trisman
"This research wants to find out the character and function of mamak (the maternal uncle) and ninik mamak (the adat chiefs) and also the background their depiction in Sitti Nurbaya and Anak dan Kemenakan by Marah Rusli. The theoretical framework which is applied in the research is sociology literature approach. The application of this theory in this research based on the point of view that literature is a social and cultural product that could be able to analysis with the social and cultural approach. Literary work, then, cannot be fully understood apart from the milieu or culture in which it was produced. It must be studied in the widest possible context. Every literary work is the result of a complex interaction of social an cultural factors.
The conclusion of this research states that the depiction of mamak and ninik mamak of Sitti Nurbaya and Anak dan Kemenakan are different from the concept of them according to Minangkabau's custom. Mamak and Ninik mamak are two important elements in whole Minangkabau social structure. They have responsibility in daily life of their own matrilineal kinship group. They also have to respected to the adat regulation. In Sitti Nurbaya and Anak dan Kemenakan, mamak dan ninik mamak are depicted in the atmosphere conflict between those who wishes and disires to keep the tradition and those who wishes an improvement in apply of adat.
The depiction of the character and the function of them is influenced by several factors. Firstly, the background of the writer. Marah Rusli came from the coastal lowland of Minangkabau (Rantau) which it has differentiation in social culture from the interior highland (Darat). Secondly, Sitti Nurbaya and Anak dan Kemanakan are published by Balai Pustaka which it had several clafication and wisdom in publishing literary work. Thirdly, the social history influences. The education aspect has a stimulating effect on awakening Indonesia young generation's consciousness in their life. Marah Rusli, one of the Indonesia young writer, was influenced by the time and his education and wishes an improvement in application of adat system in society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozamon
"
ABSTRAK
Masyarakat Minangkabau merupakan suatu masyarakat etnik matrilineal terbesar di dunia (Zed, 1992), dan jelas merupakan satu-satunya contoh untuk Indonesia. Sistem Matrilineal meletakkan perempuan pada posisi yang menguntungkan. Tanner (1992) dan Naim (1991) mengatakan bahwe pada Masyarakat dengan sistem matrilineal maka kedudukan laki-laki dan perempuan cenderung egaliter, sehingga perempuan tidak terlalu bergantung pada suami. Syarifuddin malah mengatakan (1982) bahwa perempuan Minangkabau lebih mandiri dibandingkan dengan perempuan lainnya di Indonesia.
Saat ini dengan semakin tingginya intensitas interaksi dengan budaya Iain, maka terjadi pergeseran (Naim, 1991). Sairin (1992) mengatakan bahwa arah perubahan tersebut belum diketahui dengan pasti apakah akan berpegang teguh pada prinsip mairilineal ataukah berubah kearah masyarakat patrilineal. Navis (1990) memperkirakan telah terjadi deidentifikasi budaya pada masyarakat Minangkabau.
Reenan (1939) mengatakan perubahan yang paling mendasar pada masyarakat Minangkabau adalah pada kemandirian perempuan Minangkahau terhadap suami dalam menjalankan perannya dalam keluarga. Perubahan ini menurut Keenan akan menimbulkan dampak emosional tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin mengetahui bagaimanakah perbandingan kemandirian perempuan Minangkabau yang ada di pedesaan dan di Jakarta dalam menjalankan peran rumah tangga. Serta bagaimanakah harapan mereka sebetulnya terhadap peran mereka dalam rumah tangga. Apakah mereka mengharapkan akan mempertahankan kemandirian terhadap suami, ataukah mereka mengharapkan suami lebih banyak berperan, seperti kecenderungan masyarakat non-matrilineal.
Para ahli mengemukakan, bahwa untuk setiap peran, melekat harapan terhadap peran. Ketidaksesuain antara harapan dengan kenyataan peran akan menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan (Biddle & Thomas, 1966).
Menurut Burr (dalam Terry dan Scott, 1987), ketidak sesuaian antara harapan dan perilaku peran akan menimbulkan kesenjangan peran. Sédang Brehm (1992) mengatakan bahwa ketidaksepakatan mengenai siapa yang akan mengerjakan pekerjaan tertentu dalam rumah tangga akan menimbulkan role strain atau ketegangan peran.
Banyak peneliti yang meyakini bahwa ketegangan peran merupakan salah satu penyebab utama konflik perkawinan serta perceraian(Frank, Anderson, & Rubinstein, 1979; Jacobson , Follette, & McDonald, 1982, dalam Brehm 1992).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurkesuma (1995) menunjukkan bahwa perempuan Minangkabau akan memiliki nilai kemandirian bila ia memiliki identitas sosial sebagai perempuan Minangkabau. Dengan kondisi peralihan sekarang ini, diperkirakan akan terjadi transisi, antara apakah akan mempertahankan kemandirian, ataukah akan bergantung pada suami. Seperti yang telah dikatakan oleh para ahli di atas hal tersebut akan menimbulkan kesenjangan, dan ketegangan. Bila kenyataan ternyata tidak sesuai dengan harapan maka akan menimbulkan kekecewaan. Reenan juga memperkirakan bahwa perubahan dalam kemandirian terhadap suami akan menimbulkan dampak emosional tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis selanjutnya ingin mengetahui, perempuan Minangkabau yang memiliki kemandirian bagaimanakah yang akan mengalami ketegangan Peran? Apakah yang memiliki kemandirian tinggi, kemandirian rendah, ataukah kemandirian sedang?
Maka dalam penelitian ini yang ingin diketahui adalah: Bagaimanakah kemandirian perempuan Minangkabau di pedesaan dan di Jakarta 2.Bagaimanakah harapan perempuan Minangkabau terhadap kemandirian dalam menjalankan peran? Serta, 3. Adakah hubungan antara kemandirian dengan ketegangan peran?
Subjek Penelitian adalah 31 orang perempuan Minangkabau yang telah menikah dan tinggal di pedesaan Sumatera Barat, 30 orang perempuan Minangkabau yang telah menikah dan merantau ke Jakarta, serta 30 orang perempuan Minangkabau yang telah menikah dan lahir, besar serta tinggal di Jakarta.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan kemandirian dan perbedaan ketegangan peran pada perempuan Minangkabau yang ada di pedesaan; yang merantau ke Jakarta; serta yang lahir, tinggal dan besar di Jakarta, tetapi perbedaan tersebut tidak cukup berarti sehingga tidak siginifikan. Ketiga kelompok perempuan Minangkabau berada pada tingkat kemandirian Sedang. Selanjutnya diketahui bahwa secara secara umum perempuan Minangkabau mengharapkan kemandirian dalam menjalankan peran yang lebih tinggi dari kemandirian yang dimilikinya saat ini.
Terlihat adanya hubungan yang bermakna antara tingkat kemandirian dengan ketegangan peran. Ketegangan peran yang tinggi ditemukan pada kelompok perempuan Minangkabau yang memiliki kemandirian rendah dan kemandirian tinggi.
Untuk Iebih dapat melihat perbedaan kemandirian perempuan Minangkabau di pedesaan Sumatera Barat dengan di Jakarta, maka disarankan agar subjek pedesaan dibatasi dari desa yang tergolong masih terisolir, sehingga pengaruh budaya luar dapat diminimalkan.
"
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Egit Putra
"Latar Belakang. Perubahan peran mamak dalam masyarakat Minangkabau saat ini sudah menjadi sebuah realita sosial. Menguatnya ikatan keluarga batih turut mengurangi peran mamak. Mamak lebih mengutamakan mengurus keluarga batihnya daripada keluarga besarnya. Bergesernya peran mamak di Minangkabau mempengaruhi tatanan sosial hubungan kekerabatan pada keluarga besar. Hubungan mamak dan kemenakan sudah tidak sekuat dulu. Kepentingan kemenakan tidak lagi terpenuhi dengan seharusnya. Perubahan fungsi mamak yang terjadi dewasa ini pada prinsipnya tidak menyalahi aturan adat, selama dapat memposisikan diri antara kepentingan anak dan kemanakan. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hubungan mamak dan kemenakan saat ini menurut adat di Nagari Ampang Tareh. Metode. Karya skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan kajian, menggunakan teknik pengumpulan data berupa participant observation dan wawancara mendalam. Kesimpulan. Hubungan mamak dan kemenakan tidak sekuat dulu. Hal ini disebabkan karena menguatnya hubungan mamak dan anak kandung.

Background. Changing the role of mamak in the Minangkabau community has became a social reality.
Strengthening of nuclear family reduce the role of mamak to nephew. Mamak prefers taking care of his
nuclear family rather than his extended family. The shifting role of mamak in Minangkabau affects the social
structure of kinship relations in extended families. The relationship between mamak and nephew is not as
strong as before. Nephew's interests are no longer fulfilled as they should. Changing in mamak functions that
occur today in principle do not violate customary rules, as long as they can position themselves between the
interests of children and children. Objective. This study aims to describe the current relationship between
mamak and nephew according to adat in Nagari Ampang Tareh. Method. This thesis uses qualitative research
methods and studies, using data collection techniques in the form of participant observation and in-depth
interviews. Conclusion. The relationship between mamak and nephew is not as strong as before. This is due to
the strengthening relationship between mamak and biological children."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Ishariadi
"ABSTRAK
Globalisasi terjadi di segala bidang, termasuk institusi perkawinan terkena
era globalisasi ini. Bentuk perkawinan non-tradisional semakin berkembang dalam
masyarakat. Hal yang menarik untuk diteliti dalam hal ini adalah bagaimana
persepsi golongan usia dewasa muda terhadap bentuk perkawinan yang mereka
inginkan.
Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian yang bersifat
eksploratif yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejaia
tertentu atau mendapatkan ide-ide baru mengenai gejala itu dengan maksud untuk
merumuskan masalahnya secara lebih terperinci atau untuk mengembangkan
hipotesa. (Koentjaraningrat, 1985). Penelitian ini berusaha untuk mengetahui
bagaimana persepsi golongan usia dewasa muda terhadap bentuk perkawinan yang
diinginkan.
Beberapa tokoh membagi bentuk perkawinan ke dalam beberapa kategori,
seperti Turner & Helms (1982) membagi bentuk perkawinan ke dalam 3 kategori, yaitu tradisional marriage, companionship marriage dan collegial marriage.
Sementara Unger & Crawford (1992) menggambarkan bentuk perkawinan yang
berkembang saat ini menjadi 3 kategori, yaitu tradisional marriage, modern
marriage dan egalitarian marriage. Dalam penelitian bentuk perkawinan
dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu bentuk perkawinan Tradisional dan bentuk
perkawinan Non-Tradisional.
Melalui perhitungan dan analisa terhadap data-data yang diperoleh dari
para subyek penelitian, diperoleh hasil bahwa bentuk perkawinan yang diinginkan
adalah bentuk perkawinan non-tradisional dengan tidak ada perbedaan antara
subyek pria dan subyek wanita. Pada penelitian ini dapat dilihat tugas-tugas khas
suami, istri dan tugas-tugas yang diasosiasikan kepada suami dan istri. Selain itu
dapat diketahui juga alasan-alasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi subyek
penelitian dalam pemilihan bentuk perkawinan yang diinginkan. Hasil-hasil
penelitian tersebut memberikan suatu kesimpulan bahwa persepsi golongan usia
dewasa muda terhadap bentuk perkawinan non-tradisional, yang menekankan pada
kesetaraan (equity) dalam perkawinan, memiliki pengecualian terutama pada
pekerjaan rumah tangga (domestik), bekerja karir atau bekerja non-karir,
pengasuhan anak dan status pria sebagai suami dalam rumah tangga.
Penelitian ini diakui oleh penulis masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
masukan-masukan dan saran-saran yang konstruktif sangat dibutuhkan bagi
penelitian ini dan tentunya juga bagi perkembangan ilmu psikologi pada umumnya."
1998
S2579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nor Iyoni
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>