Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158835 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairul Hadi B
"ABSTRAK
Salah satu dampak kekurangan gizi mikro di Indonesia adalah rendahnya
tingkat kesehatan ibu hamil. Pemberian sumplemen yang mengandung omega-3
dan 6 (DHA, EPA, dan AA), dapat menjadi solusi permasalahan tersebut. Salah
satu sumber lain yang sangat potensial adalah mikroalga yang dikultivasi
heterotrof. Pada penelitian ini dilakukan kultivasi mikroalga dari spesies
S.platensis, B. braunii, C aureius, dan P.cruentum yang dikoleksi oleh Balai Besar
Bioteknologi dan Perikanan, Slipi, Jakarta. Penelitian dilakukan dari kultivasi
masing-masing mikroalga tersebut secara normal (autotrof), kemudian
dikondisikan secara heterotrof dengan pemberian glukosa 0,5 g/L. Hasil penelitian
menunjukkan spesies S.platensis, B. braunii, C aureius, dan P.cruentum memiliki
kandungan lipid berturut-turut sebesar 5,297, 0,173, 0,528 dan 2,116 (% berat
biomass kering). Kandungan DHA, EPA, dan AA dari S. platensis,B. braunii, C.
aureus dan P. cruentum berturut-turut sebesar 0,003, 0,915 .10-3, 0,682 .10-3,
0,103 .10-3, 3,228 .10-5, 2,157. 10-5, 0,323 .10-3, 0,152 .10-3, 0,120 .10-3 dan 1,380
.10-3, 0,430 .10-3, 0,401 .10-3 (mg/g biomassa kering).

ABSTRACT
One of effects in deficient of micronutrient in Indonesia is the lower level of
healthy pregnant mother. Giving suplemen containing omega-3 and omega-6
(DHA, EPA, and AA) can be solution for the problem. One of the other sources is
heterotrophic cultivated microalgae. In this study, microalgae from species S.
platensis, B. braunii, C. aureius, and P. cruentum that collected from Balai Besar
Bioteknologi dan Perikanan, Slipi, Jakarta, will be cultivated. Once each
microalgae are cultivated autotrophically, the culture were transformed to
heterotrophic condition with glucose 0.5 g/L as carbon source. Results show that
yield lipid from S.platensis, B. braunii, C aureius, and P.cruentum respectively
are 5.297, 0.173, 0.528, and 2.116 (% w/w dry biomass). Composition of DHA,
EPA, and AA from S. platensis B. braunii, C aureius, and P.cruentum
respectively are 0.003, 0.915 .10-3, 0.682 .10-3, 0.103 .10-3, 3.228 .10-5, 2.157. 10-5,
0.323 .10-3, 0.152 .10-3, 0.120 .10-3 and 1.380 .10-3, 0.430 .10-3, 0.401 .10-3 (mg/g
dry biomass).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43817
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Research on the oil contents of microalgae i.e. Botryococcus braunii, Nannochloropsisand Spirulina platensisof different cultivation time have been done at Research Center for Marine and Fishery Product Processing and Biotechnology(RCMFPPB) Laboratory, Slipi, Jakarta. The three species of microalgae were cultivated outdoor in 100 L of seawater medium of 20 ppt salinity using sun light intensity and continuous aerations. Experiments were conducted in three replicates.
Observations on the cell growth were carried out every 2 days and the biomass were harvested on day 5, 9 and 15 and sun-dried. Oil were extracted from the dry biomass using hexane. The highest
cell density was reached by S. platensiswith 8.46 log cell/mL on day 13, while the highest growth rate was shown by S. platensiswith growth rate (k) = 9.40 on day 3. The highest yield of oil was obtained from B. brauniion day 9 which was 14.90%."
620 JPBK 6:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Hardi Surya
"Efek kesehatan dari ekstrak klorofil untuk suplementasi penyakit diabetes tipe 2 sebagian besar telah diteliti selama beberapa tahun terakhir. Namun, sumber klorofil belum dievaluasi secara ekstensif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki potensi penggunaan dua mikroalga berbeda, Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis yang mudah ditemukan di lingkungan sebagai sumber dari ekstrak klorofil dengan daun bayam sebagai pembanding.
Dalam studi ini, para vulgaris mikroalga Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis dibudidayakan di fotobioreaktor pelat datar volume 6 liter selama 1 bulan, diendapkan dan dikeringkan pada suhu kamar. Daun bayam dibeli di supermarket lokal, dikeringkan pada suhu kamar, dan dihancurkan oleh blender. Setiap biomassa kering kemudian diekstraksi dengan tiga pelarut yang berbeda: 96% Etanol, Aseton dan Kloroform secara terpisah, disentrifugasi, dan supernatan diukur dalam Spectrophotometer untuk kuantifikasi klorofil.
Pengaruh Waktu Homogenisasi juga diselidiki. Dalam rentang waktu 0, 45, 90, 135, dan 180 menit. Chlorella vulgaris memiliki ekstrak klorofil tertinggi dengan kloroform dengan 7944,35 µg klorofil / g biomassa, di mana Spirulina platensis dan bayam daun memiliki ekstrak klorofil tertinggi dengan aseton, dengan hasil 3.506,63 µg klorofil / g biomassa dan 6676,23 µg klorofil / g biomassa, berturut-turut. Waktu Homogenisasi yang optimal untuk Chlorella vulgaris, Spirulina platensis dan daun bayam adalah 90, 45 dan 90 menit, berturut-turut. Kesimpulannya, dibandingkan dengan daun bayam, Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis memiliki potensi sumber baru ekstrak klorofil untuk suplementasi penyakit diabetes tipe 2.

The health effect of the chlorophyll extract for the diabetes type 2 disease supplementation has been largely investigated for the past few years. However, the source of chlorophyll has not been evaluated extensively. The aim of this study is to investigate the potential use of two different microalgae, Chlorella vulgaris and Spirulina platensis that easily found in the environment as the source of the chlorophyll extract with the spinach leaf as the comparison.
In this study, the microalgae Chlorella vulgaris and Spirulina platensis was cultivated in 6 liters? volume flat plate photobioreactor for 1 months, precipitated and dried at the room temperature. The spinach leaf was purchased on local supermarket, dried at the room temperature, and crushed by the blender. Each dried biomass then extracted with three different solvents: 96% Ethanol, Acetone and Chloroform separately, centrifuged, and the supernatant was measured in Spectrophotometer for chlorophyll quantification.
The effect of the extraction time also investigated at 0, 45, 90, 135 and 180 minutes. Chlorella vulgaris has the highest chlorophyll extract with chloroform with 7944.35 µg chlorophyll/g biomass, where Spirulina platensis and spinach leaf has the highest chlorophyll extract with acetone, with the result of 3506.63 µg chlorophyll/g biomass and 6676.23 µg chlorophyll/g biomass, consecutively. The optimum extraction time for Chlorella vulgaris, Spirulina platensis and spinach leaf was 90, 45 and 90 minutes, consecutively. In conclusion, compared with the spinach leaf, Chlorella vulgaris and Spirulina platensis has the potential for the new source of chlorophyll extract for the diabetes type 2 disease supplementation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayoga Byantara
"Buah merupakan salah satu unsur penting dari makanan sehari-hari tetapi penurunan kualitasnya sangat cepat karena memiliki aktivitas metabolik yang tinggi. Salah satu buah yang memiliki sifat mudah rusak (perishable) dan memiliki umur simpan yang sangat singkat yaitu buah stroberi. Pelapis yang dapat dimakan (edible coating) pada buah merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan memperpanjang masa penyimpanan buah. Edible coating dapat diproduksi dari mikroalga dengan kandungan protein yang tinggi, seperti Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis. Bahan lain yang dibutuhkan yaitu gliserol sebagai plasticizer untuk meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas serta surfaktan yaitu carboxymethyl cellulose (CMC) sebagai pengental, stabilisator, dan pengemulsi. Buah yang dijadikan sampel untuk penelitian ini yaitu buah stroberi (Fragaria sp.). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jenis dan konsentrasi mikroalga pada edible coating yang sesuai serta suhu penyimpanan yang optimum untuk menjaga kualitas buah stroberi. Dalam penelitian ini, hal yang divariasikan adalah konsentrasi mikroalga Chlorella vulgaris, yaitu 0,5%, 0,75%, dan 1% (b/v); konsentrasi mikroalga Spirulina platensis, yaitu 0,5%, 0,75%, dan 1% (b/v); dan suhu, yaitu suhu kulkas (± 4-7oC) dan suhu ruang (± 25-27oC). Pengujian yang dilakukan yaitu kuantifikasi protein pada larutan edible coating serta sifat fisik (uji organoleptik; warna, bau & tekstur, dan susut bobot) dan sifat kimiawi (pH dan vitamin C) pada buah.

ABSTRACT
Fruit is one of the important elements of daily food, but undergo rapid deterioration due to their high metabolic activity. One of fruit that has perishable properties and has a very short shelf life is strawberry. Edible coating on fruit is one of alternative that can be used to improve quality and prolong shelf life of fruit. Edible coating can be produced from microalgae with high protein content, such as Chlorella vulgaris and Spirulina platensis. Other materials needed are glycerol as a plasticizer to increase flexibility and elasticity as well as surfactant which is carboxymethyl cellulose (CMC) as a thickener, stabilizer, and emulsifier. Strawberry (Fragaria sp.) is being used as a sample in this study. This study aims to analyze the influence on the type and concentration of microalgae on the appropriate edible coating and the optimum storage temperature to maintain the quality of strawberries. In this study, what varied are the concentration of Chlorella vulgaris microalgae, which are 0,5%, 0,75%, and 1% (w/v); concentration of Spirulina platensis microalgae, which are 0,5%, 0,75%, and 1% (w/v); and temperature, which are fridge temperature (± 4-7oC) and room temperature (± 25-27oC). There are three tests carried out, which are protein quantification on edible coating solution, physical properties (organoleptic test; color, odor & texture, and weight loss) and chemical properties (pH and vitamin C) on fruit.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Weediyanti
"Kanker merupakan penyebab kematian terbanyak urutan ketiga di Indonesia. Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari sel tubuh. Salah satu dari penyebab kanker adalah adanya radikal bebas reactive oxygen species (ROS) pada tubuh. Radikal bebas merupakan senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan, sehingga bersifat reaktif. Radikal bebas dapat distabilkan dengan antioksidan. Fikosianin adalah salah satu zat yang memiliki aktivitas antioksidan dan dengan begitu memiliki potensi untuk mencegah kanker. Spirulina platensis adalah penghasil fikosianin yang paling dikenal. Kandungan dari fikosianin pada Spirulina dapat dioptimalkan melalui jenis dan kandungan nitrogen pada media kultivasi. Penelitian ini akan mengkaji hal tersebut dengan memvariasikan sumber nitrogen pada medium Zarrouk, yaitu NaNO3 dan NH4NO3, dan konsentrasinya untuk kultur Spirulina platensis. Kultivasi dilakukan pada fotobioreaktor 250 mL dengan aerasi 250 mL/min, pencahayaan kontinyu 2200 lux, dan suhu 27 – 30 °C, selama 165 jam periode kultivasi. Fikosianin kemudian diekstrak dengan metode sonikasi dan diuji aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH. Profil pertumbuhan, yield fikosianin, dan aktivitas antioksidan terbaik didapat dari kultur dengan NaNO3 0,03 M sebagai sumber nitrogen. Yield fikosianin yang didapat adalah sebesar 22,996 ± 0,072 mg/g dengan nilai IC50 sebesar 1.438,681 ± 50,274 ppm.

Cancer is the third leading cause of death in Indonesia. Cancer is a disease caused by abnormal growth of body cells. One of the causes of cancer is the presence of free radicals reactive oxygen species (ROS) in the body. Free radicals are compounds that have unpaired electrons, this condition will make them reactive. Free radicals can be stabilized by antioxidants. Spirulina platensis is the best known producer of phycocyanin. The content of phycocyanin in Spirulina can be optimized through the type and concentration of the nitrogen in the cultivation medium. This study will examine this matter by varying the nitrogen sources in Zarrouk medium, namely NaNO3 and NH4NO3, and their concentrations for Spirulina platensis culture. Cultivation was carried out in a 250 mL photobioreactor with aeration of 250 mL/minute, continous lighting of 2200 lux, and temperature of 27 – 30 °C for 165 hours of cultivation. Phycocyanin then was extracted by ultrasonication method and tested for its antioxidant activity by DPPH method. The best growth profile, phycocyanin yield, and antioxidant activity were obtained from culture that used NaNO3 0.03 M as nitrogen source. The yield of phycocyanin obtained was 22,996 ± 0,072 mg/g with an IC50 value of 1.438,681 ± 50,274 ppm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardita Rizky Putri Arcanggi
"Lemak tak jenuh adalah salah satu asupan nutrisi perkembangan otak dan kesehatan tubuh. Akan tetapi, tubuh memiliki keterbatasan dalam mensintesis asam lemak tak jenuh seperti AA EPA. Oleh karena itu, kedua asam lemak ini menjadi esensial bagi tubuh. Selama ini, asam lemak tak jenuh dipenuhi oleh nutrisi dari minyak ikan. Namun, ketersediaan minyak ikan saat ini memiliki keterbatasan, yaitu pencemaran logam berat, penyediaan sumber daya ikan, dan harga komoditas. Oleh karena itu, penelitian ini menggagas upaya pengadaan asam lemak tak jenuh dari mikroorganisme yang mampu mengonversi asam lemak tak jenuh dengan biaya yang murah dan menghasilkan asam lemak tak jenuh dengan persentase yang tinggi.
Penelitian ini menggunakan Aspergillus oryzae dengan medium kultivasi onggok tapioka dan ampas tahu sebagai usaha penekanan biaya produksi. Disamping itu, Penelitian ini memvariasikan komposisi karbon dan menganalisis kurva hubungan konsentrasi karbon terhadap produksi lipid maksimum dari Aspergillus oryzae serta menentukan laju agitasi optimum terhadap produksi lipid dari Aspergillus oryzae. Hasil penelitian menunjukkan perolehan komposisi AA, DHA, EPA optimum berada pada konsentrasi karbon 9 w/w dan laju agitasi 120 RPM, sebesar 0,18 w/w , 0,33 w/w , dan 2,96 w/w.

Unsaturated fatty acids are one of the most nutrient intake for brain development and health. However, the body has limited synthesize unsaturated fatty acids such as AA, DHA, EPA. Therefore, both these fatty acids are essential for the body. During this time, an unsaturated fatty acid filled with nutrients from fish oil. However, the availability of fish oil currently has limitations, namely the heavy metal pollution, provision of fish resources, and commodity prices. Therefore, this study initiated the procurement efforts of unsaturated fatty acids of microorganisms able to convert unsaturated fatty acids with low cost and produce unsaturated fatty acids with a high percentage.
This study will use Aspergillus oryzae with tapioca and tofu waste as production cost reduction efforts. In addition, this study will analyze the varying composition of carbon and carbon concentration curves to the maximum lipid production from Aspergillus oryzae and determine the optimum rate of agitation against lipid production from Aspergillus oryzae. The results shows that the optimum composition of AA, DHA, EPA are 0.18 w w , 0.33 w w , and 2.96 w w in concentration carbon of 9 w w and agitation rate of 120 RPM.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Putri Pinasthika
"Dua persen dari 48 juta penyandang cacat menderita tuna grahita, dimana penyebab terbesar adalah kekurangan Arachidonic Acid AA , Docosahexaeonic Acid DHA dan Eicosapentanoic Acid EPA yang berperan dalam perkembangan otak. Single Cell Oil, yaitu pemanfaatan mikroorganisme satu sel, dapat menjadi solusi, seperti kapang Aspergillus oryzae, untuk menghasilkan AA, DHA EPA. Kapang A. oryzae dikultivasi pada medium Potato Dextrose Agar PDA, Czapek Dox Agar CDA dan Malt Extract Agar MEA, lalu divariasikan waktu inkubasinya selama 2,4,5,6 dan 7 hari pada medium yang optimal. Lipid kapang diekstrak menggunakan etanol dan n-heksana. Karakterisasi lipid kapang dilakukan dengan metode kromatografi gas GC. Medium yang paling optimal adalah CDA dengan produktivitas lipid 21,516. Waktu inkubasi yang paling optimal pada medium CDA adalah 5 hari dengan produktivitas lipid sebesar 33,59 yang mengandung 58,3 asam lemak tak jenuh. Komposisi asam lemak tak jenuh yang dihasilkan pada hari ke-5 adalah 29,2 oleat; 29,1 linoleat dan 0,046 EPA.

Two percent of the 48 million people with disabilities suffer from mental illness, where the biggest cause is the lack of Arachidonic Acid AA , Docosahexaeonic Acid DHA and Eicosapentanoic Acid EPA that play a role in brain development. Single Cell Oil, which utilizes one cell microorganism, can be a solution, such as Aspergillus oryzae, to produce AA, DHA EPA. A. oryzae was cultivated on Potato Dextrose Agar PDA, Czapek Dox Agar CDA and Malt Extract Agar MEA, then the incubation time are 2,4,5,6 and 7 days in optimal medium. Lipid were extracted using ethanol and n hexane. The characterization of lipid was done by gas chromatography GC method. The most optimal medium is CDA with a lipid yield of 21.516. The most optimal incubation time on CDA medium was 5 days with 33.59 lipid productivity containing 58.3 unsaturated fatty acid. The unsaturated fatty acid composition produced on the 5th day was 29.2 oleate 29.1 linoleate and 0.046 EPA."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67559
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Miranti
"Zat yang harus terpenuhi untuk proses perkembangan sel terutama sel otak, adalah asam lemak seperti AA, DHA dan EPA. Kapang dapat menjadi sumber alternatif asam lemak tak jenuh seperti omega 3, omega 6, dan omega 9 khususnya AA, DHA dan EPA. Dalam penelitian ini, akan dilakukan penelitian mengenai variasi kondisi operasi yang sesuai untuk pertumbuhan Aspergillus oryzae dalam produksi asam lemak tak jenuh AA, DHA dan EPA dengan metode Submerged Fermentation menggunakan media sintetis dan ekstrasi bertingkat. Aspergillus oryzae akan dikultivasi pada medium PDA dengan menggunakan sumber karbon pada substrat berupa glukosa dan Ammonium sulfate serta yeast extract sebagai sumber nitrogen. Ekstraksi yang digunakan menggunakan etanol dan n-heksana.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laju agitasi optimum untuk produksi asam lemak tak jenuh dari Aspergillus oryzae adalah 120 RPM dengan yield lipid sebesar 28,28 dan menghasilkan kadar asam lemak tak jenuh sebesar 50,36 . Laju agitasi optimum untuk produksi EPA adalah sebesar 120 RPM dengan komposisi EPA yang didapatkan sebesar 2,42. Serta pH medium optimum untuk produksi asam lemak tak jenuh dari Aspergillus oryzae adalah pH 6 dengan yield lipid sebesar 22,35 dan menghasilkan kadar asam lemak tak jenuh sebesar 45,5. Sedangkan Suhu inkubasi optimum untuk produksi asam lemak tak jenuh dari Aspergillus oryzae adalah 25°C dengan yield lipid sebesar 13,19 dan menghasilkan kadar asam lemak tak jenuh sebesar 62,15 . Jenis asam lemak tak jenuh yang diperoleh dari Aspergillus oryzae adalah oleat, linoleat, linolenat dan EPA.
There are several substances that needs to be fulfill to keep the brain cell growth such as AA, DHA and EPA. Fungi is one of the alternative source of omega 3, omega 6, omega 9 especially AA, DHA and EPA. This research variates operating condition that is suitable for the growth of Aspergillus oryzae in AA, DHA, and EPA fatty acid production with Submerged Fermentation using synthetic medium and layered extraction. Aspergillus oryzae will be cultivated in medium using glucose as carbon source and Ammonium sulfate and yeast extract as nitrogen source. The extraction method using ethanol and n hexane as solvent.
The result shows that optimum agitation rate for unsaturated fatty acid production of Aspergillus oryzae is 120 RPM, lipid yield 28,28 and unsaturated fatty acid content 50,36. Optimum medium pH for PUFA production of Aspergillus oryzae is 6, lipid yield 22,35 and unsaturated fatty acid content 45,5. Optimum incubation temperature for unsaturated fatty acid production of Aspergillus oryzae is 25°C, lipid yield 13,19 and unsaturated fatty acid content 62,15. Unsaturated fatty acids produced from Aspergillus oryzae are oleic, linoleic, linolenic and EPA.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muslimah
"Asupan gizi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh adalah lemak. Asam lemak esensial merupakan jenis asam lemak yang tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia sehingga perlu asupan dari luar, diantaranya jenis asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA) seperti AA, DHA, dan EPA. Sumber asam lemak ini umumnya dari minyak ikan, namun ketersediaannya dari ikan memiliki keterbatasan. Oleh karena itu, sudah mulai digunakan mikroorganisme sebagai sumber bahan baku. Aspergilus oryzae adalah mikroorganisme yang dipilih dalam penelitian ini. A.oryzae dikultur dengan metode submerged fermentation memanfaatkan limbah padat tapioka dan tahu sebagai substrat. Variabel bebas yang dipilih untuk meningkatkan akumulasi lipid adalah variasi rasio C:N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yield biomassa dan yield lipid maksimum ada pada rasio 30:1, dengan persentase berturut-turut 24,43% (w/w) dan 13, 44% (w/w). Jenis asam lemak yang mendominasi pada rasio ini adalah omega-9 yaitu 49,26% (w/w). Sedangkan persentase AA, DHA, dan EPA secara berturut-turut adalah 0,51% (w/w); 2,54% (w/w); dan 0,24% (w/w). Berdasarkan pada hasil ini, pemanfaatan A.oryzae serta limbah padat tapioka dan tahu cukup potensial untuk produksi asam lemak tak jenuh.
Nutritional intake is one of the basic requirement for human life. Variouse types of have a role in the provision of energy, growth, development, and other health aspects. One of the important nutrients is fatty acid, especially unsaturated fatty acid like omega-3, omega-6, and omega-9. For the more polyunsaturated fatty acid (PUFA) such as AA, DHA, and EPA also important for human body particulary for the fetus. This compounds are produce from fish oil, but it has limitation factor. Microorganism such as yeast, algae, fungus, and bactery commonly use as the alternative source. In this research, Aspergillus oryzae is used to produce the essential fatty acid using solid waste tofu and tapioca industry as the substrat. Limitation of C:N ratio from this substrate expected give high lipid accumulation, so we use C:N ratio from 20:1 until 80:1 with submerged fermentation method to culture this fungus. This research given a result that maximum lipid and biomass accumulation in 30:1 carbon and nitrogen ratio. Biomass and lipid yield maximum are 24.42% (w/w) and 13.44% (w/w). Fatty acid compotition in this ratio is dominated with monounsaturated fatty acid attain 49.26% (w/w), and total polyunsaturated fatty acid is 18.10% (w/w). The percentase of AA, DHA, and EPA as the PUFAs group are 0.51% (w/w), 2.54 % (w/w), and 0.24% (w/w). It’s potetially to produce AA, DHA, and EPA using A. oryzae in solid waste tofu and tapioca industry."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najwa Eliva
"Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang memberikan warna kuning, jingga, dan merah pada tumbuhan. Karotenoid dikenal karena pigmentasinya, memiliki sifat antioksidan serta memberikan banyak manfaat terhadap kesehatan. Meskipun dapat diproduksi secara kimiawi, karotenoid alami lebih diminati karena tidak menghasilkan efek samping terhadap kesehatan. Salah satu sumber bahan alam yang dapat memproduksi karotenoid adalah mikroalga. Karena fleksibilitasnya, mikroalga memiliki potensi yang besar sebagai sumber karotenoid sehingga upaya optimasi kultivasi mikroalga banyak dilakukan. Pada kultivasi mikroalga, terdapat beberapa faktor yang penting untuk dikonsiderasi, salah satunya adalah cahaya. Penggunaan cahaya yang optimal akan meningkatkan laju fotosintesis sehingga pertumbuhan sel turut mengalami peningkatan. Seiring meningkatnya pertumbuhan mikroalga, fenomena self-shading dapat terjadi sehingga menurunkan laju pertumbuhan dan produksi biomassa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peningkatan intensitas cahaya yang disesuaikan dengan kerapatan sel mikroalga dapat dilakukan. Pada penelitian ini digunakan konsorsium mikroalga Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis karena keduanya merupakan sumber karotenoid yang potensial. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pada rasio konsorsium 1:1, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 2,39 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 1,9 g/L dengan cahaya konstan. Pada rasio konsorsium 1:2, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 2,49 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 2,01 g/L dengan cahaya konstan. Pada rasio konsorsium 2:3, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 2,33 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 1,81 g/L dengan cahaya konstan. Pada monokultur Spirulina platensis, dihasilkan perolehan biomassa sebesar 1,51 g/L dengan alterasi cahaya dan sebesar 1,35 g/L dengan cahaya konstan. Melihat peningkatan perolehan biomassa kering, dapat disimpulkan bahwa fenomena self-shading dapat diatasi. Kandungan karotenoid yang terkandung dari mikroalga diperoleh sebesar 0,084 – 0,099 mg/g biomassa kering, dan peningkatan intensitas cahaya tidak memberikan dampak yang terlalu signifikan pada peningkatan kandungan karotenoid.

Carotenoid is a group of pigment that gives colours such as yellow, orange, and red to wide range of plants. Carotenoid is widely known for its pigmentation, antioxidant activity and lots of benefits for health. Although it can be produced synthetically, natural carotenoid is preferable because it doesn’t give additional side effects for health. One of many natural sources that can produce carotenoids is microalgae. Due to its flexibility, microalgae is stated as a very potential source of carotenoid, leading to many researches are carried out to optimize microalgae cultivation. There are several factors to consider during microalgae cultivation, one of them is light utilization. Optimal light intensity will increase photosynthetic rate and microalgae growth rate. However, the increase in microalgae growth rate can lead to a phenomenon called self-shading, that can reduce microalgae growth rate and biomass production. To overcome this problem, periodic increase in light intensity can be applied. In this study, Chlorella vulgaris and Spirulina platensis consortium is used. From the conducted study, it is known that in the ratio of 1:1, increasing light intensity results in 2,39 g/L dry biomass and constant light intensity results in 1,9 g/L dry biomass. In the ratio of 1:2, increasing light intensity results in 2,49 g/L dry biomass and constant light intensity results in 2,01 g/L dry biomass. In the ratio of 2:3, increasing light intensity results in 2,33 g/L dry biomass and constant light intensity results in 1,81 g/L dry biomass. In Spirulina platensis monoculture, increasing light intensity results in 1,51 g/L dry biomass and constant light intensity results in 1.35 g/L dry biomass. The results indicate that the self-shading phenomenon can be overcome. The carotenoid content in microalgae is reported reached 0,084 – 0,099 mg/g dried biomass, and the increasement of light intensity didn’t give a significant effect in increasing carotenoid content."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>