Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120411 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ana Zakiyah
"Perawat sering melakukan kesalahan dalam memberikan cairan intravena. Hal ini dapat diminimalkan dengan supervisi, namun kenyataan yang ada kegiatan supervisi belum optimal dan hanya sebatas pengawasan. Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh supervisi pimpinan ruang terhadap pelaksanaan pemberian cairan intravena. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Sampel kuantitatif berjumlah 66 responden, partisipan FGD berjumlah 6.
Hasil penelitian ketiga sub variabel supervisi berpengaruh terhadap pemberian cairan intravena. Hasil FGD diidentifikasi 5 tema yaitu pemahaman pimpinan ruang tentang supervisi, mempertahankan kinerja perawat pelaksana, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, pimpinan ruang memberikan dukungan dan dorongan, supervisi yang kurang terstandar. Direkomendasikan untuk meningkatkan kegiatan supervisi secara berjenjang dan membuat suatu perencanaan supervisi yang terstandar.

Nurses often make mistakes in administering intravenous fluids. This can be minimized with supervision, but there is a fact that supervision has not been optimized and this activity limited only on one way control. The purpose of this study was to determine the influence of supervision by head nurse on intravenous therapy administration. The method used was quantitative and qualitative methods. Samples in a quantitative approach were 66 respondents, while the number of participants in Focus Group Discussion was 6 head of wards.
The results obtained indicated that the three sub variables affected the administration of intravenous fluids. The results of FGD identified several themes, namely the understanding of head nurses about supervision, maintaining performance, improving knowledge and skills, providing support and encouragement, and supervision that was less standardized. It is recommended that head nurses need to improve supervision activities on an ongoing basis, to make a standardized plan about supervision.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T31200
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Subiyanto
"Pengaturan cairan modifikasi cara Lemone dan Burke (2008) membagi pemberian cairan berdasarkan proporsi jumlah cairan pada setiap shiftnya. Pada rentang shift pagi sebanyak 50% dari kebutuhan total cairan dalam 24 jam, 30% pada rentang shift siang dan sisanya pada shift malam. Pengaturan proporsi ini berdasarkan kebutuhan cairan secara fisiologis sesuai irama sirkardian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran "perbedaan dampak pengaturan cairan modifikasi Lemone dan Burke dengan cara konvensional terhadap tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan dan keluran urin". Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan post test only with control group. Hipotesis yang telah dibuktikan dalam penelitian ini adalah perbedaan dampak pengaturan cairan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Indriarini
"Pemberian cairan secara konstan akan mempengaruhi irama sirkadian dan mempengaruhi fisiologi sistem kardiovascular, endokrin dan Ginjal. Tesis ini bertujuan menganalisis Perbedaan dampak pengaturan dan jenis cairan antara modifikasi Lemone & Burke (2008) dan cara biasa (konvensional) terhadap tanda-tanda vital dan keluaran urine?. Dengan desain Quasi Experimental dan rancangan Two-Way Repeated Measures Design, serta tehnik sampling Purposive sampling didapatkan 2 responden kelompok perlakuan, dan 9 responden kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan tekanan darah sistole, diastole, frekuensi nadi, frekuensi nafas dan keluaran urin baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol berdasarkan waktu. Ada perbedaan signifikan frekuensi nadi pada satu orang responden kelompok perlakuan (p = 0.024 ). Hasil penelitian menyarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jenis penyakit yang lebih homogen dan jumlah sampel yang lebih banyak.

Providing a constant fluid will affect the circadian rhythm and influence the physiology of cardiovascular system, endocrine and kidney. This thesis aims to analyze the "difference in the effects of fluid regulation and type of fluid between the modification Lemone & Burke (2008) and in the normal way (conventional) of vital signs and urine output." With Quasi- Experimental design and the design of Two-Way repeated Measures Design, and purposive sampling technique, was found two treatment groups of respondents, and 9 respondents in control group. The results showed no difference in blood pressure, systole, diastole, pulse rate, respiratory rate and urine output in both treatment and control groups based on time. There are significant differences in pulse rate on a single treatment group respondents (p = 0.024). The results suggest further research must be done with a more homogeneous disease type and number of samples to more."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T29414
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Harsa Wardana
"Latar belakang: Komplikasi lokal dari terapi intravena termasuk infiltrasi, flebitis,tromboflebitis, hematoma dan bekuan pada jarum. Flebitis adalah pada lokasitusukan infus ditemukan tanda-tanda merah, seperti terbakar, bengkak, sakit biladitekan, ulkus sampai eksudat purulent atau mengeluarkan cairan bila ditekanFaktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya flebitis yaitu faktor internal danfaktor eksternal. Dengan menggunakan skor VIP, angka kejadian flebitis di RumahSakit Umum Bali Royal dari Januari sampai dengan bulan Oktober 2017 masihtinggi yaitu berkisar antara rata ndash; rata 1,54.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yangmempengaruhi angka kejadian flebitis pada pasien yang terpasang kateter intravenadi ruang rawat inap RSU. Bali Royal.
Metode: Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitiankuantitatif dengan metode penelitian korelasi descriptif dengan pendekatan crosssectional. Untuk variabel perawatan luka tusukan dan kepatuhan perawat ruangrawat inap dalam menjalankan SPO pemasangan infus, menggunakan desain studiprospektif dimana akan dilakukan observasi terhadap perawat saat menjalankanSPO perawatan infus dan SPO pemasangan infus.
Hasil: Hasil pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara faktor umurpasien, penyakit penyerta, lokasi pemasangan infus, lama waktu pemasangan infusdan jenis cairan yang diberikan dengan angka kejadian flebitis di RS Bali Royaldengan nilai p 0,05.
Simpulan: Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa masih terdapat faktorfaktoryang mempengaruhi angka kejadian flebitis di RSU Bali Royal dankedepannya akan dibuatkan dan dikembangkan SPO untuk mengendalikan faktorfaktorresiko tersebut.

Introduction: Local complications of intravenous therapy include infiltration,flebitis, thromboflebitis, hematoma, and clot on the needle. Flebitis is when at thelocation of the infusion puncture found red signs, such as burning, swelling, painwhen pressed, ulcers to purulent exudate or discharge fluid when pressed. Riskfactors that can affect the incidence rate of flebitis are internal and external factors.Using the VIP score, the flebitis incidence rate at the Bali Royal General Hospitalfrom January to October 2017 was still high, ranging from an average of 1.54.
Aim: This study aims to analyze the factors that affecting the incidence rate offlebitis in patients who installed intravenous catheters in hospital wards of BaliRoyal General Hospital.
Method: The design used in this study is a type of quantitative research withdescriptive correlation research method with cross sectional approach. For variablewound care and inpatient nurse compliance in running of operational standard ofinfusion installation, using prospective study design where will be observed tonurse while running operational standard of infusion installation and operationalstandard of infusion care.
Result: The results of this study showed an association between factors of patientages, comorbidity, infusion site location, duration of infusion and fluid type givenwith flebitis incidence rate at Bali Royal Hospital with p value 0,05. From the results obtained it can be seen that there are still factors affecting theflebitis incidence rate at Bali Royal General Hospital and in the future will be madeand developed a new operational standard to control the risk factors.
Conclusion: From the results obtained it can be seen that there are still factorsaffecting the flebitis incidence rate at Bali Royal General Hospital and in the futurewill be made and developed a new operational standard to control the risk factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Omega
"Latar belakang: Relaksasi otak saat pembukaan dura merupakan aspek yang penting pada operasi kraniotomi tumor. Secara teori, lidokain dapat menurunkan metabolisme otak (CMRO2), menurunkan CBF dan CBV, sehingga berpotensi menurunkan ICP dan menghasilkan relaksasi otak yang baik. Lidokain juga diketahui memiliki efek analgesia dan antiinflamasi. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang meneliti mengenai efek infus lidokain intravena kontinu intraoperatif terhadap relaksasi otak saat pembukaan dura, kebutuhan opioid intraoperatif dan kepuasan operator pada pasien dewasa yang menjalani operasi kraniotomi.
Metode: Penelitian ini merupakan randomized controlled trial dengan pengambilan sampel secara Consecutive sampling. Sebanyak 60 subjek yang akan menjalani operasi kraniotomi tumor dimasukkan ke dalam penelitian. Subjek penelitian akan diberikan lidokain (2%) intravena bolus 1,5 mg/kg saat induksi dilanjutkan rumatan 2 mg/kg/jam hingga selesai jahit kulit (kelompok lidokain) atau diberikan NaCl 0,9% dengan volume yang sama (kelompok Plasebo). Relaksasi otak saat pembukaan dura dinilai oleh operator Bedah Saraf dengan skala 4 derajat, kebutuhan opioid fentanyl intraoperatif dalam mcg dan mcg/kg/menit, serta kepuasan operator dengan skala 4 derajat.
Hasil: Enam puluh subjek, dengan 30 subjek pada tiap kelompok, mengikuti penelitian hingga selesai. Infus lidokain intravena kontinu intraoperatif menghasilkan relaksasi otak yang baik saat pembukaan dura sebesar 96,7% (vs plasebo sebesar 70%, p = 0,006), kebutuhan opioid fentanyl intraoperatif sebesar 369,2 mcg (vs plasebo sebesar 773,0 mcg, p < 0,001) atau sebesar 0,0107 mcg/kg/menit (vs plasebo sebesar 0,0241 mcg/kg/menit, p < 0,001), dan menghasilkan kepuasan operator yang puas sebesar 96,7% (vs plasebo sebesar 70%, p = 0,006). Tidak ada efek samping lidokain yang tampak selama penelitian.
Simpulan: Infus lidokain intravena kontinu intraoperatif dibandingkan plasebo dapat meningkatkan proporsi relaksasi otak yang baik saat pembukaan dura, menurunkan kebutuhan opioid intraoperatif, dan meningkatkan proporsi kepuasan operator yang puas pada pasien dewasa yang menjalani operasi kraniotomi tumor.

Background: Brain relaxation after dural opening is important aspect in craniotomy tumor removal operation. Theoretically, lidocaine can decrease brain metabolism (CMRO2), decrease CBF and CBV, and has potential to decrease ICP and resulting excellent brain relaxation after dural opening. Lidocaine also has analgesic and anti-inflammatory effect. Until now, there is no study analyze continous intravenous Lidocain infussion effect to brain relaxation, intraoperative opioid consumption and surgeon’s satisfactory in adult population undergo craniotomy tumor removal operation.
Methods: This study is randomized controlled trial with Consecutive sampling. Sixty subject scheduled for craniotomy removal tumor were enrolled. Subject received either a dose of lidocaine (2%) intravenous bolus 1.5 mg/kg before induction followed by an infussion at a rate 2 mg/kg/h until skin closure (Lidocaine group) or the same volume of NaCl 0.9% (Placebo group). Brain relaxation was evaluated by Neurosurgeon with a four-point scale, total intraoperative opioid consumption in mcg and mcg/kg/minutes, and surgeon’s satisfactory with a four-point scale.
Results: All of sixty subjects completed the study. Lidocaine group resulting good brain relaxation after dural opening in 96.7% subject (vs 70% subject in placebo group, p < 0.006), intraoperative fentanyl consumption was 369.2 mcg (vs 773.0 mcg in placebo group, p < 0,001) or 0.0107 mcg/kg/minutes (vs 0.0241 mcg/kg/minutes in placebo group, p < 0,001), and resulting good surgeon’s satisfactory in 96.7% subject (vs 70% subject in placebo group, p = 0.006). There is no side effect of lidocaine infussion was observed during this study.
Conclusions: Continous lidocaine intravenous infussion intraoperatively can increase proportion of good brain relaxation after dural opening, decrease intraoperative opioid consumption, and increase proportion of good surgeon’s satisfactory compared to Placebo in adult population undergo craniotomy tumor removal operation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Intravenous Nurses Society, 1995
615.6 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Astari Karina
"Latar Belakang: Pemasangan akses intravena pada pasien pediatrik memiliki kesulitan tersendiri, selain ukurannya yang lebih kecil, pembuluh darah lebih rapuh, dan jaringan subkutan pada pediatrik lebih tebal sehingga visualisasi vena tidak jelas.Pada pasien pediatrik yang tidak dalam pengaruh anestesia, pasien sering kali tidak kooperatif karena takut dan trauma akibat tindakan sebelumnya, yang berdampak pada angka keberhasilan upaya pertama insersi kanul intravena pada pediatrik rendah. Alat pemindai vena dengan prinsip kerja sinar infra-merah dapat membantu visualisasi vena namun efektifitasnya dalam keberhasilan insersi pada pasien pediatrik masih kontradiktif. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan angka keberhasilan insersi kanul intravena pada upaya pertama menggunakan pemindai vena dan tanpa pemindai vena pada pasien pediatrik, sehingga dapat menjadi suatu dasar usulan standart operasional di RSCM.
Metode: Penelitian ini uji klinis acak tidak tersamar pada pasien pediatrik usia 0-5 tahun yang mendapat layanan anestesia di ruang diagnostik MRI, CT dan Radioterapi RSCM. Subjek penelitian berjumlah 92 pasien yang dikelompokkan menjadi 2 grup sesuai tabel randomisasi. Pada grup pemindai vena dilakukan insersi kanul intravena dengan bantuan alat pemindai vena (Accuvein AV400) dan pada grup kontrol dilakukan insersi tanpa alat bantu tambahan. Diambil data keberhasilan insersi pada upaya pertama, waktu pemasangan dan total jumlah upaya, selain itu dicatat status demografi jenis kelamin, usia, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan indeks massa tubuh. Analisis data dilakukan untuk melihat data demografi, faktor yang mempengaruhi dan hubungan penggunaan pemindai vena dengan keberhasilan upaya pertama insersi.
Hasil: Angka keberhasilan upaya pertama pada kelompok peminda vena adalah 76,1% dibandingkan tanpa pemindai vena 52,2% dengan cOR 2,92 (p 0,017). Faktor warna kulit memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi pada warna kulit gelap sebesar 74,5% dibandingkan warna kulit terang 53,5% (p 0,035). Faktor lain seperti usia, jenis kelamin, dan status gizi pada penelitian ini secara statistik tidak berhubungan dengan keberhasilan insersi kanil intravena. Selain itu didapatkan data deskriptif pada kelompok pemindai vena memiliki median lama waktu yang lebih singkat yaitu 133,5 (55-607) dibandingkan tanpa pemindai vena 304,5 (65-1200). Simpulan: Kelompok pemindai vena memiliki angka keberhasilan upaya pertama insersi yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemindai vena. pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi keberhasilan insersi hanya warna kulit.
Kata Kunci: akses intravena, pediatrik, pemindai vena

Background: Establishing intravenous access in pediatric patients has its own challanges, in addition to their smaller size, blood vessels are more fragile, and subcutaneous tissue is thicker so that visualization of veins is often unclear. In pediatric patients who are awake, patients are often not cooperative because of fear and trauma due to previous experiencethus the success rate of the first attempt venous cannulation in pediatric patient is low. The vein viewer with the principle of infrared rays can help visualize the vein but its effectiveness in the success of insertion in pediatric patients is still contradictory. This study aims to compare the success rate of the first attempt venous cannulation between using vein veiwer and control in pediatric patients.
Metho: This study is an openrandomized clinical trials in pediatric patients aged 0-5 years who received anesthesia procedure in the diagnostic room for MRI, CT and Radiotherapy at Cipto Mangunkusumo Hospital. The research subjects were 92 patients grouped into 2 groups according to the randomization table. In the vein viewer group, Venous cannulation was performed with the help of a vein viewer (Accuvein AV400) and in the control group cannulation was done without additional assistive devices. Data on first attempt success rate, time of cannulation and total number of attempts in recorded. In addition, demographic status such as sex, age, height, weight, upper arm circumference and body mass index is also recorded. Data analysis was performed to search for the relationship of the use of vein viewer with the success of the first attempt at cannulation.
Result: The success rate of the first attempt at the vein viewer group was 76.1% compared with control group 52.2% with cOR 2.92 (p 0.017). Skin color factor has a higher first attempt success rate in dark skin color of 74.5% compared to light skin color 53.5% (p 0.035). Other factors such as age, sex, and nutritional status in this study were not statistically related to the success of first attempt venous cannulation. In addition, secondary data were obtained that vein viewer group has shorter median cannulation time of 133.5 (55-607) than control 304.5 (65-1200).
Conclusion: The vein viewer group has a higher success rate of first attempts venous cannulation than control group. In this study the factors that influence the success rate of first attempts venous cannulation are only skin color.
Keywords: Peripheral accesss, ediatric, Veinviewer"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gahart, Betty L.
St. Louis: Mosby , 2010
615.6 GAH i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yasir Mustafa Banadji
"Latar Belakang: Nyeri akut pasca-bedah pada anak-anak sering tidak ditangani
dengan baik karena dogma yang popular adalah anak-anak tidak merasakan nyeri.
Penanganan nyeri yang tidak adekuat mencetus respon stress dan biokimia dan
menyebabkan gangguan fungsi metabolisme, kardiovaskular, pulmoner, neuroendokrin,
gastrointestinal, dan imunologi. Selama ini, penanganan nyeri akut
pascabedah anak-anak di bawah umbilikus dilakukan dengan pendekatan
multimodal dengan teknik anestesia regional dan obat analgetika sistemik.
Asetaminofen merupakan obat analgetika yang paling sering digunakan untuk
menangani nyeri derajat ringan-sedang. Metamizol juga telah banyak digunakan
sebagai obat analgetika yang efektif untuk nyeri pasca-bedah. Meski demikian,
untuk penanganan nyeri pasca-bedah, penggunaan metamizol tidak sepopuler
asetaminofen di Indonesia. Di RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo, penggunaan
asetaminofen intravena sebagai analgetika pascabedah direstriksi berdasarkan
formularium nasional.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik acak tersamar ganda untuk menilai
efektivitas metamizol 15 mg/KgBB IV dan asetaminofen 15 mg/KgBB IV untuk
analgesia pascabedah di bawah umbilikus pada pasien pediatrik. Pengambilan
sampel penelitian dilakukan pada bulan April 2019-Oktober 2019 secara consecutive sampling. Enam puluh empat subjek penelitian memenuhi kriteria
inklusi dan bersedia mengikuti penelitian, kemudian dirandomisasi menjadi dua
kelompok. Subjek menjalani pembedahan dengan pembiusan umum dan injeksi
bupivakain 0,25% secara kaudal. Sebelum pembedahan berakhir, subjek
mendapatkan regimen analgetika asetaminofen 15 mg/KgBB IV atau metamizol 15
mg/KgBB IV sesuai kelompok randomisasi. Pemberian regimen analgetika diulang
setiap 8 jam dalam 24 jam pertama pasca-bedah. Dilakukan penilaian skala FLACC
saat istirahat dan bergerak pada saat pasien pulih sadar, jam ke-4, jam ke-6, jam k-
12, dan jam ke-24 pascabedah. Dilakukan pula pencatatan kebutuhan fentanil, saat
pertama pasien membutuhkan fentanil, dan efek samping yang timbul selama 24
jam pertama pascabedah.
Hasil: Derajat nyeri (skala FLACC) pada saat istirahat maupun bergerak tidak
berbeda bermakna antar kedua kelompok pada saat pasien pulih sadar, jam ke-4, 6,
12, dan 24 pascabedah. Tidak terdapat subjek yang membutuhkan fentanil rescue
selama 24 jam pertama pacabedah pada kelompok metamizol. Terdapat 4 dari 32
subjek yang membutuhkan fentanil rescue pada kelompok asetaminofen dengan
saat pertama membutuhkan fentanil rescue berkisar antara 300 hingga 700 menit
pascabedah. Angka kejadian mual dan muntah lebih banyak terjadi pada kelompok
asetaminofen (mual: 31,3% vs 18,8%; Muntah: 25% vs 12,5%).
Simpulan: Metamizol 15 mg/kgBB IV tidak lebih efektif dibandingkan dengan
asetaminofen 15 mg/kgBB IV untuk analgesia pascabedah di bawah umbilikus pada
pasien pediatrik.

Background: Acute post-operative pain in pediatric patients often poorly handled
due to the popular paradigm that children doesnt feel pain. Inadequate pain
treatment can induce stress and biochemical response and cause metabolism,
cardiovascular, pulmonary, neuro-endocrine, gastrointestinal, and immunological
dysfuctions. Nowadays, pediatric pain management for post-operative pain below
umbilical surgery is done in multimodal fashion with combination of regional
anesthesia and systemic analgesia drugs. Acetaminophen is often used for
analgesia on mild-moderate pain. Metamizole also has been used and quite
effective for post-operative analgesia. However, metamizole is not as popular as
acetaminophen for post-operative analgesia in Indonesia. In dr.Cipto
Mangunkusumo Hospital, acetaminophen for post-operative analgesia is restricted
due to National Drugs Regulation.
Methods: We conducted this double-blinded clinical trial to evaluate effectiveness
of intravenous metamizole 15 mg/KgBW and intravenous acetaminophen 15
mg/KgBW for post-operative analgesia of below umbilical surgery in pediatric
patients. A consecutive sampling was done from April 2019 to October 2019. Sixtyfour
subjects that meet inclusion criteria and had consent randomized into 2 groups. The subjects had surgery with combination of general anesthesia and
injection of caudal block bupivacaine 0.25%. Before surgery concluded, the
subjects received analgesia regiment acetaminophen 15 mg/KgBW or metamizole
15 mg/KgBW according to their randomization group. The analgesia regiment was
given again every 8 hours for 24 hours post-operative. The FLACC scale at rest
and during movement were recorded at time of fully recover from anesthesia, 4-h,
6-h, 12-h, and 24-h post-operative. Fentanyl rescue requirement, moment of first
time fentanyl rescue requirement, dan the drugs side effect were also recorded for
24 hours post-operative.
Result: FLACC scale at rest and during movement between two groups at fully
recover from anesthesia, 4-h, 6-h, 12-h, and 24-h post-operative was not
significantly different. No subject needed fentanyl rescue during 24 hours postoperative
in metamizole group. There was 4 of 32 subjects needed fentanyl rescue
in acetaminophen group with first fentanyl rescue requirement occur between 300
to 700 minutes post-operative. The incidence of nausea and vomiting ws higher in
acetaminophen group than metamizole group (nausea: 31.3% vs 18.8%; vomiting:
25% vs 12.5%)
Conclusion: Metamizole 15 mg/KgBW is not more effective compared to
acetaminophen 15 mg/KgBW for post-operative analgesia of below umbilical
surgery in pediatric patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gahart, Betty L.
St. Louis: Mosby Elsevier, 2010
615.6 GAH i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>