Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65554 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zamakhsyari Dhofier
Jakarta: LP3ES, 1990
297.7 ZAM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zamakhsyari Dhofier
Jakarta: LP3ES, 1982
297.7 ZAM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zamakhsyari Dhofier
Jakarta: LP3ES, 1983
297.6 ZAM t (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zamakhsyari Dhofier
Jakarta: LP3ES, 1994
297.6 ZAM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endah H. Wulandari
"The Bunmei Kaika policy which was applied by the Meiji regime motivated a kind of feminism understanding upon grups of men and women. The understanding was followed by many individual movements that were aimed at the fighting for equality between men and women in various aspects of life. The preliminary movement that was done individually then developed towards a movement that shaped a wider social net through the estabilishment of women organization"
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bruinessen, Martin Van
Bandung: Mizan, 1995
297.099 2 BRU k (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bal, Micke
Amsterdam: Amsterdam University Press, 1994
BLD 914.9 POL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fadli H. S.
"Tesis ini berjudul ulama Betawi, studi tentang jaringan ulama Betawi dan kontribusinya terhadap perkembangan Islam abad ke-19 dan 20. Tesis ini meneliti tentang jaringan ulama Betawi yang belajar langsung kepada ulama Timur Tengah, khususnya Makkah dan Madinah serta upaya pembaharuan keagamaan di Betawi abad ke-19 dan 20.
Tesis ini mencoba mengembangkan teori Azyumardi Azra yang mengungkapkan adanya keterkaitan intelektual antara ulama Nusantara dengan ulama Makkah dan upaya pembaharuan yang dilakukan oleh mereka ketika kembali ke tanah air. Perbedaan hanya terletak pada ruang dan waktu.
Tesis ini menggunakan pendekatan sosial-intelektual historis untuk menggali fenomena sejarah dengan metode deskriptif-interpretatif analitis. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi, studi kepustakaan dan observasi langsung di pesantren dan makam ulama Betawi.
Tesis ini menjelaskan hubungan intelektual ulama Betawi yang belajar kepada sejumlah ulama Makkah yang berbeda. Sayyid Usman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya bermukim selama 7 tahun dan belajar kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, seorang mufti Makkah. Guru Mugni bermukim di Makkah selama 9 tahun dan berguru kepada Syaikh Sa'id al-Babasor, Syaikh Mukhtar Atharid, Syaikh Umar Bajunaid al-Hadrami, Syaikh Sa'id al-Yamani, Syaikh Muhammad Ali al-Maliki dan Syaikh Abdul Karim al-Dagestani. Sementara Habib Ali Abdurrahman al-Habsyi berguru kepada Habib Husein bin Muhammad al-Habsyi, Sayyid Bakri Syatha, Syaikh Muhammad Said Babesail dan Syaikh Umar Hamdan. Sedangkan Guru Marzuqi menimba ilmu di Makkah selama 7 tahun, Guru Mansur belajar di Makkah selama 4 tahun dan Guru Khalid menuntut ilmu di Makkah selama 11 tahun. Balk Guru Marzuqi, Guru Mansur maupun Guru Khalid belajar kepada Syaikh Sa'id al-Babasor, Syaikh Mukhtar Atharid, Syaikh Umar Bajunaid al-Hadrami, Syaikh Sa'id al-Yamani, Syaikh Muhammad Ali al-Maliki dan Syaikh Abdul Karim al-Dagestani dan lain sebagainya.
Selama di Makkah, mereka mendapatkan pembaharuan keislaman dari ulama Makkah yang menekankan keseimbangan antara syari'ah dan tasawuf. Hal ini terjadi karena mereka berguru kepada ulama Makkah yang bermuara kepada Syaikh al-Qusyasi dan Syaikh Abdul Aziz al-Zamzami, ulama Makkah terkemuka abad ke-17 yang mempelopori gerakan harrnonisasi syari'ah dan tasawuf yang kemudian dikenal dengan gerakan "neo-sufisme ". Setelah memperoleh ilmu yang cukup memadai, mereka kembali ke Betawi dan mengajarkan keilmuan yang telah mereka terima di Makkah kemudian melahirkan ulama Betawi lainnya di abad ke-20 yang melaksanakan kontinuitas pembaharuan keilmuan Islam di Betawi.
Ulama Betawi yang tersebut di atas menggunakan sarana penyebaran pembaharuan yang sama yaitu lewat beberapa karyanya dan berdakwah melalui pengajian dan halaqah yang dilakukan di masjid, langgar, majelis taklim dan pesantren kecuali Sayyid Usman yang menggunakan kitab tulisannya dan percetakan dalam menyebarkan pembaharuan. Ulama Betawi beserta muridnya secara umum menekankan pembaruan yang lebih bersifat evolusioner, bagi mereka pembaruan lebih merupakan proses dialektika intelektual yang tidak dapat dipaksakan sehingga bisa dipahami jika persentuhan Islam dengan budaya Betawi tanpa menimbulkan konflik. Hal ini bisa terjadi karena Islam yang hadir di Betawi lebih bermadzhab Syafi'i dan berfaham Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang cenderung lebih toleran dan inklusif serta menghargai budaya dan tradisi lokal.
Hampir semua ulama Betawi memiliki jaringan intelektual guru-murid (intellectual genealogy) yang menyebar ke lembaga-lembaga pendidikan Islam semacam langgar (mushola), masjid, madrasah, pondok pesantren dan majelis taklim serta mursid-khalifah (mystical genealogy). Pengaruh ulama Betawi melalui kedua bentuk jaringan ini tidak bisa diremehkan. Melalui kedua bentuk jaringan inilah ulama Betawi mentransmisikan wacana dan praktik keagamaan yang mereka terima di Makkah dan Madinah kepada masyarakat Betawi. Maka dapat dikatakan bahwa aktivitas intelektual dan akademik merupakan ciri khas yang paling menonjol dalam jaringan ulama Betawi. Koneksi di antara mereka satu sama lain mengambil bentuk hubungan guru dengan murid yang disebut "hubungan vertikal". Hubungan akademis juga mencakup bentuk-bentuk lain seperti guru dengan guru atau murid dengan murid yang disebut dengan "hubungan horizontal".

This thesis entitle Moslem scholar Betawi, study about network of Moslem scholar Betawi and their contribution to Islamic growth in the 19th to 20`h centuries. This thesis check about network of Moslem scholar of Betawi which learn direct to Moslem scholar in the middle east, specially Makkah and Madinah and also the religious renewal effort in Betawi in thel9th to 20th centuries.
This thesis try to develop theory of Azyumardi Azra laying open the existence of intellectual related Moslem scholar of Nusantara with Moslem scholar of Makkah and effort of renewal by them when returning to the ground irrigate. Different result however is seen in the place and time.
This thesis use approach of historical intellectual social to convey phenomenon of history with method of analytical descriptive-interpretative. In collecting the data it uses a documentation study, a library research and direct observation in pesantren and resting place of Moslem scholar Betawi.
This thesis explain intellectual relationship Moslem scholar of Betawi which learn to a number of Moslem scholar of different makkah. Sayyid Usman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya live during 7 year and learn to Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, a mufti Makkah. Mugni live in makkah during 9 year and learn to Syaikh Said al-Babasor, Syaikh Mukhtar Atharid, Syaikh Umar Bajunaid al-Hadrami, Syaikh Said al-Yamani, Syaikh Muhammad Ali al-Maliki and Syaikh Abdul Karim al-Dagestani. Habib Ali Abdurrahman al-Habsyi learn to Habib Husein bin Muhammad al-Habsyi, Sayyid Bakri Syatha, Syaikh Muhammad Said Babesail and Syaikh Umar Hamdan. Marzuqi studied in Makkah during 7 year. Mansur learn in Makkah during 4 year. Khalid studied in Makkah during 11 year. Marzuqi, Mansur and also Khalid learn to Syaikh Said al-Babasor, Syaikh Mukhtar Atharid, Syaikh Umar Bajunaid al-Hadrami, Syaikh Said al-Yamani, Syaikh Muhammad Ali al-Maliki and Syaikh Abdul Karim al-Dagestani and others.
During in Makkah, they get Islamic renewal from Moslem scholar of Makkah emphasizing balance between syari'ah and. tasawuf This matter is happened because they learn to Moslem scholar of Makkah which have estuary to Syaikh al-Qusyasi and Syaikh Abdul Aziz al-Zamzami, Moslem scholar notable Makkah in the I7th pioneering balancing movement syar'ah and tasawuf which later then recognized with movement "neo-sufisme". After obtaining science which adequate enough, they return to Betawi and teach their science which have accepted in Makkah later then bear Moslem scholar other Betawi in the 20`h executing continuity Islamic renewal in Betawi.
Moslem scholar of Betawi use medium spreading is same renewal that is passing of their masterpiece and miss ionize to teaching and halaqah in mosque, impinge, ceremony of taklim and pesantren except Sayyid Usman using book of and printing office in propagating renewal. Moslem scholar of Betawi with their pupil in general emphasize renewal having the character of evolusioner, for them the renewal more represent process of intellectual dialectic which cannot be forced so that can be comprehended if touch of Islam culturally Betawi without generating conflict. This matter deflect happened because Islam which attended to Betawi more Syafi'I persuasion and Sunnah Wal Jarna'Ah which tend to more lenient and inclusive and also esteem local tradition and culture.
Most of all Moslem scholar of Betawi have intellectual network of intellectual genealogy disseminating to institutes of education of Islam, example mushola, mosque, school, pesantren and ceremony of taklim and also mursidkhalifah (mystical genealogy). Influence of Moslem scholar of Betawi with this network does not deflect underestimated. Form of network of this is Moslem scholar of Betawi of transmission of religious and practice discourse which they accepted in Makkah and Madinah to society Betawi. So can be said that a intellectual activity and academic represent most uppermost individuality in network of Moslem scholar Betawi. Relation of among them one another take form of relation learns with pupil is called "vertical relation". Academic relation also include cover other forms like teacher with teacher or pupil with pupil is called with "horizontal relation".
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardana
"Institusi pesantren mempunyai sejarah yang sangat panjang dalam sejarah bangsa Indonesian mulai dari masa kolonialisasi Belanda sampai sekarang. Pesantren menjadi bagian yang tidak tepisahkan dengan budaya lokal masyarakat Indonesian terutama masyarakat jawa, malah pesantren sudah dianggap sebagai sebuah subkultur tersendiri dalam masyarakat. Perjalanan panjang sejarah pesantren dari masa ke masa telah memberikan bentuk tersendiri dalam perkembangan pesantren. Sebagai sebuah institusi yang hadir dalam sebuah ruang yang `tidak hampa udara', mau tidak mau pesantren harus mampu menyesuaikan dan mengembangkan diri seiring dengan perkembanagan zaman dan masyarakat sekitar, namun demikian di sisi lain tidak bisa dipungkiri bahwa pesantren tetap teguh dengan tradisi yang tetap dipertahankan dan dipeliharan dari masa ke masa, dan menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakat pesantren. Kemampuan pesantren untuk tetap exist dan survive di tengah-tengah memang sudah terbukti; dari sejak awal berdirinya di akhir abad sembilan belas sampai sekarang, kondisi pesantren semakin berkembang baik secara kuantitaif maupun kualitatif Banyak faktor yang menyebabkan kenapa pesantren masih tetap bertahan dari dulu sampai sekarang dan tetap menjadi institusi yang berarti dalam masyarakat tertentu baik lewat output dari pesantren itu sendiri maupun dari kharisma pempimpin pesantren tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang membuat pesantren tetap bertahan (survive) dari dulu sampai sekarang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini akan dilihat dari organisasi penyelenggar pesantren, sisi kepemimpinan serta nilai-nilai tradisi yang dimilki oleh pesantren .
Penelitian ini menggunakan metode qualitatif dan dilakukan di pesantren Tebuireng yang berlokasi di desa Cukir, kecamatan Diwek, Jombang Jawa Timur. Pesantren ini mempunyai sejarah panjang mulai dari akhir abad kesembilan belas sampai sekarang tetap survive di tengah-tengah masayarakat. Dari hasil penelitian di pesantren tersebut terlihat bahwa pesantren Tebuireng, ada beberapa hal yang berubah dan dikembangkan di pesantren Tebuireng, misalnya membentuk organisasi penyelengara pesantren dengan suatu badan yaitu Yayasan juga perubahan orientasi kepemimpinan dari tradisional ke arah manajemen modern yang tidak lagi memunculkan figur sentral.
Namum uniknya walapun telah menerapkan manajemen modern, figure pemimpin tetap harus berada di Langan keturunan langsung darah biru kiyai. Begitu juga dalam hal kurikulum, sistem dan bangunan fisik yang terus disesuaikan dengan zaman. Namum demikian nilai-nilai spiritual yang mengarah kepada kesucian batin tetap dipertahankan, nilai-nilai akal budi dan moral seperti nilai keikhlasan, kesederhanaan, mandiri dalam hidup, rasa penghormatan yang kuat terhadap guru atau kiyai serta metode sorogan dan bendongan dalam penyelenggaraan belajar mengajar kitab Islam klasik dengan cara lesehan dalam mesjid tetap dipertahankan walaupun pada saat yang sama, pesantren juga mengadopsi sistem pengajaran modern di ruangan kelas yang menggunakan meja dan kursi.
Dewasa ini,pesantren yang mengklaim dirinya sebagai pesantren salaf (tradisionai) murni sudah sulit dijumpai. Walaupun mereka bangga dengan nama salaf yang senantiasa dilabeikan di belakang nama pesantren, namum pada kenyataan nilai-nilai di luar nilai-nilai salaf tetap diadopsi dalam rangka menyesuaikan diri dengan perkembanagn zaman. Ha! ini pula barangkali yang menyebabkan pesantren dengan segala tradisinya tetap eksist, survive dan tetap bisa diterima di tengah-tengah masyarakat.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pesantren Tebuireng yang didirikan oleh seorang ulama besar, KH. Hasyim Asy'ary dan sekarang dipimpin oleh putranya yaitu KH Yusuf Hasyim dimana telah menghasilkan beberapa tokoh lokal dan nasional terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan tradistradisi tertentu yang mereka anggap masih relevan untuk dipertahankan. Eksistensi pesantren tersebut masih tetap diperhitungkan oleh masyarakat; pesantren ini tetap menjadi `kiblat' persoalan-persoalan keagamaan bagi masyarakat sekitar, anima masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di pesantren tersebut jugs masih cukup tinggi walapun berbagai institusi pendidikan modern sebuah berjaritur dalam masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan pesantren untuk memodifikasi diri dan mempertahankan tradisi yang masih tetap dikehendaki oleh masyarakat, baik dalam hal kepemimpinan, organisai penyelenggaraan pendidikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T12248
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhyaksa Dault
"ABSTRAK
Penelitian ini ingin mengetengahkan suatu pola penyesuaian (adaptasi) sebuah
Lembaga Pendidikan Tradisional Agama Islam yang disebut Pesantren yang selama ini
terkenal dengan tradisi lamanya. Tradisi lama yang dimaksud adalah keseluruhan tradisi
pesantren yang sangat kuat diwarnai oleh doktrin keagamaan. Seluruh tradisi pesantren
berpijak pada Kitab Kuning dan kitab-kitab klasik Islam. Kurikulum pesantren berpijak
pada kitab-kitab klasik itu. Dalam system pendidikan dan pengajaran pesantren tidak ada system klas. Santri dianggap menyelesaikan pendidikan apabila mampu dan
menguasai kitab kuning dan kitab-kitab klasik lainnya. Dengan kuatnya pijakan terhadap doktrin keagamaan, maka pesantren yang berwawasan konservatif ini tidak menerima unsur-unsur luar yang bersifat non agama. Sikap "tertutup" ini telah berlangsung berabad-abad lamanya dan merupakan kekhasan utama yang ada pada sistem tradisional ini.
Sejalan dengan kemajuan zaman dan perubahan masyarakat, sistem tradisional ini
tidak begitu saja dipertahankan. Untuk dapat mengimbangi perkembangan dan dinamika perubahan masyarakat perlu ada penyesuaian (adaptasi). Adaptasi ini menyentuh berbagai bidang seperti pendidikan dan kurikulum, bidang sosial, ekonomi, dan politik. Proses penyesuaian diri sebuah pesantren terhadap dinamika dan perubahan masyarakat ditunjukan oleh pesantren Daarul 'Uluum di Kotamadya Bogor yang menjadi lokasi utama penelitian ini. Tulisan ini bersifat deskriptif analitik yang lebih mengandalkan wawancara dan pengamatan. Wawancara dilakukan terhadap berbagai komponen pesantren seperti Kyai (4 orang), Guru/Ustadz (4 orang), Santri (14 orang), orang tua santri (16 orang), tokoh masyarakat (5 orang). Mereka dianggap dapat mewakili unsur-unsur yang yang menjadi subyek penelitian.
Dari hasil wawancara dan pengamatan intensif terhadap proses adaptasi pesantren
Daarul 'Uluum terhadap dinamika dan perubahan masyarakat, penelitian ini menemukan
berbagai perubahan antara lain bahwa ciri khas pesantren tradisional dimana dominasi
pendidikan dan pengajaran adalah penguasaan kitab-kitab klasik Islam perlahan-Iahan
ditinggalkan dengan teradopsinya kurikulum Nasional yang mewajibkan semua lembaga
pendidikan baik yang agama maupun yang umum menyelenggarakan sistem pendidikan Nasional. Penelitian ini menemukan bahwa pesantren Daarul 'Uluum tidak Iagi bersifat
tradisional eksklusif, namun sudah mengarah ke modem inklusif. lndikatornya adalah
adanya adaptasi kurikulum, adaptasi sistem pendidikan dan pengajaran, adaptasi di
bidang keuangan dan ekonomi, sosial, budaya dan politik. Implikasinya di masa depan
adalah bahwa pesantren ini akan bisa menghadapi berbagai perubahan dan dinamika
zaman karena sifatnya yang sudah terbuka (modem-inklusif). Penulis akhimya
berkesimpulan bahwa karena adanya kemajuan cara berpikir dan dinamika masyarakat
maka sistem pesantren yang selama ini dirasakan sangat "eksklusif" dan tradisional
perlahan-lahan ditinggalkan dan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang
ada.

"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>