Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132721 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iskandar
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas tindakan kerja masyarakat dan keterpautannya dengan nilai Islam dan nilai adat tradisi pada masyarakat Gampong Meunasah Balek Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan studi kasus.
Hasil penelitian menunjukkan nilai etika kerja Islam dan nilai ideal adat belum termanifes pada tindakan kerja aktor. Minimnya kadar kelekatan sosial pada tindakan kerja terkait dengan ketidakberfungsian institusi agama (imuem meunasah) dan institusi adat (kejruen blang, panglima laot, peutua seuneubok, haria peukan) dalam mensosialiasasikan dan menegakkan aturan-aturan yang ada. Hal itu terkait dengan krisis agensi dalam institusi-institusi sosial yang mengakibatkan terjadinya kekosongan patron sehingga mendorong aktor mengejawantahkan nilai menurut pengetahuan dan pengalamannya masing-masing sesuai historisitas dinamika kehidupan mikro dan dinamika lingkungan sosial makro. Penelitian ini mengisi celah kosong dari konsep kelekatan sosial tindakan ekonomi yang mengabaikan posisi agensi pada kajian dinamika kehidupan ekonomi masyarakat.

ABSTRACT
The focus of this study is the economic action and relationship wih Islamic etic and economic value of adat at society of Gampong Meunasah Balek subdistrick of Meureudu district of Pidie Jaya and Nanggroe Acheh Darussalam Provincy. This research is qualitative in the form of case study.
The result of this study shows that is Islamic etic and idea of adat economic value has not manifest at actor economic action. This social diss-embededdness was relations with dissfunction of social institution such as religion institution (imuem meunasah) and adat institution (kejruen blang, panglima laot, peutua seuneubok, haria peukan) to socialitation and enforcement of rules. It was relations with crisis of social institution?s agency. It was made vacuum of patront condition, so actor effort himself to manifest of value according their knowledge, experience that so according dinamic of actor life history and setting of social environment. This study could contributed to concept of social embededdness of economic action that who have not give attention to agency at sociology of economic study."
Depok: 2012
D1348
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reyhan Emirel Ardh
"Penelitian ini adalah penelitian Tradisi Lisan. Tradisi Lisan adalah produk kearifan lokal di sebuah masyarakat, yang memiliki keunikan, serta telah mengalami pergeseran fungsi dan tujuan. Penelitian ini menggunakan data berupa wawancara penutur Tradisi Lisan Gaok yang masih tersisa, dan organisasi Monolog Gaok pada 2018; dan studi pustaka tahun 2020. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan perubahan peranan atau fungsi tradisi lisan di masyarakat. Gaok merupakan sebuah produk kearifan lokal masyarakat di Desa Kulur, Kabupaten Majalengka, yang telah mengalami pergeseran fungsi dan peran maupun kearifan lokal di masyarakat. Kendala yang dihadapi dalam melestarikan tradisi ini yaitu proses regenerasi yang sulit karena memerlukan keahlian dalam menuturkan Wawacan (genre cerita Sunda berupa babad, pupuh, dan sejarah), serta membutuhkan waktu yang lama. Gaok dituturkan dengan cara berteriak (suara lantang dan keras). Proses persebaran awal sebagai media dakwah agama Islam oleh Kesultanan Cirebon, serta sebagai acara syukuran. Tradisi Lisan Gaok sempat memiliki peran penting di masyarakat pada masa keemasan. Akan tetapi keberadaannya saat ini berada di ambang kepunahan, bahkan sempat punah karena sulitnya memainkan alat musik khas Gaok yaitu Buyung. Buyung adalah alat yang telah bertransformasi fungsi dari sebuah alat pembawa air oleh ibu-ibu pada masa lampau, menjadi alat musik Gaok. Serta hanya berperan sebagai hiburan dan penelitian. Perkembangan lain yaitu variasi wawacan, pemain, dan versi Gaok bernama Monolog-Gaok.

This research is an oral tradition research. Oral tradition is a product of local wisdom in a society, which is unique and has undergone a shift in function and purpose. This study uses data in the form of interviews with the remaining speakers of the Gaok Oral Tradition, and the Gaok Monologue organization in 2018; and literature study in 2020. The purpose of this study is to describe changes in the role or function of oral traditions in society. Gaok is a product of local wisdom from the community in Kulur Village, Majalengka Regency, which has experienced a shift in function and role as well as local wisdom in the community. The obstacle faced in preserving this tradition is the difficult regeneration process because it requires expertise in telling Wawacan (Sundanese story genre in the form of chronicles, pupuh, and history), and it takes a long time. Gaok is spoken by shouting (loud and loud voice). The process of initial dissemination as a medium for preaching Islam by the Cirebon Sultanate, as well as a thanksgiving event. The Gaok oral tradition had an important role in society during the golden age. However, its existence is currently on the verge of extinction, and even became extinct due to the difficulty of playing Gaok's distinctive musical instrument, Buyung. The buyung is a tool that has been transformed by the function of a water carrier by mothers in the past, into a Gaok musical instrument. And only acts as entertainment and research. Another development is a variation of wawacan, players, and a version of Gaok called Monolog-Gaok."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Rudyansjah
"Di dalam disertasi ini, penulis tertarik untuk memahami bagaimana historisitas mempengaruhi bagaimana berbagai kelompok sosial yang ada dalam satu masyarakat dengan cara yang berbeda-beda memahami berbagai peristiwa dan tindakan yang terjadi di dalam sejarah mereka, dan sekaligus berupaya mengerti bagaimana pemahaman tersebut mempengaruhi mereka dalam mengkonstruksikan kekuasaan yang ada di dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari.
Di dalam penelitian terhadap kelompok-kelompok yang ada di pulau Buton, penulis memperlakukan sara sebagai satu bentuk dari historisitas. Esensi dari sara pada dasarnya dipresentasikan di dalam diri sultan. Dengan demikian, sara sangat berkaitan dengan pemahaman akan kekuasaan. Bagi komunitas Wolio yang merupakan kelompok bangsawan di dalam struktur sosial masyarakat di sana, maka sara bisa berfungsi sebagai akumulasi kearifan yang komunitas Wolio ini petik dari sejarahnya. Dan sebagai akumulasi kearifan, yang bermanfaat bagi keberlangsungan hidup mereka, maka sara mentransformasikan dirinya sebagai satu institusi yang penting.
Sara, melalui pengejawantahannya sebagai kesultanan, menginkorporasikan berbagai sumber daya dan unsur kebudayaan masyarakat lain di sekeliling mereka, seperti institusi, struktur, gagasan konsepsual dan bahkan sumber daya manusia. Sultan, dengan demikian, melingkupi ke dalam dirinya dan kesultanannya segala potensi yang ada. Berdasarkan hakekat sara dan sultan serupa itu, maka dapat dipahami apabila kekuasaan kemudian dikonsepsualisasikan lebih sebagai satu proses akumulasi/pertambahan ketimbang satu proses pergantian/penaklukan. Oleh karena karakter melingkupinya semacam itu, maka sara bisa berperan sebagai satu ideologi yang sedikit banyaknya bersifat hegemonik, walaupun sebagai sesuatu yang berlangsung dan terbentuk melalui proses-proses historis dan kultural tertentu, pemaknaan dan kekuatan dominan sara selalu saja mendapatkan perlawanan dan membuatnya tidak pernah bersifat mutlak.
In this research project I am interested in understanding the relationship between historicity and the conception of power in the region of the former sultanate of Wolio. To put it in a more precise way, I seek to understand the multiple ways in which people in the region represent their past, and try to see how an understanding of history can be seen as a source of moral choices which guide social action. Historical and anthropological researches (i.e., participant observation and fieldwork) occupy central methods in my attempt to understand this dialectical relationship between action and history.
The subject of my study will be peoples in the region of the former sultanate of Wolio. In my research project among these peoples on the island of Buton, I treat an indispensable institution called sara as a form of historicity. The essence of sara is represented in Sultan. Sara is therefore closely related to their notion of power. For Wolio community, which constitutes the aristocratic group in the existing social structure on the island, sara is an accumulated wisdoms and lessons that this community learn from their history.
Sara, in its essential embodiment as sultanate, incorporated into itself all other peoples? cultural elements and resourses, such as structures, institutions, conceptual ideas, and even human resources. Sultan was someone who encompassed all the potentials in the region within himself and his kingdom. Based on the nature of sara and sultan as such, it is understandable if power and its legitimacy are conceived more as a process of accumulation rather then as a process of substitution or usurpation. For its? encompassing character, sara may serve, more or less, as a hegemonic ideology in the realm of this sultanate. However, because sara is occurred and formed through cultural and historical processes, its dominant meanings and power are always contested, never totalizing, and always unstable, even when they encourage degrees of subordinate peoples? consent to particular forms of oppression.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
D00901
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini mengungkap kebertahanan tradisi dan kearifan lokal di desa adat Timbrah dengan menggunakan teori struktural fungsional dan dibantu pula dengan metode wawancara dan kepustakaan untuk membedah masyarakat."
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wensdy Tindaon
"Kedekatan antara negara dengan tindakan eksklusi sosial telah menjadi realitas yang dihadapi oleh agama lokal di Indonesia. Sebelum hadirnya negara telah terjadi eksklusi sosial oleh Belanda dan misionaris Kristen ke Tanah Batak dalam melemahkan dan memarginalkan kekuasaan tradisional Ugamo Malim. Kemudian, negara hadir memformalisasi defenisi agama dan mendiskriminasi kelompok agama lokal. Pada rezim orde baru justru agama lokal mengalami banyak pelanggaran HAM meliputi: represif, pelarangan ritual, pemaksaan afiliasi agama resmi dan eksklusi sosial. Keadaan ini mengindikasikan penganut agama lokal telah terbatas mengekspresikan identitasnya dan tidakberdaya memiliki identitasnya. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa kelompok yang dieksklusi dapat melakukan resistensi maupun pasif terhadap kelompok mayoritas (penguasa). Keleluasaan agar keluar dari eksklusi sosial telah dilakukan sejak awal reformasi. Kemudian, pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan legitimasi dan memperkuat posisi agama lokal di Indonesia. Pada penelitian ini memberikan kebaruan bahwa kelompok minoritas justru memiliki kesadaran memanfaatkan peluang untuk beradaptasi terhadap negara dan agama mayoritas. Ugamo Malim beradaptasi dengan mereksontruksi identitas melalui ketentuan nilai dan kesamaan identitas dengan negara dan agama mayoritas. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan wawancara mendalam serta melakukan observasi di lokasi penelitian.

The closeness between countries and acts of social exclusion has become a reality faced by local religions in Indonesia. Before the presence of the state there had been a social exclusion by the Dutch and Christian missionaries to the Land of the Batak in weakening and marginalizing Ugamo Malim traditional power.Then, the state is present to formalize the definition of religion and discriminate against local religion groups. In the new order regime instead of local religious experience many human rights violations include: repressive, banning the ritual, the imposition of formal religious affiliation and social exclusion. This situation indicates local religions have limited express their identity and powerless to have their identities. The freedom to get out of social exclusion has been carried out since the beginning of the reform. Then, after the decision of the Constitutional Court (MK) gave legitimacy and strengthened the position of local religion in Indonesia. In this study provide novelty that minority groups have awareness utilize the opportunity to adapt to the state and majority religion. Ugamo Malim adapted to reconstructing identity through provisions of value and similarity of identity with the state and religion of the majority. In this study using qualitative methods and in-depth interviews and conducting observations at the study site.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T52349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Fatma Suniarti
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Lidokain adalah anestetik lokal yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi, karena mempunyai mula kerja cepat dan masa kerja lama dan jarang menimbulkan alergi. Anestetik lokal lidokain yang biasa digunakan adalah lidokain 2% dengan epinefrin 1 : 80.000. LC adalah lidokain Inpres yang dikeluhkan oleh dokter gigi Puskesmas mempunyai mula kerja lama dan masa kerja singkat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan mula kerja dan masa kerja LC dan PC (obat anestetik lokal standar) pada kasus pencabutan gigi molar satu atau molar dua rahang bawah.
Penelitian dilakukan terhadap 60 orang pasien, yaitu 30 orang mendapat LC dan 30 orang mendapat PC dengan Cara anestesi infiltrasi dan anestesi blok rahang hawah. Observasi mula kerja dilakukan dengan penusukan sonde lurus pada daerah separuh bibir, 2/3 anterior lidah ipsilateral dan mukosa pipi dan luksasi ringan gigi yang akan dicabut dengan interval 1 menit. Observasi masa kerja dilakukan dengan penusukan sonde pada daerah observasi dan soket bekas pencabutan gigi setelah 1 jam dan kemudian setiap 15 menit.
Hasil dan Kesimpulan: Mula kerja rata-rata LC 560,7 detik dan PC 254,8 detik. Masa kerja rata-rata LC 124,5 menit dan PC 170 menit. Mula kerja dan masa kerja LC dan PC berbeda bermakna dengan p <0,01. Perbedaan mula kerja dan masa kerja LC dan PC mungkin disebabkan perbedaan formulasi, yaitu perbedaan bahan baku dan zat penambah lain seperti vasokonstriktor, zat pengawet dan lain-lain.

Scope and Method of Study: Lidocain is currently a local anesthetic agent most widely used in dentistry, be-cause of its rapid onset, long duration of action and
safety. It is commonly used as a 2% solution containing 1: 80.000 adrenalin. Lidocain (LC) is a trade name for lidocain that is routinely used in Puskesmas (Inpres drug). Complaints about the insufficiency of LC are frequently reported by dentists who work at these local health centers. On the other hand, a large body of information revealed that dentists prefer to use another trade name of lidocain, namely "Pehacain" (PC) to LC.
The purpose of the present study is to compare the efficacy of LC vs PC in clinical use, i.e. in the extraction of the first or second molar of the mandible. A total of 60 patients is divided into two groups, consisting of 30 patients each. The first group was treated with LC and the second group with PC, each was locally injected as infiltration and block anesthesia. The onset of action of the drugs was determined by prickling of the lip, tongue and buccal mucosa with a sonde and by a slight luxation of the affected tooth, at an interval of 1 minute. The duration of action of the drugs was determined 1 hour after the onset of anesthesia, by prickling the anesthetized socket every 15 minutes.
Findings and Conclusions: The onset of action of LC was 566.7 ± 82.8 (mean ± SD) seconds, and that of PC was 259.8 ± 32.0 seconds. The duration of action of LC was 124.5 ± 13.5 minutes, while that of PC was 170 ± 9.1 minutes. The onset and duration of action of these two drugs differed significantly (p <0.01). The cause of the differences might lie in the differences in the constituents of the drugs, such as the reducing agents, type of preservation, the amount of vasoconstrictor added, etc.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutji Rahaju Shinto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk Memberikan gambaran tentang ketahanan masyarakat dalam merawat pengetahuan tentang Tradisi dan Ritual Berladang serta pengetahuan tentang varietas padi lokal di Desa Tumbang Habangoi, Kecamatan Petak malai, Kabupaten Katingan tengah.
Berangkat dari pandangan Berkes tentang Pengetahuan tradisional dan ketahanan dari segala bentuk perubahan sosial yang ada. Masyarakat Habangoi sudah membuktikan tentang ketahanan mereka dalam mempertahankan tradisi dan ritual berladang mereka, yang menghasilkan pengetahuan tentang banyak sekali varietas padi lokal.
Hasil dari penelitian ini adalah, hingga saat ini para peladang masih melakukan ritual berladang dengan ritual dan tradisi yang lengkap. Padi yang masih diingat dan ditanam oleh para peladang sejumlah 64 paroy dan 16 pulut. Hal in menunjukkan bagaimana para peladang tetap berusaha menjalankan tradisinya meski berbagai perubahan sosial menggempur mereka. Agama/kepercayaan tradisional masyarakat menjadi kunci penting untuk ketahanan tradisi dan ritual berladang. Usaha maksimal tetap di lakukan, namun harapan agar pihak lain bisa membantu melestarikan pengetahuan masih diharapkan oleh para peladang.

ABSTRACT
This study aims to provide a description of the knowledge about the swidden Tradition and knowledge of local rice varieties in Tumbang Habangoi Village, Petak malai Subdistrict, Katingan Regency, Central Kalimantan.
Departing from Berkes's view of traditional Knowledge and the resilience of all forms of social change. The Habangois have proved their resilience in maintaining their farming traditions and rituals, which resulted in the knowledge of many local rice varieties.
The results of this study are, until now the cultivators are still doing farming process with complete rituals and traditions. Rice that is still remembered and planted by the cultivators of 64 paroy and 16 pulut. This shows how the cultivators continue to work on their traditions despite the various social changes that have struck them. The traditional religion / beliefs of society have become an important key to the survival of tradition and ritual farming. The maximum effort remains to be done, but the hope that others can help preserve knowledge is still expected by the cultivators."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aga Daruwiranda
"Penelitian ini membahas warna lokal tradisi budaya karapan sapi di Madura. Korpus penelitian ini adalah cerita pendek Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeksipsikan karapan sapi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi menjadi identitas budaya masyarakat Madura, (2) mengungkapkan warna lokal serta keunikan yang terjadi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi, dan (3) menjelaskan aspek budaya dan ekonomi tokoh utama mempengaruhi warna lokal sehingga terjadi transformasi budaya serta menemukan solusi untuk permasalahan yang ada. Penelitian ini menggunakan metode penelitian gabungan, yaitu kualitatif dan deskriptif. Penelitian ini menggunakan studi pustaka. Teori yang digunakan bersumber dari beberapa ahli berupa struktur dalam (intrinsik), yaitu penokohan dan latar; struktur luar (ekstrinsik) warna lokal dan kajian intertekstual sebagai media untuk mengkaji warna lokal berupa identitas budaya, yaitu karapan sapi di Madura dalam aspek budaya dan ekonomi serta keterkaitannya sehingga terjadi transformasi budaya karapan sapi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tradisi karapan sapi merupakan budaya yang mengungkapkan jati diri masyarakat Madura sesuai gambaran dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan. Tradisi tersebut patut dilestarikan, namun dengan beberapa catatan yang akan dibahas pada penelitian ini.

This study discusses the local color of the karapan sapi cultural tradition in Madura. The corpus of this research is the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi. This study aims to (1) describes the karapan sapi in the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi to become the cultural identity of the Madurese community, (2) reveal the local color and uniqueness that occurs in the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi, and (3) explains the cultural and economic aspects of the main character influencing local colors so that cultural transformation occurs and finds solutions to existing problems. This study used a combined research method, namely qualitative and descriptive. This study used library research. The theory used comes from several experts in the form of internal structure (intrinsic), namely characterization and setting; the external structure (extrinsic) of local colors and intertextual studies as a medium to study local colors in the form of cultural identity, namely karapan sapi in Madura in cultural and economic aspects and their relationship so that there is a cultural transformation of karapan sapi in the short story Sapi-Sapi Karapan. Based on the results of the study, it can be concluded that the karapan sapi tradition is a culture that expresses the identity of the Madurese community according to the description in the short story Sapi-Sapi Karapan. This tradition should be preserved, but with some notes that will be discussed in this study."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aga Daruwiranda
"Penelitian ini membahas warna lokal tradisi budaya karapan sapi di Madura. Korpus penelitian ini adalah cerita pendek Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeksipsikan karapan sapi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi menjadi identitas budaya masyarakat Madura, (2) mengungkapkan warna lokal serta keunikan yang terjadi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan karya Zainal A. Hanafi, dan (3) menjelaskan aspek budaya dan ekonomi tokoh utama mempengaruhi warna lokal sehingga terjadi transformasi budaya serta menemukan solusi untuk permasalahan yang ada. Penelitian ini menggunakan metode penelitian gabungan, yaitu kualitatif dan deskriptif. Penelitian ini menggunakan studi pustaka. Teori yang digunakan bersumber dari beberapa ahli berupa struktur dalam (intrinsik), yaitu penokohan dan latar; struktur luar (ekstrinsik) warna lokal dan kajian intertekstual sebagai media untuk mengkaji warna lokal berupa identitas budaya, yaitu karapan sapi di Madura dalam aspek budaya dan ekonomi serta keterkaitannya sehingga terjadi transformasi budaya karapan sapi dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tradisi karapan sapi merupakan budaya yang mengungkapkan jati diri masyarakat Madura sesuai gambaran dalam cerpen Sapi-Sapi Karapan. Tradisi tersebut patut dilestarikan, namun dengan beberapa catatan yang akan dibahas pada penelitian ini.
This study discusses the local color of the karapan sapi cultural tradition in Madura. The corpus of this research is the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi. This study aims to (1) describes the karapan sapi in the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi to become the cultural identity of the Madurese community, (2) reveal the local color and uniqueness that occurs in the short story Sapi-Sapi Karapan by Zainal A. Hanafi, and (3) explains the cultural and economic aspects of the main character influencing local colors so that cultural transformation occurs and finds solutions to existing problems. This study used a combined research method, namely qualitative and descriptive. This study used library research. The theory used comes from several experts in the form of internal structure (intrinsic), namely characterization and setting; the external structure (extrinsic) of local colors and intertextual studies as a medium to study local colors in the form of cultural identity, namely karapan sapi in Madura in cultural and economic aspects and their relationship so that there is a cultural transformation of karapan sapi in the short story Sapi-Sapi Karapan. Based on the results of the study, it can be concluded that the karapan sapi tradition is a culture that expresses the identity of the Madurese community according to the description in the short story Sapi-Sapi Karapan. This tradition should be preserved, but with some notes that will be discussed in this study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>