Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152694 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dafril Saaluddin
"ABSTRAK
Tumor ganas esofagus merupakan tumor ganas yang paling berbahaya, dangan angka kemungkinan hidup setelah 5 tahun kurang 5 % dari semua tumor ganas. Biaaanya gejala timbul setelah tumor berkembang menjadi stadium lanjut.
Mengingat hal tersebut di atas, penulis mencoba meneliti tentang penatalaksanaan tumor ganas esofagus yang telah dilakukan di FKUI/RSCM. Semoga dengan penelitian ini dapat dipakai untuk menyempurnakan penatalaksanaan tumor ganas esofagus di FKUI/RSCH ini.
Bahan yang diteliti diambil dari semua penderita tumor ganas esofagus yang datang berobat ke FKUI/RSGM dari Januari 1983 sampai dengan Juni 1985. Data-data diambil dari Bagian THT Subbagian Endoskopi FKUI/RSCM, Bagian Bedah Subbagian Bedah Digestif, Bagian Penyakit Dalam Subbagian Gastroenterologi, Bagian Radiologi Subbagian Radioterapi dan Bagian Patologi Anatomik yang merupakan anggota Kelompok Studi Khusus Esofagua FKUI/RSCM.
Dengan menganalisa data-data tersebut diharapkan akan didapatkan data yang lebih lengkap, sehingga dapat saling mengisi bila ada kekurangan-kekurangan, dan sebagai kontrol bila salah satu sumber data tidak ada lagi. Dari sumber data tersebut didapatkad tentang umur penderita, jenis kelamin, gejala-gejala atau keluhan penderita, gambaran radiologik, bentuk kelainan secara esofagoskopik, lokasi tumor, jenis tumor serta pengobatan dan penatalaksanaannya.

"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tumor campur pada kelenjar liur dan kulit umum terjadi, tetapi sangat jarang pada jaringan lunak. Pada kelenjar liur umumnya tumor ini bersifat jinak dan hanya sedikit yang menjadi ganas.
Dilaporkan 3 kasus yang tidak lazim yaitu tumor campur ganas jaringan lunak. Penderita tumor tersebut adalah dua orang laki-laki dewasa dan satu anak perempuan. Usia pada waktu diagnosis berkisar antara 6 - 67 tahun. Tumor berasal dari subfasial paha kanan, subkutan punggung dan bahu kiri. Pada semua kasus terdapat benjolan dengan atau tanpa rasa sakit.
Secara makroskopik 2 dari 3 kasus tumor berbatas tegas yang pada pemotongan berwarna abu-abu kecoklatan dan bermusin. Gambaran morfologi utama yaitu sel-sel tumor epiteloid membentuk sarang, pita atau duktulus dengan / tanpa sarang sel spindel di dalam stroma hialin atau miksoid. Osifikasi dapat ditemukan pada satu kasus. Aktifitas mitosis pada semua kasus lebih dari 2 mitosis per 10 lapang pandang besar.
Semua kasus memperlihatkan hasil positif pada pewarnaan alcian blue. Dengan pewarnaan imunohistokomia AE 1/AE3, S 100, vimentin, EMA, SMA dan MSA memperlihatkan hasil bervariasi.
Sampai saat ini belum ada data kekambuhan pasien - pasien ini."
MPIAPI 14:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Cecilia Sarita
"ABSTRAK
Latar belakang Fine Needle Aspiration Cytology FNAC adalah teknik yang cepat murah dengan komplikasi yang minimal untuk mendiagnosis tumor tulang FNAC memiliki kapasitas untuk membedakan lesi jinak dan ganas Namun masih banyak kontroversi tentang penggunaan FNAC sebagai salah satu alat diagnostik tumor tulang seperti keterbatasan FNAC di sisi teknik dan cara interpretasi Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi akurasi FNAC sebagai salah satu prosedur preoperasi diagnosis tumor tulang Metode Sampel diambil dari arsip rekam medis pasien curiga tumor tulang yang diperiksa dengan FNAC dan histopatologi di Departemen Patologi Anatomi FKUI RSCM dari tahun 2011 sampai 2014 Uji diagnostik dilakukan untuk mengetahui sensitivitas spesifisitas PPV NPV dan akurasi dari FNAC Hasil Terdapat 78 pasien kasus curiga tumor tulang yang diperiksa dengan FNAC dan Histopatologi di Departemen Patologi Anatomi FKUI RSCM pada tahun 2011 ndash 2014 Empat puluh sembilan kasus dilaporkan tumor tulang ganas dengan 5 kasus diskrepansi subtipe ganas dan 20 kasus tumor tulang jinak dengan 1 kasus diskrepansi subtype jinak Selain itu terdapat 8 kasus negatif semu dan 1 kasus positif semu Secara keseluruhan hasil yang didapatkan adalah sensitivitas 86 spesifisitas 95 2 PPV 98 NPV 71 4 dan akurasi sebesar 88 5 Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa FNAC memiliki kualitas yang baik untuk mendiagnosis tumor tulang dibuktikan dengan tingginya angka sensitivitas dan spesifisitas 86 dan 95 2 FNAC dapat memberikan diagnosis yang akurat jika diikuti dengan pengambilan spesimen yang baik data klinis dan radiologi yang lengkap

ABSTRACT
Background Fine Needle Aspiration Cytology FNAC is a rapid inexpensive minimum invasive technique with less complication in diagnosing bone neoplasm FNAC is able to differentiate between neoplasm and non neoplasm cases However there are still many controversies regarding the usage of FNAC as a diagnostic approach of bone neoplasm such as the limitations of FNAC technique and interpretation This research aims to evaluate the accuracy of FNAC as one of diagnostic approach in preoperative or diagnosing bone neoplasm Method Samples were obtained from archives of medical records data of patients who clinically suspected of bone neoplasm and undergo FNAC Histopathology in Anatomical Pathology Department FKUI RSCM from 2011 to 2014 Following this the diagnostic test will be conducted in order to obtain the sensitivity specificity PPV NPV and accuracy of FNAC Results There are 78 patients of bone neoplasm were undergo Fine Needle Aspiration Cytology and Histopathology examination from the archives Anatomical Pathology Department in 2011 to 2014 Forty nine cases were reported as malignant bone neoplasm with 5 discrepancy type and 20 cases were benign with 1 discrepancy type Furthermore there were 8 false negative cases and 1 false positive case The sensitivity specificity positive predictive value PPV negative predictive value NPV accuracy were 86 95 2 98 71 4 and 88 5 respectively Conclusions FNAC shows a good quality as one of diagnostic approach in bone neoplasm as can be seen in a high sensitivity and specificity 86 and 95 2 in this study FNAC of bone neoplasm might give a highly accurate diagnosis if accompanied by a high quality of technique sampling adequate specimen clinical and radiologic assistance "
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hubertus Hosti Hayuanta
"Pasien sirosis hati perlu dievaluasi secara berkala untuk menentukan adanya varises esofagus (VE) dan ukurannya (besar atau kecil), karena VE besar membutuhkan penatalaksanaan yang lebih agresif. Evaluasi ini dilakukan dengan endoskopi yang tidak selalu ada, invasif, dan berbiaya tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemeriksaan yang non invasif, lebih murah, dan lebih mudah diakses untuk menentukan besarnya VE. Parameter yang diteliti adalah hitung trombosit, prothrombin time (PT), kadar albumin, dan bilirubin. Desain penelitian adalah potong lintang dengan 64 subjek, terdiri atas 24 pasien sirosis hati dengan VE besar dan 40 tanpa VE besar.
Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna pada hitung trombosit, PT, dan kadar albumin antara kedua kelompok, sedangkan kadar bilirubin tidak memberikan perbedaan yang bermakna. Untuk parameter hitung trombosit didapatkan besar area under the curve untuk memprediksi VE besar sebesar 80,9%, dengan cutoff 89,5 x 103/μL didapatkan sensitivitas 79,2% dan spesifisitas 75,0%; PT 68,4%, dengan cutoff 14,05 detik didapatkan sensitivitas 70,8% dan spesifisitas 67,5%; kadar albumin 76,6%, dengan cutoff 3,275 g/dL didapatkan sensitivitas 70,8% dan spesifisitas 75,0%. Model prediksi sirosis hati dengan VE besar adalah P = 1/(1 + Exp-Logit (y)) dengan Logit (y) = 11,989 ? 0,026 x hitung trombosit ? 2,243 x kadar albumin - 0,184 x PT.

Patients with liver cirrhosis require periodic evaluation to determine the presence and size of esophageal varices (EV), because the large ones demand more aggressive management. Evaluation is done using endoscopy, which is not always available, invasive, and costly. This study aims to acquire tests that are noninvasive, cheaper, and more accessible to determine the size of EV. Studied parameters were platelet count, prothrombin time (PT), albumin, and bilirubin level. The study design was cross sectional with 64 subjects, consisted of 24 liver cirrhotic patients with large VE and 40 without.
This study found significant difference in platelet count, PT, and albumin level between both groups, while bilirubin level was not. The size of area under the curve for platelet count to predict large VE was 80.9%, cutoff 89.5 x 103/μL (sensitivity 79.2%, specificity 75.0%), PT 68.4%, cutoff 14.05 seconds (sensitivity 70.8%, specificity 67.5%), and albumin level 76.6%, cutoff 3.275 g/dL (sensitivity 70.8%, specificity 75.0%). Prediction model for liver cirrhosis with large VE was P = 1/(1 + Exp-Logit (y)) with Logit (y) = 11.989 ? 0.026 x platelet count ? 2.243 x albumin level - 0.184 x PT.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Billy Stinggo Paskharan
"Latar Belakang: Pecahnya varises esofagus (EV) tetap menjadi salah satu komplikasi sirosis yang paling parah. Sebagai gold standard untuk memprediksi kecelakaan ini, Esophagogastroduodenoscopy (EGD) sendiri juga memiliki kelemahan. Tidak semua pasien nyaman dan mau menerima modalitas ini dalam praktik klinis terlepas dari risiko dan beban biaya. Oleh karena itu, pencarian modalitas noninvasif lain yang nyaman tetapi dengan akurasi tinggi masih perlu dipelajari. Diantaranya, Pengukuran Kekakuan Limpa (SSM), Pengukuran Kekakuan Hati (LSM), dan skor Aspartate Amino Transferase to Platelet Ratio Index (APRI) menjadi populer dan dipelajari secara intensif di banyak pusat dengan akurasi yang baik, tetapi hasilnya tetap bertentangan di beberapa penelitian.

Tujuan : Mengetahui kinerja skor SSM, LSM, APRI, dan kombinasinya untuk memprediksi EV pada pasien sirosis hati.

Metode : Sebanyak 141 pasien sirosis hati yang menjalani endoskopi, SSM, LSM, dan perhitungan skor APRI antara Januari 2023 dan Maret 2023. Analisa diagnostik dinilai menggunakan area di bawah kurva penerima-operator (AUC) untuk mengukur dan membandingkan kinerja setiap pengukuran dan kombinasi untuk memprediksi EV dan untuk mendapatkan nilai prediksi optimal yang sesuai. Pengukuran elastografi transien (TE) dilakukan menggunakan fibroscan khusus limpa dengan probe 100 hz.

 

Hasil : Dari 141 pasien, etiologi terbanyak adalah hepatitis B sebanyak 71 pasien (50,4%). Varises esofagus ditemukan pada 116 pasien (86,3%). Dengan menggunakan area under receiver, SSM pada titik potong 40,1 kPa memiliki kinerja terbaik untuk memprediksi EV pada sirosis dengan AUC 0,892 (sensitivitas 88,79%, spesifisitas 80%), diikuti oleh LSM pada titik potong  10,2 kPa dengan AUC 0,832 (sensitivitas 90,52%, spesifisitas 60%), dan skor APRI pada titik potong 0,72 memiliki AUC terendah antara lain 0,780 (sensitivitas 77,59%, spesifisitas 80%). Kombinasi ketiga pemerikssan tidak menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan SSM secara tunggal dengan AUC 0,892.

 

Kesimpulan : SSM memberikan kinerja yang lebih baik daripada skor LSM dan APRI untuk memprediksi EV.


Background: Esophageal varices (EV) rupture remains one of the most severe complications of cirrhosis. As a gold standard to predict this accident, Esophagogastroduodenoscopy (EGD) itself also has a weakness. Not all patients are convenient and willing to accept this modality in clinical practice apart from the risk and cost burden. Hence, the search for other noninvasive modalities that are convenient but with high accuracy is still noteworthy to be studied. Among them, Spleen Stiffness Measurement (SSM), Liver Stiffness Measurement (LSM), and the Aspartate Amino Transferase to Platelet Ratio Index (APRI) score become popular and intensively studied in many centers with good accuracy, but the results remain conflicting in some studies.

 

Objective: To investigate the performance of SSM, LSM, APRI score, and their combination for predicting EV in liver cirrhosis patients.

 

Methods: A total of 141 patients with liver cirrhosis who had undergone endoscopy, SSM, LSM, and APRI score calculation between January 2023 and March 2023 were enrolled. Diagnostic applicability was assessed by the area under the receiver-operator curve (AUC) to measure and compare the performance of each measurement and combination for predicting EV and to obtain the corresponding optimal prediction value. Transient elastography (TE) measurement was done using spleen-dedicated fibroscan with a 100 Hz probe.

 

Results: Of the 141 patients, the most common etiology was hepatitis B 71 patients (50,4%). Esophageal varices were found in 116 patients (86,3%). Using area under receiver, SSM at cut-off 40,1 kPa had the best performance for predicting EV in cirrhosis with AUC 0,892 (sensitivity 88,79%, specificity 80%), followed by LSM at cut-off 10,2 kPa with AUC 0,832 (sensitivity 90,52%, specificity 60%), and APRI score at cut-off 0,72 had the lowest AUC among others 0,780 (sensitivity 77,59%, specificity 80%). The combination of all measurement tools did not show better performance than SSM alone with AUC 0,892.

 

Conclusion: SSM provides better performance than LSM and APRI score for predicting EV"

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Prihatini,author
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Sonang Veronika
"Varises esofagus (VE) merupakan salah satu komplikasi hipertensi vena porta yang serius. Pemanfaatan teknologi informasi dalam pelayanan keperawatan dapat membantu memonitor kondisi klien sirosis hepatis setelah perawatan di Rumah Sakit. Meskipun sebagian edukasi diterima dengan baik, seringkali edukasi yang diberikan kurang optimal, khususnya pada pasien berobat jalan di poliklinik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas edukasi melalui WebApps pencegahan perdarahan berulang varises esofagus terhadap pengetahuan pasien sirosis hepatis di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Metode penelitian ini menggunakan Kuasi Eksperimen dengan Nonequivalent Kontrol Group Design. Sample dipilih secara purposive sebanyak 132 responden dengan 66 pada kelompok kontrol dan 66 pada kelompok intervensi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara kelompok usia, jenis kelamin, pekerjaan, dengan pengetahuan (p>0,05). Lama rawat (0,05). Pendidikan (rendah, menengah, tinggi) tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam nilai pengetahuan pre-test dan post-test pada kelompok intervensi. Meskipun terdapat variasi, nilai pre-test dan post-test pada semua tingkat pendidikan tidak berbeda secara signifikan. Kesimpulan penelitian ini bahwa karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan tidak berhubungan signifikan dengan pengetahuan, meskipun pendidikan sedikit memiliki variasi nilai, namun tidak signifikan. Sedangkan lama rawat hanya signifikan pada pengetahuan pretest.

Esophageal varices (VE) is one of the serious complications of portal vein hypertension. Utilization of information technology in nursing services can help monitor the condition of hepatic cirrhosis clients after hospitalization. Although some education is well received, often the education provided is not optimal, especially for outpatients at the polyclinic. This study aims to analyze the effectiveness of education through WebApps to prevent recurrent bleeding of esophageal varices on the knowledge of patients with hepatic cirrhosis at Dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital. This research method uses Quasi Experiment with Nonequivalent Kontrol Group Design. The sample was purposively selected as many as 132 respondents with 66 in the kontrol group and 66 in the intervention group. The results showed no significant relationship between age group, gender, occupation, and knowledge (p>0.05). Length of stay (0.05). Education (low, middle, high) showed no significant difference in pre-test and post-test knowledge scores in the intervention group. Despite the variation, the pre-test and post-test scores at all education levels were not significantly different. The conclusion of this study is that the characteristics of respondents such as age, gender, occupation are not significantly related to knowledge, although education has a slight variation in value, but not significant. While the length of hospitalization is only significant in pre-test knowledge."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"CT scan dapat memberikan penderajatan (staging) dari suatu keganasan di sinus secara lebih baik. CT akan memperlihatkan dengan jelas batas-batas invasi tumor ke orbita dan retroorbita, lamina kribrosa, atap etmoid, planum sfenoid dan dapat
dipakai sebagai modalitas untuk menilai basis kranii dan perluasan ke intrakranial 7. Demikian jugs terhadap tumor-tumor ganas yang dilakukan pengobatan dengan radioterapi 8,9,10. Oleh sebab itu CT scan merupakan sumber informasi penting
bagi ahli bedah, dan menjadi suatu pemeriksaan yang dominan untuk penilaian pra dan pasca bedah.
Di Bagian THT FKUI/ RSCM Jakarta, CT scan telah cukup lama dipakai sebagai alat penunjang diagnostik tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Berdasarkan-hal tersebut di atas, dan ditunjang dengan cukup banyaknya materi yang dapat diteliti, membuat penulis tertarik untuk mengemukakan peranan CT scan dalam menunjang
diagnosis dan penatalaksanaan terhadap tumor ganas hidung dan sinus paranasal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahadiani
"ABSTRAK
Latar Belakang :Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan salah satu kanker tersering di dunia
dan menjadi beban kesehatan global. KKR dapat muncul melalui 4 jalur patogenenis yang
berbeda, salah satu di antaranya adalah serrated pathway. Pengaktifan jalur ini mengakibatkan
perubahan progresif lesi-lesi prekursor seperti polip serrated, termasuk di dalamnya sessile
serrated adenoma (SSA) dan tradisional serrated adenoma (TSA), menjadi karsinoma,
diantaranya adenokarsinoma serrated (AS). AS diduga memberikan prognosis yang buruk
terhadap pengobatan. Gambaran histomorfologi adenokarsinoma serrated lebih banyak
didasarkan pada kemiripan dengan lesi prekursor SSA atau TSA, sehingga sulit dikenali.
Penelitian ini bertujuan mengetahui persentasi AS diantara kasus KKR di Departemen Patologi
Anatomik FKUI/RSCM, dan mengetahui gambaran histomorfologi yang bermakna dalam
menandakan AS.
Bahan dan Metode :Dilakukan review slide dari kasus-kasus KKR yang tercatat di arsip
Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM. Penilaian histomorfologi dilakukan berdasarkan
kriteria yang diajukan oleh Tuppurainen et al, meliputi epithelial serration, sitoplasma
eosinofilik, inti vesikuler, anak inti nyata, nekrosis, produksi musin, dan adanya cell balls. Kasus
dikategotikan ke dalam ?Pasti? dan ?Samar? AS, serta ?Klasik?. Dilakukan juga penilaian faktor
prognostik, berupa invasi limfovaskular, invasi perineural, infiltrasi limfosit, dan tumor budding.
Hasil :Didapatkan 41 kasus (35%) tergolong kategori ?Pasti? AS, 11 kasus (9.4%) tergolong
?Samar? AS, dan sisanya sebanyak 65 kasus (55.6%) tergolong kategori adenokarsinoma
?Klasik?. Didapatkan pula bahwa kriteria histomorfologi yang dapat dijadikan penanda serrated
adalah epithelial serration (p=0.029), anak inti nyata (p=0.041), dan nekrosis <10% (p=0.014).
Selain itu, didapatkan pula bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan morfologi serrated
adalah yaitu lokasi tumor (p=0.010), infiltrasi limfosit (p=0.000), dan tumor budding (p=0.012).
Kesimpulan :Adenokarsinoma serrated ditemukan 35% dari kasus-kasus adenokarsinoma kolon
di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM. Gambaran histomorfologi yang menandakan
adenokarsinoma serrated adalah adanya epithelial serration, anak inti nyata, dan nekrosis yang
sedikit.
Kata Kunci :Adenokarsinoma serrated, serrated pathway, histomorfologi, karsinoma
kolorektal.

ABSTRACT
Background: Colorectal carcinoma (CRC) is one of the most common cancers in the world and
become a global health burden nowadays. CRC may arise through 4 different pathways, one of
which is serrated pathway. Activation of this pathway results in progressive changes of precursor
lesions such as sessile serrated adenomas (SSA) and traditional serrated adenomas (TSA), into
carcinoma. One type of carcinomais serrated adenocarcinoma (SA), in which known to give a
poor prognosis to patient. Histomorphology overview shows that SA has similarity with SSA or
TSA, making it difficult to recognize. This study aims to determine the percentage of the SA
among cases of CRC in Department of Anatomical Pathology Faculty of Medicine Universitas
Indonesia/Cipto Mangunkusumo Hospital, and to know histomorphological features that are
meaningful in indicating SA.
Materials and Methods: CRC cases were collected from archive, and review slide was
conducted using morphological criteria proposed by Tuppurainen et al. This criteria includes
epithelial serration, eosinophilic cytoplasm, vesicular nuclei, prominent nucleolei, necrosis,
mucin production, and cell balls. Case were categorized into the "Definite" and "Pausy" SA, as
well as the "Classic". Assessment of prognostic factors, such as limfovascular invasion,
perineural invasion, infiltration of lymphocytes and tumor budding, were also conducted.
Results: There were 41 cases (35%) belong to the category of "Definite" SA, 11 cases (9.4%)
classified as "Pausy? SA, and 65 cases (55.6%) belong to the category of "Classic"
adenocarcinoma. Histomorphological analysis found that criteria showing significancy to SA
were epithelial serration (p = 0.029), prominent nucleolei (p = 0.041), and necrosis <10% (p =
0.014). Several factors showed relation to serrated morphology were location of the tumor (p =
0.010), infiltration of lymphocytes (p = 0.000), and tumor budding (p = 0.012).
Conclusion: Serrated adenocarcinoma were found approximately 35% among cases of colorectal
adenocarcinoma in the Department of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine
/CiptoMangunkusumo Hospital. Histomorpoholigical features that indicates SA includes
epithelial serration, prominent nucleolei, and scanty necrosis.
Keywords: Serrated adenocarcinoma, serrated pathway, histomorphological features, colorectal
carcinoma"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dogma Handal
"Pendahuluan. Esofagektomi merupakan tata laksana pembedahan standar bagi pasien kanker esofagus resektabel. Namun, angka kesembuhan tindakan ini hanya berkisar antara 25 - 35% dan dihubungkan dengan seriusnya risiko komplikasi pascabedah. Pasien pascaesofagektomi diketahui mengalami penurunan kualitas hidup, tetapi belum ada penelitiannya di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas hidup pasien pascaesofagektomi pada populasi pasien di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode. Penelitian ini merupakan kohort retrospektif dengan menggunakan instrumen yang dikeluarkan oleh European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC), yaitu modul khusus kanker esofagus EORTC-QLQ-OES18 dan core questionnaire C30. Populasinya adalah pasien pascaesofagektomi periode 2015—2021 di RSCM.
Hasil. Sebanyak 35 subjek dilakukan esofagektomi dan rekonstruksi pascaesofagektomi. Terdiri dari laki-laki 62,9% dan perempuan 37,1%. Rerata usia adalah 43,8 tahun (SB: 13,1). Median kualitas hidup (global health) dari semua subjek adalah 83,3 (IQR: 25,0). Item pertanyaan skala fungsional terhadap keseluruhan subjek yang memiliki skor paling rendah adalah cognitive functioning (CF). Sedangkan berdasarkan item pertanyaan skala gejala terhadap keseluruhan subjek yang memiliki skor paling tinggi, yaitu nausea and vomiting (NV), pain (PA), dysphagia (OESDYS), eating (OESEAT), choking (OESCH), dan coughing (OESCO).
Kesimpulan. Kualitas hidup pasien pascaesofagektomi di RSCM berdasarkan kuesioner EORTC-QLQ-C30 dan OES18 secara keseluruhan tergolong baik. Faktor prognostik yang berhubungan dengan penurunan kualitas hidup sebaiknya lebih diedukasi ke pasien dan dilakukan upaya persiapan sejak sebelum tindakan esofagektomi dikerjakan sehingga dapat memaksimalkan kualitas hidup pascaoperasi.

Introduction. Esophagectomy is the standard surgical treatment for resectable esophageal cancer patients. However, the success rate for this procedure was about 25—35% and was associated with a severe risk of postoperative complications. Patients after esophagectomy have decreased their quality of life (QOL), but no research has been done in Indonesia. This study was conducted to determine the quality of life after esophagectomy in Indonesia based on the patient population at Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital (CMGH).
Method. A retrospective study was conducted using quality of life instruments issued by the European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC). It consists of the module for esophageal cancer EORTC-QLQ-OES18 and the core questionnaire C30. Subjects were patients after esophagectomy in 2015—2021 at CMGH.
Results. About 35 subjects underwent esophagectomy and followed by reconstruction, which comprised 62.9% male and 37.1% female. The mean age was 43.8 years (SD: 13.1 years). All subjects' median global health was 83.3 (IQR: 25.0). The overall functional scale question item with the lowest score was cognitive functioning (CF) 66.7 (IQR: 50.0). Meanwhile, based on the question items on the overall symptom scale, the worst scores were nausea and vomiting (NV) 16.7 (IQR: 50.0), pain (PA) 16.7 (IQR: 33.3), dysphagia (OESDYS) 33.3 (IQR: 33.3), eating (OESEAT) 34.5 (IQR: 23.9), choking (OESCH) 33.3 (IQR: 33.3), and coughing (OESCO) 33.3 (IQR: 33.3).
Conclusion. The overall QOL after esophagectomy at CMGH based on the EORTC-QLQ-C30 and OES18 questionnaires was good. Prognostic factors associated with decreased quality of life should be better educated to patients and prepared well before the esophagectomy procedure, thus maximizing quality of life after esophagectomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>