Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180122 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfian
"CT scan dapat memberikan penderajatan (staging) dari suatu keganasan di sinus secara lebih baik. CT akan memperlihatkan dengan jelas batas-batas invasi tumor ke orbita dan retroorbita, lamina kribrosa, atap etmoid, planum sfenoid dan dapat
dipakai sebagai modalitas untuk menilai basis kranii dan perluasan ke intrakranial 7. Demikian jugs terhadap tumor-tumor ganas yang dilakukan pengobatan dengan radioterapi 8,9,10. Oleh sebab itu CT scan merupakan sumber informasi penting
bagi ahli bedah, dan menjadi suatu pemeriksaan yang dominan untuk penilaian pra dan pasca bedah.
Di Bagian THT FKUI/ RSCM Jakarta, CT scan telah cukup lama dipakai sebagai alat penunjang diagnostik tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Berdasarkan-hal tersebut di atas, dan ditunjang dengan cukup banyaknya materi yang dapat diteliti, membuat penulis tertarik untuk mengemukakan peranan CT scan dalam menunjang
diagnosis dan penatalaksanaan terhadap tumor ganas hidung dan sinus paranasal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurizka Sabrina
"Memberikan pelayanan medis terbaik dimana pasien dapat mendapatkan pelayanan cepat, tepat dan nyaman. Serta fasilitas, sistem pelayanan rumah sakit mengikuti perkembangan teknologi terbaru sebagai faktor kebutuhan. Jenis Penelitian Kualitatif. Arah penelitian mengenai kelayakan pengadaan alat CT Scan dianalisa dari beberapa aspek seperti Hukum, Pasar, Teknis Teknologi, Manajemen Organisasi, Keuangan. Dari kelima aspek dianalisis apakah dapat memenuhi terselenggaranya pengadaan alat.
Hasil analisa didapatkan kelayakan pengadaan alat CT Scan. Dari kelima aspek didapatkan pengadaan alat CT Scan RS Hermina Palembang layak untuk diadakan. Pada pelaksanaannya, analisa ini dapat membantu untuk membuat perencanaan yang baik, guna mendukung kegiatan rumah sakit, agar bisa berjalan tepat sasaran.

Providing good services where patients get services quickly, accurately and comfortably during treatment. And facilities, hospital services system to keep track of the latest technology as a factor requirement. It is a qualititative research. Focus on using regarding the feasibility of CT Scan equipment procurement analyzed from several aspects such as Law, Markets, Technologies Technical, Organizational Management, Financial. The five aspects analyzed whether can meet the procurement implementation.
The study result indicate that Feasibility analysis results obtained CT Scan equipment procurement. The fifth aspect of the procurement of CT scans obtained Hermina Hospital Palembang deserves to be held. In practice, this analysis can help to make a good plan, in order to support the activities of the hospital."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samsun
"Perkiraan nilai dosis yang diterima pasien ( CTDI ) yang langsung ditampilkan pada monitor CT setiap selesai pemeriksaan akan diketahui ketepatan nilainya dengan pengukuran langsung menggunakan pencil ion chamber dan pengukuran tidak langsung menggunakan TLD (Thermolumescence Dosimeter ) yang ditempatkan pada objek phantom dan dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang telah ditetapkan, sehingga diharapkan mendapatkan informasi nilai dosis yang sebenarnya.
Analisis variasi parameter kV, mAs, dan pitch untuk menentukan berapa rentang nilai parameter optimum untuk mendapatkan nilai dosis pasien (CTDI/mAs) yang minimum namun tidak mengesampingkan kualitas pencitraan hasil CT. Scan yang baik guna menunjang diagnosa, pengukuran langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan fantom kepala dan perut.
Pengukuran tidak langsung dengan menggunakan TLD (Thermolumescence Dosimeter ) pada menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan pengukuran langsung dengan menggunakan pencil ion chamber, dapat ditunjukkan dengan hubungan sifat kelinearan antara pitch dan dosis (CTDI/mAs).

An estimation dose (CTDI) received by the patient which is directly displayed on the CT monitor on every examination will be able to known it?s precisien by direct measurement using pencil ion chamber and the indirect measurement using TLD placed on the object (phantom) and compared with the value of dose reference, so the real dose rate will be known.
The variant analysis of kV, mAs and pitch parameters to justify the range of optimal parameter value, it is used to get the minimum patient dose rate (CTDI/mAs) while the image quality for supporting the diagnose still on the right value, directly or not directly using head and abdomen phantom.
Indirect measurement using TLD show unsignificant result if compared with the ion chamber. This value is shown by a relative variant parameter using stright pitch and dose ( CTDI/mAs).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21548
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Ferdinan Manuel
"X-ray computed tomography (CT) has been playing an important role in current medical practice for diagnostic procedure. Beside its delicate technology, the 'hidden' software of CT image reconstruction has contributed almost half of total cost of a CT-scanner unit. Since Algebraic Reconstruction Technique (ART) is a basic to understand an iterative method of CT image reconstruction algortihm, and since it is difficult to find a clear description of fan beam ART algorithm in university literatures, it is important to develop an own algorithm and to begin a basic systematic research of this iterative method. After a long term of trial and error work, the research had succeded in developing an ART algorithm for third generation CT image reconstruction. By comparing the result of the research with more popular technique like Filtered Back Projection (FBP), the algorithm has been proved applicable to reconstruct a low dimension object matrix (32x32 and 64x64). By the resulted computer program, then basically a simple and low cost third generation CT-scanner can be designed for medical physics or biomedical imaging research. Finding a way of shortening the massive number of iterations process then, will be able to open the possibility of using the software for higher object matrix dimensions."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21394
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosiana Anneke Sjahruddin
"Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral pembangunan nasional, dengan sendirinya diarahkan untuk mendukung terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan tersebut dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan, yang bertujuan untuk membawa umat manusia kearah tujuan yang ingin dicapai tersebut. Salah satu wujud nyata dari pembangunan dibidang kesehatan saat ini yaitu kemampuan para ahli menegakkan diagnosa dengan cepat dan tepat. Keadaan seperti ini tak akan mungkin dicapai tanpa ditunjang oleh sarana yang memadai yaitu dengan ditemukannya alat-alat canggih serta kemampuan dalam menggunakannya.
Dibidang radiologi penggunaan alat tomografi terkomputer sudah dikenal sejak awal tahun 1980-an yang mana pada saat itu pemakaiannya terbatas pada kasus-kasus cedera kepala, tetapi dengan makin berkembangnya pengetahuan para pakar, radiologi maka pemanfaatan alat canggih ini sudah makin luas yaitu untuk kasus-kasus tumor jinak maupun ganas. Untuk ilmu kedokteran mata alat penunjang diagnostik yang canggih seperti tomografi terkomputer ini sangat membantu karena dengan alat itu dapat terlihat dengan jelas seluruh jaringan lunak orbita dan tulang-tulangnya sekalipun.
Gambaran klinis tumor orbita umumnya terdiri dari perubahan letak bola mata, gangguan visual dan gangguan pergerakan bola mata. Diagnosis dari gambaran klinis seperti ini saja sulit karena dapat juga disebabkan oleh penyakit non neoplasma. Dalam membuat diagnosis tumor orbita sering diperlukan diagnostik penunjang, seperti foto orbita baku, arteriografi ataupun ultrasonografi.
Tetapi dengan tomografi terkomputer diperoleh kesehatan nilai akurasi sampai sekitar 80-85 %, hal ini dapat dicapai, oleh karena dengan pemeriksaan tomografi terkomputer tampak perbedaan densitas jaringan yang rnembentuk jenis tumor tersehut. Untuk lesi yang terletak di retrobulbair dengan pemeriksaan tomografi terkomputer didapatkan nilai akurasi 99.4 %. Hasil pemeriksaan tomografi terkomputer yang negatif palsu dapat terjadi bila lesi terbatas di daerah bulbus okuli."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ristania Nodya
"Computed Tomography (CT) Scanner merupakan alat pencitraan diagnostik yang memberikan informasi citra medis untuk menunjang pengobatan pasien, namun tanpa disadari pemanfaatan radiasinya dapat menimbulkan efek negatif pada organ sensitif sekitar. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur dosis organ sensitif (mata, tiroid, dan payudara) menggunakan fantom Rando pada CT Scanner area thorax. Untuk memudahkan penelitian ini, TLD rod 100 digunakan sebagai dosimeter, dimana kV dan pitch dijadikan sebagai variasi parameter penelitian. Hasil menunjukkan bahwa nilai paparan dosis tertinggi pada tiap kualitas berkas berturut-turut dari 80, 120, dan 140 kV yaitu payudara kanan (1,72±0,34 mGy), tiroid kanan (6,25±0,16 mGy), dan payudara kiri (10,78±0,76 mGy). Pada variasi pitch nilai paparan dosis tertinggi secara berturut-turut dari 4, 6, dan 8 yaitu payudara kiri (6,19±0,02 mGy), tiroid kanan (6,25±0,16 mGy), dan payudara kanan (5,08±0,85 mGy). Dapat disimpulkan bahwa nilai dosis payudara pada CT Thorax lebih tinggi dibandingkan dengan mamografi, namun keduanya tidak melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan International Commission on Radiological Protection (ICRP) yaitu 5 Gy.

Computed Tomography (CT) Scanner is an instrument of medical imaging using radiation to support treatment for patient, but the radiation may give a negative effect around sensitive organs. The research meant to measure dose for sensitive organs at thorax area (eyes, thyroid, and breast) using CT Scanner with rando phantom as an object. To ease this experiment, TLD rod 100 used as dosimetry, which kV and pitch as a parameter variation. The result showed that the highest dose for kV variation upon each sequent beam quality from 80, 120, and 140 kV are right breast (1,72±0,34 mGy), right thyroid (6,25±0,16 mGy), and left breast (10,78±0,76 mGy). Towards pitch variation the highest exposure dose value in sequently from 4, 6, and 8 are left breast (6,19±0,02 mGy), right thyroid (6,25±0,16 mGy), and right breast (5,08±0,85 mGy). As a conclusion, the dose on breast from CT Thorax is higher than the one from mammography but both are bellow dose value limit from International Commission on Radiological Protection (ICRP) which is 5 Gy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha
"Strok atau penyakit peredaran darah otak dapat dijumpai pada semua golongan usia, namun sebagian besar akan dijumpai pada usia di atas 55 tahun (76). Penulis memberanikan diri melakukan penelitian dengan tujuan untuk menilai taraf ketepatan diagnosis secara klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) pada kasus strok non-hemoragik dengan meneliti tingkat korelasi antara gambaran CT dan gambaran klinis.
Pengetahuan mengenai taraf ketepatan pembuktian klinis terhadap strok non-hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat terbatas. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan mempunyai dampak positif terhadap masyarakat umumnya dan masyarakat yang membutuhkan pelayanan medis khususnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emidatul Manzil
"Computed Tomography Dose Index (CTDI) merupakan konsep utama dalam dosimetri CT scan. Berdasarkan rekomendasi IAEA di TRS 457, CTDI dapat diukur di udara dan di fantom khusus CTDI. Ukuran dan massa fantom cukup besar sehingga akan menyulitkan dalam mobilisasi. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran CTDI untuk mengetahui faktor fantom pesawat Siemens Sensation 64. Faktor fantom adalah perbandingan CTDIw terhadap CTDIair. Fantom yang digunakan adalah fantom berbahan polymethil methacrylic (PMMA) berdiameter 16 cm sebagai fantom kepala dan 32 cm sebagai fantom tubuh. Detektor yang digunakan adalah Xi CT Platinum dan Xi Base Unit sebagai elektrometer. Estimasi dosis efektif dihitung berdasarkan nilai CTDIair pengukuran yang dikoreksi dengan perangkat lunak ImPACT CT Dosimetry Patient Calculator version 1.0.4. Nilai faktor fantom yang diperoleh untuk fantom kepala dan tubuh secara berturut-turut ialah 0.702 dan 0.357. Estimasi dosis efektif satu fase (rata-rata ± deviasi standar) ialah: kepala rutin 2.01 ± 0.11 mSv, kepala trauma 2.53 ± 0.16 mSv, thorak 3.4 2 ± 0.79 mSv, abdomen 5.99 ± 2.16 mSv, dan pelvis 2.12 ± 0.99 mSv. Faktor konversi DLP displai scanner terhadap dosis efektif: kepala rutin 0.0021 mSv/mGy.cm, kepala trauma 0.0022 mGy.cm, thorak 0.0182 mSv/mGy.cm, abdomen 0.0151 mSv/mGy.cm, dan pelvis 0.0118 mSv/mGy.cm.

Computed Tomography Dose Index (CTDI) is primary dosimetric concept in CT scan. Based on IAEA TRS 457 recommendation, CTDI can be measured free in air and by using phantom. Phantom size and mass are huge, thus it will complicate the mobilization. This research conducted CTDI measurement to find out the Siemens Sensation 64 phantom factor. Phantom factor is a ratio between CTDIw over CTDIair. A Polymethyl Methacrylic (PMMA) phantom was used in this research, which has 16 cm of diameter for head phantom and 32 cm of diameter for body phantom. The Xi CT Platinum detector was used in this research and Xi base unit is as an electrometer. The estimation of effective dose was calculated using CTDIair value and ImPACT CT Dosimetry Patient Calculator version 1.0.4. In this research was found out that the phantom factors are 0.702 for head phantom and 0.357 for body phantom. The estimation of effective dose for one phase (mean ± standard deviation): head routine 2.01 ± 0.11 mSv, head trauma 2.53 ± 0.16 mSv, thorax 3.4 2 ± 0.79 mSv, abdomen 5.99 ± 2.16 mSv, and pelvis 2.12 ± 0.99 mSv. DLP on scanner display to effective dose conversion factors: head routine 0.0021 mSv/mGy.cm, head trauma 0.0022 mSv/mGy.cm, thorax 0.0182 mSv/mGy.cm, abdomen 0.0151 mSv/mGy.cm, and pelvis 0.0118 mSv/mGy.cm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1242
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Gusti Ayu Ari Raiasih
"Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan desain potong lintang (comparative cross sectional) yang bertujuan untuk menilai dan membandingkan ketebalan lapisan serabut saraf retina/retinal nerve fiber layer (RNFL) peripapil antara kelompok normal dan kelompok glaukoma dengan cup disk ratio (CDR) vertikal 0,4 sampai dengan 0,7 di poliklinik mata Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) kirana. Sebanyak 40 mata kelompok normal dan 34 mata kelompok glaukoma mengikuti pemeriksaan Humphrey field analyzer dan Optical Coherence Tomography (OCT). Kemudian ketebalan RNFL peripapil kelompok normal dan glaukoma dianalisis untuk mendapatkan perbandingan ketebalan RNFL peripapil antara kelompok normal dan glaukoma. Pada penelitian ini didapatkan hasil tidak ada perbedaan perubahan ketebalan lapisan serabut saraf retina peripapil seiring dengan penambahan CDR vertikal namun secara klinis ketebalan RNFL peripapil pada kelompok glaukoma lebih tipis dibandingkan kelompok normal dengan CDR vertikal yang sama kecuali pada kuadran temporal.

This was a comparative cross-sectional study. The purpose of this study was to assess and compare the peripapillary retinal nerve fiber layer (RNFL) thickness between the normal and glaucoma eyes with vertical cup disc ratio (CDR) 0.4 to 0.7 in eye clinic Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) Kirana. A total of 40 eyes of normal group and 34 eyes of glaucoma following Humphrey field analyzer examination and Optical Coherence Tomography (OCT). Peripapillary RNFL thickness between normal and glaucoma eyes were analysed and compared each other. The result of this study was no difference in changes of peripapillary RNFL along with the progression of vertical CDR but clinically, peripapillary RFNL thickness in glaucoma group is thinner than that of normal group with the same vertical CDR except in temporal quadr.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emidatul Manzil
"[ABSTRAK
Dosimetri CT scan dapat dilakukan dengan menggunakan konsep CTDI, Monte
Carlo, atau dengan pengukuran langsung dalam fantom fisis. Pengukuran
langsung menggunakan thermoluminescent dosimeter (TLD) merupakan prosedur
yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Saat ini sudah tersedia film
radiochromic yang dapat digunakan di radiologi. Pada penelitian ini dilakukan
pengukuran distribusi dosis radiasi dalam fantom Rando menggunakan film
Gafchromic XR-QA2 dan TLD. Film Gafchromic XR-QA2 dan TLD dikalibrasi
di CT scanner Siemens Sensation 64. Pengukuran distribusi dosis dengan film
dilakukan pada faktor pitch 0.8, 1.0, dan 1.4. Film Gafchromic XR-QA2
disisipkan diantara slab 22-23 (Film A), 23-24 (Film B), dan slab 24-25 (Film C).
Pengukuran distribusi dosis dengan TLD dilakukan dalam slab nomor 23 dengan
faktor pitch 1.4. Film Gafchromic XR-QA2 yang telah dieksposi dipindai dengan
flatbed scanner Epson Perfection V700 Photo. Dosis serap tulang belakang pada
Film A, Film B, dan Film C yang dieksposi dengan faktor pitch 1.4 secara
berturut-turut adalah 2.0 mGy, 1.9 mGy, dan 2.2 mGy. Berdasarkan profil dosis,
rata-rata dosis serap pada film yang dieksposi dengan faktor pitch 1.0 dan 1.4
secara berturut-turut adalah 8% dan 24% lebih tinggi dibanding rata-rata dosis
serap pada film yang dieksposi dengan faktor pitch 0.8. Rentang dosis hasil
pengukuran dengan TLD adalah (1.9 ± 0.1) – (2.3 ± 0.2) mGy dan rentang dosis
hasil pengukuran dengan film Gafchromic XR-QA2 adalah 1.8 – 2.3 mGy dengan
perbedaan maksimum 10.6%. Perbedaan tersebut masih berada dalam rentang
keakurasian TLD yaitu < 15%. Berdasarkan hasil tersebut, film Gafchromic XRQA2
dapat digunakan untuk pengukuran dosis CT scan selanjutnya.

ABSTRACT
Computed tomography (CT) dosimetry can be approached by using CTDI
method, Monte Carlo computer technique, and direct measurement within
physical phantom. Direct measurement using thermoluminescent dosimeters
(TLDs) is a laborious procedure. Radiochromic film for radiology application was
available. In this study, dose distribution within adult anthropomorphic physical
phantom was measured using TLD and Gafchromic XR-QA2 film. TLD and
Gafchromic XR-QA2 film was calibrated on CT scanner Siemens Sensation 64.
Gafchromic XR-QA2 film was sandwiched between slab Rando phantom number
22-23 (Film A), 23-24 (Film B), and 24-25 (Film C). Pitch factor 0.8, 1.0, and 1.4
were used. TLDs were placed at the holes in the slab number 23 of
anthropomorphic phantom. TLDs were scanned using pitch factor 1.4. After
exposure, Gafchromic XR-QA2 film was digitized using Epson Perfection V700
Photo flatbed scanner. Absorbed dose at vertebra on Film A, Film B, and Film C
which exposed by using pitch 1.4 respectively were 2.0 mGy, 1.9 mGy, and 2.2
mGy. Based on dose profile, average dose of XR-QA2 film which exposed by
using pitch 1.0 and 1.4 respectively were 8% and 24% higher than average dose of
XR-QA2 film which exposed by pitch 0.8. TLDs dose range were (1.9 ± 0.1) –
(2.3 ± 0.2) mGy and Gafchromic XR-QA2 film dose range were 1.8 – 2.3 mGy
with maximum difference 10.6%. The difference is still within the range of TLD
accuracy, < 15%. Based on this result, Gafchromic XR-QA2 film can be used to
measure CT dose, Computed tomography (CT) dosimetry can be approached by using CTDI
method, Monte Carlo computer technique, and direct measurement within
physical phantom. Direct measurement using thermoluminescent dosimeters
(TLDs) is a laborious procedure. Radiochromic film for radiology application was
available. In this study, dose distribution within adult anthropomorphic physical
phantom was measured using TLD and Gafchromic XR-QA2 film. TLD and
Gafchromic XR-QA2 film was calibrated on CT scanner Siemens Sensation 64.
Gafchromic XR-QA2 film was sandwiched between slab Rando phantom number
22-23 (Film A), 23-24 (Film B), and 24-25 (Film C). Pitch factor 0.8, 1.0, and 1.4
were used. TLDs were placed at the holes in the slab number 23 of
anthropomorphic phantom. TLDs were scanned using pitch factor 1.4. After
exposure, Gafchromic XR-QA2 film was digitized using Epson Perfection V700
Photo flatbed scanner. Absorbed dose at vertebra on Film A, Film B, and Film C
which exposed by using pitch 1.4 respectively were 2.0 mGy, 1.9 mGy, and 2.2
mGy. Based on dose profile, average dose of XR-QA2 film which exposed by
using pitch 1.0 and 1.4 respectively were 8% and 24% higher than average dose of
XR-QA2 film which exposed by pitch 0.8. TLDs dose range were (1.9 ± 0.1) –
(2.3 ± 0.2) mGy and Gafchromic XR-QA2 film dose range were 1.8 – 2.3 mGy
with maximum difference 10.6%. The difference is still within the range of TLD
accuracy, < 15%. Based on this result, Gafchromic XR-QA2 film can be used to
measure CT dose]"
2015
T43863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>