Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 222329 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atiek Koesrijanti
"Dokumen Agenda 21 Indonesia menyajikan informasi yang komprehensif di setiap bidang yang berkaitan dengan lingkungan dan pembangunan mulai dari permasalahan yang ada sampai dengan tugas dan fungsi para pengelola lingkungan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Kerjasama dan koordinasi yang terus menerus dari masing-masing pihak akan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan akan tanggung jawab masing-masing peran dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan Iingkungan di Indonesia.
Konsep ini dikembangkan seiring dengan perkembangan industri sebagai salah satu strategi pembangunan yang membawa dampak tersendiri terhadap masyarakat, baik secara sosial ekonomis, maupun secara fisik seperti kondisi lingkungan hidup berubah, terutama terhadap masyarakat sekitar di mana industri tersebut berada, yaitu masyarakat desa Cintamulya, Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.
Industrialisasi sebagai salah satu strategi dalam pembangunan, dilihat pada tatanan makro telah memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi sosial. Sehingga sektor industri saat ini dipercaya sebagai sektor andalan motor pertumbuhan yang menjadi orientasi pembangunan saat ini. Dipilihnya sektor industri sebagai motor pembangunan, secara otomatis melahirkan banyak kebijakan yang Iahir dengan tujuan untuk mendorong dan menciptakan iklim bagi semakin berkembangnya sektor ini.
Ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Indonesia dan peningkatan daya saing nasional guna menghadapi era globalisasi ekonomi telah mencuatkan konsep kemitraan antara usaha besar dan usaha kecil, Diharapkan kemitraan usaha dapat mengurangi berbagai inefisiensi yang terjadi akibat kesenjangan skala usaha besar-kecil. Kemitraan sendiri secara sederhana dapat digambarkan semacam persetujuan antara dua pihak yang mempunyai kebutuhan saling mengisi dan bekerja sama, demi kepentingan keduanya atas prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan tercipta karena pihak satu memerlukan sumber-sumber yang dimiliki oleh pihak lain atau pihak kedua untuk memajukan usahanya dan sebaliknya. Sumber-sumber tersebut antara lain meliputi modal, tanah, tenaga kerja, akses terhadap teknologi baru, kapasitas pengolahan, dan outlet untuk pemasaran hasil produksi.
Jadi, tujuan penyusunan Agenda 21 Indonesia digunakan sebagai salah satu referensi di dalam perencaanan pembangunan dan dengan pola kemitraan ini, makin jelas saja bahwa posisi Agenda 21 Indonesia amat penting di dalam upaya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Koesrijanti
"Masalah lingkungan hidup di masa depan semakin kompleks sehingga memerlukan upaya terpadu dan menyeluruh. Sedangkan pertumbuhan dan pembangunan masa depan, termasuk proses industrialisasi akan sangat bergantung kepada cadangan sumberdaya alam utama Indonesia (tanah, hutan, air, dan energi) dan keberlanjutan tatanan lingkungan yang kritis termasuk sumber air dan tanah di daerah perkotaan dan ekosistem pantai dan lautan di seluruh Indonesia.
Industrialisasi sebagai salah satu strategi dalam pembangunan, dilihat dari tatanan makro telah memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi nasional, sehingga sektor industri saat ini dipercaya sebagai sektor andalan motor pertumbuhan yang menjadi orientasi pembangunan saat ini.
Kendati demikian tak dapat dipungkiri bahwa seiring dengan perkembangan industri sebagai salah satu strategi pembangunan membawa dampak tersendiri terhadap masyarakat baik secara sosial, ekonomis, maupun secara fisik terutama terhadap masyarakat sekitar di mana industri tekstil itu berada, yang dalam hal ini yaitu masyarakat di Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah mengkaji keberadaan masyarakat sekitar industri tekstil di Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat mengalami kondisi lingkungan sosial ekonomi yang buruk.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data, fakta dan informasi yang sahih dan dapat dipercaya (reliable) tentang hubungan antara pembangunan industri tekstil dan lokasi geografis dengan perkembangan lingkungan sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.
Penelitian ini bersifat sebagai penelitian non eksperimental yakni metode penelitian ekspos fakto dengan pendekatan yang bersifat deskriptif analitis dibantu dengan metode survei melalui pengamatan.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Jumlah sampel sebanyak 120 responden berasal dari 25% jumlah desa di Kecamatan Cikeruh sebanyak 17 desa, dan muncul 4 desa yang dipilih secara random yaitu Desa Cisempur, Desa Cintamulya, Desa Cilayung, dan Desa Cikeruh. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Juni 2001.
Ada 2 variabel bebas yaitu pembangunan industri tekstil dan perkembangan lokasi geografis dibandingkan dengan 1 variabel terikat yaitu perkembangan lingkungan sosial ekonomi masyarakat. Instrumen penelitian di susun oleh peneliti berdasarkan deskripsi teori. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan uji khi-kuadrat (chi square test). Analisis deskriptif yaitu menyajikan data dalam bentuk tabel dan gambar sehingga data menjadi informasi yang mudah dipahami.
Uji khi-kuadrat digunakan untuk melihat hubungan antara keberadaan pabrik dengan berbagai variabel demografi, sosial ekonomi, kondisi kesehatan, pengadaan air minum dan kelembagaan. Uji khi-kuadrat digunakan karena peubah-peubah (variabel) yang diamati bersifat kategori.
Peubah kategori yaitu peubah yang nilai-nilainya hanya bersifat menggolongkan atau mengklaskan. Peubah kategori dapat dibedakan menjadi dua skala pengukuran yaitu nominal dan ordinal, contoh peubah yang berskala nominal yaitu jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) dan contoh peubah berskala ordinal yaitu tingkat pendapatan.
Hipotesis penelitian, berdasarkan deskripsi teori dapat disusun perumusan hipotesis, sebagai berikut: 1) Terdapat hubungan antara pembangunan industri tekstil dengan perkembangan lingkungan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. 2) Terdapat hubungan antara lokasi geografis dengan perkembangan lingkungan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. 3) Lokasi geografis bersama dengan pembangunan industri tekstil berhubungan erat dengan perkembangan lingkungan sosial ekonomi masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis temuan data dibuat kesimpulan penelitian. Secara umum pembangunan industri tekstil dan lokasi geografis mempengaruhi variabel terikat yaitu perkembangan lingkungan sosial ekonomi masyarakat.
Interaksi variabel pembangunan industri tekstil di suatu wilayah memberikan dampak yang nyata terhadap aspek sosial ekonomi, kesehatan masyarakat, ketersediaan air bersih, kelembagaan masyarakat, dan lokasi geografis.
Keberadaan pabrik berhubungan nyata dengan tiga indikator yang paling dominan yaitu kondisi kesehatan, kontribusi pabrik terhadap fasilitas kesehatan, dan jenis penyakit yang timbul dengan adanya pabrik.
Keberadaan pabrik berhubungan nyata dengan semua indikator pengadaan air bersih yaitu keberadaan sumber air bersih, sumber air untuk minum, sumber air untuk mandi, keadaan air minum, kontribusi pabrik terhadap fasilitas air bersih, dan bentuk kontribusi dari pabrik.
Di samping itu keberadaan pabrik berhubungan nyata dengan dua indikator dominan kelembagaan masyarakat yaitu kebersihan lingkungan dan keterlibatan dalam perkumpulan kemasyarakatan.
Sikap dan persepsi pekerja pabrik berhubungan nyata dengan hampir semua indikator sosial ekonomi yaitu manfaat keberadaan pabrik, jenis manfaat pabrik, pekerjaan pokok, dan pekerjaan ibu rumah tangga.
Jenis penyakit dan kontribusi pabrik terhadap fasilitas kesehatan berhubungan nyata dengan status pekerja atau bukan pekerja.
Keberadaan lokasi yang didukung dengan kondisi lingkungan alam berhubungan nyata dengan perkembangan industri tekstil.
Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian sebagai pengaruh bentang alam yang sangat menguntungkan, seperti lahan yang relatif datar dengan kemiringan lereng 0-15% dan adanya pendukung seperti ketersediaan sumber daya air, ketersediaan sarana dan prasarana sehingga pihak industri dapat menekan biaya operasional yang tidak kecil.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan analisis temuan data dapat ditarik kesimpulan hasil penelitian yaitu:
Keberadaan pabrik di suatu wilayah memberikan dampak yang nyata terhadap aspek sosial ekonomi, kesehatan masyarakat, ketersediaan air bersih, dan kelembagaan masyarakat, serta lokasi geografis.

The Development of Socio-Economic Community Environment (A Survay on the Relationship between Textile Industries Development and Geographical Location with the Environmental Development of Village Social Economic Community in Cikeruh Sub-District, District of Sumedang, West Java Province).Living environmental issue in future years will be more complex that needs an integrated and whole effort. While, regarding next development and growth, including industrialization, for example, will depend on major natural resources of Indonesia (lands, forests, waters, and energies), and critical environmental order continuity, including water and land resources in urban areas and coastal and marine ecosystems all over Indonesia.
From macro-order perspective, industrialization-as one of our development strategies-has made a great contribution to our national economy. Thus, the existing industry sector is believed to be a reliable growth-activating engine in our development orientation.
Nevertheless, there is not doubts to assume that as industry sector-considered one of our development strategies-grows, it will bring particular social, economical and physical effects into society, especially local population where such a textile industry located, that is Cikeruh Sub District, Sumedang Regency, West Java Province.
Formulations of research's problems development are community's textile industry in Sub-district Cikeruh, District of Sumedang, West Java Province to realize bad condition of social economic environmental.
The research is purposed, to gather reliable and valid data, fact and information on correlation between textile industry development and geographical location and socio economic environmental development in urban area of Cikeruh Sub District, Sumedang Regency, West Java Province.
The research is non-experimental in character, expost facto method, which using a descriptive-analytic approach added with an observational survey method.
This research was under-taken in Cikeruh Sub District, Sumedang Regency, West Java Province. Number of sample respondents is 120, which taken from 25% of all 17 villages in Cikeruh Sub District. Those four villages randomly selected in this research are Cisempur, Cintamulya, Cilayung, and Cikeruh. The research was performed in February - June 2001 period.
There are two dependent variables (textile industry development and geographic location development) compared to one independent variable (community's socio economic development). Researcher prepares instrument of the research based on theoretical description. Analysis method used here in the research is descriptive analysis and chi-square test. Descriptive analysis is made by preparing data in forms of tables and figures to be more understandable.
Chi-square test is intended to see correlation between plant existence and various variables such as demography, social, economy, health condition, water supply and institution. Chi-square test is utilized because observable substitutions (variables) are of categorical in nature. Category substitutions are the ones whose values serve to classify only. They may be grouped into two measuring scales, i.e., nominal and ordinal. Example for nominal-scaled substitution is gender (male and females), while for ordinal-scaled substitution is income level.
Research hypothesis, based on theory description, may formulate the following hypothesis: (1) There is a correlation between textile industry development and community's socio economic environmental development in Cikeruh Sub District, Sumedang Regency, West Java Province; (2) There is a correlation between geographic location and community's socio economic environmental development in Cikeruh Sub District, Sumedang Regency, West Java Province; and (3) Geographic location combined with textile industry development is closely correlated to community's socio economic environmental development.
Author draws conclusion based on research findings and data analyses. In general, textile industry development and geographic location influence dependent variable that is community socioeconomic environmental development.
Interaction between textile industry development variable in an area gives a concrete effect to social economy, public health, water supply, and societal institution, and local geography.
Plant existence is significantly correlated to the three most dominant factors: health condition, plant contribution to health facilities, and kinds of diseases resulted.
Plant existence is significantly correlated to all indicators in water supply, i.e., the availability of clean water sources for drinking and bathing, drinking water condition, contribution plant made to clean water facilities, and forms of contributions plant.
In addition, plant location is significantly correlated to two dominant public institution indicators: environmental sanitary and public involvement in societal association.
Plant worker's attitudes and perceptions are significantly correlated to almost all-socioeconomic indicators: plant existence benefits, kinds of plant benefits, primary works and housewives' jobs.
Kinds of diseases and contributions plant made to public health facilities are significantly correlated to status of workers or non-workers.
Location availability, which supported with natural environmental condition, is significantly correlated to textile industry development.
Changing farm area to non-agricultural has followed advantageous natural landscape, such as relatively flat land with 0 - 15% slope and another supporting frames such as water supply and infrastructures and facilities making industry saved substantial costs.
After testing hypothesis and analyzing data, author draws conclusion of the research: Plant existence in a certain area gives an actual effect to social economy, public health, water supply, and societal institution, and local geography.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T3562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Tumpal P.
"Otonomi Masyarakat desa sebagai jalan tengah bagi kebuntuan perdebatan antara otonomi asli dimaknai sebagai otonomi adat dan otonomi yang diberikan. Otonomi masyarakat desa berarti masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengatur desa bukan pemerintahan desa.
Setelah lebih dari 3 tahun pelaksanaan UU No 22 tahun 1999, otonomi masyarakat desa belum terwujud. Hal ini berkaitan erat dengan dua faktor utama yaitu 1) faktor internal meliputi kandungan kapital manusia, fisik, ekonomi dan sosial yang tersedia dalam sistem serta 2) faktor eksternal yaitu pengaturan birokrat diaras desa.
Sebagai panduan penentuan arah studi peneliti merumuskan 3 hipotesis kerja pertama, intervensi birokrat diaras desa sangat tinggi. Kedua, kapital yang dimiliki Pemerintahan Desa lebih tinggi dibandingkan kapital Civil Society dan Pelaku Ekonomi dan Ketiga distribusi Kapital ke dalam governance desa bersifat elitis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengambil desa Hegarmanah dan Cikeruh, Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang sebagai lokasi dimana kasus dipelajari. Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi jenis, bentuk dan pola pengaturan desa oleh birokrasi diaras desa dan mempelajari jenis, bentuk dan ketersediaan kapital governance desa (village governance). Hasil penelitian digunakan untuk merumuskan strategi pemberdayaan elemen governance desa guna mewujudkan otonomi masyarakat desa. Strategi yang dimaksud adalah alternatif cara agar ketiga governance desa mampu melakukan swa organisasi dan pengaturan desa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa otonomi masyarakat desa belum terwujud disebabkan perubahan-perubahan yang terjadi diaras desa setelah kebijakan otonomi daerah dilaksanakan belum memberikan peluang bagi governance desa untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh 1) masih kuatnya pengaturan desa oleh birokrat diaras desa baik berupa Peraturan Daerah yang tidak partisipatif maupun melalui Surat Keputusan Bupati yang sangat rinci sehingga penyeragaman desa tidak lagi secara nasional melainkan di lingkup kabupaten 2) Civil society yang ada ditingkat kabupaten mayoritas Tipe I Horizontal dimana kegiatannya terutama dibidang pendidikan sehingga kontrol terhadap pemerintahan daerah (Bupati dan DPRD) tidak ada. Civil society tipe II vertikal kondisinya masih tahap konsolidasi karena baru dibangun tahun 2002.
Kuatnya pengaturan birokrat Kabupaten ini sesungguhnya dimulai dari pedoman pengaturan desa yang diterbitkan pemerintah, baik dalam bentuk Keputusan Menteri, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Presiden. Perubahan-perubahan yang terjadi diaras desa ada juga yang mendorong terwujudnya otonomi masyarakat desa yaitu 1) ditetapkannya peraturan daerah tentang perimbangan keuangan kabupaten dan desa, 2) pelimpahan kewenangan sebagian dari kewenangan Bupati pada Camat sehingga Camat bukan atasan Kepala desa, 3) terbukanya peluang desa untuk membangun kemandirian keuangannya melalui kelembagaan baru yang disebut Badan Usaha Milik Desa. Perubahan di desa juga terjadi misalnya 1) kelembagaan masyarakat di desa semakin berkurang , 2) munculnya kelembagaan baru seperti BPD dan LPM 3) pergeseran hubungan desa dengan birokrat diaras desa 4) meningkatnya pengaturan desa oleh pemerintahan desa.
Kandungan kapital governance desa sangat beragam baik jenis maupun jumlahnya. Kandungan kapital ini sangat menentukan pola interaksi diantaranya. Kandungan kapital manusia pemerintah desa lebih rendah dibanding kapital manusia BPD. Namun kandungan kapital lainnya seperti fisik, ekonomi dan sosial lebih kuat pemerintah desa. Hanya saja posisi BPD secara normatif menempatkan BPD sebagai pengawas pemerintah desa sehingga hubungan diantara keduanya bukan sejajar. BPD sedikit lebih tinggi diatas Pemerintah desa.
Kandungan kapital pelaku ekonomi organisasi standar lebih rendah dibandingkan kapital pelaku ekonomi organisasi sukarela. Sikap kemandirian pelaku ekonomi sukarela lebih tinggi disbanding pelaku ekonomi standar. Hai ini disebabkan dalam pelaku ekonomi sukarela telah terbangun sistim akumulasi kapital internal dan sistem distribusi kapital eksternal yang merata bagi komponen pendukungnya khususnya untuk Koperasi Persatuan Wanita Jatinangor (KPWJ). Sementara itu, pelaku ekonomi organisasi standar sangat tergantung pada pemerintah dan mekanisme swa organisasinya belum berjalan.
Kapital Civil society organisasi standar sangat tergantung pada pemerintah. Organisasi ini memperoleh kucuran dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBdes) sementara kapital organisasi sukarela bersifat lebih mandiri dibandingkan organisasi standar. Meskipun kurang mendapat perhatian pemerintah, civil society jenis ini tetap melaksanakan kegiatannya namun tersendat-sendat akibat belum optimalnya akumulasi kapital internalnya terutama kapital ekonomi.
Pemerintah desa sebagai saluran bertemunya kepentingan negara (kabupaten) dengan masyarakat sehingga pemerintah desa merupakan saluran bagi perolehan kapital diluar sistem elemen governance desa. Namun distribusi kapital melalui saluran ini khususnya kapital ekonomi seperti dana perimbangan kabupaten dan desa dan proyek masuk desa masih sangat elitis. Kapital eksternal terutama digunakan oleh pemerintah desa, BPD dan organisasi standar yang dekat dengan pemerintahan desa seperti Kelompok Tani (KIN), Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga (PKK) dan Karang Taruna (KT). Otonomi masyarakat desa yang digagas dalam thesis ini mencakup otonomi masyarakat desa dalam hal memilih pemimpinnya, kemampuan pemerintahan desa dalam melaksanakan fungsinya, otonomi masyarakat desa dibidang pembangunan dan otonomi masyarakat desa dibidang keuangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Shinta
"ABSTRAK
Perkembangan perluasan penggunaan tanah di Kabupaten Bandung ke arah Timur turut
dirasakcat oleh Kecamatan Cikeruh yang merupakan pusat pengembangan pendidikan dan
pelatihan pemerintah (Perda Kabupaten DATIII Sumedang No. 5/1992) dengan kawasan
perguruan tingginya yang dikenal dengan nama Kawasan Perguruan Tinggi Jatinangor.
Pertambahan penduduk senantiasa diikuti oleh pertambahan kebutuhan akan tempat dan
sarana untuk menunjang aktivitasnya yang pada akhimya menimbulkan perubahan dalam
penggunaan tanah. Sandy mengatakan bahwa penggunaan tanah tanpa pembangunan tidak
bisa ada. Karena itu penggunaan tanah tidak dapat dipisahkan dari kegiatan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, padaumumnya, aktifitas penduduk dapat tercermin dari
penggunaan tanahnya (Sandy, Pembangunan di Desa, 1982)
Disamping itu pertambahan penduduk akan menimbulkan persaingan dalam memperoleh
dan memanfaatkan tanah mengingat tempat atau tanah mempunyai luas yang relatiftetap
sehingga mempengaruhi perubahan nilai tanah itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
pola harga tanah di Kecamatan Cikeruh sebelum dan sesudah berdirinya Kawasan Perguruan
Tinggi Jatinangor serta bagaimanakan perubahan penggunaan tanah di wilayah tersebut jika
dilihat dari perubahan harga tanahnya?
Harga tanah yang diteliti adalah nilai tanah dalam arti ekonomi yang terwujud dalam
satuan harga yang merupakan ketetapan Bupati Kepala Daerah Tingkat n Sumedang.
Penggunaan tanah yang diteliti adalah permukiman, jasa dan usaha, industri, pertanian, dan
tanah kosong. Harga tanah dan penggunaan tanah sebelum berdirinya Kawasan Perguruan
Tinggi Jatinangor dilihat dari tahun 1978 dan 1985, sedangkan sesudahnya dilihat pada tahun
1995.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menganalisa peta
harga tanah serta peta dan tabel perbahan penggunaan tanah pada setiap region perubahan
harga tanah, Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Pada setiap tahun penelitian terlihat bahwa distribusi harga tanah memiliki pola tertentu
yaitu:
a. Sebelum Berdirinya Kawasan Perguruan Tin^ Jatinangor (tahun 1978)
Harga tanah tertinggi terletak di sepanjangjalanrayaRancaekekterutama pada daerah
dengan aktifitas penduduk tinggi (daerah yang didominasi oleh penggunaan tanah
permukiman dan industri) dan semakin menurun ke arah utara, timur, dan selatan. Harga
tanah terendah terletak di bagian barat laut, utara, dan timur wilayah penelitian dengan
aktifitas rendah (daerah dengan penggunaan tanahnya tanah kosong). Peningkatan harga tanah yang cukup tinggi juga teijadi di sepanjang jalan raya Jatinangor tetapi tidak setinggi
di jalan raya Rancaekek.
b. Sesudah Berdihnya Kawasan Pergiirucni Tinggi Jatinangor (iahun 1985 dan 1995)
Harga tanah tertinggi terletak di sepanjangjalan raya Jatinangor terutamapadadaerah
dengan aktifitas penduduk tinggi (daerah yang didominasi oleh penggunaan tanah
permukiman serta tanah jasa dan usaha) dan terns menurun ke arah utara, timur, dan selatan
wiiayah penelitian, namun di bagian selatan yaitu di sepanjang jalan raya Rancaekek harga
tanah mengalami peningkatan yang tinggi juga kemudian menurun lagi ke arah selatan. Harga
tanah terendah terletak di bagian timur dan utara wiiayah penelitian.
2. Setiap jenis penggunaan tanah mengalami perubahan luas yang bervariasi di setiap region
perubahan harga tanah dengan perincian sebagai berikut:
a. Sebelum Berdirinya Kawasan Pergnruan Tinggi Jatinangor (tahiin 1978 - 1985)
- Pada region perubahan harga tanah rendah yaitu region I (harga tanah meningkat 200 %
sampai dengan 300%) perubahan penggunaan tanah yang teijadi didominasi oleh berkurangnya
tanah pertanian kemudian berturut-turut bertambahnya tanah kosong, tanah jasa dan
usaha, serta tanah permukiman.
- Pada region perubahan harga tanah sedang yaitu region 11 (harga tanah meningkat 300 %
sampai dengan 500 %) perubahan penggunaan tanah yang teijadi didominasi oleh
berkurangnya tanah pertanian kemudian diikuti berturut-turut bertambahnya tanah
permukiman, tanah kosong, tanah jasa dan usaha, serta tanah industri.
- Pada region HI (harga tanah meningkat lebih dari 500 %) perubahan penggunaan tanah
didominasi oleh berkurangnya tanah pertanian, kemudian berturut-turut bertambahnya
tanah permukiman, tanahjasa dan usaha, tanah industri, dan berkurangnya tanah kosong.
b. Sesudah Berdirinya Kawasan Perguruan Tinggi Jatinangor (tahun 1985 - 1995)
- Pada region perubahan harga tanah rendah yaitu region I (harga tanah meningkat 1000 %
sampai dengan 1200 %) perubahan penggunaan tanah yang teijadi didominasi oleh
bertambahnya tanah kosong kemudian berturut-turut berkurangnya tanah pertanian, tanah
jasa dan usaha, serta bertambahnya tanah permukiman.
- Pada region perubahan harga tanah sedang yaitu region II (harga tanah meningkat 1200 %
sampai dengan 1400 %) perubahan penggunaan tanah yang teijadi didominasi oleh
berkurangnya tanah pertanian kemudian diikuti berturut-turut bertambahnya tanah jasa dan
usaha, tanah kosong, tanah permukiman, serta tanah industri.
- Pada region III (harga tanah meningkat lebih dari 1400 %) perubahan pengggunaan tanah
didominasi berturut-turut oleh berkurangnya tanah pertanian, bertambahnya tanah jasa dan
usaha, tanah permukiman, tanah kosong, serta tanah industri."
1997
S33638
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S5595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1995
338.9 Rap k(1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup , [1994]
333.72 KEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agil Octiadi
"Artikel ini membahas tentang analisa pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Pelaksanaan Program Dana Pembangunan Desa DPD di Pemerintah Desa Margalaksana. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pemberdayaan yang dilaksanakan di Desa Margalaksana terutama dalam Program Dana Pembangunan Desa DPD lebih banyak difokuskan kepada pembangunan fisik, padahal pembangunan sumber daya masyarakat lebih penting dilaksanakan mengingat masyarakat Desa Margalaksana memiliki sumber daya masyarakat yang rendah.
Melalui Program Dana Pembangunan Desa DPD dapat dilihat bahwa pemberdayaan masyarakat melalui Program Dana Pembangunan Desa DPD belum dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas desa di Desa Margalaksana karena disebabkan oleh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan belum dapat menunjang kebutuhan masyarakat antara lain tidak tersedianya pelayanan dasar, tidak tersedianya infrastruktur, tidak tersedianya aksesbilitas, pelayanan umum belum baik dan penyelnggaraan pemerintahan yang belum baik.

This article discusses the analysis of the implementation of the Rural Community Empowerment Through the Implementation Rural Development Funds Village Programme DPD in the village government Margalaksana. This research is a qualitative descriptive approach. These results indicate that the empowerment held in the village of Margalaksana especially in the Village Development Funds Village Programme DPD more focused on physical development, but development is more important community resources carried out considering the villagers Margalaksana have low public resources.
Through the Village Development Fund DPD it can be seen that the empowerment of communities through the Rural Development Funds Village Programme DPD has not been able to contribute to improving the quality of rural village Margalaksana because it is caused by activities carried out have not been able to support the needs of the community, among others, the unavailability of basic services , lack of infrastructure, lack of accessibility, public service is not good and not good governance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S7698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>