Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178319 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
307.72 HEL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yustinus Slamet Antono
"Transmigrasi adalah salah satu upaya pemerintah untuk membuat agar persebaran penduduk Indonesia merata. Untuk itu dicarilah lahan-lahan potensial yang bisa dipakai untuk areal pemukiman dan usaha tani bagi para transmigran. Tetapi daerah potensial dan subur itu makin lama makin sulit ditemukan. Daerah marginal pasang surut Sumatera Selatan merupakan salah satu alternatif yang dipilih untuk dijadikan pemukiman transmigran. Dalam suasana Orde Baru di mana korupsi merebak ke segala bidang kehidupan, muncul suatu pertanyaan bagaimana masyarakat yang biasa hidup bertani di daerah subur pada lahan kering dengan sistem pengairan irigasi dapat mempertahankan eksistensinya pada lahan basah pasang surut? Dalam antropologi pertanyaan seperti itu bisa dijawab melalui studi adaptasi manusia dengan lingkungannya. Studi adaptasi, (Bennet, 1976; Geertz, 1976; Fox, 1996; Steward, 1955; Rappaport, 1984; Wolf, 1983) banyak memperbincangkan bagaimana manusia menyesuaikan diri bila kondisi lingkungannya berubah.
Melalui pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian etnografi, terbukti bahwa setelah mempelajari lingkungan fisik dan sosial, penduduk perlahan-lahan merubah sistem bertani yang sudah biasa dilakukan selama di Jawa dengan sistem baru yang cocok dengan kondisi pasang surut. Meninggalkan cara lama dan memilih cara baru adalah bentuk strategi yang dipilih oleh penduduk. Penduduk juga merubah, merombak tanaman yang tidak lagi memiliki nilai ekonomis. Penduduk yang kreatif memelihara sapi yang hasilnya bisa digunakan untuk membangun atau memperbaiki rumahnya. Tidak semua transmigran mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya, artinya mereka tidak mampu mengolah dan memanfaatkan lingkungannya untuk mendukung kehidupannya. Pulang ke daerah asal adalah salah satu alternatif yang dipilih oleh penduduk yang tidak berhasil.
Merantau adalah pilihan lain selain pulang ke Jawa. Jumlah perantau di desa ini mencapai sekitar 40% tersebar ke berbagai daerah dan berbagai jenis pekerjaan termasuk sebagai buruh tani dan menyewa lahan pertanian. Merantau adalah salah satu bentuk strategi yang dipilih penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya para perantau memperluas radius eksploitasi lingkungannya. Banyaknya transmigran yang gagal dalam mengolah tanah karena biaya produksi yang tinggi pada gilirannya membuat kita bertanya pada kejujuran studi kelayakan dan kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan transmigrasi terutama dalam persiapan, penempatan dan pengelolaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafkhardi
"Desa transmigrasi merupakan contoh lingkungan kehidupan manusia di pedesaan yang dibangun dengan terencana, lengkap dengan lahan usaha dan fasilitas umum yang dibutuhkan. Desa transmigrasi bukanlah hanya merupakan tempat tinggal saja tetapi juga sekaligus menyediakan potensi yang dapat diolah untuk kehidupan transmigran. Desa transmigrasi diharapkan menjadi lingkungan permukiman yang mampu memberikan kehidupan bagi penduduk transmigran. Perencanaan permukiman transmigrasi dilakukan pada daerah yang masih kosong penduduk atau masih merupakan hutan, sehingga konsep-konsep perencanaan lingkungan permukiman dapat diterapkan.
Program transmigrasi merupakan bagian integral dari rencana pembangunan daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi diharapkan terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan transmigran. Motivasi seseorang berpartisipasi dalam Program transmigrasi adalah untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera. Keberhasilan transmigran pada akhirnya diukur berdasarkan kesejahteraannya. Semakin baik kesejahteraan transmigran dapat dianggap semakin berhasil program transmigrasi yang dilaksanakan. Dengan mengetahui tingkat kesejahteraan transmigran diharapkan pemerintah bersama masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap pelaksanaan proyek transmigrasi. Aktifitas kegiatan kehidupan transmigran di desa transmigrasi dimulai pada saat lokasi permukiman mulai didiami. Dengan berjalannya waktu, desa transmigrasi akan berkembang yang antara lain dapat dilihat dari pertambahan jumlah penduduk, perkembangan aktifitas kegiatan dan meningkatnya pelayanan jasa.
Desa transmigrasi Dwi Warga Tunggal Jaya dan Desa Tunggal Warga di Kabupaten Tulang Bawang Lampung merupakan permukiman yang sudah ditempati oleh transmigran selama lebih dari 20 tahun. Di desa-desa ini jumlah penduduk dan aktifitasnya sudah berkembang. Telah terjadi pembauran antara penduduk transmigran dengan penduduk yang bukan transmigran. Penelitian ini ingin mengetahui keadaan kesejahteraan penduduk transmigran dan perbedaannya dengan penduduk yang bukan transmigran, serta beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan penduduk di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya dan Desa Tunggal Warga Kecamatan Banjar Agung Lampung.
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai masukan bagi kebijakan program transmigrasi di masa datang
2. Sebagai masukan bagi usaha untuk menanggulangi permasalahan di lokasi permukiman transmigran
3. Sebagai masukan untuk mempersiapkan calon transmigran
4. Sebagai masukan bagi proyek perencanaan permukiman baru atau proyek pemindahan penduduk selain transmigrasi
Rumusan hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Tingkat kesejahteraan penduduk bukan transmigran di desa penelitian lebih tinggi dari tingkat kesejahteraan penduduk Transmigran di Desa Tunggal Warga dan Desa Dwi Warga Tunggal Jaya.
2. Dalam hal faktor yang mempengaruhi kesejahteraan penduduk di desa penelitian di Desa Tunggal Warga dan Desa Dwi Warga Tunggal Jaya, diduga:
a. Motivasi mempunyai hubungan yang positif dengan kesejahteraan
b. Penguasaan keterampilan mempunyai hubungan yang positif dengan kesejahteraan
c. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang positif dengan kesejahteraan
Pemilihan responden sebagai sampel dilakukan dengan metode Sampel Acak Distratifikasi (Stratified Random Sampling). Jumlah sampel di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya adalah 70 responden yang terdiri dari penduduk transmigran 35 responden dan penduduk bukan transmigran 35 responden. Demikian juga dengan Desa Tunggal Warga sebanyak 70 responden yang terdiri 35 responden transmigran dan 35 responden bukan transmigran. Total keseluruhan berjumlah 140 responden.
Hipotesis pertama, yang dibuktikan adalah kesejahteraan penduduk bukan transmigran lebih tinggi dari kesejahteraan penduduk transmigran. Uji statistik yang digunakan adalah Uji Mann - Whitney atau disebut juga Uji U. Untuk menguji hipotesis 2a, 2b dan 2c digunakan metode korelasi rank (jenjang) Spearman.
Pada umumnya responden transmigran mata pencahariannya adalah bertani dengan menanam karet dan singkong karena tanahnya tidak cocok buat tanaman lain. Rata-rata luas lahan karet yang berproduksi 0,7 Ha dan luas lahan singkong yang berproduksi 0,54 Ha.
Mata pencaharian responden bukan transmigran umumnya di sektor jasa dan perdagangan, mareka tidak saja melayani daerah transmigran tetapi juga melayani daerah di sekitarnya. Jadi usaha mereka bisa berkembang dengan cepat. Penduduk bukan transmigran pada umumnya mempunyai keterampilan yang dapat diandalkan sebagai mata pencaharian. Pendapatan penduduk transmigran di desa penelitian rata-rata berada di bawah kebutuhan hidup minimal. Pengelolaan data pendapatan penduduk dengan SPSS-10 memberikan hasil 60,64% penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga pendapatannya berada di bawah kebutuhan hidup minimal. Penduduk transmigran Desa Dwi Warga Tunggal Jaya sebanyak 63,68% masih mempunyai pendapatan di bawah kebutuhan hidup minimal.
Penduduk bukan transmigran yang umumnya bergerak dalam sektor pelayanan dan jasa, mempunyai pendapatan rata-rata di atas kebutuhan minimal. Untuk Desa Tunggal Warga hanya 0,89% yang pendapatannya berada di bawah kebutuhan hidup minimal. Penduduk bukan transmigran di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya 0,59% yang pendapatannya di bawah kebutuhan hidup minimal.
Berdasarkan batas kebutuhan hidup minimal Rp. 93.172,- didapat skor rata-rata pendapatan penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga adalah 3,114 dengan standar deviasi 0,796 dan di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya adalah 3,143 dengan standar deviasi 0,772. Untuk penduduk bukan transmigran di Desa Tunggal Warga skor rata-rata 6,457 dengan standar deviasi 0,780 dan untuk Desa Dwi Warga Tunggal Jaya didapat skor 6,343 dengan standar deviasi 0,802.
Berdasarkan data respoden, skor partisipasi pendidikan rata-rata penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga adalah 4,97 (standar deviasi 1,34) dan penduduk transmigran di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya 4,57 (standar deviasi 1,58). Penduduk bukan transmigran mempunyai skor partisipasi pendidikan yang lebih tinggi yaitu 6,8 (dengan standar deviasi 0,40) untuk desa Tunggal Warga dan 6,77 (dengan standar deviasi 0,49) untuk Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. Data ini menggambarkan adanya kesadaran yang lebih tinggi di lingkungan penduduk bukan transmigran. Walaupun demikian partisipasi pendidikan penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga rata-rata 4,97 (dalam skala 1 ski 7) dan Desa Dwi Warga Tunggal Jaya sebesar 4,57 (dalam skala 1 s/d 7) masih cukup baik karena sudah di atas 50%.
Dari penelitian terhadap responden di Desa Tunggal Warga, keadaan kesehatan penduduk transmigran mempunyai skor rata-rata 3,71 (standar deviasi 1,51) dan penduduk bukan transmigran skor rata-rata 5,88 (standar deviasi 0,72). Untuk penduduk transmigran di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya skor keadaan kesehatan rata-rata adalah 4,0 (standar deviasi 1,31), sedangkan skor rata-rata penduduk bukan transmigran adalah 6,00 (standar deviasi 0,64). Keadaan kesehatan yang lebih baik pada penduduk bukan transmigrasi menggambarkan keadaan gizi yang lebih baik, kesadaran akan kebersihan yang lebih tinggi dan kondisi tempat tinggal yang lebih sehat.
Keadaan rumah tinggal penduduk transmigran di kedua desa, yang terbanyak berlantai semen dan berdinding papan, walaupun sudah ada juga yang berlantai semen dan berdinding bata. Rumah tinggal penduduk bukan transmigran kebanyakan berlantai semen dan berdinding bata. Dari hasil penelitian didapat gambaran bahwa kualitas rumah tinggal penduduk bukan transmigran umumnya lebih baik dari rumah tinggal penduduk transmigran.
Rata-rata kesejahteraan penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga mempunyai skor 16,01 (dengan standar deviasi 3,98) dan rata-rata kesejahteraan penduduk bukan transmigran mempunyai skor 24,60 (dengan standar deviasi 2,28). Untuk Desa Dwi Warga Tunggal Jaya rata-rata skor kesejahteraan penduduk transmigran adalah 15,84 (dengan standar deviasi 3,94) dan penduduk bukan transmigran adalah 24,93 (dengan standar deviasi 2,36). Dari hasil tersebut didapat gambaran bahwa rata-rata kesejahteraan penduduk bukan transmigran lebih tinggi daripada kesejahteraan penduduk transmigran di desa penelitian.
Untuk Desa Tunggal Warga skor motivasi penduduk transmigran rata-rata adalah 40,52 (dengan standar deviasi 6,68) dan skor motivasi penduduk bukan transmigran adalah 52,24 (dengan standar deviasi 2,08). Untuk Desa Dwi Warga Tunggal Jaya skor rata penduduk transmigran adalah 40,60 (dengan standar deviasi 5,67) dan skor penduduk bukan transmigran rata-rata 51,48 (dengan standar deviasi 2,94).
Hasil ini memberikan gambaran kepada kita bahwa motivasi penduduk bukan transmigran lebih tinggi dibandingkan motivasi penduduk transmigran, baik di Desa Tunggal Warga maupun Desa Dwi Warga Tunggal Jaya.
Penduduk pendatang yang bukan transmigran mencapai tingkat kehidupan yang baik karena mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Penduduk transmigran umumnya tidak mempunyai keterampilan selain berkebun singkong dan berkebun karet. Keadaan ini membuat mereka sangat bergantung kepada produksi komoditi tertentu, tergantung kepada keadaan kesuburan lahan dan harga jual komoditi yang diproduksi.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor tingkat pendidikan penduduk transmigrasi lebih rendah dari tingkat pendidikan penduduk bukan transmigran.
Dari hasil penelitian dan pengujian hipotesis didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Program transmigrasi belum berhasil memberikan kesejahteraan kepada penduduk transmigran di desa-desa penelitian, walaupun kegiatan ekonomi dan jasa pelayanan di desa tersebut sudah berkembang.
2. Kesejahteraan penduduk bukan transmigran lebih tinggi dari kesejahteraan penduduk transmigran. Sebanyak 60,64% penduduk transmigran di Desa Tunggal Jaya dan 63,88% di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya pendapatannya di bawah kebutuhan minimal, sedangkan penduduk bukan transmigran di desa penelitian hampir semuanya berpendapatan di atas batas kebutuhan minimal. Walaupun demikian, umumnya penduduk transmigran mengatakan kehidupan mereka di Jawa sebelum ikut program transmigrasi lebih susah lagi karena tidak punya lahan.
3. Terdapat hubungan yang positif antara motivasi dengan kesejahteraan. Penduduk bukan transmigran mempunyai motivasi yang lebih tinggi daripada penduduk transmigran. Motivasi yang tinggi pada penduduk bukan transmigran didukung oleh informasi yang cukup dan gambaran yang lebih lengkap tentang daerah baru, sebelum mereka memutuskan untuk pindah.
4. Terdapat hubungan yang positif antara penguasaan keterampilan dengan kesejahteraan. semakin tinggi tingkat keterampilan semakin tinggi tingkat kesejahteraan. Penduduk bukan transmigran umumnya mempunyai penguasaan terhadap keterampilan sehingga dapat berperan dalam kegiatan perdagangan dan jasa.
5. Terdapat hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan kesejahteraan. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk cenderung semakin tinggi juga tingkat kesejahteraannya.
6. Kriteria perencanaan permukiman transmigrasi yang berhubungan dengan tingkat kesuburan lahan yang sesuai, belum sepenuhnya diterapkan pada pelaksanaannya. Lahan garapan penduduk transmigran saat ini tidak dapat ditanami oleh tanaman selain singkong dan karet. Mereka tidak bisa beralih menanam komoditi lain walaupun harga jual singkong dan karet tidak dapat memberikan keuntungan yang memadai buat mereka. Di pihak lain harga pupuk dan bibit karet mereka rasakan cukup mahal.
7. Dampak lingkungan pembangunan permukiman dan pembukaan hutan belum dikaji dengan teliti. Saat ini terdapat ancaman hama belalang dan kesuburan tanah semakin lama semakin berkurang.

The Welfare of Transmigration Village Community in Kecamatan Banjar Agung (A Case Study on Welfare Differences Between Transmigrated Community and Non-Transmigrated Community in Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya, Kecamatan Banjar Agung Lampung)
The transmigration village is a model for the rural community environmental village planned and developed with complete productive land and public facilities. The transmigration village is not only equipped with settlement opportunities but also provided with potential resources to support the transmigrant's life. The transmigration settlement plan is implemented in unoccupied areas or forests for the planning concept to be fully implemented.
The transmigration program is an integrated part of the regional development plan to increase the economic growth in the area. It is expected that the economic growth will also increase transmigrant's income and welfare. The motivation of the community to participate in transmigration program is to get social and welfare betterment. The success of transmigration program is measured based on the welfare achieved. The more the welfare improvement, the more successful the transmigration program is. By identifying the level of welfare it is expected that the government together with the community are able to assess the implementation of the transmigration project. Transmigrant economic activities will begin at the time of the resettlement period. After a certain time, the transmigration village will develop and can be identified by population growth and development of activities and services.
The transmigration village of Dwi Warga Tunggal Jaya and Tunggal Warga at Tulang Bawang Regency in Lampung Province have settlement occupied by transmigrants over 20 years. in these villages the population and activities have been growing. And assimilation has taken place among transmigrants and non-transmigrants. The objective of this research is to identify and compare (1) the welfare difference of transmigrant and non-transmigrant communities and (2) influential factors on community welfare in Desa Dwi Warga Tunggal Jaya and Desa Tunggal Warga in Banjar Agung District.
The benefits of this research are:
1. An input and reference to the future policy of the transmigration program
2. An input to efforts to solve the problems in transmigration settlement
3. An input to the transmigrants preparation
4. An input to new settlement plans and population resettlement beyond the transmigration program.
Hypotheses of this research are:
1. The level of community welfare of the non-transmigrants is higher than that of the transmigrant community in the researched villages (Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya).
2. For the studied village it is presumed that:
a. Motivation has a positive correlation to welfare
b. The skills level has a positive correlation to the welfare achieved
c. The education level has a positive correlation to welfare
The selection of the respondents used the Stratified Random Sampling System. The number of samples in Desa Dwi Warga Tunggal Jaya was 70 respondents that consist of 35 transmigrants and 35 non-transmigrants, and the same numbers and distribution is also applied in Desa Tunggal Warga, and the total number of respondents was 140. The first hypothesis was tested by Mann-Whitney Test or U test. Hypotheses a, b, and c were tested by applying Correlation of Spearman Rank.
In general, the occupation of transmigrants is farming/cultivating rubber and cassava due to unsuitability to other plants. The average productive land of rubber plantation is 0.7 ha and cassava plantation is 0.54 ha. And the non-transmigrant's occupation and activities is `in the services and trade sectors. They do not only cover the area but also the adjacent villages so that their business grows faster. Most of the non-transmigrant communities possess reliable skill to support their occupation. The income of transmigrants in the studied sub district (desa) averages below the minimum standard of living. Data processing of community income results in 60.64% of the transmigrant community in Desa Tunggal falling under minimum standard of living. About 63.68% of transmigrated community in Desa Dwi Warga Tunggal Jaya falls under minimum standard of living.
The non-transmigrant communities had an average income above the minimum standard of living. In Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya, namely 0.89% and 0.59% of the population have the income below standard of living.
Based on the minimum standard of living of Rp 93,172, it is found that the score of the average income of the transmigrants community in Desa Tunggal Warga is 3.114 with a deviation standard of 0.796, and 3.143 with deviation standard of 0.772 for Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. The non-transmigrant community in Desa Tunggal Warga scores 6.457 with deviation standard of 0.780, and 6.343 with deviation standard of 0.802 for Desa Dwi Warga Tunggal Jaya.
Based on the respondent's data, scores of education of the average transmigrant community in Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya are 4.97 (deviation standard 1.34) and 4.57 (deviation standard 1.58) respectively. Non-transmigrant community had higher scores of 6.8 (deviation standard 0.40) and 6.77 (deviation standard 0.49) respectively for Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. The data indicate that higher awareness exists in non-transmigrant community environment. However, the education of transmigrant community in Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya average 4.97 and 4.57 (scale of I - 7), which figures quite good and acceptable input.
From the survey on respondents in Desa Tunggal Warga it is observed that the health conditions of transmigrants and non-transmigrants has an average score of 3.71 (deviation standard 1.51) and 5.88 (deviation standard 0.72). The transmigrants in Desa Dwi Warga Tunggal Jaya have an average score of 4.0 (deviation standard 1.31) and the non-transmigrants scored 6.00 (standard deviation 0.64). Better health conditions of nontransmigrants indicate a better nutrient and awareness of healthy and clean living condition.
The houses of transmigrants in both villages consisted of cemented floor and wooden walls, and some have the permanent construction. The house of the non-transmigrants was mostly constructed by using permanent materials. The above description indicates that the house quality of non-transmigrants is better compared to those transmigrants.
The average score of welfare of transmigrants and non-transmigrants community in Desa Tunggal Warga is 16.01 (deviation standard 3.98) and 24.60 (deviation standard 2.28) respectively. And the average score of welfare of transmigrants and non-transmigrants in Desa Dwi Warga Tunggal is 15.84 (deviation standard 3.94) and 24.93 (deviation standard 2.36) respectively. This describes that the average welfare score of nontransmigrants is higher than that of transmigrants in the studied area.
The average motivation scores of transmigrants and non-transmigrants community in Desa Tunggal Warga are 40.52 (deviation standard 6.68) and 52.24 (deviation standard 2.08) respectively. The same categories for Desa Dwi Warga Tunggal Jaya have the motivation scores of 40.60 (deviation standard 5.67) and 51.48 (deviation standard 2.94) respectively.
These results give us a description that motivation of non-transmigrants is higher than that of transmigrants community either in Desa Tunggal Warga or Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. The migrated community, beyond a transmigration program, achieve better living standard due to applicable skill in the area. Most of the transmigrated community, which is included in transmigration program, do not have applicable skill other than cassava and rubber cultivation. This makes them to be dependent on the certain commodity production, land fertility, and price of sold commodity.
The results of the study point out that the average score of level of education of 'transmigrants are lower than that of non-transmigrants. From the study and test of hypothesis, conclusion could be drawn as follows:
1. Although economic activities and services have already developed, transmigration program has not yet bring welfare to transmigrated community in the studied villages.
2. The level of welfare of non-transmigrants is higher than that of transmigrants. About 60.64% and 63.88% of transmigrants in Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya have the income below the minimum standard of living, and most of the non-tranmigrants in the studied villages have the income above the minimum standard of living. In general, however, the transmigrants said that their level of welfare in the original villages (namely, Java Island) was poorer and difficult because they did not have cultivated land.
3. There is a positive correlation between motivation and the level of welfare. The nontransmigrants have higher motivation than that of the transmigrants. Higher motivation of non-transmigrated community is supported by adequate information and complete description of the new area before making to decision to migrate.
4. There is a positive correlation between skill mastering and welfare, the higher the level of skill the higher the level of welfare. Non-transmigrants possess specific skill applicable to the activities in the village that they play important role in sectors of trade and services.
5. There is a positive correlation of the level of education and the level of welfare, the higher the level of education the higher the level of welfare that may take place.
6. The criteria for transmigrants resettlement planning that concern with the land suitability and fertility are not yet fully implemented. Cultivated land of the transmigrants cannot grow plants other than cassava and rubber. They cannot shift to other commodities though the price of cassava and rubber is low that they cannot get sufficient income to support their living expenses, and on the other hand the price of fertilizer for their plantation is relatively high and expensive.
7. The environmental impact of resettlement development for transmigrants and forest and land clearing is not carefully analyzed and studied. At the current time, there are threats of grasshoppers scourge and decreasing land fertility in the transmigration area."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 10769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yahya Agusman
"RINGKASAN
Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Indonesia
Tesis, 2001
A. Nama
B. Judu! Tesis
Yahya Agusman
LINGKUNGAN PERMUKIMAN
TRANSMIGRASI DAN ADAPTASI
TRANSMIGRAN.
(Studi Kasus: Unit Permukiman
Transmigrasi Marabahan, Propinsi
Kalimantan Selatan).
C. Jumlah Halaman
XXVi + 169; Ilustrasi: 39 Tabel;
13 Gambar; 4 Lampiran
D Ringkasan
Program transmigrasi merupakan alternatif penting dalarn memecahkan masalah kependudukan yang dilaksanakan sebagai upaya untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan peran serta masyarakat, pemerataan pembangunan serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa melalui persebaran penduduk yang seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan serta nilai budaya dan adat-istiadat masyarakat asli.
Transmigrasi didalam pelaksanaanya banyak dijumpai permasalahan yang dimutai dari masalah lahan yang tidak produktif (marginal'), sarana dan prasarana yang tidak memadai, melimpahnya hasif pertanian yang tidak diimbangi perencanaan pemasaran, sampai dengan pendekatan konsep hunian/tempat tinggal yang berorientasi pada kuwantitas yaitu diproduksi
XX 111
secara massa! (prototype), baik untuk transmigran dari daerah asal (daerah pengirim) atau transmigran lokal yang berasal dari masyarakat asli setempat (daerah penerima), sampai pada masalan adaptasi yaitu munculnya konflik antara transmigran daerah asal dengan transmigran lokal (masyarakat asli) yang berakhir dengan larinya transmigran ketempat asalnya.
Berdasarkan isu tentang kegagalan dan keberhasilan program transmtgrasi dan pemahaman atas permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa sajakah yang perlu diperttmbangkan di dalam perencanaan lingkungan permukiman transmigrasi dan adaptasi transmigran.
Sedangkan hypotesis penelitian ini bahwa perencanaan dan
pembangunan permukiman transmigrasi yang
mempertimbangkan konsep sosial budaya masyarakat
transmigran dan lingkungan phisik maka akan mempermudah
adaptasi transmigran di daerah baru
Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive} dilokasi Unit Permukiman Transmigrasi Marabahan, Kecamatan Marabanan, Kabupaten Barito Koala, Propinsi Kalimantan Selatan, pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan : 1) Lokasi UPT Marabahan merupakan lokasi yang masih dibina (T+4) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2) Pola jenis penempatan merupakan transmigrasi umum, 3) Transmigran berasal dari Jawa (daerah pengirim) dan transmigran
lokal/masyarakat asli (daerah penerima), 4) Merupakan UPT
« yang direncanakan untuk diserahkan pembinaanya kepada
XXIV
Untuk mencapai tujuan penelitian, dibuat kerangka konsep penelitian. Yaitu dilakukan pemahaman hubungan antara aktivitas manusia dengan lingkungan buatan, hubungan ini didekati dengan teori psikolog arsitektur Irwin Altman (1975) dengan model informasi lingkungan yang terdiri dari 3 (tiga) komponen pokok ; 1) Fenomena Perilaku Lingkungan. 2) Kelompok Karakter Pernakai. 3) Tempat/ruang (spatial) dan dasar penelitian ini juga mengikuti model Adaptasi dari Bell et all (1978) yang menjelaskan bahwa :
1. Interaksi antara manusia beserta sifat-sifat (nature of) manusia dengan lingkungan beserta berbagai macam atributnya (phisik dan non phisik) akan menimbulkan rangsang (stimulus) yang kemudian muncul reaksi (respons) manusia yaitu reaksi emosional (affect) dan tindakan aktivitas perilaku ruang (spatial) yang disebut persepsi lingkungan.
Faktor-faktor yang dapat menjadi pertimbangan persepsi ini meliputi faktor latar belakang, faktor fisik, faktor spasial/ruang dan faktor psikologi lingkungan/budaya.
2. Apabila reaksi (respons) yang terjadi masih dalam batas optimal (terkendali) maka manusia tersebut berada dalam keadaan seimbang (homeostatis), yaitu suatu keadaan yang diharapkan, sedangkan sebaliknya apabila reaksi (respons) diluar batas optimal (tidak terkendali) maka akan terjadi stress yang selanjutnya diikuti dengan perilaku penyesuaian (coping) dan apabila penyesuaian berhasil maka akan terjadi adaptast/adjustment, sebaliknya apabila tidak berhasil akan terjadi stress
h^rlanii it-
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safrudin
"Hakikat tujuan pembangunan pedesaan adalah mengubah secara sadar dan bertahap tatanan kehidupan warga masyarakat desa dari sistem nilai tradisional ke arah sistem nilai modern. Atau dengan kata lain, pembangunan pedesaan adalah suatu proses modernitas kehidupan masyarakat desa yang dilakukan secara terpola dan terarah untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan warga masyarakat desa, dimana arti dan fungsi nilai-nilai teori (penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan nilai-nilai ekonomi (kesejahteraan masyarakat) menjadi lebih dominan dari nilai-nilal lainnya.
Dalam pelaksanaannya, tujuan pembangunan desa ternyata masih jauh dari kenyataan yang diinginkan. Hasil pembangunan pedesaan tampaknya belum merata, dan bahkan terdapat indikator yang menunjukan bahwa gerak pembangunan pedesaan terkesan lamban bila dibandingkan dengan gerak pembangunan perkotaan. Berangkat dari pemikiran inilah, penulis mencoba mengkaji kebijakan dan strategi pembangunan desa dengan mengambil studi kasus di Desa Kota Baru Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat Sumatera Selatan.
Secara umum, dari hasil observasi dan studi pustaka yang dilakukan selama penelitian berlangsung, menunjukkan adanya distorsi pembangunan yang disebabkan oleh kemandegan fungsi kelembagaan masyarakat desa khususnya di Kota Baru. Persoalan ini muncul berawal dari penerapan UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa yang kemudian disusul dengan kepmendagri No.27 Tahun 1984 tentang susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Keberadaan undang-undang tersebut ternyata telah mendisfungsikan kelembagaan masyarakat yang semestinya demokratis, aspiratif dalam penyusunan rencana pembangunan desa. Akibatnya kemudian adalah berhentinya fungsi LMD dan LKMD sebagai lembaga pengambilan keputusan dan perencana pembangunan di desa sebagai representasi kebutuhan masyarakat.
Dari hasil observasi di desa Kota Baru menunjukkan bahwa, pola perencanaan top-down dalam pembangunan pedesaan yang dipraktekkan sejak orde baru ternyata kurang efektif dalam upaya membangun dan memberdayakan masyarakat desa sebagai obyek sekaiigus subyek pembangunan.
Dari hasil penemuan tersebut, maka penulis mencoba menyarankan untuk dilakukannya reformasi kelembagaan masyarakat di desa Kota Baru, agar lebih demokratis, aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat, serta berkualitas dalam pengertian bahwa aparatur yang duduk di kelembagaan tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam merencanakan dan mengambil kebijakan dalam rangka mensukseskan pembangunan desa di Kota Baru Kabupaten Lahat Sumatera Selatan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan rill masyarakat desa Kota Baru."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huzaini Sahib
"ABSTRAK
Dalam kehidupan ekonomi, setiap individu dengan sejumlah alternatif mata pencaharian untuk mendapatkan penghasilan. Menghadapi alternatif yang ada, individu aberhadapan kan menetapkan salah satu yang paling menguntungkan bagi dirinya setelah mengevaluasi alternatif yang ada-dan memperhitungkan lingkungan di mana ia berada. Petani lada di Desa Kembiri, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, Propinsi Sumatera Selatan, dengan kondisi ekonomi yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga harus mengeluarkan biaya produksi pertanian lada yang tinggi. Menghadapi permasalahan biaya produksi itu petani harus mengembangkan berbagai strategi untuk mencukupi biaya produksi tersebut. Dalam skripsi ini akan diungkapkan bagaimana petani lada mengusahakan biaya produksi pertanian lada yang tinggi tersebut. Untuk mendapatkan data penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan pengamatan dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap petani lada yang mempunyai modal kerja dengan menggunakan kuesioner dan pedoman masalah wawancara. Pada dasarnya untuk mendapatkan modal kerja lada mengembangkan dua cara. Pertama, memanfaatkan yang ada pada diri mereka sendiri dan potensi alam, mengembangkan hubungan kerja dengan fihak lain, yaitu sama petani sendiri dan dengan fihak-fihak yang hubungan dengan pertanian lada, yaitu pemasok modal. Kondisi ekonomi yang ada pada petani lada mempengaruhi cara yang mereka tempuh untuk mendapatkan modal kerja. Petani yang kondisi ekonominya lemah mengembangkan hubungan dengan sesama petani untuk mendapatkan modal kerja. Petani yang kondisi ekonominya sedang mengembangkan hubungan dengan pemasok modal. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahua; untuk mendapatkan modal kerja petani lada akan memanfaatkan potensi yang ada pada diri mereka sendiri dan alam, Setelah memanfaatkan potensi yang ada pada diri mereka dan alam petani mengembangkan hubungan kerja. Semua itu merupakan strategi adaptasi yang dilakukan oleh petani lada untuk mendapatkan modal kerja. Dalam mengembangkan strategi tersebut kondisi ekonomi yang dimiliki oleh petani lada mempengaruhi petani untuk memutuskan dengan siapa ia akan berhubungan."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Pulung
"Pemberdayaan masyarakat desa akhir-akhir ini selalu saja mendapat perhatian luas dari banyak kalangan baik ilmuan, kaum profesional ataupun dari kalangan Birokrat termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan. Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat desa tersebut banyak sudah kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh berbagai kalangan tersebut, yang tujuannya untuk memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat desa dimaksud.
Untuk itu, Tesis ini meneliti tentang proses pemberdayaan masyarakat desa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan melalui pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD). Dengan memperhatikan peran pemerintah sebagai aktor pembangunan yang memiliki sumber daya yang sangat besar seperti sumber daya manusia (aparatur), sumber daya permodalan, sumber daya fisik berupa fasilitas-fasilitas sarana dan prasarana pembangunan serta sumber daya lainnya, dan dengan mempertimbangkan masyarakat desa sebagai sasaran utama dalam pembangunan berpusat manusia, maka dalam tesis ini, penelitian lebih diarahkan untuk melihat bagaimana pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) dapat mendorong timbulnya partisipasi masyarakat dalam program sebagai suatu proses pemberdayaan masyarakat desa.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu diperhatikan dengan seksama keterlibatan masyarakat desa dan peran pemerintah dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) khususnya sebagai suatu fenomena yang menjelaskan ada atau. tidaknya partisipasi masyarakat desa sebagai subjek pembangunan dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD), dimana dalam jangka panjang seiring dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam program dan seiring dengan proses pembelajaran dari kedua pihak, yaitu dari Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas dan dari masyarakat sendiri diharapkan pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini benar-benar dapat memberdayakan masyarakat desa dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Penelitian ini mengunakan Metode Kualitatif yang menghasilkan data deskriptif tentang bagaimana bentuk keterlibatan masyarakat desa dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) dan sejauhmana program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini mampu meningkatkan partisipasi masyarakat desa, termasuk menjelaskan faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa dimaksud. Adapun tehnik pengumpulan data dilaksanakan dengan observasi, studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan berbagai informan yang diperoleh melalui tehnik purposive sampling.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini, cukup mampu menyerap berbagai swadaya masyarakat seperti sumbangan tenaga gotong-royong dalam pelaksanaan kegiatan program ataupun sumbangan keuangan. Hal ini menjelaskan bahwa adanya peningkatan partisipasi masyarakat desa, khususnya dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa ini. Dalam penelitian ini, berbagai faktor diyakini turut mempengaruhi adanya partisipasi masyarakat desa dalam pelaksanaan program seperti misalnya adanya prinsip transparansi dan pertanggung jawaban kepada masyarakat dalam program, adanya konsistensi pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, adanya perubahan struktur pemerintahan desa dimana saat ini di desa telah dibentuk semacam lembaga legislatif yaitu Badan Perwakilan Desa dan juga hal-hal lain seperti makin kritisnya masyarakat desa yang didukung oleh keterbukaan media massa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang cukup perhatian terhadap pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat desa.
Sementara itu dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa ini juga mengalami berbagai kendala seperti keterbatasan dana, yang secara langsung juga turut mempengaruhi keberhasilan program Bantuan Pembangunan Desa dimaksud untuk dengan segera mamberdayakan masyarakat dan mensejahterakan masyarakat desa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Pulung
"Pemberdayaan masyarakat desa akhir-akhir ini selalu saja mendapat perhatian luas dari banyak kalangan baik ilmuan, kaum profesional ataupun dari kalangan Birokrat termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan. Berkaitan dengan pemberdayaan rnasyarakat desa tersebut banyak sudah kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh berbagai kalangan tersebut, yang tujuannya untuk memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat desa dimaksud. Untuk itu, Tesis ini meneliti tentang proses pemberdayaan masyarakat desa oleh Pemenintah Daerah Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan melalui pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD). Dengan memperhatikan peran pemermtah sebagai aktor pembangunan yang memiliki sumber daya yang sangat
besar seperti sumber daya rnanusia (aparatur), sumber daya permodalan, sumber daya fisik berupa fasffitas-fiisilitas sarana dan prasarana pembangunan serta sumber daya lainnya, dan dengan mempertimbangkan masyarakat desa sebagai sasaran utama dalam
pembangunan berpusat manusia, maka dalam tesis ini, penelitian lebth diarahkan untuk melihat baiimana pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) dapat mendorong timbulnya partisipasi masyarakat dalam program sebagai suatu proses pemberdayaan masyarakat desa.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu diperhatikan dengan seksama keterlibatan masyarakat desa dan peían pemerintah dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini, khususnya sebagal suatu fenomena yang menjelaskan ada atau tidalcnya partisipasi masyarakat desa sebagai subjek pembangunan dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD), dimana dalam jangka panjang seiring dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam program dan seiring dengan proses pembelajaran dan kedua pihak, yaitu dan Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas dan daii masyarakat sendini diharapkan pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini benar-benar dapat memberdayakan masyarakat desa dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif yang menghslflcan data deskriptif tentang bagaimana bentuk keterlibatan masyarakat desa dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) dan sejauhmana program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini mampu meningkatkan parti sipasi masyarakat desa, termasuk
menjelaskan faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa dìmaksud. Adapun tehnik
pengumpulan data di1aksana1cs dengan observasi, studi kepustakaan dan wawancara mendalatn dengan berbagai informan yang dìperoleh melalui tehnik purposive sampling.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program Bantuan Pembangunan D (BPD) ini, cukup mampu menyerap berbagai swadaya masyarakat seperti sumbangan tenaga gotong-royong dalam pelaksanaan kegiatan program ataupun sumbangan keuangan. Hal ini menjelaskan bahwa adanya peningkatan partisipasi
masyarakat desa, khususnya dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desami. Dalam penelitiaii ini, berbagai faktor diyakini turut mempengaruhi adanya
partisipasi masyarakat desa dalani pelaksanaan program seperti misalnya adanya prinsip transparansi dan pertanggung jawaban kepada masyarakat dalam program, adanya konsistensi pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada desa tmtuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, adanya perubahan slruktur pemerintahan desa dimana saat ini di desa telah dibentuk semacam lembaga Legislatif yaitu Badan
Perwakilan Desa dan juga hal-hal lain seperti makin kritisnya masyarakat desa yang didukung oleh keterbukaan media massa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang cukup perhatian terhadap pelaksanaan program-program pemberdayaan
masyarakat desa. Sementara itu dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa ¡ni juga mengalami berbagai kendala seperti keterbatasan dana, yang secara langsung juga turut mempengaruhi keberhasilan program Bantuan Pembangunan Desa dimaksud untuk
dengan segera mamberdayakan masyarakat dan mensejaliterakan masyarakat desa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Suhardjito
"ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan pengembangan sistem agroforestry kebun-talun sebagai wujud strategi adaptasi sosial kultural dan ekologi terhadap perubahan lingkungan, yakni peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar. Pertanyaan utama dari penelitian ini adalah bagaimana keluarga/rumah tangga mengembangkan sistem agroforestry kebun-talun dalam menghadapi peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar; mengapa pengembangan sistem kebun-talun menjadi pilihannya dan mengapa keberadaan kebun-talun terus dipertahankan.
Penelitian ini dilakukan di sebuah masyarakat desa di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat selama Juni 1999 sampai Oktober 2000. Desa penelitian ini berada di daerah lahan kering (upland). Penelitian ini menggunakan pendekatan emik dan etik. Metode penelitian kualitatif dan kuanlitatif digunakan dalam penelitian ini.
Pengembangan sistem pengelolaan kebun-talun sebagai wujud strategi adaptasi sosial kultural dan ekologi terhadap peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar terjadi pada aspek teknis dan organisasi sosialnya. Pada aspek teknis, kebun-talun tidak mengalami perubahan selain pilihan komposisi jenis tanamannya yang lebih cenderung berorientasi pada pasar. Pada aspek organisasi sosialnya, sistem pengelolaan kebun-talun mengalami perubahan, yaitu pengembangan pola-pola hubungan sosial (social relations) dalam pengelolaan kebun-talun. Pengembangan pola hubungan sosial dalam pengelolaan kebun-talun berkaitan dengan strategi adaptasi sosial kultural lainnya yang terjadi pada pengaturan alokasi tenaga kerja dan pengembangan matapencaharian keluarga/rumah tangga. Rumah tangga dalam kondisi tekanan penduduk dan pasar yang tinggi. Pengembangan pola hubungan sosial dan pranata sosial dalam pengelolaan kebun-talun berimplikasi pada penguatan solidaritas sosial antar lapisan sosial pada tingkat komunitas. Keberadaan kebun-talun bukan hanya mempunyai fungsi ekonomi dan ekologis melainkan juga fungsi sosial. Pada satu sisi kebun-talun menjadi media bagi penguatan solidaritas sosial, pada sisi yang lain hubungan-hubungan sosial dan pranata sosial pengelolaan kebun-talun menguatkan keberadaan kebun-talun sebagai sumber ekonomi keluarga/rumah tangga. Kedua sisi itu berimplikasi pada sisi ketiga, yakni keberlanjutan keberadaan kebun-talun yang mempunyai fungsi ekologis. Namun demikian strategi adaptasi tersebut masih rentan untuk menghadapi peningkatan tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar, terutama pada keluarga/rumah tangga buruh tani dan tidak memiliki lahan.
Pengaturan alokasi tenaga kerja keluarga/rumah tangga dimaksudkan untuk dapat akses pada beragam matapencaharian. Akses pada beragam matapencaharian dicapai dengan cara membangun hubungan sosial (social relations) dan jaringan sosial (social networks). Beragam matapencaharian dilakukan dengan cara seorang anggota keluarga melakukan lebih dari satu pekerjaan maupun setiap anggota keluarga melakukan pekerjaan yang berbeda-beda.
Pengembangan matapencaharian non-pertanian didorong oleh peningkatan kebutuhan hidup keluarga yang tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari pertanian. Daya dukung sumberdaya pertanian sudah terlampaui. Teknologi pertaniannya relatif tidak berkembang (stagnant), kecuali intensifikasi sawah yang luasnya sangat terbatas. Namun, matapencaharian pertanian masih tetap penting, paling tidak sebagai katup penggunaan bagi tingkat subsistensinya. Matapencaharian di luar pertanian semakin penting untuk menutup kekurangan pendapatan dari pertanian.
Matapencaharian di luar pertanian dilakukan di dalam desa maupun di luar desa (kecamatan, kabupaten, propinsi, lintas pulau) dengan pola migrasi komutasi ataupun sirkulasi. Kegiatan mencari nafkah dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Bagi keluarga/rumah tangga yang tidak memiliki lahan dan tidak akses pada sumber matapencaharian di luar pertanian berusaha untuk membangun hubungan sosial dalam penguasaan lahan, khususnya kebun-talun. Sebaliknya, bagi keluarga petani yang memiliki lahan luas dan akses ke aktivitas ekonomi di luar pertanian membutuhkan kerjasama dengan buruh tani dan petani kecil untuk mengelola kebun-talun.
Implikasi dari strategi adaptasi yang terwujud dalam pengembangan beragam matapencaharian adalah pemenuhan kecukupan kebutuhan hidup keluarga."
2002
D372
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>