Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115791 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ismir Fahri
"Terapi reperfusi dengan IKPP pada pasien IMA-EST bertujuan menyelamatkan miokard dan menurunkan angka kematian. Kembalinya patensi arteri koroner epikardial dengan aliran TIMI derajat 3 tidak selalu berarti terjadinya aliran yang adekuat pada tingkat mikrovaskular, fenomena ini dikenal dengan istilah no reflow atau obstruksi mikrovaskular. Beberapa alat bantu diagnostik untuk mendeteksi kejadian obstuksi mikrovaskular telah banyak dikembangkan, namun sampai saat ini belum didapatkan baku emas.
Mengetahui korelasi penilaian myocardial blush kuantitatif dengan program QuBE terhadap ukuran infark, fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri menggunakan SPECT Tc99m Tetrofosmin dalam 4-6 minggu paska IKPP pada pasien IMA-EST.
Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Gambaran angiografi pasien IMA-EST yang menjalani reperfusi dengan IKPP dari bulan Juli-Desember 2011 dievaluasi keberhasilannya mengunakan program ?QuBE?, dan pada minggu ke 4-6 paska IKPP dievaluasi dengan pemeriksaan SPECT Tc99m Tetrofosmin, untuk menilai ukuran infark, fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri.
Dari 36 pasien didapatkan proporsi terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebesar 94,4%, rata-rata usia pasien 54,3±7,9 tahun. Sebanyak 69,4% pasien dengan diagnosis IMA-EST anterior. Uji Spearman menunjukkan korelasi yang cukup antara nilai QuBE terhadap ukuran infark (-0,594 dan p < 0,001) dan fraksi ejeksi (r 0,531 dan P 0,001), volume akhir sistolik (r -0,496 dan P 0,002) dan volume akhir diastolik (r -0,435 dan P 0,008) ventrikel kiri. Sub analisis pada ATI LAD juga memberikan korelasi yang cukup pada keempat variabel tersebut, namun tidak pada ATI RCA. Uji multivariat parsial mengunakan kontrol variabel; usia, waktu iskemik, ATI, multivessel disease, faktor risiko PJK, kategori killip dan IMT, tetap menunjukkan nilai QuBE berkorelasi cukup dengan ukuran infark (r -0,441 dan p 0,019).
Penilaian myocardial blush kuantitaif dengan program QuBE memiliki korelasi yang cukup terhadap ukuran infark, namun tidak menunjukkan korelasi terhadap fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri menggunakan SPECT Tc99m Tetrofosmin pada minggu ke 4-6 paska IKPP pada pasien IMAEST.

Primary PCI as a reperfusion therapy in STEMI patients is aimed to salvage myocardium and reduce mortality. Successful restoration epicardial coronary artery patency with TIMI 3 flow has not always lead to adequate flow at microvascular level, these phenomena is known as no reflow or microvascular obstruction. Several diagnostic tools were developed to detect MVO, but until now there is no gold standard.
knowing correlation between Quantitative Myocardial blush using QuBE program with infarct size, ejection fraction, systolic and diastolic volume of the left ventricle using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI of STEMI patients.
This study is designed as a cross sectional study. Selected angiographic result of STEMI patients that underwent primary PCI from July?December 2011 at The National Cardiac Center Harapan Kita were evaluated directly with the QuBE program. The infarct size, ejection fraction, end systolic and end diastolic volume of left ventricle were evaluated using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI.
Thirty six consecutive patients were enrolled. Proportion of men is 94.4% and age average of 54.3±7.9 years old. Most of patients were diagnosed with anterior STEMI (69.4%). Spearmen analysis obtained a moderate correlations between QuBE score and infarct size (r -0.594, p < 0.001), left ventricle ejection fraction (r 0.531, P 0.001), end diastolic volume (r -0.496, P 0.002), end systolic volume (r -0.435, P 0.008). Sub analysis based on IRA at LAD revealed the similar result of the four variables, but not with IRA at RCA. Partial multivariate analysis adjusted with age, ischemic time, IRA, multivessel disease, CAD risk factors, Killip class and BMI consistent showed moderate correlation of QuBE score with infarct size (r -0,441, p 0.019).
Quantitative Myocardial blush using QuBE program revealed a moderate correlation with infarct size, but not with ejection fraction, systolic and diastolic volume of the left ventricle using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI of STEMI patent.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murdiati
"ABSTRAK
Latar belakang. Mean Platelet Volume (MPV) adalah penanda ukuran aktivitas
platelet. MPV yang lebih besar menunjukkan platelet aktif dan lebih adhesif.
Peningkatan MPV berhubungan dengan peningkatan angka kematian akibat
arterosklerosis, termasuk IMA-EST. Intervensi koroner perkutan primer (IKPP)
merupakan standar terapi pada IMA-EST. Tetapi pada IKPP terdapat masalah
Obstruksi Mikrovaskular (OMV) yang signifikan. Penelitian ini bertujuan
mengetahui hubungan antara MPV dengan MB QuBE pada pasien IMA-EST
yang menjalani IKPP.
Metode dan Hasil. Tujuh puluh dua pasien (umur 30 sampai 80 tahun) dengan
IMA-EST dengan awitan kurang dari 12 jam diikutkan dalam studi ini. Setelah
dilakukan IKPP dilakukan pemeriksaan myocardial blush (MB) dengan QuBE
dan dilihat hubungannya dengan nilai MPV. Hasil penelitian ini didapatkan hasil
rerata MPV adalah 9,6 fl, rerata QuBE adalah 15,3. Analisa hubungan MPV
dengan MB QuBE memakai regresi Spearman didapatkan r= 0,03, P=0,78.
Kesimpulan. Pada populasi ini tidak terdapat hubungan antara MPV dengan nilai
QuBE dalam menilai MB pasca reperfusi.

ABSTRACT
Background. Mean Platelet Volume (MPV) is a marker of platelet activity. MPV
showed greater platelet and more active platelet and adhesive. Increased MPV is
associated with increased mortality due to atherosclerosis, including IMA-EST.
Primary percutaneous coronary intervention (PPCI) is a standard therapy in IMAEST.
But there is a problem on PPCI were microvascular obstruction (MVO)
became significant. This study aims to determine the relationship between MPV
with MB QuBE in patients undergoing PPCI.
Methods and Results. Seventy-two patients (aged 30 to 80 years) with IMAEST
with onset less than 12 hours were included in this study. After PPCI
examination myocardial blush (MB) with QuBE was done due to views related to
MPV value. The results of this research, the average of MPV was 9.6 fl, QuBE
average is 15.3. Statistic analysis using Spearman regression to look relationship
between MPV with MB QuBE obtained with result r = 0.03, P = 0.78.
Conclusion. MPV values in this population on the initial entry no relationship
with QuBE in assessing the value of post-reperfusion MB."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Chikita Fredy
"Latar belakang: Pada era intervensi koroner perkutan primer (IKKP), angka kematian akibat infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) berhasil ditekan. Peningkatan angka sintasan tersebut berbanding dengan peningkatan insiden gagal jantung. Proses remodeling pascamiokard infark yang belum sepenuhnya dihambat oleh standar terapi saat ini akan berujung pada kondisi gagal jantung. Doksisiklin sebagai anti-matriks metaloproteinase (MMP) menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah proses remodeling. Biomarker remodeling merupakan surrogate dini yang baik untuk memprediksi kejadian remodeling. Namun, efek doksisiklin terhadap biomarker remodeling dan luaran klins pasien IMA-EST belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek doksisiklin terhadap penurunan kadar biomarker remodeling pascainfark miokard.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain uji klinis tersamar tripel. Pasien IMA-EST dengan keterlibatan anterior atau Killip 2-3 dengan onset kurang dari 12 jam yang menjalani IKKP terbagi acak kedalam grup yang mendapat doksisiklin 2x100 mg selama 7 hari sebagai tambahan dari standar terapi dan grup dengan standar terapi. Pemeriksaan biomarker (netrofil, hs-Troponin T, hs-CRP, NT-pro BNP) dilakukan saat admisi rumah sakit dan evaluasi intraperawatan. Ekokardiografi dilakuan saat admisi dan hari ke-5 untuk menilai dimensi dan fungsi ventrikel kiri.
Hasil: Terdapat 94 subyek yang diikutkan dalam penelitian dan terbagi rata ke dalam kedua grup. Karakteristik demografis dan klinis kedua grup homogen. Grup doksisiklin menujukkan nilai netrofil jam ke-24 yang lebih rendah dibanding grup kontrol (69,1±5,8% vs 71,9±8,0%, p=0,049). Peningkatan hs-Troponin T didapatkan lebih rendah pada kelompok dengan onset lebih dari 6 jam yang mendapatkan doksisiklin, namun tidak pada grup kontrol. Insiden gagal jantung 11,3% lebih rendah pada grup doksisiklin. Perbaikan fraksi ejeksi signifikan didapat pada grup doksisiklin dibanding grup kontrol (4,5±10,4% vs 0,3±10,3%, p=0,05). Peningkatan tersebut lebih besar pada pasien dengan onset lebih dari 6 jam dengan rerata peningkatan 5,9% (95%IK 0,05-11,7%, p=0,048).
Kesimpulan: Doksisiklin memiliki efek perbaikan biomarker remodeling ventrikel, terutama netrofil dan hs-troponin T, serta fraksi ejeksi ventrikel kiri. Jumlah insiden gagal jantung lebih rendah pada grup doksisiklin.

Background: In era of primary percutaneous coronary intervention (PPCI), mortaliry rate was reduced significantly. The increament in survival rate was followed by increament in heart failure cases. Cardiac remodelling after myocardial infarction was not fully anticipated by current therapy hence the patent would suffer for hear failure. Doxycycline as antimatrix metaloproteinase (MMP) inhibitor showed a promising results in modulation cardiac remodelling. Cardiac biomarkers for remodelling are surrogate parameters for early indentifying of remodelling. However, the effect of doxycyline to cardiac remodelling and its clinical implication are unknown.
Objective: To determine the effect of doxycycline on cardiac remodelling biomarkers after myocardial infarction.
Methods: We conducted triple blinded-randomized control trial. Patients with STEMI anterior or with Killip class 2-3 who underwent PPCI were randomly assigned to doxycycline (100 mg b.i.d for 7 days) in addition to standard therapy or to standar care. Cardiac remodelling biomarkers (neutrophils, hs-Troponin T, hs-CRP, NT-proBNP) were obtained on admission and during hospitalization. Echocardiography were assessed on admission and at 5 days to evaluate left ventricle dimmension and function.
Results: There were 94 patients assigned into doxycycline and control group. Baseline demographics and clinical characteristics were comparable between 2 groups. Doxycycline group showed lower percent neutrophils at 12 hours compare to control group (69.1±5.8% vs 71.9±8.0%, p=0.049). hs-Troponin T changes were lower in patients with onset >6 hours who received doxycycline and there were no differences among control group. Heart failure incidence was 11.3% lower in doxycycline group to control group. The improvement of left ventricle ejection fraction was sifnificantly higher in doxycycline group than in control group (4.5±10.4% vs 0.3±10.3%, p=0.05). The imrpovement was even higher in those with onset >6 hours with mean increament of 5.9% (95%CI 0.05-11.7%, p=0.048).
Conclusion: Doxycycline had effect in improving cardiac remodelling biomarkers, ie percent neutrophils and hs-Troponin T and left ventricle ejection fraction. Incidence of heart failure was lowe in doxycycline group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Chikita Fredy
"Latar belakang: Pada era intervensi koroner perkutan primer (IKKP), angka kematian akibat infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) berhasil ditekan. Peningkatan angka sintasan tersebut berbanding dengan peningkatan insiden gagal jantung. Proses remodeling pascamiokard infark yang belum sepenuhnya dihambat oleh standar terapi saat ini akan berujung pada kondisi gagal jantung. Doksisiklin sebagai anti-matriks metaloproteinase (MMP) menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah proses remodeling. Biomarker remodeling merupakan surrogate dini yang baik untuk memprediksi kejadian remodeling. Namun, efek doksisiklin terhadap biomarker remodeling dan luaran klins pasien IMA-EST belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek doksisiklin terhadap penurunan kadar biomarker remodeling pascainfark miokard.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain uji klinis tersamar tripel. Pasien IMA-EST dengan keterlibatan anterior atau Killip 2-3 dengan onset kurang dari 12 jam yang menjalani IKKP terbagi acak kedalam grup yang mendapat doksisiklin 2x100 mg selama 7 hari sebagai tambahan dari standar terapi dan grup dengan standar terapi. Pemeriksaan biomarker (netrofil, hs-Troponin T, hs-CRP, NT-pro BNP) dilakukan saat admisi rumah sakit dan evaluasi intraperawatan. Ekokardiografi dilakuan saat admisi dan hari ke-5 untuk menilai dimensi dan fungsi ventrikel kiri.
Hasil: Terdapat 94 subyek yang diikutkan dalam penelitian dan terbagi rata ke dalam kedua grup. Karakteristik demografis dan klinis kedua grup homogen. Grup doksisiklin menujukkan nilai netrofil jam ke-24 yang lebih rendah dibanding grup kontrol (69,1±5,8% vs 71,9±8,0%, p=0,049). Peningkatan hs-Troponin T didapatkan lebih rendah pada kelompok dengan onset lebih dari 6 jam yang mendapatkan doksisiklin, namun tidak pada grup kontrol. Insiden gagal jantung 11,3% lebih rendah pada grup doksisiklin. Perbaikan fraksi ejeksi signifikan didapat pada grup doksisiklin dibanding grup kontrol (4,5±10,4% vs 0,3±10,3%, p=0,05). Peningkatan tersebut lebih besar pada pasien dengan onset lebih dari 6 jam dengan rerata peningkatan 5,9% (95%IK 0,05-11,7%, p=0,048).
Kesimpulan: Doksisiklin memiliki efek perbaikan biomarker remodeling ventrikel, terutama netrofil dan hs-troponin T, serta fraksi ejeksi ventrikel kiri. Jumlah insiden gagal jantung lebih rendah pada grup doksisiklin.

Background: In era of primary percutaneous coronary intervention (PPCI), mortaliry rate was reduced significantly. The increament in survival rate was followed by increament in heart failure cases. Cardiac remodelling after myocardial infarction was not fully anticipated by current therapy hence the patent would suffer for hear failure. Doxycycline as antimatrix metaloproteinase (MMP) inhibitor showed a promising results in modulation cardiac remodelling. Cardiac biomarkers for remodelling are surrogate parameters for early indentifying of remodelling. However, the effect of doxycyline to cardiac remodelling and its clinical implication are unknown.
Objective: To determine the effect of doxycycline on cardiac remodelling biomarkers after myocardial infarction.
Methods: We conducted triple blinded-randomized control trial. Patients with STEMI anterior or with Killip class 2-3 who underwent PPCI were randomly assigned to doxycycline (100 mg b.i.d for 7 days) in addition to standard therapy or to standar care. Cardiac remodelling biomarkers (neutrophils, hs-Troponin T, hs-CRP, NT-proBNP) were obtained on admission and during hospitalization. Echocardiography were assessed on admission and at 5 days to evaluate left ventricle dimmension and function.
Results: There were 94 patients assigned into doxycycline and control group. Baseline demographics and clinical characteristics were comparable between 2 groups. Doxycycline group showed lower percent neutrophils at 12 hours compare to control group (69.1±5.8% vs 71.9±8.0%, p=0.049). hs-Troponin T changes were lower in patients with onset >6 hours who received doxycycline and there were no differences among control group. Heart failure incidence was 11.3% lower in doxycycline group to control group. The improvement of left ventricle ejection fraction was sifnificantly higher in doxycycline group than in control group (4.5±10.4% vs 0.3±10.3%, p=0.05). The imrpovement was even higher in those with onset >6 hours with mean increament of 5.9% (95%CI 0.05-11.7%, p=0.048).
Conclusion: Doxycycline had effect in improving cardiac remodelling biomarkers, ie percent neutrophils and hs-Troponin T and left ventricle ejection fraction. Incidence of heart failure was lowe in doxycycline group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kornadi
"Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP) merupakan pilihan utama untuk mengembalikan aliran darah dan perfusi pasien yang mengalami Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (IMA-EST). Tapi tidak selalu mengembalikan aliran yang cukup pada tingkat mikrosirkulasi, hal ini disebabkan oleh obstruksi mikrovaskular (OMV). Banyak penelitian telah membuktikan pengaruh inflamasi terhadap kejadian OMV, tingginya rasio neutrofil limfosit pasca IKPP menggambarkan respon inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai hubungan rasio neutrofil limfosit (RNL) terhadap kejadian obstruksi mikrovaskular yang dinilai dengan pemeriksaan myocardial blush kuantitatif (QuBE).
Metode: Sebanyak 33 subjek IMA–EST yang menjalani IKPP dipilih secara konsekutif sejak 1 September 2013 sampai 30 Oktober 2013. RNL diambil saat masuk UGD, penilaian myocardial blush (MB) diambil segera pasca IKPP, angiografi untuk RCA (RAO 30˚) dan LCA (LAO 60˚-90˚). Kemudian RNL dikirim ke laboratorium untuk diperiksa dengan dengan Sysmex 2000i, blush dinilai dengan program komputer QuBE. Perhitungan statistik dinilai dengan SPSS 17.
Hasil: Dari 33 pasien didapatkan proporsi terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebesar 75,7%, rerata usia pasien 56±9.8 tahun. Analisa statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara RNL dan QuBE (β=-0,180;p=0,664) namun terdapat kecenderungan setiap kenaikan 1 unit RNL akan menurunkan QuBE sebesar 0,180 unit arbiter. Setelah dilakukan adjusted terhadap faktor perancu didapatkan kecenderungan penurunan yang lebih besar meskipun tetap tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. (koef β=-0,331 ; p=0,527).

Primary percutaneus coronary intervention (PPCI) is a first of choice to return patient’s blood flow and perfusion with ST elevation myocardial infarction (STEMI). However, it is not always sufficiently reflow of microcirculation due to Microvascular Obstruction (MVO). Many studies had proved that neutrophil to lymphocyte ratio (NLR) has emerged as a potent composite inflammatory marker. The aim of this study is to evaluate association between NLR and MVO by Quantitative Blush Evaluator (QuBE).
Methode: 33 STEMI patients undergoing primary PCI were consecutivly recruited from September to October 2013. The NLR was withdraw at patient admission. We evaluate the myocardial blush immediately after PCI done. Angiography views were RAO 30˚ for RCA, and LAO 60˚-90˚for LCA. Then the NLR was sent to laboratory for examination. QuBE was done to evaluate myocardial blush. Statistical analysis was done by SPSS 17.
Results: From thirty three patients included in the study, there were 75,75% men, with mean age 56±9.8 years old. Statistical analysis showed no correlation between NLR and QuBE (β=-0,180;p=0,664) but there was decrease of 0,180 unit arbiter QuBE for each 1 unit of peripheral NLR. After adjustment of confounding factor, there was more decreasing value although there is no significant correlation. (coef β=-0,331;p=0,527).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Isra Tuasikal
"Latar Belakang: Angka defisiensi besi di negara berkembang sangat tinggi dibandingkan negara maju dan hubungan antara defisiensi besi dengan myocardial blush kuantitatif pada pasien infark miokard akut disertai elevasi segmen ST (IMA-EST) yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) belum pernah dilakukan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara defisiensi besi dengan myocardial blush kuantitatif pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.
Metode: Kami mengevaluasi 64 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan memenuhi kriteria untuk dilakuakan penilaian myocardial blush kuantitatif menggunakan program Quantitative Blush Evaluator (QuBE). Penilaian defisiensi besi diukur menggunakan feritin, serum besi, dan total iron binding capacity (TIBC).
Hasil: Pasien dengan defisiensi besi memiliki nilai QuBE yang 7,48 kali lebih buruk dibandingkan dengan pasien tanpa defisiensi besi. Analisis multivariat menunjukan bahwa defisiensi besi merupakan prediktor terhadap nilai QuBE yang rendah (OR 7,48, 95% interval kepercayaan 1,78-31,49, p 0,006).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara defisiensi besi dengan nilai QuBE yang lebih buruk pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP

Background: Prevalence of iron deficiency in developing countries is higher than developed country, and association between iron deficiency and quantitative myocardial blush in acute ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI) undergoing primary percutaneous coronary intervention (PPCI) has not been investigated.
Objective: This study sought to evaluate the association between iron deficiency and quantitative myocardial blush of patient with acute STEMI undergoing primary PCI.
Methods: We enrolled 64 patients with acute STEMI underwent primary PCI who fulfilled the standard criteria for quantitative myocardial blush evaluation using quantitative blush evaluator (QuBE). Iron deficiency were measure by ferritin, serum iron, and total iron binding capacity (TIBC).
Results: Patients with Iron deficiency 7,48 times risk of poor QuBE index than group without iron deficiency. Multivariate logistic analysis showed that iron deficiency was an predictor of a poor QuBE index (OR 7,48, 95% confidence interval 1,78-31,49, p 0,006).
Conclusion: There is association between iron deficiency with poor QuBE index in patients STEMI undergoing primary PCI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratna Sari Dewi
"Latar Belakang : Rasio netrofil-limfosit (NLR) sudah banyak diteliti memiliki hubungan yang erat dengan luaran penyakit kardiovaskular. Hal ini berhubungan dengan proses inflamasi yang dapat menyebabkan perubahan struktural dan fungsi dari jantung yang dapat dinilai dengan salah satunya fraksi ejeksi (EF). Pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP memiliki resiko untuk mengalami perubahan EF yang berhubungan dengan NLR saat admisi.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara NLR rendah dengan peningkatan fraksi ejeksi (EF) ventrikel kiri pada pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP.
Metode : Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dan data dilaporkan dalam bentuk deskriptif dan analitik korelasi. Dilakukan analisa hubungan NLR admisi pasien STEMI yang mendapatkan IKPP dengan EF ≤50% yang di ambil dengan ekokardiografi selama perawatan, akan kemudian dilakukan ekokardiografi kembali pada bulan ke-3.
Hasil : Total sampel penelitian adalah 58 subjek dengan 91,4% merupakan laki-laki. Rerata nilai EF I 42% dan EF ke-2 45,9%. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok dengan NLR <7 dan >7. Terdapat perbedaan proporsi antara kedua kelompok yang ditunjukan dengan nilai p sebesar 0,05. Subjek yang mempunyai kadar NLR >7 lebih beresiko sebesar 4,30x untuk tidak mengalami perbaikan. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi perbaikan EF pada penelitian ini adalah NLR <7 dengan OR sebesar 6,56 (1,31-32,84) setelah dikontrol oleh variable lekosit dan multivesel diseases.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara NLR dengan perbaikan EF ventrikel kiri pada Pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP

Background : The neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) has been widely studied to have a close relationship with cardiovascular disease outcomes. This is related to the inflammatory process that can cause structural and functional changes of the heart which can be assessed by ejection fraction (EF). STEMI patients who receive Primary PCI are at risk for experiencing changes in EF related to NLR at admission.
Objective: To determine the relationship between low NLR and increased left ventricular ejection fraction (EF) in STEMI patients who receive primary PCI.
Methods: The design of this study was a retrospective cohort and the data were reported in descriptive and analytic form. An analysis of the relationship between NLR admissions for STEMI patients who received primary PCI with an EF 50% or below were carried out by echocardiography during treatment, then echocardiography was performed again in the 3rd month.
Results: The total sample of the study ware 58 subjects with 91.4% of males. The mean score for EF I was 42% and EF 2 was 45.9%. Patients were divided into 2 groups with NLR <7 and >7. There is a difference in the proportion between the two groups as indicated by a p-value of 0.05. Subjects who have NLR levels > 7 are 4,30x more at risk for not experiencing improvement. The most dominant factor influencing the improvement of EF in this study was NLR <7 with an OR of 6.56 (1.31-32.84) after being controlled by leukocyte and multivesel diseases variables.
Conclusion: There is a relationship between NLR and left ventricular EF improvement in IMA-EST patients who received PCI
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salik Hawariy
"Kadar asam urat diduga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya batu saluran kemih. Hal tersebut berkaitan dengan adanya kristalisasi asam urat pada saluran kemih, yang berujung pada batu asam urat. Penelitian bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara kadar asam urat dengan kejadian batu asam urat pada pasien batu saluran kemih. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Juni 2012 hingga Juni 2013 dengan menggunakan data rekam medis pasien tahun 2009-2011 sebanyak 102 sampel. Data yang diambil adalah kadar asam urat pasien yang dikelompokkan menjadi normal (≤6,8 mg/dL) dan tinggi (>6,8 mg/dL), serta hasil analisis batu saluran kemih, apakah terdapat batu asam urat atau tidak. Hasil menunjukkan bahwa pada pasien dengan kadar asam urat normal, batu asam urat terjadi pada 33 dari 84 orang (39,3%), dan pada pasien dengan kadar asam urat tinggi terjadi pada 6 dari 18 orang (33,3%). Hasil uji chi-square menunjukkan p=0,637, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar asam urat dengan kejadian batu asam urat.

Uric acid level in blood is thought to be one of many risk factors in urolithiasis. It is related to the crystallization of uric acid in the urinary tract which will become uric acid stone. Objective of this study was to determine whether there is a correlation between uric acid level in blood with uric acid stone occurrence or not. The study was done at Urology Department Cipto Mangunkusumo Hospital in June 2012 until June 2013, using 102 data from medical record year 2009-2011. Data used for study were uric acid level, which was categorized into normal (≤6,8 mg/dL) and high (>6,8 mg/dL), and stone analysis, whether there was uric acid or not. The results showed that uric acid stone occured in 33 of 84 patients (39,3%) with normal uric acid level, and in 6 of 18 patients (33,3%) with high uric acid level. Chi-square test showed that p=0,637, which proved that there was no correlation between uric acid level with uric acid stone occurrence."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Radityamurti
"Salah satu fungsi ginjal adalah sebagai tempat produksi erythropoietin yang berfungsi memicu produksi sel darah merah. Pada penderita obstruksi batu ureter bilateral kronik dapat terjadi kerusakan ginjal umumnya berakibat anemia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah. Kadar kreatinin darah dalam penelitian ini digunakan sebagai indeks pengukuran fungsi ginjal. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil data 101 rekam medis pasien pada tahun 2009-2011 dengan batu ureter bilateral dan diambil data hemoglobin (cut-off 12 gr/dL) dan kreatinin serum (cut-off 1,5 mg/dL). Hubungan antara keduanya dihitung dengan uji chi-square dan didapatkan 70,6% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin tinggi dan 42,0% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin normal (p=0,004). Terdapat risiko penurunan kadar hemoglobin (OR = 3,314) pada pasien dengan kadar kreatinin yang tinggi. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah dan pasien dengan kadar kreatinin tinggi cenderung berisiko anemia.

One of renal function is as a place that serves erythropoietin production triggers the production of red blood cells. In patients with bilateral ureteral stone obstruction chronic kidney damage can occur generally result in anemia. This study aimed to prove the existence of a relationship between hemoglobin levels with blood creatinine levels. Blood creatinine levels in this study was used as an index of kidney function measurement. The study was conducted in the Department of Urology Hospital Cipto Mangunkusumo by retrieving 101 medical records data of patients in the years 2009-2011 with bilateral ureteral stones and data retrieving hemoglobin data (cut-off 12 g / dL) and serum creatinine (cut-off 1.5 mg / dL). Relationship between the two was calculated by chi-square test. It was found that 70.6% of patients with low hemoglobin had high creatinine levels and 42.0% of patients with low hemoglobin had normal creatinine levels (p = 0.004). These result implied that there was a risk of a decrease in hemoglobin levels (OR = 3.314) in patients with high creatinine levels. In conclusion, there was a significant relationship between level of hemoglobin and creatinine levels in blood. Patients with high creatinine levels tend to be at risk of anemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>