Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14199 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Sahabat Remaja, Unicef, 1999
305.23 KON
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Departemen Sosial RI, 2008
305.23 UJI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Boston: Martinus Nijhoff, 1996
305.231 CHI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: UNICEF, 2003
346.013 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikrina Laili Kusumadewi
"Anak-anak tidak dapat dihindarkan dari penggunaan berbagai macam teknologi yang telah berkembang saat ini. Atas penggunaan teknologi tersebut, maka disertai pula dengan ancaman penyalahgunaan data pribadi seseorang yang mungkin akan muncul setelahnya. Ancaman tersebut cukup meresahkan, terutama bagi anak-anak yang dalam pandangan hukum dianggap sebagai individu yang tidak cakap. Sayangnya, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) tidak mengatur dan menjelaskan secara rinci perlindungan-perlindungan yang bisa anak dapatkan atas keamanan data pribadinya. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas tentang aturan anak, sanksi, dan ganti rugi dalam perlindungan data pribadi; ketentuan hak-hak anak; dan perbandingan implementasi. Tujuannya untuk memberikan penjelasan mengenai apa saja ketentuan yang telah diatur dan bagaimana pelaksanaannya di Indonesia, yang kemudian akan dibandingkan dengan ketentuan dalam General Data Protection Regulation (GDPR). Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, berdasarkan bahan kepustakaan hukum, dengan pendekatan komparatif atau perbandingan. Hasil yang di dapat adalah bahwa ketentuan untuk anak dalam UU PDP masih belum memadai untuk melindungi data pribadi anak secara tegas dan jelas, yang mana berbanding terbalik dengan ketentuan dalam GDPR. Akibatnya, tidak ada pengimplementasian yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pemerintah perlu membentuk dan mengesahkan undang-undang baru yang terfokus membahas mengenai perlindungan data pribadi anak.

Childrens are inseparable from using various kinds of technology. The use of this technology also has a negative impact, which is misuse of one's personal data. This threat is quite troublesome, especially for children, in the eyes of the law, that are considered as incompetent individuals. Unfortunately, Regulation Number 27/2022 concerning Personal Data Protection (PDP Law) does not regulate and explain in detail the protections that children can get for the security of their personal data. Therefore, this research will discuss child regulations, sanctions, and compensation in protecting personal data; child rights provisions; and the comparison of implementation. The aim is to provide an explanation of what provisions have been regulated and how they are implemented in Indonesia, which will then be compared with the provisions in the General Data Protection Regulation (GDPR). This study uses a juridical-normative method, based on legal literature, with a comparative approach. The result obtained is that the provisions for children in the PDP Law are still inadequate to protect children's personal data explicitly and clearly, which is inversely proportional to the provisions in the GDPR. As a result, there is no significant implementation in everyday life. Thus, the government needs to form and pass a new law that focuses on discussing the protection of children's personal data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fitriyani
"ABSTRAK
Proses pada sistem peradilan pidana anak didasarkan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Ketentuan ini dapat dikatakan merupakan ketentuan khusus yang mengatur tentang hukum acara peradilan pidana anak dimana terdapat beberapa perbedaan dengan proses peradilan pidana dengan orang dewasa. Salah satu perbedaan tersebut adalah adanya peran Balai Pemasyarakatan untuk melakukan Penelitian Kemasyarakatan. Melalui Penelitian kemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan diharapkan mampu melindungi hak asasi anak yang melakukan tindak pidana.
Fokus utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan fungsi balai pemasyarakatan dalam perlindungan hak asasi manusia pada sistem peradilan pidana anak, dan faktor-faktor penghambat dalam proses tersebut. Pendekatan penelitian yang -dipakai adalah kualitatif dan peneliti menganalisa data yang diperoleh secara induktif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan fungsi balai pemasyarakatan pada sistem peradilan pidana anak belum mencerminkan prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagaimana ditetapkan dalam beberapa instrumen hak asasi manusia, yang pada dasamya menyebutkan bahwa proses hukum yang dilalui oleh seorang anak yang melakukan tindak pidana harus didasarkan pada ketentuan hukum dan hanya dilakukan sebagai upaya terakhir. Hal ini disebabkan karena adanya faktorfaktor penghambat pada balai pemasyarakatan dalam melaksanakan fungsinya dalam peradilan pidana anak. Hasil penelitian menyarankan bahwa ketentuan yang mengatur tentang fungsi Balai Pemasyarakatan perlu direvisi; meningkatkan sumber daya manusia; dan menjalin komunikasi yang lebih baik diantara aparat penegak hukum.

ABSTRACT
The process of juvenile justice system based on Law Number 3 of the year 1997 on Juvenile Justice. This rule is special regulation about juvenile justice procedures which has differences with adults. One of the differences is the existence of Balai Pemasyarakatan to make social inquiry reports. Trough this report, the functional officer at Balai Pemasyarakatan suppose to make efforts to protect the juveniles.
The focus of the research is to find out the functions of Balai Pemasyarakatan in human rights protection at juvenile justice system, and the obstacles of that process. The method used in this research is qualitative and the data analyze is inductive.
The results of the research show that the functions of Balai Pemasyarakatan in human rights protection at juvenile justice system have not implemented the principles of human rights which state that all the process at juvenile justice should based on the regulations and only applied as the last resort. This condition caused that Balai Pemasyarakatan meets the obstacles in the implementation of its functions. The research makes suggestions to improve the functions of Balai Pemasyarakatan in human rights protection at juvenile justice system. That are making revision of the regulations on function of Balai Pemasyarakatan; developing the human resources; and having better communication between the law enforcement officials.
"
2007
T20831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeyep Mulyana
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai batas usia perkawinan Anak perempuan yang berimplikasi terhadap hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan antara perkawinan pada usia Anak dengan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yaitu praktik perkawinan anak merupakan usia dimana anak sedang dalam proses menempuh pendidikan/usia wajib belajar yang dijamin oleh Peraturan perundang-undangan, karena mayoritas kebijakan sekolah tidak akan menerima peserta didik dalam status sudah melakukan perkawinan dengan demikian anak tidak mendapatkan hak pendidikannya, oleh karena itu dengan ditolaknya uji materil terkait pendewasaan usia perkawinan anak dalam Putusan Perkara No 30-74/PUU-XII/2014 maka batas minimal usia perkawinan untuk perempuan tetap 16 Tahun dan tetap adanya pengaturan mengenai dispensasi untuk melakukan perkawinan dibawah usia 16 Tahun, dengan masih berlakunya ketentuan dimaksud, maka secara otomatis perkawinan pada usia anak tetap banyak dilakukan di masyarakat yang hal tersebut jelas berdampak dan berimplikasi juga terabaikannya hak anak untuk mendapatkan pendidikan
Dalam penelitian ini menyarankan perubahan terhadap ketentuan pengaturan dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan serta Perlu adanya suatu kebijakan dari pemerintah yang mengatur bahwa setiap anak terlepas dari statusnya dia sudah menikah atau apapun itu tetap berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena pendidikan merupakan hak setiap anak yang wajib dipenuhi oleh Negara dan tentunya memperkuat sosialisasi dan penguatan kepada masyarakat secara masif sehingga terjadi dukungan tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat yang akan mendukung dan memberi pemahaman kepada orang tua tentang dampak negatif melakukan perkawinan pada usia anak di daerah mereka masing-masing

ABSTRACT
The research showed that there is a relations between marriage at age Children with the right of children to education is the practice of child marriage is the age at which a child is in the process of education / compulsory school age are guaranteed by legislation, because the majority of the school's policy will not accept learners in marital status have done so children do not get the right education, therefore a refusal of judicial review related to the maturation of the marriage age children in the Decision on Case No. 30-74 / PUU-XII / 2014, the minimum age of marriage for women remain 16 Years and keep their arrangements regarding dispensation to perform marriages under the age of 16 years, with still stipulation in question, it is automatically age marriage still plenty to do in the community that it clearly had an effect and implication also the neglect of the rights of children to education
This study suggests amendments to arrangements in Article 7 Paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 on the marriage as well as a need for a policy of the government which provides that every child regardless of he's married or no it still has the right to get an education, because education is the right of every child that must be met by the State and certainly strengthen the dissemination and reinforcement to the public on a massive scale, causing the support of traditional leaders, religious leaders and community leaders who will support and understanding to parents about the negative effects do age marriage in their respective areas."
2016
T46101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Hannah Mercia
"Skripsi ini menjelaskan gagasan hak untuk menerima pendidikan di lingkungan pendidikan yang aman di Indonesia sebagai isu hak asasi manusia yang penting. Contoh yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi kasus di Indonesia yang berkaitan dengan SMA Pangudi Luhur dan Jakarta Intercultural Sekolah (JIS), sedangkan terjadinya kasus mengenai pelecehan hak anak dan pelanggaran cukup tinggi. Melalui metode yuridis normatif, skripsi ini menganalisis masalah, yang bisa mempengaruhi hak seseorang untuk menerima pendidikan yang aman dan sehat. Kurangnya penegakan hukum, kegagalan menegakkan efek jera bagi pelanggar yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak Anak, orang-orang dewasa dilingkungan belajar mengajar yang kurang perhatian dan pendekatan pemerintah mengenai isu pelanggaran hak asasi anak - yang semuanya menghasilkan efek-efek yang tidak diinginkan untuk pelaksanaan perlindungan hak anak dalam menerima pendidikan. Skripsi ini menetapkan bahwa sementara kerangka hak anak di Indonesia bersama dengan kerangka Konvensi Hak Hak Anak yang sudah sangat komprehensif, tetapi kurang mampunya pengimplementasian dan penerapan dalam praktek di Indonesia.

The thesis describes the idea of right to receive education in a safe educational environment in Indonesia as an important human rights issue. The example used in this thesis are case studies in Indonesia pertaining SMA Pangudi Luhur and Jakarta Intercultural School (JIS) , whereas the occurrence of cases regarding child?s right abuse and violation is quite high. Through the juridical-normative method, this thesis analyses the concerns, which hopefully affect one?s right to receive education safe and sound. The lack of law enforcement, the failure of enforcing deterrent effect to the violator related to the protection of Child?s rights, the proliferation of intolerant adults within the educational environment and the government?s approach to the issue of child?s rights violation - all of which have an undesirable effect to the implementation of child?s right protection in receiving education. This thesis stipulates that while the child?s rights framework in Indonesia as well as the framework by the Convention of the Rights of the Child are comprehensive, to that of the lack of implementation and manifestation in practice in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Hafni Humaira
"Dalam menentukan perwalian terhadap anak, penting untuk memperhatikan prinsip kepentingan terbaik anak. Meskipun dalam praktiknya khususnya dalam penetapan Nomor 4/PDT.P/2020/PN Plp, Majelis Hakim masih belum memberikan pertimbangan hukum mengenai prinsip kepentingan terbaik bagi anak, tetapi hal ini tidak dapat dikesampingkan. Untuk itu, penelitian ini akan melihat bagaimana seharusnya prinsip kepentingan terbaik bagi anak diterapkan, khususnya dalam penetapan perwalian terhadap anak berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak dan peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia. Melalui metode penulisan doktrinal, penelitian ini ingin melihat sejauh mana Penetapan Nomor 4/PDT.P/2020/PN Plp menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam perwalian di Indonesia. Penelitian ini dilengkapi dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan Majelis Hakim tidak memperhatikan ketentuan PP 29/2019. Pengangkatan perwalian yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku akan berdampak dengan keberlangsungan hidup anak. Hal ini dikarenakan semasa hidupnya, anak yang masih termasuk dalam masyarakat rentan akan bergantung dengan walinya. Selain itu, sesuai pada Konvensi Hak-Hak Anak khususnya dalam General Comment No. 14 (2013) on The Right of The Child to Have His or Her Best Interests Taken as a Primary Consideration mengatur prinsip kepentingan terbaik anak harus diuraikan secara eksplisit mengenai bagaimana hal ini dipertimbangkan. Ketentuan ini juga tidak diejawantahkan oleh Majelis Hakim karena dalam pertimbangan hukumnya sama sekali tidak mencantumkan pertimbangan mengenai kepentingan terbaik bagi anak. Dalam penelitian ini, akan diberikan saran yaitu terhadap Mahkamah Agung untuk membuat pedoman teknis agar Majelis Hakim dalam melakukan pengangkatan seorang wali terhadap anak dapat memperhatikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, pembuatan panduan khusus mengenai pelaksanaan prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang harus dipatuhi oleh aparat penegak hukum dan masyarakat, serta adanya pelatihan kepada aparat penegak hukum mengenai pentingnya prinsip kepentingan terbaik bagi anak sebagai pertimbangan yang utama.

In determining guardianship of children, it is crucial to prioritize the principle of the child's best interests. Despite the Panel of Judges failure to consider the best interests of the child in Determination Number 4/PDT.P/2020/PN Plp, this should not be overlooked. Therefore, this research will examine how the best interests of children should be applied in determining guardianship based on the Convention on the Rights of the Child and other Indonesian regulations. Through a doctrinal writing method, this research aims to assess the application of the best interests of children principle in Determination Number 4/PDT.P/2020/PN Plp. The research is supported by primary, secondary, and tertiary legal materials. The findings reveal that the Panel of Judges did not adhere to the provisions outlined in PP 29/2019. Appointing guardianship without following the applicable regulations will adversely affect the child's well-being, as they rely on their guardians for support. Furthermore, the Panel of Judges did not incorporate considerations regarding the best interests of the child in their legal deliberations, contrary to the provisions of the Convention on the Rights of the Child, especially General Comment No. 14 (2013) ) on The Right of The Child to Have His or Her Best Interests Taken as a Primary Consideration. In this research, suggestions will be given to the Supreme Court to create technical guidelines so that the Panel of Judges in appointing a guardian for a child can pay attention to the principle of the best interests of the child, creating special guidelines regarding the implementation of the principle of the best interests of the child which must be adhered to by law enforcement officers. and the community, as well as training for law enforcement officers regarding the importance of the principle of the best interests of children as the main consideration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>