Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Department of Foreign Affairs, 2001
327.7 IND e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Ministry of Foreign Affairs of The Republic of Indonesia, 2017
327 IND t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Sengketa perebutan Kepulauan Spratly merupakan
sengketa multilateral antara Cina, Vietnam, Taiwan,
Filipina, Malaysia, dan Brunei. Keenam negara tersebut
memperebutkan kepemilikan terhadap Kepulauan Spratly yang
terletak di Laut Cina Selatan, baik untuk seluruhnya maupun
sebagian saja. Salah satu cara untuk melakukan pembicaraan
terhadap masalah-masalah dan klaim-klaim yang terkait
dengan sengketa Kepulauan Spratly adalah melalui Workshop
On Managing Potential Conflicts In The South China Sea yang
diselenggarakan atas inisiatif Indonesia. Dalam hal ini
workshop yang dibahas adalah workshop periode tahun 1990-
2005. Workshop tersebut tidak hanya dihadiri oleh para
partisipan dari negara-negara yang bersengketa, tetapi juga
negara-negara lainnya dalam lingkup regional Asia Tenggara.
Tujuan dari dilaksanakannya workhop ini adalah mengubah
potensi konflik yang terjadi di Kawasan Laut Cina Selatan
menjadi bentuk-bentuk kerjasama di antara pihak-pihak yang
bersengketa untuk meningkatkan rasa saling percaya
khususnya diantara para pihak yang bersengketa. Sehingga
dengan workshop ini konflik yang ada diantara para pihak
yang bersengketa dapat dikelola menjadi kerjasama-kerjasama
yang menguntungkan di wilayah Laut Cina Selatan. Kerjasamakerjasama
yang sudah disepakati meliputi bidang-bidang
seperti berikut: Marine Scientific Research; Marine
Environmental Protection; Safety of Navigation Shipping And
Communication; Resource Assessment and Ways of Development.
Sedangkan terhadap masalah teritorial dan yurisdiksional
diharapkan dari kerjasama-kerjasama yang sudah dilaksanakan
pada akhirnya dapat diperoleh suatu penyelesaian sengketa
yang disetujui oleh masing-masing pihak."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S26126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Permata Abiwijaya
"ABSTRAK
Tesis ini akan membahas tentang bagaimana Engagement yang komplek dengan
China pada tingkat politik, ekonomi, dan strategi saat ini dibutuhkan oleh Korea
Selatan dengan harapan pemimpin China dapat dipengaruhi atau disosialisasikan
untuk mematuhi peraturan dan norma-norma internasional sehingga Korea Selatan
tetap bisa mewujudkan kepentingannya dalam menjaga stabilitas keamanan dan
politik di kawasan Asia Timur dan kepentingan ekonomi yang akan membawa
Korea Selatan menjadi negara maju. Sebuah negara yang dapat melakukan
hedging (hedger) secara kuat adalah negara yang mampu membangun dan
mempertahankan hubungan strategis secara dekat dengan dua kekuatan besar
(Amerika Serikat dan China) pada saat yang bersamaan.

ABSTRACT
The focus of this study is about how the complex engagement to China at the
level of politics, economics, and strategies currently required by South Korea in
the hope of China's leaders may be influenced or socialized to obey the
international norms and rules. This is done by South Korea to maintain its national
interest to keep the political and security stability in the East Asia region and
South Korea’s interest in the field of economy that will bring South Korea into the
developed world. A country that can do hedging (hedger) is a country that have a
strong ability to build and maintain a close strategic relationship within the two
great powers (the United States and China) at the same time."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kim Hyun Joong
"ABSTRAK
Tiongkok mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat sejak melakukan reformasi ekonomi pada bulan Desember 1978. Menanggapi peningkatan pesat Tiongkok, Korea Selatan telah secara aktif berusaha untuk memperluas hubungan perdagangan,sosial, dan politik dengan Tiongkok sejak normalisasi hubungan diplomatik kedua negara tersebut pada tahun 1992. Namun, terlepas dari interaksi ekonomi di antara kedua negara yang terus tumbuh, Korea Selatan memandang Tiongkok sebagai sumber permasalahan, terutama terkait dengan isu-isu sejarah, perdagangan, dan militer. Penulisan kajian literatur ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika hubungan antara Korea Selatan dan Tiongkok. Sebagai akibat, hubungan antara Korea Selatan dan Tiongkok dipengaruhi oleh persengketaan sejarah Koguryo, hubungan perdagangan, dan hubungan militer. Persengketaan sejarah Koguryo adalah persengketaan yang terjadi antara Korea Selatan dan Tiongkok terhadap sejarah Koguryo yang merupakan salah satu kerajaan kuno Korea yang meliputi sebagian besar Korea Utara dan sebagian besar wilayah timur laut Tiongkok pada saat ini, khususnya Manchuria. Hubungan perdagangan antara Korea Selatan dan Tiongkok dipengaruhi persengketaan perdagangan dan upaya untuk memulihkan hubungan seperti perjanjian perdagangan bebas FTA . Hubungan militer antara Korea Selatan dan Tiongkok dipengaruhi persengketaan militer dan upaya untuk normalisasi hubungan seperti kunjungan Menteri Pertahanan Korea Selatan ke Tiongkok pada tahun 2011. Dengan demikian, hubungan antara Korea Selatan dan Tiongkok dipengaruhi oleh persengketaan sejarah Koguryo, hubungan perdagangan, dan hubungan militer. Pemahaman terhadap situasi hubungan antara Korea Selatan dan Tiongkok yang dibahas dari tulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah atau aktor lainnya dalam membangun hubungan kedua negara tersebut baik secara perdagangan, militer maupun sosial budaya.

ABSTRACT
China has achieved rapid economic growth since its economic reforms in December 1978. In response to China's rapid rise, South Korea has been actively seeking to expand trade, social, and military ties with China since the normalization of the two countries' diplomatic relations in 1992. However, despite their growing economic interactions, South Korea views China as the source of the problem, especially with regard to historical, trade, and military issues. This literature review aims to explain the dynamics of the relationship between South Korea and China. It found that their relations are influenced by historical dispute of Koguryo, trade relations and military relations. Historical dispute of Koguryo is a dispute between South Korea and China over the history of Koguryo, which is one of the ancient Korean empires that covers most of North Korea and most of the northeastern China today, in particular Manchuria. Trade relations between South Korea and China are influenced by trade disputes and efforts to recover trade relations such as the Free Trade Agreement (FTA). Military relations between South Korea and China are influenced by military disputes and efforts to normalize relations such as the visit of South Korean Minister of National Defense to China in 2011. In conclusion, the China-South Korea relationship is mainly influenced by the historical dispute of Koguryo, trade relations, and military relations. The understanding of the relationship between South Korea and China discussed on this paper has the potential to be a reference for the government or other actors in building relations between the two, both in trade, military and socialcultural fields."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Homaifar, Ghassem
New York: John Wiley, 2004
332.4 Hom m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"ASEAN has an abiding interest in peace and stability in this region and in freedom of navigation in and overflight above the South China Sea. Much of ASEANs commerce, including its members' traded food and energy resources, passes through or over the South China Sea. The stakes for ASEAN and its members in the South China Sea are very high.This book is the product of a conference on Entering Uncharted Waters? ASEAN and the South China Sea Dispute, initiated to remind all claimants to bring their claims as close as possible to the provisions of the 1982 UN Convention on the Law of the Sea. After all, ASEAN has sought to promote the rule of law in the region."
Singapore: Institute of South East Asia Studies, 2014
e20442234
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afiat Anang Luqmana
"Since the signing of ASEAN China Free Trade Agreement in 2003. China has been evolving into a significant economic partner for Indonesia and had become a major trade partner for Indonesia. However, China’s non oil and gas FDI flows are less likely to experience significant development in Indonesia, whereas investment agreement on ACFTA framework has been agreed since 2009. This paper will investigate why China’s non oil and gas FDI flows to Indonesia still has not evolved significantly after ACFTA investment agreement was agreed. Economic regionalism approach will be used to see the lack of China’s non oil and gas FDI in Indonesia. This study discovers that in the context of Southeast Asia, China’s non oil and gas FDI interest is not focused in Indonesia. China puts more focus in Singapore, and three countries in Indochina, consist of Myanmar, Cambodia, and Laos. In addition, Indonesia’s domestic investment climate has bad level of quality comparing with another countries in Southeast Asia, therefore it possibly hampers Indonesia effort to get more China’ FDI flows.

Semenjak disepakatinya kesepakatan perdagangan bebas ASEAN China Free Trade Agreement pada tahun 2003 China berkembang menjadi mitra ekonomi yang sangat penting bagi Indonesia. China menjadi mitra utama perdagangan Indonesia. Akan tetapi, arus Foreign Direct Investment (FDI) non migas China cenderung tidak mengalami perkembangan yang signifikan di Indonesia, padahal kesepakatan investasi dalam kerangka ACFTA sudah disepakati semenjak tahun 2009. Penelitian ini akan melihat mengapa FDI non migas China di Indonesia tetap tidak berkembang secara signifikan setelah perjanjian investasi ACFTA disepakati. Pendekatan regionalisme ekonomi digunakan dalam melihat minimnya FDI non migas China di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepentingan China dalam konteks FDI non migas di Asia Tenggara cenderung lebih terfokus di negara selain Indonesia, yakni Singapura, serta tiga negara Indochina, yang terdiri dari Myanmar, Kamboja, Laos. Selain itu, kualitas iklim investasi domestik Indonesia memiliki tingkat kualitas yang rendah diantara negara Asia Tenggara, sehingga hal ini menghambat upaya Indonesia untuk memperoleh lebih banyak arus FDI China.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S60393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadian Amin, auhtor
"ABSTRAK
Setelah masuknya China ke WTO, gelombang penanaman modal asing langsung (FDI) ke China menimbulkan kekhawatiran dari negara-negara tetangga, khususnya ASEAN. Penelitian ini menguji apakah FDI ke China telah menggeser FDI yang seharusnya ke negara ASEAN. Selain itu, penelitian ini mengamati efek dari ASEAN-China Free Trade Area pada FDI ke negara-negara ASEAN. Makalah ini menggunakan estimasi fixed-efect untuk menguji pengaruh dari FDI ke China pada FDI ke negara-negara ASEAN. Kami menemukan bahwa ada sedikit bukti bahwa FDI ke China datang dengan mengorbankan FDI ke negara-negara ASEAN. Kami juga menemukan bahwa perjanjian ACFTA tampaknya tidak berpengaruh pada arus masuk FDI ke negara ASEAN. Kami menyimpulkan bahwa keuntungan lokasi merupakan penentu utama FDI ke negara-negara ASEAN, khususnya risiko dan upah efisien tiap negara.

ABSTRACT
After China’s assessment to the WTO, the surge of FDI to China raises concerns from neighbouring countries, especially the ASEAN. This study examines whether FDI to China crowds out FDI to the ASEAN economies. Furthermore, it also observes the effect of the ASEAN-China Free Trade Area on FDI to the ASEAN countries. This paper uses fixed-effect estimation to examine the effect of FDI to China on FDI to the ASEAN countries. We find that there is little evidence that FDI to China comes at the expense of FDI to the ASEAN countries. We also find that the ACFTA agreement seems to have no effect on FDI inflows to the ASEAN economies. We conclude that location advantages are main determinants of FDI to the ASEAN countries, in particular the country risk and efficiency wage."
2013
T38922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>