Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150065 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurnia Wijiastuti
"Pemeriksaan pap smear sangat disarankan, khususnya untuk perempuan yang sudah aktif secara seksual. Perilaku seks berisiko dapat menyebabkan tertularnya Infeksi Menular Seksual maupun kanker serviks. Sejauh ini, pemeriksaan pap smear diperuntukkan bagi perempuan yang sudah menikah. Lesbian yang sudah seksual aktif sering kali mendapat kendala dalam melakukan pemeriksaan pap smear karena status pernikahannya dan persepsi bahwa lesbian tidak berisiko. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dirancang untuk mengetahui mengenai pengalaman lesbian di Jakarta dalam memutuskan untuk menjalankan pemeriksaan pap smear tahun. Jenis penelitian dengan metode kualitatif yakni melibatkan 5 lesbian di Jakarta sebagai informan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lesbian yang aktif memperjuangkan hak asasi LBT lebih mudah mendapatkan pelayanan pap smear dari pada lesbian yang memang tidak aktif berjuang diisu tersebut. Pelecehan dan diskriminasi dari petugas kesehatan seringkali diterima oleh lesbian karena status pernikahan, identitas seksual dan penampilannya. Saran yang diberikan agar dibuatnya pedoman mengenai pelayanan kesehatan yang ramah untuk perempuan khususnya lesbian.

Pap smear is highly recommended, especially for women who are sexually active. Risky sexual behavior can lead to transmission of sexually transmitted infections and cervical cancer. So far, the Pap smear is for women who are married. Lesbians who are sexually active often have constraints in performing Pap smears because of her marital status and perception that lesbians are not at risk. Accordingly, the study was designed to find out about the lesbian experience in Jakarta in deciding to run a pap smear. This type of research with a qualitative method that involves 5 lesbiabs in Jakarta as an informan.
The results showed that the active fight or lesbians rights it easier to get a pap smear service better than lesbian who are not active in that issue. Harassement and discrimination from health worker are often accepted by lesbians from marital status, sexual identity and appearance. Suggestions are given forguidance on health care made friendly to women.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"The actor responsible in surveillance is epidemiology surveillance unit in central level to local level. The unit is supported by the STDs surveillance conducting institution and pap-smear which include government, private, and public. Situational factors of health and research data shows the increment of STDs among housewives. Structural factors in public shows STDs surveillance has been conducted and the public have realize the importance of the information about the occurrence of STDs among low risk group. "
BULHSR 15:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Yuridian Purwoko
"Sebagai kelompok yang mempunyai risiko tinggi tertular IMS, PSK pria nontransgender belum banyak diteliti. Di Indonesia baru tercatat satu penelitian di bidang sosiobudaya mengenai kelompok tersebut yang dilakukan di Yogyakarta dan belum ada satu pun penelitian di bidang kesehatan. Penelitian kesehatan Iebih banyak ditujukan pada PSK wanita, PSK pria transgender, atau ketompok MSM.
Diduga PSK pria di kota besar, khususnya Jakarta telah meningkat pasat sesuai perkembangan waktu, keterbukaan seksual, dan faktor ekonomi, namun hingga saat inl belum terdapat data penelitian mengenai faktor sosiodemografis PSK pria nontransgender, mencakup usia, pendidikan, pendapatan atau status ekonomi, dan pekerjaan lain. Juga belum diketahui data prevalensi penyakit IMS pada kelompok tersebut.
Karena belum terdapat data, dan berdasarkan penelitian mengenai PSK pria nontransgender di negara lain, serta belum ada program intervensi terhadap kelompok PSK pria nontransgender di Jakarta, maka ditegakkan dugaan bahwa prevalensi IMS pada kelompok tersebut masih tinggi, pengetahuan PSK pria nontransgender terhadap IMS yang masih rendah, sikap mereka yang kurang mempedulikan pencegahan dan pengobatan penyakit tersebut, serta perilaku mereka yang cenderung berisiko tinggi tertular 1MS.
Pengukuran prevalensi memerlukan sumber dana, tenaga, dan waktu yang cukup besar, sehingga pada penelitian ini dibatasi pada tiga penyakit IMS yang menjadi prioritas pemberantasan penyakit menutar di Indonesia, yaitu gonore, sifilis, dan infeksi HIV/ AIDS. Proporsi kepositivan pemeriksaan kultur gonore, serologis sifilis, dan serologis infeksi HIV/ AIDS, dilakukan untuk mendapatkan perkiraan prevalensi penyakit tersebut pada PSK pria nontransgender di Jakarta.
Pertanyaan penelitian
? Bagaimana identitas atau faktor sosiodemografis PSK pria nontransgender, mencakup usia, pendidikan, pendapatan atau status ekonomi, dan pekerjaan lain.
? Berapa proporsi kepositivan kultur gonore, serologis sifilis, dan serologis infeksi HIV pada PSK pria nontransgender.
? Bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku PSK pria nontransgender terhadap IMS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesparia Magi Awang
"Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk infeksi HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999 di dunia terdapat 350 juta kasus baru seperti Sifilis, Gonore, Infeksi Chlamyda dan trikomoniasis. Sementara angka IMS di Indonesia sulit diketahui dengan pasti karena terbatasnya informasi yang ada. IMS diketahui dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi HIV dan juga menyebabkan morbiditas yang tinggi. IMS banyak menyerang golongan masyarakat yang mempunyai perilaku seksual dengan banyak mitra seperti pekerja seks komersial dan diantaranya adalah waria.
Penelitian ini dilakukan di Jakarta timur dengan mengambil lokasi di Kebon Singkong, Velbak dan Pejagalan pada bulan Juni - Agustus 2002. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam atau indeph interview. Jumlah informan sebanyak 12 orang, sedangkan informan kunci sebanyak 6 orang yang terdiri dari pemilik warung, pemilik toko obat dan petugas kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku waria dalam mencari pengobatan pada saat menderita IMS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan pada umumnya rendah terutama yang menyangkut penularan, pencegahan, jenis-jenis, gejala serta penyebabnya. Sikap yang ditunjukkan informan adalah negatif untuk penggunaan kondom, dan bersikap positif untuk mengobati sendiri dengan antibiotik yang tidak rasional, minum obat anti biotik secara teratur dan mencari pertolongan kesehatan kepada petugas kesehatan. Sumber utama informasi IMS dan HIV/AIDS adalah petugas kesehatan dan teman. Informan menganggap bahwa dirinya termasuk golongan yang rentan terhadap IMS dan juga mereka menganggap bahwa IMS adalah penyakit yang berbahaya. Kecuali biaya, maka waktu, jarak, perilaku petugas tidak menjadi hambatan informan dalam mencari pengobatan. Upaya mencari pengobatan IMS yang dilakukan dalam empat tahap yaitu mengobati dengan obat tradisional, minum obat-obatan antibiotik dengan dosis yang tidak rasional. Jika belum sembuh upaya lain yang ditempuh adalah mencari bantuan tenaga kesehatan modern baik yang swasta, pemerintah dan jika tidak ada perubahan akan kembali ke pengobatan tradisional.
Beberapa saran yang dianjurkan penulis adalah perlunya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang IMS, pelatihan untuk menumbuhkan dan meningkatkan sikap dan perilaku yang positif terhadap upaya mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan, perlunya pengembangan prorotipe media yang spesifik waria (transvestisme), membuat perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi secara terpadu dengan dana yang memadai, menyediakan kondom gratis dalam jangka waktu tertentu.

The Attitude of Transvestites in Seeking Medication for Sexually Transmitted Infections in East Jakarta in 2002Sexually Transmitted Infections such as HIV/AIDS infections constitute the world's health problem including Indonesia. Based on WHO's estimation of 1999 there are currently 350 millions cases of syphilis, gonorrhea, Chlamydia and Trikomoniasis infections. The figures of Sexually Transmitted Infections in Indonesia are not definitely known due to limited available information. Sexually Transmitted Infections can increase sensitivity to HIV infection and also raise morbidity rate. Sexually Transmitted Infections mostly affect certain type of community who have frequent sexual relation with commercial sex workers including transvestites.
The research was carried out in three districts in Jakarta namely Kebon Kacang, Velbak and Pejagalan in June-August 2002. Qualitative approach was implemented in data collecting process through in-depth interview. The number of informants was 12 with six key informants consisting of food stall owners, drugstore keepers, and health officer.
The research was aimed at obtaining information on transvestite's attitude in seeking medication when suffering from Sexually Transmitted Infections.
The result of the research revealed a low level of knowledge on the part of the informants regarding transmission, prevention, types, symptoms and cause of disease.
The informants showed negative attitude towards the use of condoms, positive attitude for self-medication by using irrational antibiotic, regular antibiotic take in and seeking medical help from physicians. The main resource of information for Sexually Transmitted Infections and H1V/AIDS was health officers and friends. The informants viewed that they were vulnerable to Sexually Transmitted Infections and that Sexually Transmitted Infections were dangerous. The use of condoms as a means to prevent Sexually Transmitted Infections was relatively rare. Factor hindering the informants in utilizing health services among others was cost and factor encouraging them to use health services was peer group and counseling by health officers exposed by media. Attempt to seek medication were divide into stages namely medication with traditional medicine, taking antibiotic with irrational dose, seeking medical help from modem state or private physicians and traditional medication.
The writer emphasizes the need of counseling to enhance knowledge on Sexually Transmitted Infections, training to generate and boost positive behavior and attitude in seeking medication from health services, the necessity to develop specific media for transvestites, planning, implementation, integrated monitoring and evaluation with sufficient fund, providing free condoms within a certain period of time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T12922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurul Qomariyah
"Penentuan pengobatan untuk trikomoniasis yang merupakan IMS yang cukup prevalen pada perempuan di Indonesia dengan pendekatan sindrom (seperti tertera dalam Pedoman Penatalaksanaan PMS Berdasarkan Pendekatan Sindrom, Fasilitas Laboratorium Sederhana dan Laboratorium Khusus yang dikeluarkan oleh Depkes tahun 1996) maupun pendekatan sindrom yang dilengkapi perneriksaan spekulum melalui alur gejala adanya duh tubuh vagina dianggap tidak cukup baik dilihat dari segi sensitivitas dan spesifisitas. Informasi tentang validitas kedua pendekatan ini belum tersedia di Indonesia. Penerapan suatu pendekatan dengan validitas rendah akan menyebabkan terjadinya overtrealment atau tidak terobatinya pasien. Tujuan utama dari penelitian dengan desain potong lintang ini adalah diketahuinya perbandingan validitas pendekatan sindrom dan pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum dalam penegakan diagnosis trikomoniasis pada perempuan pengunjung klinik mobil keliling Yayasan Sehati di Bali dengan gold standard pemeriksaan wet mount.
Dari 409 perempuan yang dilibatkan dalam penelitian ini didapatkan prevalensi trikomoniasis (lab wet mount) adalah 17,1% rnenderita. Sementara pendekatan sindrom menemukan 57,9% pasien menderita trikomoniasis dan pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum 42,8%. Pada total sampel, spesifisitas pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum (62,8%) secara statistik (P-vaIue:0,000) lebih tinggi dibanding pendekatan sindrom murni (46,6%). Sebaliknya, nilai sensitivitasnya lebih rendah, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna. Nilai kecocokan kedua pendekatan terhadap pemeriksaan lab wet mount berada pada kategori ?kecocokan buruk" (Kappa pendekatan sindrom murni: 0,137 dan pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan speculum: 0,206). Pada seluruh strata dari berbagai variabel, nilai spesifisitas pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum lebih tinggi dibanding nilai spesifisitas pendekatan sindrom murni dan perbandingan tersebut hampir selumhnya bermakna secara statistik. Hampir pada seluruh strata dari berbagai variabel sensitivitas pendekatan sindrom mumi lebih tinggi dibanding sensitivitas pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum, namun seluruh perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik. Nilai Kappa pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum umumnya lebih tinggi dari nilai Kappa pendekatan sindrom murni.
Analisis multivariat akhir mendapatkan enam variabel yang berhubungan dengan infeksi trikomoniasis sebagai berikut: 1) pemakaian kontrasepsi IUD (OR 3,925, 95% CI 1,693-9,097), 2) gejala duh tubuh vagina abnormal (OR 5,054, 95% CI 2,142-11,92l), 3) duh vagina berbusa (OR 4O,60I, 95% CI: 11,877-l38,790), 4) duh vagina banyak encer (OR 6,985, 95% Cl:2, 932-I6,642), 5) eritema vagina (OR 19,806, 95% CI 7,601- 51,61 1), dan 6) tes amine (OR 3,856, 95% C1 1,503-9,890).
Validitas hasil pemeriksaan spekulum sebagai satu-satunya kriteria diagnosis menunjukkan spesisifitas dan angka kecocokan (Kappa) yang lebih tinggi dari pendekatan sindrom maupun pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum, namun angka sensitivitasnya rendah. Penggabungan hasil pemeriksaan spekulum dengan faktor risiko perilaku pasangan/pasien memiliki pasangan lebih dari satu justru menurunkan angka kecocokannya dalam diagnosis trikomoniasis.
Kesimpulan utama yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa spesifisitas pendekatan sindrom yang dilengkapi pemeriksaan spekulum lebih tinggi dari spesifisitas pendekatan sindrom murni. Nilai kecocokan kedua pendekatan tersebut terhadap pemeriksaan lab wet mount berada pada kategori kecocokan buruk.
Saran yang diajukan adalah perlunya pengkajian kembali kebijakan penanganan IMS melalui pendekatan sindrom. Pedoman perlu dibuat sesuai dengan kelompok risiko perilaku: pada kelompok risiko rendah, penerapan pendekatan sindrom khususnya untuk trikomoniasis seharusnya dibatasi hanya pada sarana-sarana yang tidak memiliki fasilitas Iaboratorium sederhana atau pemeriksaan spekulum karena akan mernberi nilai false positive tinggi. Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan merancang penelitian yang khusus dibuat untuk menilai pendekatan sindrom ini secara menyeluruh (tidak hanya untuk trikomoniasis), dengan data yang bersifat prospektif, memasukkan semua variabel yang diperlukan dan dengan sampel yang mencukupi. Selain itu perlu juga dilakukan perbandingan validitas kedua pendekatan pada kelompok perilaku berisiko yang berbeda."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliyani Suwardi Pawiro
"Infeksi Menular Seksual (IMS) saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Gonore dan klamidia merupakan IMS yang banyak terjadi, dan seringkali bersifat asimtomatik, namun manifestasinya dapat menyebabkan penyakit serius lainnya secara sistemik. Sebagian besar komunitas Lelaki Seks Lelaki (LSL) melakukan seks anal, sehingga dianggap sebagai suatu kelompok berisiko untuk terinfeksi gonore dan klamidia. Infeksi yang sering terjadi adalah di daerah anus (proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah pasangan anal dengan proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia pada LSL. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Responden berasal dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya pada tahun 2011, dengan metode pengambilan sampel Respondent Driven Sampling. Dari 750 sampel yang ada, sampel yang eligible sebanyak 644, karena data terisi lengkap. Prevalens kasus proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia adalah sebesar 32,4%, dengan hasil bivariat yang menunjukkan bermakna secara statistik adalah variabel pendidikan, sumber pendapatan utama, dan penggunaan kondom. Setelah dilakukan uji stratifikasi, didapatkan ada interaksi variabel dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal terhadap hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia. Analisis multivariat yang digunakan adalah cox regression. Hasil akhir hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia yang didapatkan setelah mengontrol penggunaan kondom serta interaksi dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal adalah prevalence ratio (PR) sebesar 1,219 (95% CI 0,883-1,681). Tingginya jumlah pasangan seks anal serta rendahnya penggunaan kondom konsisten dan dikontak oleh petugas, maka perlunya upaya kerjasama dengan berbagai pihak untuk peningkatan kesadaran setia pada satu pasangan, kemudahan akses kondom dan pemberian pelayanan kesehatan pada komunitas LSL untuk mencegah terinfeksi gonore dan klamidia.

Sexually Transmitted Infections (STIs) is currently still be a public health problem worldwide. Gonorrhea and chlamydia are the common STIs happen. Most cases are asymptomatic, but its manifestations can cause other serious systemic illnesses. Most men who have sex with men (MSM) having anal sex, treated as a high risk group for gonorrhea and chlamydia infection. Infection commonly occurs in the anal area (gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis). The aim of this study is to estimate the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis in MSM. Study design is crosssectional. Respondents are taken from Jakarta, Bandung, and Surabaya in 2011, by Respondent Driven Sampling method. Among 750 samples available, the eligible sample is 644 (complete data). Prevalence of gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis cases is 32,4%. Results of bivariate analysis showed statistically significant variables are education, source of income, and the use of condoms. There is interaction variables of being contacted by health workers and number of anal-sex partner to the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis. Cox regression was used for multivariate analysis. The end result is the prevalence ratio (PR) of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis after controlling confounder use of condom and interaction of being contacted by health workers and anal-sex partner number is 1,219 (95% CI 0,883-1,681). It is needed policy and collaborative action from all sectors to prevent gonorrhea and chlamydia infection by increased awareness of faithful to one partner, improve condom accessibility and delivery of health services easiness for MSM community. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saudatina Arum Maujudah
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26476
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rinadewi Astriningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko vaginosis bakterial pada populasi wanita penjaja seks di Tangerang. Faktor risiko vaginosis bakterial pada WPS penting diketahui untuk dapat menyusun strategi pencegahan terhadap vaginosis bakterial. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan studi potong lintang. Subyek penelitian adalah wanita penjaja seks di kabupaten Tangerang, provinsi Banten.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi vaginosis bakterial di Tangerang tergolong tinggi (131 dari 189 subyek didiagnosis vaginosis bakterial; 69.31%). Semakin banyak jumlah pasangan, tindakan bilas vagina, dan semakin muda usia wanita penjaja seks meningkatkan risiko vaginosis bakterial.

This study aim to determine the prevalence of bacterial vaginosis and analyze risk factors of bacterial vaginosis in female sex workers in Tangerang. Knowledge about risk factor of bacterial vaginosis in high-risk population is important to formulate prevention strategies against bacterial vaginosis. The study design is analytical cross-sectional study. The study subjects are female sex workers in Tangerang district, Banten province.
Result shows that prevalence of bacterial vaginosis in Tangerang is high (131 out of 189 subjects were diagnosed as bacterial vaginosis; 69.31%). The higher the number of sexual partners, vaginal douching, and the younger the age group of female sexual workers increase the risk of bacterial vaginosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desfalina Aryani
"Infeksi menular seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui dengan pasti. (Daili , 2003). IMS adalah infeksi yang penularannya terutama melalui kontak seksual dari orang ke orang. Beberapa IMS seperti HIV dan sifilis dapat ditularkan langsung dari ibu ke anak selama kehamilan. Pada infeksi gonore dan sifilis yang tidak diobati akan mengakibatkan komplikasi serius, termasuk infertilitas. Gonore, sifilis, herpes genital merupakan IMS yang akan menimbulkan peradangan dan kerusakan jaringan kulit/selaput lendir genital, yang akan menjadi pintu masuk HIV. Sebaliknya infeksi HIV akan memperberat gejala klinis IMS tersebut, karena menurunkan kekebalan tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran epidemiologi infeksi gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011.
Disain penelitian ini adalah serial kasus. Data diperoleh dari status rekam medik pasien di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien infeksi gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS yang berobat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan peneliti yaitu seluruh pasien kasus infeksi gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011.
Hasil penelitian menunjukkan kasus tertinggi IMS di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011 adalah infeksi HIV/AIDS dan kasus terendah adalah infeksi sifilis. Rata – rata umur penderita gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS adalah usia dewasa, berjenis kelamin laki-laki, berstatus menikah dan bertempat tinggal di Jakarta. Sebagian besar penderita IMS yang dirawat adalah penderita dengan gejala HIV/AIDS dan dirawat dalam masa perawatan yang tergolong lama.

Sexually transmitted infections (STIs) now is still a public health problem in the world, both in developed countries and in developing countries. Sexually transmitted infections (STIs) are infections that are spread primarily through person-to-person sexual contact. Several, in particular HIV and syphilis, can also be transmitted from mother to child during pregnancy and childbirth, and through blood products and tissue transfer. People with gonococcal, syphilis and/or genital herpes infections can lead to the development of serious complications and infertility. Gonorrhea, syphilis and genital herpes infection will cause inflammation and tissue damage skin/mucous membranes of the genital, which would become the entrance of HIV. The purpose of this research is to know the description of the epidemiology of infection gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV/AIDS at the Cipto Mangunkusumo hospital in 2011.
The design of this research is a case series. Data obtained from the patient's medical record at Cipto Mangunkusumo hospital in 2011. The population in this study was the patient of infection gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV/AIDS are treated in Cipto Mangunkusumo hospital in 2011. The technique of the sample is purposive of sampling, the sample according to criteria set by the researcher even all patients, cases of infection gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV / AIDS in Cipto Mangunkusumo hospital in 2011.
The results showed the highest cases of STIs in Cipto Mangunkusumo hospital in 2011 is HIV/AIDS infection and the lowest case is the infection of syphilis. The average age of patients with gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV/AIDS is an adult age, male, married and resides in Jakarta. The majority of patients with STI treated are HIV/AIDS infections.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Awwaliyah
"Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmitted Infections (STIs) termasuk 10 besar penyakit penyebab kesakitan dan kematian di dunia. Pelaut merupakan komunitas yang memiliki risiko terhadap penularan IMS, yang berdasarkan data STBP 2010 diketahui pria potensial berisiko tinggi meliputi pelaut, tukang ojek, tenaga kerja bongkar muat, dan supir truk memiliki persentase total kasus HIV dan sifilis sebesar 0,7% dan 4,4%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik, pengetahuan dan sikap terhadap persepsi berisiko tertular IMS pada pelaut di Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni 2012. Desain studi yang digunakan adalah Cross Sectional dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Populasi pada penelitian ini meliputi seluruh pelaut di wilayah kerja Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni 2012. Meliputi 99 responden, berumur > 18 tahun dan bersedia mengikuti penelitian. Data diambil dengan kuesioner (self administered).
Dari hasil uji statistik diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan persepsi berisiko tertular IMS p-value <0,001 (OR: 7,9; 95 % CI: 3,216-19,370). Diharapakan baik pihak terkait maupun pelaut sendiri ikut serta dalam kegiatan penaggulangan dan pemberantasan penyebaran IMS, dengan pemaksimalan edukasi maupun promosi kesehatan, sebagai upaya pencegahan terkait persepsi berisiko yang dapat memberi dampak pada perilaku kesehatan.

Sexually Transmitted Infections (STIs) is being one of ten deadly diseases that causing morbidity and mortality in the world. Seaman is a community with risk to STIs, based on STBP’s data 2010, men highly potential risk to STIs include seaman, ojek service driver and truck driver have 0.7% and 4, 4% of HIV and syphilis.
This study aims to describe the characteristic, knowledge and attitude towards risk perception of infected STIs within seaman in the Harbor of Merak-Bakauheni 2012. The study design was cross-sectional with a purposive sampling technique. The population of study is all seaman in the Harbor Region of Merak-Bakauheni 2012, includes 99 respondents with aged > 18 years old and willing to follow the study. Data taken with the questionnaire (self-administered).
Attitude and risk perception of infected STIs shows a relationship (OR: 7.9, 95% CI: 3.216 to 19.370). Both of stakeholders and seaman are willing and committing to participate in the activities and the controlling of eradicating of STIs, by increasing education through frequent health promotion as prevention that related to risky perceptions, so it leads in positive changing of health behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45175
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>