Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211462 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rully Djohari
"Sistem Hak Tanggungan dan sistem Mortgage masing-masing merupakan sistem hak jaminan atas tanah di Indonesia dan hak jaminan kebendaan yang berkembang di Inggris. Jika dibandingkan, terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan ketentuan yang diterapkan oleh kedua sistem hak jaminan tersebut dalam rangka menjamin kepentingan para pihak dalam perjanjian kredit. Salah satu lembaga yang berasal dari sistem Mortgage adalah lembaga Secondary Mortgage Market yang rencananya akan diterapkan di Indonesia. Keberadaan lembaga ini diharapkan dapat membawa dampak yang menguntungkan untuk membiayai pendanaan kredit Perumahan oleh perbankan di Indonesia"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rebekka S. Angelyn
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21351
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
365.598 Pra s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Achmad S. Soema di Pradja
365 Soe s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Harga Jual rumah siap huni yang tidak sebanding
dengan tingkat daya beli masyarakat mengakibatkan
sebagian besar masyarakat Indonesia tidak dapat memenuhi
kebutuhannya akan tempat tinggal. Untuk memudahkan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan rumah siap huni
maka industri perbankan menyediakan jasa perbankan berupa
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang memungkinkan masyarakat
membeli rumah dengan cara angsuran. Akan tetapi KPR yang
berjangka waktu panjang berpotensi menyebabkan mismatch
funding pihak bank pemberi kredit. Hal ini disebabkan
karena bank pemberi kredit memperoleh pemasukan dari
kredit jangka pendek yang dihimpun bank melalui jasa
perbankan konvensional seperti tabungan, giro dan
deposito. Untuk mengatasi mismatch funding tersebut, maka
digunakanlah lembaga Pembiayaan Sekunder Perumahan atau
Secondary Mortgage Facility (SMF) sebagai alternatif
sumber dana perbankan untuk pembiayaan KPR. SMF sendiri
adalah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka
menengah dan/atau panjang kepada Kreditor Asal dengan
melakukan Sekuritisasi. Pelaksanaan SMF tersebut ternyata
belum dapat terwujud karena terbentur beberapa
permasalahan yaitu apakah perikatan yang timbul dalam
pelaksanaan SMF telah sesuai dengan syarat-syarat sahnya
perjanjian dalam KUH Perdata, apakah regulasi hukum tanah
khususnya pendaftaran tanah dapat mengakomodir
perpindahan EBA dari satu investor ke investor lainnya
dan apakah KPR yang hanya dijaminkan dengan SKMHT dapat
dikonversi menjadi EBA dalam proses sekuritisasi SMF?
Jawaban atas permasalahan tersebut adalah perikatan yang
timbul dalam pelaksanaan SMF telah memenuhi syarat-syarat
sahnya perikatan seperti diatur dalam pasal 1320 KUH
Perdata. Hanya yang perlu diperhatikan, peralihan piutang
dari originator kepada issuer harus dilakukan secara
cessie. Regulasi hukum pertanahan khususnya pendaftaran
tanah dapat menghambat pelaksanaan SMF karena proses
pendaftaran tanah saat ini masih dilakukan warkat per
warkat. Solusinya dengan memanfaatkan wali amanat sebagai
lembaga penitipan kolektif. Sedangkan KPR yang dijamin
dengan SKMHT tidak dapat dikonversi menjadi EBA, sehingga
diperlukan standarisasi KPR."
[, Universitas Indonesia], 2007
S21433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wening Wulandari
"Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana bagi berbagai kebutuhan, dilingkungan masyarakat luas telah dikenal istilah kredit. Banyaknya bank yang beroperasi di penjuru kota-kota memudahkan masyarakat mendapatkan kredit yang mereka butuhkan. Selain kredit yang dapat diperoleh dari bank, masyarakat telah lama mengenal pegadaian sebagai lembaga yang memberikan uang pinjaman. Meski pun baik bank maupun pegadaian merupakan lembaga pemberi kredit namun fungsi, orientasi usaha dan tujuan pendirian kedua lembaga ini berbeda pegadaian diadakan untuk memberantas lintah darat, dengan demikian mempunyai fungsi sosial membantu kepentingan rakyat golongan ekonomi lemah dalam memenuhi kebutuhan akan dana, yang juga merupakan fungsi ekonomis dari pegadaian. Bank di lain pihak, orientasi usahanya lebih luas dari pada peqadaian, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalutkannya lagi kepada masyarakat, misalnya untuk membiayai proyek-proyek yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Adanya perbedaan diantara·kedua lembaga ini menyebabkan proses pemberian kredit dan pinjaman yang diberikan oleh keduanya menjadi berbeda meskipun kredit dan pinjaman tersebut dapat diberikan dengan menggunakan cara yang sama, yaitu dengan adanya jaminan kebendaan yang diberikan secara gadai."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20580
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryanti Ekasari
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1981
S16561
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamelia Agustina Hartanto
"Masalah pertanahan merupakan masalah yang memerlukan penanganan serius, terutama bagi Indonesia yang berpenduduk sangat padat. Jika ada orang ingin membangun ruamh, maka ia harus mencari keterangan tentang tanah tersebut, apakah tanah itu cocok untuk dijadikan tempat tinggal, berapa luasnya, harganya, besarnya pajak, status tanah, dan lain-lain. Hal ini membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit karena data mengenai tanah tersebar pada beberapa instansi. Sistem informasi tanah menghendaki adanya satu instansi yang mengumpulkan, mengolah dan menyajikan keterangan-keterangan atau data mengenai tanah."
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvi Hidayati
"Hipotek adalah salah satu hak kebendaan sebagai jaminan pelunasan utang. Ketentuan hipotek diatur dalam Buku II KUHPerdata Bab XXI pasal 1162 sampai dengan pasal 1232. Sejak diberlakukannya Undang- Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) maka hipotek atas tanah dan segala benda benda yang berkaitan dengan tanah itu menjadi tidak berlaku lagi. Namun di luar itu berdasarkan Undang-Undang No . 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, hipotek masih berlaku dan dapat dijaminkan atas kapal terbang dan helikopter. Demikian juga berdasarkan pasal 314 ayat (3) KUHD, Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, maka kapal laut dengan berat minimal 20 m3 yang telah didaftarkan dapat dijadikan jaminan hipotek. Kenyataan saat ini, dunia usaha pelayaran nasional mengalami kesulitan di bidang pembiayaan (ship financing), baik untuk penambahan armada maupun untuk peremajaan armada. Pengadaan kapal-kapal dengan jaminan hipotek kapal laut memiliki berbagai kendala diantaranya adalah karena kpal tidak mudah untuk dijual, eksekusi atas hipotek kapal sulit dilaksanakan dan alasan dari bank ataupun lembaga keuangan bahwa bisnis pelayaran di Indonesia dianggap feasible, secara ekonomis. Kendala lain yang juga tidak kalah penting adalah kelemahan peraturan-peraturan yang ada yang mengatur hipotek kapal. Ditinjau dari segi materinya, pengaturan tentang hipotek kapal masih tersebar dan menggunakan kaidah-kaidah hukum peninggalan kolonial Belanda seperti yang terdapat dalam KUHPerdata, KUHD, HIR, Ordonansi Pendaftaran Kapal. Ketentuan-ketentuan tersebut dirasakan sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan dewasa ini. Oleh karenanya langkah pemerintah untuk membuat undang-undang tentang hipotek kapal sudah selayaknya didukung hingga dapat tercipta suatu kodifikasi hukum dan juga untuk menambah kepastian hukum bagi para pihak pelaksana hipotek kapal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lujeng Waluyo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S26276
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>