Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167359 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novira Andriani
"Jaminan kredit (collateral) memegang peranan penting dalam pemberian kredit bank. Hal ini berkaitan dengan usaha kreditur (bank) sejak dini berjaga-jaga menghadapi kemungkinan debitur cidera janji/wanprestasi. Dengan adanya jaminan, bank akan lebih terjamin bahwa kredit yang diberikannya akan dapat diterima kembali pada waktu yang ditentukan. Pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR), rumah berikut tanahnya yang di beli dengan kredit yang bersangkutan ditunjuk sebagai jaminan pelunasan KPR dengan dibebani Hak Tanggungan. Lembaga Hak Tanggungan merupakan satu-satunya hak jaminan atas tanah dan merupakan hak jaminan yang kuat dengan ciri-ciri memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya, selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada, memenuhi asas spesialitas dan publisitas serta mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Berkaitan dengan masalah KPR ini, pemerintah telah mengeluarkan SK Menteri Keuangan RI No. 132/KMK.014/1998 Tentang Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan (PFPSP). Dalam mekanismenya, tagihan atas KPR dan Hak Tanggungan atas tanah dan rumah yang menjadi jaminan KPR dijadikan jaminan bagi pinjaman PFPSP kepada bank pemberi KPR. Proses peralihan Hak Tanggungan masih menimbulkan masalah, terutama dalam hal pendaftarannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indri Khrisnavari
"Sebelum berlakunya UUPA, hukum yang mengatur hak jaminan atas tanah adalah hukum adat dengan lembaga jonggolan. Setelah berlakunya UUPA (24 September 1960 9 April 1996), hak jaminan atas tanah disebut Hak Tanggungan, dan diatur dengan Undang-undang (pasal 51 UUPA) . Selama Undang-undang yang dimaksud belum terbentuk, maka melalui pasal 57, berlakulah ketentuan-ketentuan hypotheek dalam KUHPer dan credietverband dalam S. 1937-190, sepanjang soal-soal yang diaturnya belum diatur dalam UUPA dan peraturan-peraturan pelaksananya. Undang-undang mengenai Hak Tanggungan disahkan pada tanggal 9 April 1996 dan langsung berlaku efektif. Sejak itu, maka keseluruhan ketentuan mengenai Hak Tanggungan diatur dalam satu Undang-imdang nasional. Dengan demikian terciptalah unifikasi di bidang hukum tanah nasional khususnya hukiam jaminan mengenai tanah sesuai dengan tujuan UUPA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ami Hartika
"ABSTRAK
Masalah Hak Tanggungan ini diatur dalam Undangundang
Nomor: 4 Tahun 1996, di mana pengertian tentang
Hak Tanggungan ini disebut dalam Pasal 1 ayat (1).Salah
satu bagian dari Hak Tanggungan yang akan penulis bahas
dalam penulisan tesis ini yaitu tentang "Roya Hak
Tanggungan", yang jika dihubungkan dengan Pembelian
Perumahan melalui KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah
sangat penting artinya. Secara umum pengkajian serta
penulisan tesis ini difokuskan pada permasalahan:
bagaimana pembeli rumah dengan fasilitas KPR (Kredit
Pemilikan Rumah), hendak meroyakan Hak Tanggungannya
pada Kantor Pertanahan, tetapi pada saat hendak
melakukan permohonan roya tersebut tidak dapat
melampirkan sertipikat Hak Tanggungan, karena sertipikat
Hak Tanggungannya hilang, bagaimana sanksi dan akibatnya
bagi orang yang telah lalai/terlambat meroyakan Hak
Tanggungan di Kantor Pertanahan Kotamadya/Kabupaten dan
bagaimana apabila debitor menjual tanah dan rumah yang
masih dibebani hak tanggungan, sebelum KPR-nya selesai
dilunasi."
2003
T37692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lisa Paras Setyowati
"Dalam rangka pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang menggunakan lembaga jaminan hak tanggungan sekarang ini, sangat menarik sekali untuk dikaji karena dalam prakteknya banyak permasalahan-permasalahan yang timbul baik secara diperjanjikan maupun yang tidak diperjanjikan. Dalam praktek ditemui beberapa permasalahan yang memerlukan upaya dan penyelesaian untuk mendapatkan jalan keluar yang disepakati bersama. Secara garis besar terdapat 3 pokok permasalahan, yaitu : apakah pelaksanaan kredit pemilikan rumah (KPR) (dalam hal ini studi kasus dilakukan pada pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di perumahan Kotawisata Cibubur) telah sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan, serta masalah-masalah apa saja yang timbul dalam pemberian kredit pemilikan rumah (KPR) tersebut, dan juga bagaimana penyelesaian masalah tersebut dalam hal debitur wanprestasi.
Dari hasil penelitian proses pelaksanaan pendaftaran tanah secara teknis pendaftaran tanah untuk tanah yang belum bersertipikat terdaftar atas nama pengembang (sertipikat induk belum terpecah) harus melalui proses pemisahan/pemecahan terlebih dahulu dari sertipikat induk HGB yang terdaftar atas nama pihak pengembang oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat kemudian dibuatkan Sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan masih terdaftar atas nama pengembang, kemudian dilakukan pendaftaran jual beli. Jual beli tersebut kemudian dicatat pada buku tanah dan sertipikat atas nama pembeli. Bilamana proses balik nama, pemecahan, telah selesai dan debitur wanprestasi, maka bank berhak dengan segera menagih utang debitur dengan memberikan peringatan baik secara tertulis maupun tidak tertulis kepada debitur dan debitur berkewajiban untuk segera melunasi utangnya. Jika tanah yang dikelola pengembang telah memiliki SHGB Induk dan sudah ada AJB tetapi balik nama belum dapat dilakukan atau sedang dalam proses, maka eksekusi terhadap kredit macet juga tidak dapat dilakukan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizi Umi Utami
"Saat ini kebutuhan rumah diperkotaan sejak tahun 1989-2000 diperkirakan mencapai 900.000 unit pertahun. Dengan semakin sempitnya lahan yang tersedia menyebabkan kebutuhan rumah menjadi salah satu permasalahan yang di hadapi oleh pemerintah daerah dan masyarakat di kota-kota besar. Salah satu penyelesaiannya adalah dengan membangun Rumah Susun. Rumah susun terdiri atas bagian-bagian yang dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah yang disebut dengan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS). Kepemilikan rumah susun dilakukan dengan jual beli baik secara tunai maupun angsuran. Kebanyakan dari calon pembeli memilih dengan cara angsuran atau kredit melakui fasilitas KPR. Cara pembayaran seperti ini, akan ditunjuk suatu benda sebagai jaminan oleh pihak pemberi kredit, dalam hal ini bank. Benda yang ditunjuk sebagai jaminan dalam KPR adalah rumah yang akan dibiayai dengan Fasilitas KPR itu sendiri. Dengan mengingat ketentuan dalam UURS No. 16 Tahun 1985 jo UUHT No. 4 Tahun 1996 maka HMSRS merupakan salah satu objek yang dibebani dengan Hak Tanggungan. Cara pembebanan HMSRS sebagai objek Hak Tanggungan sama dengan objek hak tanggungan lainnya yaitu diawali dengan pemberian Hak Tanggungan dan kemudian dilakukan pendaftaran pada kantor pertanahan tingkat kabupaten/kotamadya. Penulisan ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan diperkuat dengan penelitian lapangan. Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan proses pembebanan yang ada dilapangan dengan ketentuan yuridis yang berlaku saat ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Tobing, Eric O.L.
"Dalam suatu perjanjian pemberian kredit dibutuhkan adanya suatu jaminan, dimana jaminan ini berfungsi untuk memperkuat kedudukan Bank selaku pemberi kredit agar piutangnya dilunasi oleh pihak debitur yang meminjam uang dari pihak kreditur atau bank selaku pemberi kredit. Kredit KPR yang diberikan oleh pihak PT. BANK BNI (PERSERO) tbk mensyaratkan adanya suatu jaminan yang berupa Hipotek, Tetapi sekarang sejak berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan no 4 tahun 1996 pihak PT. Bank BNI (Persero) tbk di dalam melakukan pemberian kredit KPR kepada para debiturnya tidak lagi mempergunakan Hipotek lagi melainkan mempergunakan Hak Tanggungan sebagai jaminannya dengan tanah dan rumah dari debitur sebagai agunannya. Pihak PT. BANK BNI (PERSERO) tbk dalam hal ini telah melaksanakan pengikatan jaminan berupa Hak Tanggungan sesuai dengan apa yang telah diatur di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, meskipun dalam prakteknya Undang-Undang Hak Tanggungan ini belum dapat di1aksanakan secara penuh dan konsekwen dikarenakan masih adanya pengecualian-pengecualian tertentu terhadap pasal-pasal dari Undang-Undang Hak Tanggungan ini, dimana contohnya adalah di dalam pemberian kredit KPR ini dimana di dalam pengikatan jaminannya hanya mempergunakan Surat Kuasa Memberikan Hak Tanggungan tanpa diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>