Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178911 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amita Maharani
"Wanita sebagaimana juga pria, meskipun telah terikat dalam suatu perkawinan adalah tetap merupakan manusia yang dilahirkan merdeka dan bermartabat. Namun akibat belenggu sistem pariarki yang terdapat di masyarakat, seringkali diskriminasi terhadap wanita masih terjadi secara meluas. Berangkat dari keprihatinan ini, PBB menyusun Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW/Konvensi Wanita), yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-undang No. 7/1984. Dalam kerangka inilah penelitian di lakukan, yaitu untuk mengetahui bagaimanakan Undang-undang No. 1/1974 mengatur tentang kedudukan wanita dalam perkawinan, apakah telah selaras dengan tujuan konvensi Wanita, yaitu menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita dan usaha-usaha apakah yang dapat diupayakan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap wanita dalam suatu perkawinan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode kepustakaan dengan data sekunder dan di analisa melalui pendekatan kualitatif. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapati bahwa Undang-undang No. 1/1974 masih mengandung beberapa unsur budaya patriarki yang bersifat diskriminatif, yaitu dalam pasal-pasal mengenai poligami, syaratsyarat perkawinan, hak dan kewajiban suami istri dan kedudukan anak. Sejalan dengan tuntutan akan kesetaraan jender dan konsekuensi diratifikasinya Konvensi Wanita, maka keberadaan Undang-undang No. 1/1974 semakin dirasa perlu untuk diperbaharui, selain juga dilakukan usaha-usaha strategis lainnya. Studi kasus mengenai Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dialami oleh Nyonya Neneng juga menggambarkan akibat dari adanya superioritas suami terhadap istri sebagai pengaruh dari budaya patriarki, yang dalam banyak kasus menjadikan suami merasa memiliki hak istimewa untuk mengendalikan istrinya dengan cara apapun."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kencanawati
"Perkawinan berbeda warganegara atau biasa disebut Perkawinan Campur sudah sedemikian banyak terjadi di Indonesia, dan sebagai catatan sebagai pelaku mayoritas kawin campur adalah wanita WNI. Berdasarkan hasil survei online yang dilakukan Indonesian Mixed Couple Club (Indo- MC), yaitu suatu organisasi yang para anggotanya adalah istri-istri yang menikah dengan suami yang berbeda kewarganegaraan pada tahun 2002, dari 574 responden yang terjaring, 95,19 persen adalah wanita WNI yang menikah dengan laki-laki WNA, dilain pihak, Kantor Catatan Sipil (KCS) DKI Jakarta mencatat 878 perkawinan selama tahun 2002 sampai tahun 2004 dan 94,4 persennya adalah wanita WNI yang menikah dengan pria WNA (829 pernikahan). Namun hukum di Indonesia yang berkaitan dengan Perkawinan Campuran justru tidak memihak wanita. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan telah menempatkan wanita sebagai pihak yang harus kehilangan kewarganegaraan akibat kawin campur dan kehilangan hak atas pemberian kewarganegaraan bagi anaknya.
Perkawinan Campuran di Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 57 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Dari definisi Pasal 57 Undang-undang Perkawinan tersebut dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai berikut: (1)perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita;(2)di Indonesia tunduk pada aturan yang berbeda;(3)karena perbedaan kewarganegaraan;(4) salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan penelitian normatif yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan kewarganegaraan terutama adanya pembedaan perlakuan hukum antara laki-laki dan wanita dalam perkawinan antar warganegara yang ditimbulkan dari berbagai Undang-undang dan peraturan yang berdampak langsung pada keluarga perkawinan campur antara lain; hanya Bapak yang dapat menurunkan kewarganegaraannya kepada anak-anaknya; Negara Indonesia tidak memperbolehkan warganegara Indonesia mempunyai dwi kewarganegaraan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, 2006
S21251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati
"Perkawinan di bawah tangan, membawa akibat yang tidak diharapkan bagi perempuan dan anak yang lahir dari perkawinan tersebut, terutama di tinjau dari aspek yuridis, tidak ada perlindungan hukum balk untuk mendapatkan nafkah hidup dan pengakuan dari. Negara dalam hal terjadi pertengkaran antara suami istri, maka istri tidak mempunyai kekuatan hukum untuk menggugat suami di depan sidang pengadilan. Pemerintah Indonesia telah menandatangani Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of all Forms Of Discrimination Againts Woman atau Cedaw. Konvensi ini pada dasarnya mengandung sejumlah asas-asas dasar yang memberi perlindungan pada wanita untuk dapat berkiprah aktif dibidang publik dan privat. Apakah Akibat Hukum Dalam Perkawinan Di Bawah Tangan Terhadap Isteri, Anak dan Harta Bersama Di Tinjau Dari Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 19$4 Tentang Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of all Forms Of Discrimination Againts Woman atau Cedaw). Apakah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of all Forms Of Discrimination Againts Woman atau Cedaw) memberi perlindungan bagi perempuan yang melakukan perkawinan di bawah tangan.Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan murni data sekunder bahan dan literatur. Dalam peraturan perkawinan di bawah tangan tidak memberikan perlindungan terhadap istri dan anak-anak begitu pun terhadap harta, perkawinan tidak ada harta bersama, dengan demikian maka istri dalam perkawinan menjadi pihak yang lemah, rawan akan tekanan dari suami dan dalam hal istri ingin melepaskan diri dari tekanan psikis suami sulit karena tidak memiliki bukti sah sebagai istri sehingga dibutuhkan peran pemerintah dan peran aktivis pemberdaya perempuan untuk memberikan penyuluhan terutama pada masyarakat perempuan kalangan akar rumput untuk tidak terjebak pada perkawinan di bawah tangan.

Marriage under puts hand out, taking in effect that doesn't be expected divides female and child that comes into the world from that marriage, particularly at evaluation of judicial formality aspect, no good law protection to get life earnings and admitting of State in term wrangle happening among wife husband, therefore wife doesn't have legal power to litigate husband in front court. Indonesian government have Convention On The Elimination Of all Forms Of discrimination Againts Woman or Cedaw . This convention basically contains a number base grounds that giving protection on woman for can get active action at public area and privat. Are Jurisdictional Effect In marriage Under Puts Hand Out to Wife, Child and Community Property At Evaluation From Laws Number marriage 1 Year 1974 About Marriage And Number Law 7 Years 1984 About Convention On The Elimination Of all Forms Of discrimination Againts Woman or Cedaw. What Statute Number 7 Years 1984 About Convention On The Elimination Of all Forms Of discrimination Againts Woman or Cedaw give protection for female one does marriage under puts hand out. Data collecting did by pure bibliography research material secondary data and literature. In marriage regulation under puts hand out not give protection to wife and children so even to asset, marriage no community property, thus therefore wife in marriage becomes poor party, gristle will pressure of husband and in term wife want to secede from psycis pressure husband is hard since have no proof legitimate as wife so needed by government role and pemberdaya's activist role female to give counselling especially on circles female society grass root for doesn't ambushed on marriage under puts hand out."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S21323
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiyaningsih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enita Safitri
"Melalui penelitian kepustakaan dan metode perbandingan serta atas analisa Perundangan. Penulis hendak membahas kedudukan saksi dalam Perkawinan yang ditinjau dari segi Hukum Islam dan UU. NO. 1 Th. 1974 JO.PP. 9/1975. Menurut Hukum Islam setiap Perkawinan harus dihadiri oleh dua orang saksi yang telah memenuhi syarat, sebagai salah satu rukun Perkawinan. Suatu Perkawinan yang tidak dihadiri oleh dua orang saksi maka nikahnya dianggap tidak sah. Sedangkan menurut UU. NO. 1 Th. 1974 Perkawinan di-lakukan menurut masing-masing Agama dan Kepercayaan,tetapi-harus dilengkapi dengan dua orang saksi dan pegawai penca-tat sesuai dengan ketentuan Pasal 2 (1) UU NO.1 Th. 1974 JO.PP. 9/1975. Oleh karena itu jika terjadi Perkawinan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh Pihak yang berkepentingan kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam & yang beragama lain. (bukan beragama Islam) ke Pengadilan Negeri. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Budisarwono
"Perkembangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini banyak terjadi ikatan perkawinan yang dilaksanakan cenderung cukup hanya memenuhi persyaratan hukum agamanya saja dengan mengabaikan pencatatan perkawinan pada lembaga yang berwenang yaitu di KUA ataupun di KCS. Perkawinan yang tidak dicatatkan ini dikenal dengan istilah perkawinan di bawah tangan. Perkawinan di bawah tangan ini tidak sesuai dengan apa yang terdapat pada ketentuan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perkawinan yang berlaku. Pencatatan perkawinan ini bukan semata-mata tindakan administratif saja, akan tetapi pencatatan perkawinan sangat penting untuk mendapatkan bukti otentik berupa akta perkawinan yang dapat menjelaskan selengkap-lengkapnya tentang perkawinan sehingga akan memperoleh jaminan kepastian hukum. Dengan tidak dicatatkannya perkawinan, maka menurut pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dianggap tidak sah yang berdampak hukum terhadap status perkawinan, terhadap istri dan anak serta harta kekayaan. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan. Selanjutnya untuk melakukan analisa dipergunakan metode pendekatan kualitatif yang akan menghasilkan sifat deskriptif analisis yang memberikan gambaran atas masalah yang terjadi dengan mengurai data seteliti mungkin dan menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan di bawah tangan yang selanjutnya penulis akan memberikan upaya-upaya hukum terhadap perkawinan di bawah tangan dengan mengajukan itsbat nikah bagi yang beragama Islam ataupun melakukan perkawinan ulang secara resmi bagi yang beragama bukan Islam. Pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan status perkawinan dan berguna untuk menuntut hak-hak dari istri dan anak yang dilahirkan. Diperlukan kesadaran bagi kaum wanita untuk mencatatkan perkawinannya secara resmi pada pejabat yang berwenang agar memperoleh akta perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21133
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ricar Soroinda
"Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai suatu perbuatan hukum maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum yaitu hak dan kewajiban oleh karena itu Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI mensahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang bertujuan mengadakan unifikasi di bidang hukum Perkawinan dan menjamin adanya suatu kepastian hukum dengan menggantikan ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya yang beraneka ragam. Namun, ternyata keaneka ragaman tersebut masih terlihat sebaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu disebutkan bahwa sahnya suatu perkawinan didasarkan kepada hukum menurut agama dan kepercayaannya itu bagi masing-masing pemeluknya. Kebebasan memeluk suatu agama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 hal tersebut lebih tegas lagi dengan diakuinya keberadaan lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Buddha. Akibat adanya kebebasan beragama tersebut tidak mustahil terjadi perkawinan di antara pemeluk agama yang berbeda dan mereka tetap bertahan pada agamanya masing-masing dalam menempuh bahtera rumah tangga. Dengan nenganut Pendapat bahwa perkawinan merupakan hak asasi seseorang maka timbul pertanyaan : 1. bagaimana keberadaan (eksistensi) lembaga perkawinan antar agama sekarang di Indonesia ? 2. dalam menghadapi perkawinan antar agama sebagai suatu kenyataan bagaimana pandangan Hakim ? 3. adakah landasan yuridis perkawinan antar agama ? Terhadap hal-hal tersebut penulis berkesimpulan bahwa dilihat secara materil perkawinan antar agama diakui dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan walaupun secara terbatas yaitu sepanjang ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing calon suami isteri membolehkan sehingga secara materil ketentuan Peraturan. Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158 (Regaling op de Gemengde Huwelijken/GHR) sudah tidak berlaku lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Miggi Sahabati
"Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang yang kemudian diwujudkan dalam sebuah perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sering timbul konflik di antara suami istri. Perjanjian perkawinan muncul sebagai alternatif untuk memberikan keseimbangan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban bagi suami istri dalam perkawinan. Namun, perlu diteliti lebih lanjut mengenai pola pengaturan dan materi apa saja yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata dan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan berkaitan dengan hak-hak istri dalam lembaga perkawinan, serta bagaimana pelaksanaannya selama ini di dalam praktek. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini diberi judul "Perjanjian Perkawinan Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Hak Istri Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata Dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan."
Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan metode lapangan yang didukung dengan pendekatan kualitatif sebagai metode dalam pengolahan data.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pola pengaturan perjanjian perkawinan dalam KUHPerdata diatur sesudah bab mengenai harta kekayaan perkawinan, sedangkan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengaturnya sebelum hak dan kewajiban suami istri serta harta kekayaan perkawinan. Materi dalam perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata lebih kepada persoalan harta kekayaan, sedangkan menurut UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dapat diperjanjikan hal-hal lain di luar persoalan harta kekayaan. Perjanjian perkawinan di dalam prakteknya masih mengatur seputar persoalan harta kekayaan suami istri.
Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah agar dibuat suatu Peraturan Pelaksanaan mengenai ketentuan dalam Pasal 29 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan dan agar diadakan suatu program penyuluhan dari pemerintah kepada masyarakat mengenai pentingnya dibuat suatu perjanjian perkawinan antara calon suami istri sebelum perkawinan berlangsung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>