Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177128 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fajri
"Transaksi terapeuti k (pengobatan) merupakan salah satu bentuk penting dalam hubungan pelayanan medis yang terjadi antara pasien dengan dokter. Pelayanan terapeutik pada dasarnya dilandasi dengan sua sana saling percaya (konfidensial) antara sipasien dengan dokter, namun seiring be rkernba ngnya i lmu pengetahuan dan penyebaran arus informasi yang ada dalam masyarakat awam mengenai ilmu kedokteran maka pasien tidak lagi berperan sebagai pihak yang pasif arau dikontrol dokter dalam suatu pelayanan pengobatan. Berubahnya pola hubungan antara dokter dengan pasien tersebut menjadi suatu penyebab lahirnya suatu bentuk persetujuan medis yang dinamakan dengan informed consent. Sekarang, di dalam dunia kedokteran era modern, pelaksanaan Informed consent dalam pelayanan terapeutik menjadi suatu hal penting yang menimbulkan akibat hukum yang fundamental dalam aspek hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter. Pihak pasien memiliki kepentingan dimana transaksi terapeutik yang ia lakukan menjadi suatu pelayanan yang semestinya ia dapatkan baik dalam hal pelaksanaan maupun dari segi hasil dari pengobatan yang di jalankan, sedangkan pihak dokter memiliki kepentingan agar pelayanan medis yang ia lakukan bebas dari ancaman tuntutan hukum dari pihak pasien apabila terjadi masalah kegagalan pengobatan yang dilakukan terhadap pasien . Mengingat dewasa ini masih banyak terjadi tuntutan hukum terhadap dokter yang berupa dugaan malpraktik membuktikan bahwa masih kurang kuatnya pengaruh informed consent dalam pelaksanaan pelayanan terapeutik, sehingga diperlukan suatu bentuk formulir prosedur yang baku dan representatif yang mendukung keberadaan informed consent dalam dunia pelayanan kesehatan di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Ratna Kartika Wulan
"Pesatnya perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi serta meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, mengakibatkan perubahan sistem penilaian masyarakat yang menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Salah satu parameter untuk menentukan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kelengkapan pengisian formulir Informed Consent. Indikator Informed Consent yang lengkap adalah kelengkapan pengisian tanda tangan Informed Consent oleh dokter dan keluarga pasien. RSU Karawang adalah rumah sakit kelas C dan rumah sakit pendukung industri kelas B, seyogyanya petugas yang menangani tindakan bedah menyelenggarakan pelayanan dengan baik.
Untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan penandatanganan Informed Consent untuk tindakan bedah besar di RSU Karawang telah dilakukan penelitian cross sectional dengan telaah berkas formulir Informed Consent dari tanggal 1 Januari 1997 sampai dengan tanggal 31 Desember 1997 secara retrospektif untuk memperoleh gambaran kelengkapan Informed Consent serta wawancara dengan dokter spesialis.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa didapatkan pengisian Informed Consent yang tidak lengkap sebesar 76,8% untuk jenis tindakan bedah besar di RSU Karawang. Hal ini disebabkan oleh karena tidak lengkapnya pengisian tanda tangan dokter (69%) dan pengisian tanda tangan keluarga pasien (23,2%). Karakteristik dokter yang berhubungan dengan kelengkapan Informed Consent adalah pendelegasian wewenang dengan beban kerja jumlah pasien yang ditangani operasi tiap bulan.
Perlu adanya peraturan tentang tata tertib Informed Consent di RSU Karawang yang dapat membantu penyelenggaraan kelengkapan Informed Consent. Penandatanganan Wormed Consent tidak boleh dilakukan pendelegasian oleh dokter ke perawat, Wormed Consent harus ditandatangani dokter dan keluarga pasien adalah bukti pertanggungjawaban hukum jika nantinya ada gugatan dari keluarga pasien.

Factors Correlated with Signature Completed of Informed Consent Form in Major Surgery, Karawang Hospital, January 1- December 31, 1997. Rapid advances in the medical science and technology and improvement in social economic conditions and education increase public awareness for high quality health care. Good health care quality in hospital is reflected by signature completed of Informed Consent form, Signature in Informed Consent form must be completed from physician and patient family. Karawang Hospital is a class C and hospital of industry support in class B, it should maintain in high completed Informed Consent.
To obtain overview correlating factors of signature completed of Wormed Consent to major surgery in Karawang hospital. A cross sectional retrospective study of the Informed Consent performed from January 1 through December 31, 1997. This effort is directed towards determining the correlation between signature completed of Informed Consent form and the characteristics of health personnel involved (physician).
It is concluded from study that about 76,8% Informed Consent form the signature not completed, majority of which (69%) is caused by physician and 23,2% by patient family. Characteristics of physician, correlated with completed of Informed Consent form is delegating with workload physician in surgery every month.
It is recommanded that there should be a rule of Informed Consent in Karawang Hospital can help Informed Consent completed. The signature of Informed Consent form don't delegated from physician to nurse. Informed Consent should be completed by physician and patient family , because Informed Consent is an evidence of legal accountability is tomorrow has plaintiff from patient family.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desriza Ratman
"Legal aspects of informed consent in medical treatment in Indonesia."
Bandung: Keni Media, 2018
344.041 DES a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
D. Veronica Komalawati
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999
344.041 2 VER p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
D. Veronica Komalawati
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002
344.041 2 VER p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Desriza Ratman
"Legal aspects of informed consent in medical treatment in Indonesia."
Bandung : Keni Media , 2013
344.041 DES a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Veronika De La Brethoniere
"Pandemi covid 19 membawa permasalahan baru dalam dunia kesehatan. Dalam suatu kasus terdapat 24 orang dokter di RSUP dr Kariadi, Semarang, Indonesia yang meninggal setelah menangani pasien-pasien covid 19. Informed consent menjadi isu yang menarik terkait dengan pandemi covid-19 karena beberapa pasien menyampaikan informasi secara tidak jujur atau menutupi sebagian informasi ketika mengakses pelayanan medis kepada dokter. Akibatnya, selain terapi yang diberikan oleh dokter menjadi tidak maksimal, maka dokter berpotensi terpapar covid-19 jika ternyata pasien yang sedang dilayaninya terjangkit covid-19. Berdasarkan hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagi penulis yakni bagaimana kedudukan hukum dan peranan informed consent sebagai perlindungan hukum bagi dokter dalam kasus pandemi covid-19. Dengan pertanyaan tersebut penulis melihat beberapa peraturan perundang-undangan telah mengamanahkan agar pasien menyampaikan informasi dengan jujur ketika mengakses pelayanan medis. Dalam penulisan ini penulis memakai metode penelitian hukum normatif, yaitu kajain berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan, dan melalui doktrin-doktrin yang ada terkait hukum kesehatan. Penulis juga membandingkan dengan tindakan yang dilakukan oleh Taiwan dan juga Singapura. Terdapat perbedaan jumlah pasien Covid yang signifikan diantara ketiga negara tersebut. Negara Indonesia sendiri memiliki jumlah pasien tertinggi, termasuk pasien yang merupakan dari profesi Dokter dan petugas medis. Meskipun sama-sama memiliki dasar hukum perlindungan terhadap Dokter, Singapura dalam penanganan pandemi mendekatkan tindakan represif bagi yang melanggar ketentuan Informed Consent tersebut dan Taiwan tidak menimbulkan korban dokter.

The Covid 19 pandemic brings new problems in the world of health. In one case there were 24 doctors at RSUP dr Kariadi, Semarang, Indonesia who died after handling Covid 19 patients.I nformed consent has become an interesting issue related to the Covid-19 pandemic because some patients did not convey information honestly or covered some of the information when accessing medical services to doctors. As a result, besides the therapy given by doctors is not optimal, doctors have the potential to be exposed to Covid-19 if it turns out that the patient they are serving is infected with Covid-19. Based on this, it raises questions for the author, how the legal position and role of informed consent as legal protection for doctors in the case of the Covid-19 pandemic .With this question, the author see that several laws and regulations have mandated that patients convey information honestly when accessing medical services, but this is certainly related to the role of the Informed Consent. In this paper, the writer uses normative legal research methods, namely studies based on laws and regulations, and through existing doctrines related to health law. The author also compares the actions taken by Taiwan and Singapore. There is a significant difference in the number of Covid patients between the three countries. The state of Indonesia itself has the highest number of patients, including patients who are doctors and medical personnel. Although both countries have some legal basis for protecting doctors, Singapore in handling the pandemic brings repressive actions for those who violate the provisions of the Informed Consent and Taiwan does not cause any victims of doctors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Brigitta Eva Sonya
"Informed consent merupakan sebuah pondasi sebelum memulai tindakan medis, sebab ia memberikan manfaat perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian medis, diantaranya penghormatan hak pasien sebagai individu dan sebagai bukti izin yang memberi kewenangan bagi dokter untuk melakukan tindakan medis. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dan preskriptif, dimana Penulis membahas pengaturan serta implementasi dari informed consent sebagai perlindungan hukum bagi dokter dan pasien melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. Bentuk penelitian adalah yuridis-normatif membahas asas dan norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan menggunakan data sekunder sebagai hasil dari studi kepustakaan dan hasil wawancara kepada narasumber. Dari penelitian ini, ditemukan fakta bahwa pasien yang mendapat tindakan medis, tidak selamanya datang dalam keadaan sadar. Terhadap pasien sadar yang sudah diberikan informed consent juga ditemukan kendala, yakni bagaimana jika terjadi perbedaan antara diagnosis dan kenyataan pada saat tindakan sehingga perlu dilakukan tindakan life saving, hingga perluasan operasi yang sulit didapat jika keadaan pasien tidak sadar. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya inkonsistensi dalam penerapan tanggung jawab rumah sakit terhadap personalianya dalam hal terjadi sengketa medis yang melibatkan informed consent. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketentuan pengenyampingan informed consent dalam life saving yang diatur Pasal 4 Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 pada praktiknya masih ditemukan kendala karena sulitnya pembuktian, dan berpotensi terjadi sengketa medis. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah kepada pemerintah terkhusus Kementerian Kesehatan agar membuat aturan yang mengharuskan pihak dokter untuk melakukan diskusi kepada sejawat dan/atau meminta persetujuan direktur rumah sakit, dalam hal akan melakukan tindakan medis kedaruratan yang bersifat invasif dan mempengaruhi hidup pasien. Saran ini dimaksudkan agar kedepannya posisi dokter menjadi aman dan pihak pasien mendapat opini tambahan yang menguatkan alasan dari tindakan dokter.

Informed consent is a foundation before starting medical action because it provides the benefits of legal protection for the parties to the medical agreement, including respect for patient rights as individuals and as proof of permission that authorizes doctors to carry out medical actions. This type of research is descriptive and prescriptive, in which the author discusses the arrangement and implementation of informed consent as legal protection for doctors and patients through analysis of the West Jakarta District Court Decision No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. The form of research is juridical-normative discussing the principles and norms regulated, using secondary data and the results of interviews with source person. From this study, it was found that patients who received medical treatment did not always come conscious. Obstacles were also found for conscious patients who had given informed consent, namely what if there was a difference between the diagnosis and the reality at the time of the procedure so that life saving measures were necessary, to the extent of surgery which is difficult to obtain if the patient is unconscious. In addition, this study also found inconsistencies in the implementation of hospital responsibilities towards its personnel in the event of a medical dispute involving informed consent. This study concludes that the provision for waiver of informed consent in life saving regulated in Article 4 of the Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 in practice still encounters obstacles due to the difficulty of proving, and the potential for medical disputes to occur. The advice that can be given from this research is for the government, especially the Ministry of Health, to make rules that require doctors to hold discussions with colleagues and/or seek approval from the hospital director, in terms of carrying out emergency medical procedures that are invasive and affect the patient's life. This suggestion is intended so that in the future the doctor's position will be safe and the patient will receive additional opinions that strengthen the reasons for the doctor's actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Wibowo
"Skripsi ini membahas tentang perbuatan melawan hukum atas tindakan medis yang dilakukan dokter terhadap pasien tanpa adanya informed consent sebelumnya. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah informed consent merupakan suatu proses yang satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dan merupakan hal wajib dilakukan oleh dokter kepada pasien. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter tanpa adanya informed consent disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Peneliti menyarankan dokter harus bertindak hati-hati dalam melakukan tindakan medis, rumah sakit harus selalu melakukan pengawasan kepada dokter, dan masyarakat supaya bersikap kritis terhadap pelayanan medis.

This thesis discusses the tort of a medical procedure perfomed on patients without their prior informed consent. This research is a normative research with descriptive type. The results of this research is informed consent is a process that is an intergral and inseparable and it is a compulsary to be given form doctor to the patien. Medical procedures perfomed by doctors without any informed consent is called a tort, except the medical procedures do in an emergency. Researchers suggest, doctor shoud be cautious in perfoming a medical procedure, the hospital managers should always supervise the doctors, and the public are expected to be critical of the medical service.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muthiarani
"Informed consent merupakan salah satu unsur paling penting yang harus dipenuhi dalam hubungan antara dokter dan pasien. Apabila informed consent tidak terpenuhi, maka akan timbul konsekuensi bagi dokter. Konsekuensi yang timbul dapat berupa tanggung jawab berdasarkan etik kedokteran, ilmu disiplin kedokteran dan/atau ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan terkait pengaturan dan penerapan dari informed consent di Indonesia. Penelitian ini juga akan membahas konsekuensi hukum seperti apa yang dapat dikenakan bagi pihak yang tidak melaksanakan informed consent dengan menganalisis Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 63/Pdt/2016/PT.Smr. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridisnormatif, dengan meneliti asas-asas dan unsur-unsur yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan terkait hukum kesehatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari studi pustaka dan wawancara dalam menganalisis pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan terkait penerapan informed consent di Indonesia telah terakomodir dalam kode etik profesi dokter dan sejumlah peraturan perundang-undangan. Jika terdapat kesalahan dalam penerapan informed consent, maka dokter dapat dikenakan konsekuensi hukum dari aspek hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah untuk memperjelas ketentuan terkait informed consent dengan menegaskan kewajiban dokter untuk memastikan pasien telah memahami penjelasannya dengan baik sebelum memberikan persetujuan.

Informed consent is one of the most important elements that should be applied in the communication between doctors and patients. If informed consent is not done, there will be consequences for the doctors. The consequences accounted are in the forms of duty and professional responsibilities to the code of medical ethics, scientific responsibility to medical disciplines, and also to the law and legal authorities. This study will focus on regulations and implementations of informed consent in Indonesia. This study will also discuss the legal consequences that can be imposed on doctors who neglect informed consent by analysing the Samarinda High Court Decision Number 63/Pdt/2016/PT.Smr. The method used in this research is a juridical-normative approach, by reviewing the principles and constituents contained in the laws and regulations related to medical law and informed consent. This study uses secondary data from literature reviews and interviews to analyse the subject matter. The result of this study indicates that the provisions regarding the implementation of informed consent in Indonesia have been entailed in doctors’ professional code of medical ethics and Indonesian laws and regulations. If there are any errors in the implementation of informed consent, doctors can be subjected to legal consequences from the aspects of civil law, criminal law and administrative law. This study provides suggestions to the government to clarify the provisions regarding informed consent by asserting the doctor's responsibility to ensure that patients understand the explanation well before giving their consent."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>