Ditemukan 85807 dokumen yang sesuai dengan query
Etty Puspa Rahayu
"Syarat sahnya suatu perkawinan di satu negara akan berbeda dengan negara lainnya, sekalipun itu bertetangga, dan perkawinan beda agama selalu menjadi problematika di setiap negara. Di satu sisi perkawinan beda agama merupakan larangan bagi segenap ajaran agama namun disisi lain merupakan hak asasi manusia yang harus diatur oleh pemerintah. Melalui pendekatan perbandingan skripsi ini memaparkan mengenai persamaan dan perbedaan pengaturan perkawinan beda agama menurut syarat sahnya perkawinan di kedua negara yang bertetangga yaitu Indonesia dan Singapura. Melalui sistem perbandingan pula, diharapkan masyarakat dan pemerintah dapat menemukan sisi negatif dan positifnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21460
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Della Kartika Sari
"Pembahasan dalam skripsi ini adalah mengenai syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi dan dihindari untuk dapat melaksanakan perkawinan yang sah dihadapan negara. Di Indonesia, perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kemudian di Malaysia, perkawinan diatur berdasarkan wilayah federasi masing-masing yang berjumlah 14 (empat belas) khusus untuk orang yang beragama Islam dan Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 untuk orang Non Islam diseluruh Malaysia. Dalam penelitian yang berbentuk tinjauan normatif studi perbandingan hukum ini menjelaskan syarat sahnya perkawinan di Indonesia dan Malaysia yang kemudian dibahas persamaan dan perbedaan syarat sahnya perkawinan yang berlaku di kedua negara.
The discussion of this academic thesis is about any terms that must be completed and avoided to be able to perform a legal marriage before the state. In Indonesia, the marriage is regulated in Law No. 1 Year 1974 about marriage. Then in Malaysia, marriage is governed by the respective federation of 14 (fourteen) specifically for people who are Muslims and Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 to the Non Muslims all over Malaysia. In the form of survey research normative legal comparative study describes the legal conditions of marriage in Indonesia and Malaysia, which are then discussed the similarities and differences in terms of the validity of the marriage which took place in both countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64310
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aninda Novtrinia Putri
"Seorang pria dan seorang wanita berhak membuat perjanjian perkawinan yang berlaku bagi perkawinannya. Perjanjian perkawinan pada umumnya bermaksud untuk mengatur mengenai harta kekayaan pasangan suami isteri. Perbedaan peraturan yang berlaku di masing-masing negara yaitu Indonesia, Australia, dan Amerika membuat penulis tertarik untuk mencari persamaan dan perbedaan dalam proses dan syarat sahnya perjanjian perkawinan yang diatur dalam negara-negara tersebut. Sehingga permasalahan yang dikemukakan dalam tesis ini adalah bagaimana persamaan proses dan syarat sahnya perjanjian perkawinan serta bagaimana perbedaan proses dan syarat sahnya perjanjian perkawinan di Indonesia, Australia, dan Amerika.
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Simpulan dari penelitian dalam tesis ini adalah terdapat persamaan yang ditemukan antara lain perjanjian perkawinan harus dibuat secara tertulis, dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung, dan dapat dicabut atau diubah kembali. Selain itu terdapat perbedaan antara lain tidak semuanya harus menggunakan independent legal advice, pengungkapan penuh atas harta benda (transparansi) pada saat pembuatan, dan keharusan perjanjian perkawinan untuk didaftarkan ke pengadilan di negaranya.
A man and a woman have the right to make a prenuptial agreement applicable to their marriage. Prenuptial agreement in general intends to regulate the possessions of married couples. Different regulations prevailing in each country, Indonesia, Australia, and the United States make the author interested to find similarities and differences in the process and terms of validation of prenuptial agreement arranged in those countries. So the problem presented in this thesis is how the similarity of the process and terms of prenuptial agreement validation and how the difference of process and terms of prenuptial agreement validation in Indonesia, Australia, and America.The research method used in this thesis is the type of normative research, namely research conducted on primary legal materials and secondary legal materials. The conclusion of the research in this thesis is that there are similarities found, among others, the prenuptial agreement must be made in writing, can be made before or during the marriage, and can be revoked or changed again. In addition there are differences, among others, not all must use independent legal advice, full disclosure of property (transparency) at the time of manufacture, and the obligation of prenuptial agreement to be registered to the courts in the country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49252
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hutari Hayuning W.P.
"In Indonesian Marriage Law under Law number I year 1974 have stipulated that for the legal marriage is comply under the religion's norms of the parties and existing regulations. The case on inter-religians marriage can be percepted from the article 2 section I of the law the couple ought to conduct under their's religion norms. Ana' genera! thought in differents religions norms have also restricted inter-religions marriage. This explanation then will also effective to all Indonesian citizen?s whom have got their married in foreign country. The author suggested that the most favour ways to do is by change his/her religion to same of their couple's religion to solve this problem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-2-(Apr-Jun)2006-219
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Wahyono Darmabrata
Jakarta: Rizkita, 2009
346.016 WAH h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Agatha Arumsari Dewi Tjahjandari
Universitas Indonesia, 2008
T25168
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Agatha Arumsari Dewi Tjahjandari
"Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama. Dalam kondisi keberagaman seperti ini, bisa saja terjadi interaksi social di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda yang kemudian berlanjut pada hubungan perkawinan. Seiring dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Berkaitan dengan perkawinan, belakangan ini sering tersiar terjadinya perkawinan antara pasangan yang memiliki keyakinan (agama) yang berbeda. Walaupun menurut Undang-undang Perkawinan, perkawinan beda agama bukanlah termasuk perkawinan campuran namun bukan tidak mungkin pada saat yang sama perkawinan campuran juga menyebabkan perkawinan beda agama. Hal ini disebabkan pasangan yang lintas negara juga pasangan lintas agama. Hal tersebut menimbulkan pro-kontra pendapat sehubungan dengan perkawinan beda agama. Salah satu pendapat mengatakan bahwa masalah agama merupakan masalah pribadi sendiri-sendiri, sehingga negara tidak perlu melakukan pengaturan yang memasukkan unsur-unsur agama, namun di pihak lain ada yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama dilarang oleh agama sehingga tidak dapat diterima. Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terjadi perubahan yang signifikan, terutama dalam hal penegakkan Hak-hak Asasi Manusia. Perkawinan merupakan hak asasi yang paling mendasar yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk oleh negara. Adanya penolakan terhadap perkawinan beda agama di Indonesia pada dasarnya merupakan tindakan yang diskriminatif yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia itu sendiri. Negara perlu segera melakukan penyempurnaan Undang-undang Perkawinan agar tidak terjadi kekosongan hukum dan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum dalam hal perkawinan beda agama.
Indonesia represents one of the state which have a pluralistic society with different religions and tribes. In this heterogeneity condition, it is common for social interaction happening among different society groups that to be further continued in marriage relationship. Along with the development of the society, problems occurred are progressively complex. Due to marriage problems, mixed marriage between members of different religion is often happened in the society. Although according to Marriage of Law mixed marriage between members of different religion could not be categorized as a mixed marriage, it is possible for a mixed marriage to cause a mixed marriage between members of different religion. Transnational couple can be also a cross religion couple. Such problem generates pros and cons opinion referring to mixed marriage between members of different religion. One of the opinion said that religion problem is representing personal problem so that the state no need to regulate religion items in any kind of state of laws but at others there is an opinion that mixed married between members of different religion is prohibited and could not be accepted. Life as a nation and as a state shall bring a significant changes especially in the case of straightening of Basic Human Rights. Marriage represents most elementary basic rights which do not deflect intervention by whoever including by the state. Denial of the existence of a mixed marriage between members of different religion in Indonesia basically represents a discriminatory action that is contradictive with the principles of Human right itself. The state needs immediately to improve its Marriage of Law in order to complete the blankness of law that will generate a legal uncertainty in the case of a mixed marriage between members of different religion."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37300
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Kartika
"Maraknya perkawinan beda agama selalu menjadi kontroversi serta polemik di masyarakat, baik masyarakat organisasi keagamaan maupun agamawan hampir sepakat melarang dilakukannya perkawinan beda agama. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan dan metode lapangan, terlihat bahwa pandangan masyarakat serta para agamawan tersebut semakin kuat sejak diberlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan khususnya pada pasal 2 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 8 huruf (f), Kompilasi Hukum Islam yang disahkan dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 dan diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 1 Juni 1980 yang mengharamkan pernikahan beda agama baik antara laki-laki muslim dengan perempuan non muslim ataupun sebaliknya. Terlepas dari ketentuan di atas, nyatanya perkawinan beda agama kian hari kian meningkat jumlahnya, bahkan belakangan ini telah terjadi perkawinan beda agama yang dilakukan oleh Yayasan Wakaf Paramadina, yang membolehkan perkawinan beda agama dengan berdasar pada Al Quran surat Al Maidah ayat 5 serta menegaskan bahwa tidak ada tafsir tunggal atas teks-teks Kitab suci. Yayasan tersebut juga mengeluarkan surat keterangan sahnya perkawinan yang hanya sah menurut Yayasan Wakaf Paramadina, tetapi tidak sah menurut hukum Negara karena Yayasan Wakaf Paramadina bukanlah instansi yang berwenang untuk melangsungkan maupun mencatat perkawinan. Perkawinan beda agama tersebut juga tidak luput dari permasalahan yang dapat timbul dikemudian hari antara lain terhadap status perkawinan itu sendiri yang dapat mengakibatkan batalnya perkawinan, Adanya kekhawatiran terjadi konversi agama atau “pemurtadan”, serta permasalahan mengenai pembagian warisan dari perkawinan tersebut yang hanya dapat diwariskan melalui wasiat karena adanya perbedaan agama."
[Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2005
S20472
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Tiladaini
"Fenomena perkawinan beda agama di Indonesia dapat menimbulkan masalah dari segi hukum yaitu terkait dengan keabsahan perkawinan beda agama tersebut. Di Indonesia tidak terdapat aturan yang tegas mengenai perkawinan beda agama. Sebagai perbandingan mengenai pengaturan hukum perkawinan beda agama, Penulis bandingkan dengan negara Malaysia yang mayoritas penduduknya juga beragama Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakan dan dengan Pendeketan Perbandingan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Di Indonesia, mengenai perkawinan beda agama, dikembalikan kepada hukum agama dan kepercayaan masing-masing sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan. Di Malaysia, terdapat ketentuan mengenai perkawinan beda agama di dalam peraturan perundang-undangan bagi yang beragama Islam dan bagi yang beragama non Islam. Setelah adanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dapat dimungkinkan pasangan yang berbeda agama dicatatkan perkawinanya melalui Penetapan Pengadilan. Di Indonesia, pada praktiknya perkawinan beda agama meskipun melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan dapat dicatatkan. Sedangkan di Malaysia, perkawinan beda agama yang melanggar ketentuan perundang-undangan tidak dapat didaftarkan.
The phenomenon of inter religious marriage in Indonesia can cause problems in terms of law that is related to the validity of the inter religious marriage. In Indonesia there are no strict rules regarding to the inter religious marriage. In comparison to the legal arrangement of inter religious marriage, the author compares the Malaysian state with the majority of the population are Muslims. This research used literature research methods and with the Comparative Approach. Data analysis method used qualitative analysis method. In Indonesia, concerning the inter religious marriage, it is returned to the religious law and beliefs in accordance with Article 2 Paragraph 1 of the Act No. 1 of 1974. In Malaysia, there are provisions on inter religious marriage in the legislation for Muslims and for non Muslims. After the existence of Act No. 23 of 2006, it is possible for inter religious marriage couples to register their marriages through the Court Decision. In Indonesia, in practice, inter religious marriage even though violating Article 2 paragraph 1 of the Act No. 1 of 1974 can be registered. While in Malaysia, inter religious marriage that violate statutory provisions can not be registered. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69054
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Magdalena
"Perkawinan beda agama sekarang merupakan sesuatu yang menjadi hal yang dianggap biasa bagi penganut agama Islam. Hal itu sebenarnya bertentangan dengan aturan agama Islam seperti yang telah ditetapkan dalam al-Quran. Dalam hukum Islam telah ditetapkan bahwa perkawinan beda agama dilarang, dalam peraturan Negara juga tidak dibenarkan karena peraturan Negara mengenai perkawinan yang diatur dengan Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan juga harus mengacu pada peraturan agama para penganutnya. Bagaimana pengaturan perkawinan beda agama dalam aturan hukum Islam. Upaya apa yang bisa ditempuh oleh pasangan beda agama yang tetap akan melaksanakan perkawinan mereka. Dan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 apa dimungkinkan untuk melaksanakan perkawinan bagi pasangan beda agama. Bagaimana pandangan hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 terhadap pasangan beda agama yang menikah diluar negeri.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Hasil dari analisa data bersifat kualitatif. Dan kesimpulan dari analisa bersifat evaluatif.
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa perkawinan beda agama adalah haram hukumnya baik itu bagi wanita Muslim dengan pria non muslim maupun antara pria muslim dengan non muslim. Secara hukum Negara dapat dilakukan suatu penyeludupan hukum tapi secara hukum agama tetap adalah haram hukumnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14519
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library