Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96761 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanny
"Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa. Keanekaragaman adat-istiadat, golongan dan suku bangsa dalam masyarakat menimbulkan berbagai masalah terutama dalam hal perkawinan yang akan dilangsungkan oleh pasangan yang berbeda agama, namun masing-masing pihak tetap berpegang teguh untuk memeluk agamanya. Hal ini bertentangan dengan hukum agama dan hukum negara, karena baik hukum agama maupun hukum negara melarang terjadinya perkawinan beda agama. Di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda telah memiliki peraturan mengenai perkawinan campuran, yaitu Regeling op de Gemengde Huwelijke (GHR) yang termuat dalam Stbl 1898 No. 158. Namun perkawinan campuran yang dimaksud disini adalah perkawinan antar bangsa bukan perkawinan beda agama. Oleh karena itu diterbitkanlah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan harapan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada mengenai perkawinan. Dengan demikian GHR Stbl. 1898 No. 158 secara otomatis tidak berlaku lagi. Bagi pasangan beda agama yang ingin melaksanakan perkawinan di Kantor Catatan Sipil dapat meminta penetapan izin kawin terlebih dahulu kepada Pengadilan Negeri. Karena Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur secara tegas dan rinci mengenai perkawinan beda agama maka Hakim Pengadilan Negeri kembali menggunakan GHR Stbl. 1898 No. 158 dalam memberikan izinnya. Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas kasus mengenai perkawinan beda agama yang didahului dengan izin dari Pengadilan Negeri sebagai bahan analisa yang dirasakan bermanfaat bagi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan mencari bahan pustaka (library research)."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2005
S21104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anangia Annisa Putri Abdurahman
"Salah satu akibat hukum dari perkawinan adalah adanya harta bersama serta hubungan hukum antara orang tua dan anak, dimana orangtua bertanggung jawab untuk memelihara, menjaga, serta mencukupi kebutuhan hak – hak dari anak tersebut. Selain itu akibat hukum dari perkawinan akan menimbulkan status hukum dan hak perwalian terhadap seorang anak. Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan beda agama, maka akan menimbulkan akibat yang sangat berpengaruh terhadap hak dan status hukum anak tersebut. Status anak yang dilahirkan dalam perkawinan beda agama kemudian dapat menimbulkan pertanyaan apakah kedudukannya sebagai anak luar kawin atau anak sah. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan termasuk ke dalam golongan anak luar kawin dalam arti sempit mereka tidak memiliki status dan kedudukan yang sama dalam sebuah hubungan peristiwa hukum antara orang tua dengan anak. Kemudian, apakah hal tersebut juga diperlakukan terhadap keberadaan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama masih menjadi sebuah pertanyaan. Oleh karena itu, Penulis menggunakan dua rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimana pengaturan mengenai perkawinan beda agama menurut peraturan hukum di Indonesia? 2) Bagaimana analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 410/Pdt.G/2022/PN Mks. terhadap anak akibat perkawinan beda agama? Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif yang datanya dikumpulkan dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan beda agama dapat dilakukan apabila mengajukannya ke Pengadilan dan telah dicatatkannya oleh pegawai catatan sipil sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Kemudian, mengenai perkawinan beda agama, Undang- Undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan secara jelas dan terperinci. Berkaitan dengan anak yang dihasilkan dari perkawinan beda agama, maka dalam hal ini kedudukannya adalah dinyatakan sebagai anak sah dari perkawinan beda agama tersebut dikarenakan secara hukum ketika perkawinan telah dicatatkan dan didaftarkan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka akibat hukum perkawinan tersebut termasuk terhadap anak dinyatakan sah secara hukum.

One of the legal consequences of marriage is the existence of common property and the legal relationship between parents and children, in which parents are responsible, caring for, and satisfying the needs of the rights of the child. In addition, the legal consequences of marriage will result in the legal status and custody of a child. If the child is born from a marriage of different faiths, it will have a significant impact on the rights and legal status of the child. The status of a child born in a marriage of different religions can then raise the question of whether his status as an out-of-marriage or legal child. Children born from unregistered marriages are included in the group of children outside of marriage in the narrow sense they do not have the same status and position in a legal relationship between parents and children. Then, whether it is also treated against the existence of children born from different religious marriages is still a question. Therefore, the author uses two formulas of the problem, namely: 1) How is the arrangement concerning marriage of different religions according to the laws of Indonesia? 2) How to analyze the judge’s consideration in the Makassar State Court Decision No. 410/Pdt.G/2022/PN Mks. against children due to marriage of different religions? The authors use a juridic-normative research method with a qualitative approach whose data is collected from library studies. The results of the study show that a marriage of different religions can be entered into when it is applied to the Court and has been recorded by a civil register officer as described in the Occupation Administration Act. Then, concerning the marriage of different religions, the Marriage Act and the Book of the Perdata Law are not explained clearly and in detail. Related to children born from marriages of different religions, in this case the position is to be declared as a legal child of a marriage of different religion due to the law when the marriage has been recorded and registered as the provisions of the applicable laws, then as a result of the law such marriage includes against the child declared legal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Yunanda
"Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan unifikasi di bidang hukum perkawinan, yang berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama dan ras. Namun dalam hal perkawinan yang antara mereka yang berbeda agama, ternyata Undang-undang Perkawinan tidak mengatur secara eksplisit sehingga menimbulkan berbagai macam penafsiran. Meskipun pendapat yang lazim diterima dari para pakar hukum adalah bahwa UU Perkawinan tidak menghendaki perkawinan beda agama, tidak menyurutkan pasangan yang berbeda agama untuk tetap mengikatkan diri dalam lembaga perkawinan. Berbagai cara dilakukan agar perkawinan dapat dicatatkan dan mendapat pengakuan dari Negara. Salah satu cara yang akhir-akhir ini ditempuh oleh banyak pasangan yang berbeda agama adalah melangsungkan perkawinan dengan difasilitasi oleh Yayasan Wakaf Paramadina yang mengakui sahnya perkawinan beda agama.
Dalam penelitian ini, penulis meneliti apakah perkawinan beda agama yang difasilitasi oleh Yayasan Wakaf Paramadina dapat dicatatkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku dan upaya yang dapat ditempuh oleh pasangan beda agama yang telah melangsungkan perkawinan dengan difasilitasi Yayasan Wakaf Paramadina agar perkawinannya dapat dicatatkan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat yuridis-normatif, dimana penelitian mengacu pada norma-norma hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan dan pencatatan perkawinan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder berupa bahan kepustakaan yang didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber terkait.
Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa perkawinan beda agama yang dilangsungkan oleh Yayasan Wakaf Paramadina tidak dapat dicatatkan di baik di Kantor Urusan Agama maupun di Kantor Catatan Sipil, namun apabila mereka mempunyai bukti pengesahan perkawinan dari agama dan kepercayaannya selain agama Islam, maka perkawinannya dapat dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. Kemudian untuk masa yang akan datang, berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah membuka peluang untuk dapat dicatatkannya perkawinan beda agama di Indonesia, yakni melalui penetapan pengadilan.

The Law Number 1 Year 1974 concerning Marriage is acknowledged as the unification of the law in term of marriage that is applied to all Indonesian citizens that are consist of different ethnics, religions as well as races. However, it is found out that the Law did not regulate explicitly things about marriage between people from different religious background. This in turn brings about consequence in form of various interpretation of the vague condition. Even though the majority of legal experts hold that The Law concerning Marriage does not acknowledge any marriage between two different religious backgrounds, there are yet still some of such couples pursue further their interest under the marriage institution. Among many ways they take for this purpose, getting them-selves under religious ceremony held by Yayasan Wakaf Paramadina, which acknowledges the validity of such marriages, is one of the most renowned alternatives.
In this research paper, the writer seeks to find out whether the marriage ceremony held by Yayasan Wakaf Paramadina, as well as the effort conducted by the couples from different religious background can be registered according to the positive law.
The research applies the juridical-normative method, since it refers to the laws that regulate matters concerning marriage and marriage registration. Meanwhile the data utilized are secondary ones, in form of literatures, which further supported by the result of in-depth interview with the respondents.
It is eventually concluded that any marriage happens between two persons from two different religious backgrounds that is held under the supervision of Yayasan Wakaf Paramadina cannot be registered in either Office of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama) or Office of Civil Registration (Kantor Catatan Sipil). However if they have an acknowledgement certificate validating the marriage from their respective religion authority, then the marriage shall be registered in the Office of Civil Registration. In addition, the recent implementation of the Law Number 23 Year 2006 concerning Demography Administration has further advanced in the opportunity to such couples to register their marriage in the concerned authorities in Indonesia, that is by court order.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T38057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Setiadi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutari Hayuning W.P.
"In Indonesian Marriage Law under Law number I year 1974 have stipulated that for the legal marriage is comply under the religion's norms of the parties and existing regulations. The case on inter-religians marriage can be percepted from the article 2 section I of the law the couple ought to conduct under their's religion norms. Ana' genera! thought in differents religions norms have also restricted inter-religions marriage. This explanation then will also effective to all Indonesian citizen?s whom have got their married in foreign country. The author suggested that the most favour ways to do is by change his/her religion to same of their couple's religion to solve this problem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-2-(Apr-Jun)2006-219
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Arumsari Dewi Tjahjandari
Universitas Indonesia, 2008
T25168
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Arumsari Dewi Tjahjandari
"Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama. Dalam kondisi keberagaman seperti ini, bisa saja terjadi interaksi social di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda yang kemudian berlanjut pada hubungan perkawinan. Seiring dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Berkaitan dengan perkawinan, belakangan ini sering tersiar terjadinya perkawinan antara pasangan yang memiliki keyakinan (agama) yang berbeda. Walaupun menurut Undang-undang Perkawinan, perkawinan beda agama bukanlah termasuk perkawinan campuran namun bukan tidak mungkin pada saat yang sama perkawinan campuran juga menyebabkan perkawinan beda agama. Hal ini disebabkan pasangan yang lintas negara juga pasangan lintas agama. Hal tersebut menimbulkan pro-kontra pendapat sehubungan dengan perkawinan beda agama. Salah satu pendapat mengatakan bahwa masalah agama merupakan masalah pribadi sendiri-sendiri, sehingga negara tidak perlu melakukan pengaturan yang memasukkan unsur-unsur agama, namun di pihak lain ada yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama dilarang oleh agama sehingga tidak dapat diterima. Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terjadi perubahan yang signifikan, terutama dalam hal penegakkan Hak-hak Asasi Manusia. Perkawinan merupakan hak asasi yang paling mendasar yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk oleh negara. Adanya penolakan terhadap perkawinan beda agama di Indonesia pada dasarnya merupakan tindakan yang diskriminatif yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia itu sendiri. Negara perlu segera melakukan penyempurnaan Undang-undang Perkawinan agar tidak terjadi kekosongan hukum dan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum dalam hal perkawinan beda agama.

Indonesia represents one of the state which have a pluralistic society with different religions and tribes. In this heterogeneity condition, it is common for social interaction happening among different society groups that to be further continued in marriage relationship. Along with the development of the society, problems occurred are progressively complex. Due to marriage problems, mixed marriage between members of different religion is often happened in the society. Although according to Marriage of Law mixed marriage between members of different religion could not be categorized as a mixed marriage, it is possible for a mixed marriage to cause a mixed marriage between members of different religion. Transnational couple can be also a cross religion couple. Such problem generates pros and cons opinion referring to mixed marriage between members of different religion. One of the opinion said that religion problem is representing personal problem so that the state no need to regulate religion items in any kind of state of laws but at others there is an opinion that mixed married between members of different religion is prohibited and could not be accepted. Life as a nation and as a state shall bring a significant changes especially in the case of straightening of Basic Human Rights. Marriage represents most elementary basic rights which do not deflect intervention by whoever including by the state. Denial of the existence of a mixed marriage between members of different religion in Indonesia basically represents a discriminatory action that is contradictive with the principles of Human right itself. The state needs immediately to improve its Marriage of Law in order to complete the blankness of law that will generate a legal uncertainty in the case of a mixed marriage between members of different religion."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37300
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika
"Maraknya perkawinan beda agama selalu menjadi kontroversi serta polemik di masyarakat, baik masyarakat organisasi keagamaan maupun agamawan hampir sepakat melarang dilakukannya perkawinan beda agama. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan dan metode lapangan, terlihat bahwa pandangan masyarakat serta para agamawan tersebut semakin kuat sejak diberlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan khususnya pada pasal 2 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 8 huruf (f), Kompilasi Hukum Islam yang disahkan dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 dan diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 1 Juni 1980 yang mengharamkan pernikahan beda agama baik antara laki-laki muslim dengan perempuan non muslim ataupun sebaliknya. Terlepas dari ketentuan di atas, nyatanya perkawinan beda agama kian hari kian meningkat jumlahnya, bahkan belakangan ini telah terjadi perkawinan beda agama yang dilakukan oleh Yayasan Wakaf Paramadina, yang membolehkan perkawinan beda agama dengan berdasar pada Al Quran surat Al Maidah ayat 5 serta menegaskan bahwa tidak ada tafsir tunggal atas teks-teks Kitab suci. Yayasan tersebut juga mengeluarkan surat keterangan sahnya perkawinan yang hanya sah menurut Yayasan Wakaf Paramadina, tetapi tidak sah menurut hukum Negara karena Yayasan Wakaf Paramadina bukanlah instansi yang berwenang untuk melangsungkan maupun mencatat perkawinan. Perkawinan beda agama tersebut juga tidak luput dari permasalahan yang dapat timbul dikemudian hari antara lain terhadap status perkawinan itu sendiri yang dapat mengakibatkan batalnya perkawinan, Adanya kekhawatiran terjadi konversi agama atau “pemurtadan”, serta permasalahan mengenai pembagian warisan dari perkawinan tersebut yang hanya dapat diwariskan melalui wasiat karena adanya perbedaan agama."
[Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2005
S20472
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husin
"Pembauran budaya antar suku bangsa, kebudayaan agama, dan negara yang menyebabkan perubahan pandangan terutama pada ikatan antar individu seperti ikatan perkawinan antar orang yang berbeda agama. Perbedaan agama ini sebelumya tidak menjadi masalah hingga timbul pengaturan terbaru dalam hukum positif di Indonesia, yakni adanya definisi perkawinan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada tahun 2006 keluar Undang-Undang Adminduk yang menyatakan perkawinan beda agama dapat dicatat berdasarkan penetapan pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan menganalisis Penetapan Pengadilan Negeri No. 112/Pdt.P/2008/PN.Ska yang akan dikaitkan dengan peraturan terkait seperti UU No.1 tahun 1974, UU No. 23 tahun 2006. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini ialah yuridis normatif dengan sumber data melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini bahwa UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan kemudian diubah menjadi UU No. 24 tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan saat ini yang dijadikan sebagai dasar permohonan perkawinan beda agama.

The assimilation of cultures between ethnic, religious, cultural and country changes the views of individual especially for their relation such as different religion marriage. In the beginning there isn’t problem with the different of the religion, but after arising arrangement until recent positive law in Indonesia is a existence of the definition of marriage in article 1 of the law Number 1/ 1974 about Marriage that stating “marriage was born inner ties between a man with a woman as husband and wife with the aim of forming a family (of a household) happy and eternal based on God". Based on that, the writer will analyze the determination of District Court Number 112/Pdt.P/2008/PN.Ska will be associated with the regulations such as Act Number 1 of 1974, Act Number 23 of 2006. The methodology in this study use juridical normative with data source through the study of librarianship. The results of this research is that law Number 23 of 2006 about the Residency and Changed to Administration of Act No. 24-2013 about changes of Act Number 23 of 2006 about the Administration of the Population here, currently used to have the marriage of difference religious request."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>