Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124403 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Arsyiela Azzahra Hatifah
"Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata tidak hanya sering dijadikan sebagai dalil gugatan di pengadilan negeri, akan tetapi juga digunakan di pengadilan agama sejak berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Namun pada prakteknya, masih sering terjadi kekaburan dalam gugatan perbuatan melawan hukum di pengadilan agama baik dalam penetapan kewenangan absolutnya maupun dalam pemenuhan unsur-unsurnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena hukum Islam yang dijadikan sumber hukum utama di pengadilan agama, belum memiliki perumusan hukum yang jelas terkait konsep perbuatan melawan hukum perdata. Sehingga dibutuhkan perumusan hukum yang jelas terkait konsep perbuatan melawan hukum dalam hukum Islam beserta perbandingannya dengan konsep perbuatan melawan hukum dalam KUHPerdata. Oleh karena itu, adanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan konsep perbuatan melawan hukum dalam konteks keperdataan antara KUHPerdata dan hukum Islam, mulai dari konsep dasar, unsur-unsur, hingga pertanggungjawaban ganti ruginya. Metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan analisis kualitatif menggunakan data sekunder. Temuan perbandingan dalam penelitian ini dari segi konsep dasar yakni pada KUHPerdata menggunakan kaidah utamanya pada Pasal 1365, sementara hukum Islam menggunakan kaidah asal al-dhararu yuzaalu dari uhsul fiqh dan menggunakan istilah fi’il dharar. Dari segi unsur-unsur, ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan dari keduanya. Serta dari segi pertanggungjawaban ganti ruginya, keduanya mengatur tentang tanggung jawab atas perbuatan diri sendiri dan atas perbuatan orang lain. KUHPerdata menggunakan prinsip pertanggungjawaban perdata berbasis hak subyektif berupa ganti rugi, sedangkan dalam hukum Islam mencakup prinsip ilahiyah yang berbasis kemashlahatan dalam bermuamalah, yang mana pertanggungjawabannya tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah SWT.

Tort as stated in Article 1365 of the Indonesian Civil Code are not only often used as arguments for lawsuits in district courts, but are also used in religious courts since the enactment of Law Number 3 of 2006 concerning Amendments to Law Number 7 of 1989 concerning Religious Courts. However, in practice, there is still often ambiguity in lawsuits for tort in the religious courts, both in determining the absolute authority and in fulfilling its elements. One of the contributing factors is that Islamic law, which is used as the main source of law in religious courts, does not yet have a clear legal formulation regarding the concept of acts against civil law. So that it is necessary to formulate a clear law regarding the concept of tort in Islamic law along with its comparison with the concept of tort in the Indonesian Civil Code. Therefore, this research aims to find out the differences in the concept of tort in the civil context between the Indonesian Civil Code and Islamic law, starting from the basic concepts, elements, to accountability for compensation. The research method used is the juridical-normative legal research method with qualitative analysis using secondary data. Comparative findings in this study in terms of basic concepts, that the Indonesian Civil Code uses the main rules in Article 1365, while Islamic law uses the original rules of al-dhararu yuzaalu from uhsul fiqh and uses the term fi'il dharar. In terms of elements, there are some similarities and differences between the two. As well as in terms of accountability for compensation, both regulate responsibility for one's own actions and for the actions of others. The Civil Code uses the principle of subjective rights-based civil liability in the form of compensation, whereas in Islamic law it includes the divine principle that is based on benefit in muamalah, where accountability is not only to humans, but also to Allah SWT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsyiela Azzahra Hatifah
"Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata tidak hanya sering dijadikan sebagai dalil gugatan di pengadilan negeri, akan tetapi juga digunakan di pengadilan agama sejak berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Namun pada prakteknya, masih sering terjadi kekaburan dalam gugatan perbuatan melawan hukum di pengadilan agama baik dalam penetapan kewenangan absolutnya maupun dalam pemenuhan unsur-unsurnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena hukum Islam yang dijadikan sumber hukum utama di pengadilan agama, belum memiliki perumusan hukum yang jelas terkait konsep perbuatan melawan hukum perdata. Sehingga dibutuhkan perumusan hukum yang jelas terkait  konsep perbuatan melawan hukum dalam hukum Islam beserta perbandingannya dengan konsep perbuatan melawan hukum dalam KUHPerdata. Oleh karena itu, adanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan konsep perbuatan melawan hukum dalam konteks keperdataan antara KUHPerdata dan hukum Islam, mulai dari konsep dasar, unsur-unsur, hingga pertanggungjawaban ganti ruginya. Metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan analisis kualitatif menggunakan data sekunder. Temuan perbandingan dalam penelitian ini dari segi konsep dasar yakni pada KUHPerdata menggunakan kaidah utamanya pada Pasal 1365, sementara hukum Islam menggunakan kaidah asal al-dhararu yuzaalu dari uhsul fiqh dan menggunakan istilah fi’il dharar. Dari segi unsur-unsur, ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan dari keduanya. Serta dari segi pertanggungjawaban ganti ruginya, keduanya mengatur tentang tanggung jawab atas perbuatan diri sendiri dan atas perbuatan orang lain. KUHPerdata menggunakan prinsip pertanggungjawaban perdata berbasis hak subyektif berupa ganti rugi, sedangkan dalam hukum Islam mencakup prinsip ilahiyah yang berbasis kemashlahatan dalam bermuamalah, yang mana pertanggungjawabannya tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah SWT. 

Tort as stated in Article 1365 of the Indonesian Civil Code are not only often used as arguments for lawsuits in district courts, but are also used in religious courts since the enactment of Law Number 3 of 2006 concerning Amendments to Law Number 7 of 1989 concerning Religious Courts. However, in practice, there is still often ambiguity in lawsuits for tort in the religious courts, both in determining the absolute authority and in fulfilling its elements. One of the contributing factors is that Islamic law, which is used as the main source of law in religious courts, does not yet have a clear legal formulation regarding the concept of acts against civil law. So that it is necessary to formulate a clear law regarding the concept of tort in Islamic law along with its comparison with the concept of tort in the Indonesian Civil Code. Therefore, this research aims to find out the differences in the concept of tort in the civil context between the Indonesian Civil Code and Islamic law, starting from the basic concepts, elements, to accountability for compensation. The research method used is the juridical-normative legal research method with qualitative analysis using secondary data. Comparative findings in this study in terms of basic concepts, that the Indonesian Civil Code uses the main rules in Article 1365, while Islamic law uses the original rules of al-dhararu yuzaalu from uhsul fiqh and uses the term fi'il dharar. In terms of elements, there are some similarities and differences between the two. As well as in terms of accountability for compensation, both regulate responsibility for one's own actions and for the actions of others. The Civil Code uses the principle of subjective rights-based civil liability in the form of compensation, whereas in Islamic law it includes the divine principle that is based on benefit in muamalah, where accountability is not only to humans, but also to Allah SWT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esterina Dwikusuma Ruru
"Dalam kehidupan manusia sehari-hari terkadang terjadi bentrokan kepentingan. Suatu perbuatan melawan hukum terjadi apabila bentrokan kepentingan tersebut merugikan pihak lain, sehingga pihak yang merugikan harus mempertanggungjawabkannya. Di Inonesia, perbuatan melawan hukum dalam hal perdata diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Sedangkan perbuatan melawan hukum dalam hukum Inggris yang dikenal dengan istilah. the law of tort diatur dalam bentuk yurisprudensi yang dilengkapi dengan undang-undang (act). Dengan adanya perbandingan hukum maka dapat di ketahui persamaan maupun perbedaan yang terdapat dalam berbagai sistem hukum yang ada di dunia ini termasuk lndonesia dan Inggris. Diharapkan dari hasil perbandingan tersebut, dapat diambil segi-segi hukum yang baik, agar berguna bagi pengembangan hukum selanjutnya. Sehubungan dengan hal itu, perlu juga untuk membandingkan mengenai perbuatan melawan hukum yang diatur dalam KUH Perdata dengan The Law of Tort dalam hukum Inggris, mengingat ketentuan atau pengaturan masalah perbuatan melawan hukum itu cukup penting dan luas. Perbandingan dengan ketentuan dalam hukum Inggris tersebut, yang menganut Sistem Common Law, dipandang perlu mengingat pengaruhnya yang cukup besar. Termasuk hukum dari negara-negara tetangga Indonesia, seperti Singapura dan Australia yang juga mempunyai kemiripan dengan hukum adat Indonesia, yang berkembang melalui kebiasan. Dengan demikian yang akan diperbandingkan antara perbuatan melawan hukum dalam KUH Perdata dengan the law of tort dalam hukum Inggris adalah mengenai pengertian, unsur-unsur serta bagaimana pertanggungjawabannya apabila dilakukan oleh orang yang dibawah tanggungan seseorang, atau terhadap barang yang berada dalam pengawasan, terhadap jiwa dan tubuh manusia maupun dalam hal penghinaan. Selain itu yang akan diperbandingkan adalah subyeknya baik individu maupun badan hukum serta bagaimana upaya pembelaannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20870
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valeri Allen Ghazian Soekarno
"Skripsi ini membahas bagaimana ketentuan perbuatan melawan hukum diterapkan apabila terdapat permasalahan mengenai pelanggaran hak atas tanah. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai jual-beli tanah dan bangunan secara lisan ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-undang Pokok Agraria. Kedua, pembahasan mengenai pengaturan daluarsa suatu gugatan yang ditinjau dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ketiga, pembahasan mengenai perbuatan melawan hukum dalam kasus Basilius Taroreh melawan Leonard A.J. Kaligis. Aspek perbuatan melawan hukum yang diteliti adalah apakah perbuatan yang dilakukan oleh Leonard A.J. Kaligis dalam hal menempati tanah dan bangunan milik Basilius Taroreh yang menyebabkan kerugian secara materiil dan immateril bagi Basilius Taroreh merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan yang diperoleh. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) jual-beli tanah tidak dapat dilakukan secara lisan berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria, dikarenakan jual-beli tanah harus dilakukan secara terang dan tunai, (2) gugatan Basilius Taroreh terhadap Leonard A.J. Kaligis tidak dapat dinyatakan sebagai suatu daluarsa, atas hal ini Leonard A.J. Kaligis juga tidak dapat untuk memperoleh hak milik secara daluarsa, (3) perbuatan Leonard A.J. Kaligis dalam menempati tanah dan bangunan milik Basilius Taroreh adalah suatu perbuatan melawan hukum, dimana perbuatan tersebut melanggar hak subjektif Basilius Taroreh sebagai pemilik sah atas tanah dan bangunan tersebut.

This thesis is discussing about how the unlawful act provisions will be applied in the event there are issues on breach of rights over land. This thesis will be focused on three issues. First, the explanation on orally sale and purchase of land and building pursuant to Indonesian Civil Code and Agrarian Law. Second, the explanation on expiration (daluarsa) of submitting a lawsuit pursuant to Indonesian Civil Code. Third, the explanation on unlawful act in the case of Basilius Taroreh against Leonard A.J. Kaligis. The unlawful act aspects which is observed i.e. whether the action conducted by Leonard A.J. Kaligis to stay in land and building owned by Basilius Taroreh that has caused material and immaterial losses incurred by Basilius Taroreh constitute as an unlawful act. This research is a normative juridical research, which some of the data are based on the related literatures. The result of this research states that (1) the sale and purchase of land may not be conducted orally pursuant to the Agrarian Law, due to the fact that sale and purchase of land should be conducted clear and in cash (terang dan tunai), (2) lawsuit by Basilius Taroreh to Leonard A.J. Kaligis can not be constituted as an expiration (daluarsa), in which Leonard A.J. Kaligis also cannot possess ownership rights by expiration (daluarsa), (3) the action of A.J. Kaligis which has stayed the land and building owned by Basilius Taroreh constitutes as the unlawful act, which such action has violated the subjective rights of Basilius Taroreh as the legal owner of such land and buildings.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56688
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I G. Nyoman Suartana
"ABSTRAK
Dalam skripsi ini, penulis membahas masalah ganti rugi karena perbuatan melanggar hukum secara umum, yang di atur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata BW. Masalah ganti rugi karena perbuatan melanggar hukum ini, menarik bagi penulis, karena kasusnya sering atau banyak kita jumpai di dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Sementara itu, terdapat kecenderungan, bahwa sebagian besar dari masyarakat kita, sering kali tidak menggunakan hak mereka untuk menuntut ganti rugi, manakala mereka merasa dirugikan, pada hal oleh hukum mereka dimungkinkan untuk menuntut ganti rugi ini. Kecenderungan ini, dapat disebabkan karena tingkat pendidikan msyarakat dan pengetahuan masyarakat masih relatif rendah, termasuk pengetahuan dibidang hukum, disamping juga karena rendahnya kesadaran hukum masyarakat, serta adanya rasa enggan dikalangan warga masyarakat untuk mengajukan persoalan atau perkara mereka ke muka Pengadilan. Untuk itulah penulis mencoba membahas masalah ganti rugi karena perbuatan melanggar hukum, yang pengaturannya terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam skripsi ini, penulis Juga membahas mengenai pengertian perbuatan melanggar hukum secara umum, beserta unsur—unsurnya dan hal-hal yang menghilangkan sifat melanggar hukum dari suatu perbuatan, dan guga membahas mengenai pengertian ganti rugi karena perbuatan melanggar hukum, bentuk ganti rugi serta mengenai wujud dan besar-kecilnya jumlah ganti rugi. Dan dalam bagian akhir penulis juga menguraikan tentang cara penyelesaian perselisihan apabila timbul masalah ganti rugi ini. B. Methode Research. Di dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal adanya dua macam methode research yaitu, library research metode penelitian kepustakaan dan field research metode penelitian lapangan. Untuk dapat melakukan penyusunan skripsi ini, penulis mempergunakan methode library research, Jadi bahan-bahan yang kami kumpulkan dalam usaha membahas masalah-raasalah pokok tersebut tadi, antara lain penulis peroleh dari Kepustakaan Ketentuan-ketentuan Undang-undang Gatatan-catatan kuliah Buku-buku yang ada hubungannya dengan materi sekripsi ini Keputusan-keputusan dari Badan-badan Peradilan, terutama dari Putusan Mahkamah Agung Terakhir kami mencoba menggunakan segala pengeta huan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. C. Hal-hal Yang Ditemukan Dalam Pembahasan Sekripsi Ini. 1. Mengenai masalah ganti rugi karena perbuatan melanggar hukum, ternyata Undang-undang tidak mengaturnya secara lengkap dan jelas, sehingga lebih, banyak penafsirannya atau perumusannya diserahkan pada Hakim melalui yurisprudensi, dan para sargana hukum melaui doctrine. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan-kesulitan bagi Hakim dalam menangani kasus-kasus gugatan ganti rugi karena suatu perbuatan melanggar hukum 2. Menurut doctrine maupun yurisprudensi, dimungkinkan adanya penggantian kerugian karena perbu atan melanggar hukum dalam wugud materiil atau vmgud uang terhadap kerugian yang bersifat imma teriil, seperti rasa sedih, mengalami gangguan mental, rasa malu dan lain-lainnya. Kamun kesulitannya adalah dalam menentukan jumlah ganti ruginya secara obyektif. D. Saran-saran. Di dalam usaha pembentukan hukum perdata yang bersifat Rasional, maka masalah-masalah ganti rugi karena suatu perbuatan melanggar hukum, baik itu mengenai pengertiannya, bentuk ganti ruginya, wujud ganti ruginya maupun besar kecilnya ganti rugi itu, hendaknya diberikan pengaturan yang jelas. Oleh karena masalah ganti rugi ini, memang sering kita hadapi dalam pergaulan hidup bermasyarakat, sebab dalam pergaulan hidup ini, kita tidak bisa luput dari kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roberta Taher
"ABSTRAK
(d). Roberta Taher, 057700016.B (e). Perbuatan Melanggar Hukum Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (f) Hal. VI + 144 ; Tahun 1981, Abstraksi, Lampiran (g). Bibliografi,9 (tahun 1958 - 1982) (h) . U.D.C (i) Walaupun manusia mempunyai naluri untuk hidup bersama dengan manusia lainnya, namun dalam kehidupan bermasyarakat ini, tiap-tiap anggota masyarakat masingmasing mempunyai kepenetingan yang berbeda dengan anggota masyarakat lainnya. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda ini, tanpa disadari dapat menimbulkan bentrokan-bentrokan antara kepentingan anggota masyarakat yang satu dengan yang lain atau perbuatan melanggar hukum. Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang melanggar hak orang lain, atau bertentangan dengan norma-norma kesusilaan, ataupun norma-norma pergaulan masyarakat yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian akibat dari perbuatan tersebut dapat berupa kerugian materiel dan kerugian immateriel. Akibat hukum dari orang .yang melanggar hukum yaitu orang tersebut wajib mengganti kerugian kepada orang yang dirugikan. Menurut yurisprudensi dan doktrin ada tiga macam ganti rugi akibat perbuatan melanggar hukum: uang, pengembalian keadaan semula, rehabilitasi. Kitab Undang-undang Hukum Perdata menggolongkan pertanggungan jawab atas perbuatan melanggar hukum dalam dua macam, yaitu pertanggungan jawab langsung dan tidak, langsung. Sebagai usaha untuk mencegah dan mengatasi agar anggota masyarakat jangan sampai melakukan perbuatan melanggar hukum, maka perlu memberikan pengertian kepada anggota masyarakat bahwa setiap hak selalu dilingkupi oleh suatu kewajiban untuk tidak menyalah gunakan hak 'baik hak anggota masyarakat itu sendiri maupun hak anggota masyarakat lainnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1982
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cindy Ika Putri
"Skripsi ini membahas mengenai kerugian immateril yang ditimbulkan akibat perbuatan melawan hukum. Penelitian ini adalah penelitisan yuridis normatif dengan menggunakan beberapa contoh putusan yang mana ganti kerugian immaterilnya ditolak dan diterima oleh pengadilan, penelitian ini akan memberikan gambaran terkait kerugian immateril yang bagaimana yang diterima atau ditolak. Setiap putusan dianalisis berdasarkan hukum positif, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgelijk Wetboek . Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai kerugian immateril itu sendiri dan bagaimana seharusnya tuntutan ganti rugi immateril dapat diterima atau ditolak.Kata Kunci: Perbuatan melawan hukum, ganti rugi, kerugian immateril.

This thesis is about immaterial loss as the impact of tort. The reasearch is a normative juridical research that uses qualitiative approach. The author uses few cases to represent the claim of immaterial loss that are accepted and rejected by the court. From this research, we will know how a claim of immaterial loss can be accepted or rejected. Each cases is analyzed based on Indonesian law especially Indonesian Civil Code Burgelijk Wetboek . The purpose of this research is to give a deep explanation about the immaterial loss itself and how a case with immaterial loss should be accepted or rejected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niniek Suparmi
Jakarta: Rineka Cipta, 1998
346.02 NIN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>