Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70355 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erika Rosalin
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
D. Sukardi
Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2005
346.046 SUK i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dila Romi Aprilia
"Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat sehingga menimbulkan kerusakan hutan yang salah satunya adalah illegal logging. Tindak pidana illegal logging sangat marak di Indonesia dan melibatkan banyak pelaku dan merupakan tindak pidana yang rapi dan terorganisasi. Hal mendasar yang menyebabkan sulitnyamemberantas illegal logging adalah karena illegal logging adalah termasuk kategori 'kejahatan terorganisasi'. Oleh karena itu adanya kebijakan hukum pidana yang tegas mengatur dan penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging perlu diwujudkan. Kebijakan hukum pidana yang diterapkan dalam rangka penanggulangan dan penegakan hukum tindak pidana illegal logging diatur dan dirumuskan dalam ketentuan perundang-undangan pasal 50 dan pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, namun mengenai definisi yang dimaksudkan dengan illegal logging tidak dirumuskan secara limitatif sehingga banyak para praktisi hukum yang menafsirkan illegal logging sendiri-sendiri. Mengenai ancaman pidana yang dikenakan adalah pidana pokok yakni penjara dan denda, pidana tambahan berupa perampasan hasil kejahatan dan atau alat-alat untuk melakukan kejahatan, ganti rugi serta sanksi tata tertib. Kebijakan hukum tindak pidana illegal logging dan penerapan sanksinya dirasakan tidak memenuhi aspek kepastian dan keadilan. Hal ini terlihat dalam kasus illegal logging yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Blora dan Bojonegoro. Oleh karenanya selain kebijakan hukum pidana dibutuhkan pula penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging yang dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Sistem Peradilan Pidana terdiri dari komponen antara lain kepolisian, PPNS kehutanan, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan. Dalam prakteknya proses penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging sangat lemah. Salah satu faktor lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging ditandai dengan penanganannya yang tidak integral (menyeluruh) karena pelaku intelektual yang berkaitan langsung seperti pemodal, pemesan, pengirim, pemalsu dokumen, sawmill yang berperan sebagai penghubung jarang sekali dipidana dan hanya orang-orang lapangan saja yang dipidana. Selain itu banyak faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging sehingga hal tersebut menjadi kendala dalam dalam penegakan hukum.

The wealth of forests is a gift and trust from God Almighty that is priceless. Therefore, forests must be managed and be best utilized by noble character as the embodiment of worship and gratitude to God Almighty. Forests are many benefits to the sustainability of human life and other living creatures. One benefit is the direct result of forest wood that has high economic value. Timber is harvested and then used by the community. Utilization of wood should be based on permission from the Ministry of Forestry. But in reality there are many violations committed by the community, causing damage to the forest, one of which is illegal logging. Crime is rampant illegal logging in Indonesia and involves many actors and a crime is neat and organized. The basic thing that it is difficult to eradicate illegal logging is due to illegal logging is categorized as "organized crime". Therefore the policy of strict criminal laws regulating and enforcing criminal laws against illegal logging needs to be realized. Criminal law policy adopted in the framework of prevention and criminal law enforcement of illegal logging is regulated and defined in the statutory provisions of article 50 and article 78 of Law No. 41 of 1999, but the definition is meant by illegal logging limitatif formulated not so much legal practitioners who interpret their own illegal logging. Regarding the penalty imposed is the principal criminal imprisonment and fines, an additional penalty of deprivation of proceeds of crime and the or tools to do the crime, compensation and discipline sanctions. Criminal law policy of illegal logging and the application of sanctions does not meet the perceived certainty and fairness aspects. This is seen in cases of illegal logging that occurred in the District Court jurisdiction Blora and Bojonegoro. Therefore in addition to criminal law policy also required law enforcement against illegal logging crimes committed through the criminal justice system. The Criminal Justice System consists of components such as police, investigators forestry, Attorney, Justice and Correctional Institutions. In practice the process of criminal law enforcement against illegal logging is very weak. One of the weak enforcement of laws against illegal logging crimes marked with handling that is not integral (holistic) as intellectual actors who are directly related to such investors, buyers, shippers, document forgers, which acts as a liaison sawmill rarely convicted, and only those field are convicted. In addition, many factors that led to weak law enforcement against illegal logging crimes so they are a constraint in law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29475
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Natsir
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rachmawati
"Masalah illegal logging adalah masalah yang yang harus dicermati dan diberi perhatian khusus. Selain dampaknya yang luar biasa terhadap lingkungan dan kehidupan manusia dalam jangka panjang, juga keterlibatan pelaku yang sangat banyak. Dampak kerusakan hutan yang terjadi akan menimbulkan kurang tertahannya resapan air tanah oleh pohon-pohon di kawasan hutan sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dampak lain juga terhadap habitat hutan yang apabila tidak sesuai dengan penggunaannya dapat penghilangkan spesies yang dilindungi. Jika ditinjau dari keterlibatan pelaku, maka yang berkontribusi dalam tindak pidana illegal logging sangatlah banyak, dari penduduk lokal yang menyediakan jasa pemotongan dan pembukaan lahan, penyedia jasa angkutan berupa truk dan kapal sampai indikasi keterlibatan aparat dalam mengeluarkan ijin. Hal itu membuat sulitnya memberantas tindak pidana illegal logging sampai keakar-akarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana hubungan antara penyidik Polri dan penyidik pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam tindak pidana illegal logging menurut peraturan perundang-undangan. Hal ini berkaitan dengan fungsi penyidik yang sangat penting dalam penanggulangan tindak pidana illegal logging. Adanya 2 (dua) aparat yang memiliki kewenangan yang sama dalam melakukan penyidikan membuat adanya kerancuan dalam hal tugas dan kewajiban siapakah untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana illegal logging. Kewenangan khusus yang telah diberikan undang-undang Kehutanan kepada penyidik PPNS ternyata tidak menjadikan penyidik PPNS berperan lebih daripada penyidik Polri. Dalam penanganan proses penyidikan illegal logging, penyidik Polri tetap mendapat porsi besar untuk melakukan penyidikan."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2007
S22419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nando Nicolas Shristian
"ABSTRAK
Maksud utama penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana seharusnya cara penerapan pasal yang akan disangkakan atau di dakwakan ketika ada perbuatan pidana di bidang kehutanan, apakah menggunakan delik di Undang-Undang Korupsi atau delik di Undang-Undang Kehutanan. Selain itu akan dianalisis apakah memang Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bersifat eksklusif mengingat adanya pasal 14 pada Undang-Undang tersebut atau sebenarnya pasal 14 sendiri tidak menghalangi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterapkan pada Kejahatan di bidang kehutanan yang merugikan keuangan negara. Proses penegakan hukum yang setengah hati menyebabkan hanya pelaku lapangan yang mendapat hukuman, sedangkan pemain kelas kakap dari bisnis illegal logging belum tersentuh oleh hukum. Dengan adanya aparat penegak hukum yang korup. Simbiosis antara korupsi dan illegal logging mengakibatkan kerugian negara tidak hanya dari aspek ekonomi, namun juga mencakup aspek-aspek yang lain seperti sosial dan lingkungan."
2011
T29254
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Utami
"ABSTRAK
Kawasan hutan merupakan sumber daya alam yang terbuka dan berfungsi sebagai
salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, sehingga setiap orang
mempunyai kesempatan dan akses yang besar untuk memanfaatkannya. Kondisi
ini memicu permasalahan dalam pengelolaan hutan. Tindak pidana illegal logging
sangat marak di Indonesia dan melibatkan banyak pelaku dan merupakan tindak
pidana yang terorganisasi. Hal mendasar yang menyebabkan sulitnya
memberantas illegal logging, karena illegal logging termasuk dalam kategori
kejahatan terorganisasi.
Para pelaku tindak pidana illegal logging akan berupaya agar kejahatan yang
dilakukannya tidak terdeteksi oleh aparat penegak hukum untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari aktifitas illegal
logging atau tindak pidana di bidang kehutanan lainnya, sedemikian rupa sehingga
harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.
Mengingat dampak tindak pidana illegal logging yang luar biasa, sangat
dibutuhkan terobosan atau cara-cara yang bersifat luar biasa (extra-ordinary) pula
guna memastikan dihentikannya aktifitas illegal logging, dijeratnya para pelaku
terutama aktor intelektual termasuk kooporasi yang terlibat dalam aktifitas illegal
tersebut, dan segala hasil yang diperoleh dari aktifitas illegal tersebut dapat disita
dan dirampas (recovery) untuk Negara. Dengan demikian, diharapkan adanya efek
jera terhadap pelaku aktifitas illegal logging atau tindak pidana di bidang
kehutanan lainnya. Salah satu bentuk terobosan dimaksud adalah dengan
memanfaatkan regulasi anti-pencucian uang.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan dengan metode
pengumpulan data studi kepustakaan.
Tesis ini akan menganalisis efektifitas dalam penerapan regulasi anti-pencucian
uang yang dimanfaatkan untuk menimbulkan efek jera pada setiap orang untuk
melakukan aktifitas illegal logging atau tindak pidana di bidang kehutanan
lainnya.
Tesis ini juga akan membahas permasalahan serta kendala-kendala yang dihadapi
serta upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memberantas illegal loging
dengan menggunakan pendekatan anti pencucian uang.

ABSTRACT
Forest area is a natural resources that is open and serves as one of the
determinants life support systems, so that everyone has the opportunity and great
access to use it. These conditions could cause many problems in the forest
management. The criminal act of illegal logging is very rampant in Indonesia,
involves many actors and is an organized criminal act. The basic point that is
difficult to combat illegal logging is because it is included in the category of
organized criminal act.
The perpetrators of illegal logging crime would be kept at a crime undetected by
law enforcement officials to conceal or disguise the origin of the wealth obtained
from illegal logging activity or criminal acts in the field of forestry, such that
these assets as if derived from legitimate activities.
Given the impact of illegal logging activities were outstanding, much-needed
breakthrough or ways that are extraordinary (extra-ordinary) also to ensure a halt
to illegal logging activities, especially dijeratnya actors including kooporasi
intellectual actors involved in the illegal activity , and all the results obtained from
the illegal activity can be seized and confiscated (recovery) for the State. Thus ,
the expected deterrent effect against perpetrators of illegal logging activity or
criminal acts in other forestry. One form is intended to exploit the breakthrough
anti - money laundering regulations .
This study used a normative method and the method of data collection library
research.
This thesis will analyze the effectiveness of the implementation of anti - money
laundering regulations are utilized to ensure a deterrent effect on any person to
conduct illegal logging activity or criminal acts in other forestry .
This thesis also looks at the problems and obstacles faced and the efforts to do in
order to combat illegal logging by using the anti-money laundering approach"
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilipaly, Nicholas A.
"ABSTRAK
Hukum tertulis berupa peraturan perundangan-undangan dibentuk oleh Pemerintah RI untuk menjamin kepentingan umum di sektor kehutanan berupa kewajiban hukum bagi setiap orang yang melakukan pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan negara sebagai sumber penerimaan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (keuangan publik). Apabila dalam pelaksanaannya, orang tersebut tidak melakukan kewajiban hukum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka orang tersebut telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum yang disebut illegal logging. Dampak ekonomi dari illegal logging adalah dapat merugikan keuangan publik. Konsepsi illegal logging belum dikenal dalam hukum tertulis di Indonesia. Untuk itu, teori mengenai cara-cara menafsirkan perundang-undangan digunakan untuk menafsirkan perbuatan illegal logging menurut substansi peraturan perundang-undangan yang khususnya mengatur aktivitas di sektor Kehutanan. Konsepsi hukum keuangan publik di Indonesia belum sesuai dengan konsepsi hukum dan lingkungan kuasa hukum yang berlaku pada umumnya sehingga dapat menimbulkan kerancuan hukum. Hal ini dapat dilihat pada konsepsi hukum mengenai keuangan negara menurut UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang membatasi lingkup keuangan negara hanya pada penerimaan keuangan oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan konsepsi hukum keuangan negara menurut UU khusus yakni UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa keuangan negara termasuk penerimaan negara dan penerimaan daerah (keuangan publik). ltu berarti dapat diinterpretasikan, bahwa semua bentuk penerimaan keuangan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah termasuk keuangan negara. Dengan demikian, apabila kita mengikuti konsepsi hukum keuangan negara menurut UU Keuangan Negara, maka segala bentuk penerimaan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang bersumber dan kewajiban hukum di sektor kehutanan termasuk ke dalam keuangan negara. Untuk itu, mengenai sanksi hukum keuangan publik kepada pelaku illegal logging dilakukan dengan menafsirkan asas dan kaidah hukum keuangan negara (Pemerintah Pusat) dan kerugian keuangan negara, serta keuangan daerah (Pemerintah Daerah) dan kerugian keuangan daerah yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia berupa peraturan perundangundangan yang berlaku. Dengan demikian, teori tentang berlakunya perundang-undangan digunakan untuk menafsirkan berlakunya sanksi hukum keuangan publik kepada pelaku illegal logging.

ABSTRAK
Written law in the form of legislations were formed by Indonesia Government to protect and guarantee public interest in forestry sector, thus it is an obligation for all parties which involve in using forest resource as source of income to follow the legislation since forest resource contribute to state and province income (public financial). Incompliance to the legislation in effect will result in sentence of illegal logging. The economic impact of illegal logging is public financial loss. Illegal logging concept is not known in Indonesia?s written law, therefore the theory on how to interpret legislation is used to interpret illegal logging action as define and specify in forestry sector legislation. The public finance law concept is not inline with generally practice law, therefore it might cause misinterpretation. This can be observe by referring to legislation No. 20 year 1997 regarding non tax state income which limit state finance to receivable from central government, whilst state finance law concept according to special legislation No. 17 year 2003 says that state finance receivable comes from both central government and province government. Thus it can be interpreted that all forms of finance received by central and province government are state receivable. Therefore if we follow state finance law concept according to state finance legislation, all finance receivable by central and province government that comes from forestry sector will be included in state finance. Thus the law sanction given to illegal logging doer is done by interpreting state finance law, state finance loss and province financial loss. Thus the elaborated theory on legislation that should be used to interpret state finance law to illegal lodger.
"
2007
T19603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Lily Evelina
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S22303
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
Bandung: Alumni, 2006
345.023 ADA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>