Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118279 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatia Jamilah
"Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi menyebabkan perluasan ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa. Hal ini menimbulkan dampak positif yaitu konsumen memiliki kebebasan yang terbuka lebar dalam memilih barang dan/atau jasa, selain itu ada juga dampak negatif yaitu konsumen menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha. Dengan lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diharapkan dapat lebih melindungi konsumen dari tindakan pelaku usaha yang merugikan. Berdasarkan hal tersebut timbul beberapa pertanyaan, “Apa perbedaan sengketa perlindungan konsumen dengan sengketa perdata?, Bagaimana beban pembuktian dan alat-alat bukti dalam perlindungan konsumen?, Bagaimana penerapan pembuktian dalam perkara antara Tn. Takasu Masaharu melwan PT coca-cola Indonesia CS dengan No. putusan 211/Pdt.G/2004/PN.Jkt.Sel.?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut telah dilakukan penelitian hukum normatif dengan alat pengumpulan data berupa wawancara dan studi dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dari penelitian yang dilakukan. Diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas, yaitu perbedaan sengketa perlindungan konsumen dengan sengketa perdata dapat dilihat dari segi subyek, obyek, beban pembuktian dan alat-alat bukti sengketanya. Pembuktian dalam perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksananya. Beban pembuktian dalam hukum perlindungan konsumen merupakan tanggung jawab pelaku usaha sebagaimana terdapat dalam Pasal 22 dan Pasal 28 Undang-undang Perlindungan Konsumen, sedangkan alat-alat bukti diatur dalam Pasal 21 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 350/MPP/Kep/12/2001 yang terdiri dari barang dan/atau jasa; keterangan para pihak yang bersengketa; keterangan saksi dan/atau saksi ahli; surat dan/atau dokumen serta bukti-bukti lain yang mendukung. Dalam penyelesaian sengketa perlindungan konsumen yang diterapkan adalah ketentuan hukum acara perdata, walaupun untuk hal pembuktian telah diatur secara khusus dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22168
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hariyanto
"Pangan adalah kebutuhan manusia yang paling hakiki yang harus dipenuhi setiap saat. Pangan yang dikonsumsi oleh manusia haruslah aman dan layak untuk dikonsumsi. Untuk menjamin keamanan dan kelayakan pangan, Pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan telah menerapkan sistem pengawasan pangan terhadap pangan olahan. Diharapkan dengan diterapkannya sistem tersebut, pangan yang dikonsumsi oleh konsumen di Indonesia terhindar dari bahaya terkontaminasi bahan-bahan berbahaya. Hak konsumen untuk mengkonsumsi pangan yang aman dan layak juga telah diatur oleh UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Apabila hak-hak tersebut dilanggar, UUPK telah mengatur mengenai penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha.
Upaya tersebut adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan melalui Pengadilan Negeri. Upaya penyelesaian sengketa konsumen melalui Pengadilan Negeri telah dipilih oleh Takasu Masaharu, Warga Negara Jepang yang tinggal dan bekerja di Indonesia yang mengaku mengalami keracunan akibat mengkonsumsi minuman Coca-Cola.
Takasu memutuskan untuk menggugat PT. Coca-Cola Cs. melalui Pengadilan Negeri karena upaya penyelesaian sengketa yang ditawarkan oleh PT. Coca-Cola Cs. dirasa tidak sebanding dengan kerugian yang dideritanya. Akan tetapi, gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menurut majelis hakim, Takasu dan kuasa hukumnya selaku Penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya.
Terlepas dari ditolaknya gugatan tersebut, dengan diterapkannya sistem pengawasan pangan dengan baik oleh Badan POM diharapkan tidak terjadi lagi kasus keracunan pangan yang dialami oleh konsumen sehingga hak-hak konsumen dalam UUPK dapat terpenuhi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S24533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumintang, Stanislaus Franciscus
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25143
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Misnar Syam
Depok: Rajawali Press, 2023
347.06 MIS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Sri Winarno
"Negara kita Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Hal ini sesuai dengan penjelasan UUD 1945. Dalam negara yang berdasarkan asas hukum dijunjung tinggi hak serta harkat dan martabat manusia. Karena tujuan dari hukum itu sendiri adalah untuk mencapai apa yang dinamakan keadilan. Untuk dapat mewujudkan rasa keadilan itu perlulah ditunjang bersama antara rakyat dan pemerintah untuk bahu-membahu menegakannya. demikian pula halnya yang terjadi didalam sengketa konsumen dan produsen antara para warga kompleks perumahan pondok maritim indah tahap III dengan PT Prima Citra Buana di Surabaya ini, membuktikan bahwa kesadaran akan hak-hak, kewajiban-kewajiban serta harkat dan martabat dari masyarakat Indonesia semakin tinggi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eryda Listyaningrum
"ABSTRAK
Aneka barang dan/atau jasa ditawarkan dengan hubungan timbal balik antara pelaku usaha dan konsumen. Hubungan ini tidak selamanya berjalan lancar, adakalanya antara konsumen dan pelaku usaha terjadi sengketa. Sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa. Upaya penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui 2 (dua) alternatif penyelesaian sengketa yaitu melalui proses di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan khususnya perkara perdata, dapat dilakukan atas dasar gugatan perbuatan melawan hukum dan gugatan wanprestasi. Hukum acara yang berlaku dalam pemeriksaan sengketa konsumen di pengadilan pada perkara perdata berlaku Hukum Acara Perdata pada umumnya, termasuk dalam hal pembuktian. Pembuktian selalu berkaitan dengan dengan alat-alat bukti yang digunakan dipersidangan. Alat-alat bukti dalam perkara perdata terdapat dalam Pasal 164 HIR yaitu bukti dengan surat, bukti dengan saksi, persangkaanpersangkaan, pengakuan, dan sumpah. Untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar sidang yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), terdapat alat bukti yang berbeda dari ketentuan Hukum Acara Perdata. Alat bukti pada penyelesaian sengketa konsumen di BPSK terdapat dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 350/MPP/ Kep/12/2001 yaitu barang dan/atau jasa, keterangan para pihak yang bersengketa, keterangan saksi dan/atau saksi ahli, surat dan/atau dokumen, dan bukti-bukti lain yang mendukung. Selain alat bukti tersebut di atas, seringkali di persidangan dihadirkan ahli untuk didengar keterangannya. Dalam sengketa konsumen, keterangan ahli membantu memberikan penjelasan kepada hakim atas perbuatan pelaku usaha yang dinilai perbuatan tersebut sulit diketahui umum. Mengingat keterangan ahli bukanlah sebagai alat bukti, segala keputusan tergantung kepada hakim untuk mempertimbangkan keterangan tersebut ataukah tidak. Namun, karena pada dasarnya keterangan ahli sangat berperan dalam proses pembuktian sengketa konsumen diharapkan hakim lebih bijak dalam menimbang keterangan ahli. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif.

ABSTRACT
Various goods and / or services offered by the mutual relations between business and consumers. This relationship does not always go smoothly, sometimes between the consumer and business disputes occur. Consumer disputes are disputes between the consumer business is demanding compensation for the damage, pollution and / or who suffer losses due to consumption of goods and / or utilize services. Consumer dispute resolution efforts can be pursued through 2 (two) alternative dispute resolution is through the process in court and outside court. Settlement of consumer disputes in the courts, especially civil cases, can be done on the basis of the law of tort actions and lawsuits against defaults. Procedural law applicable in the examination of consumer disputes in court on civil matters Civil Code applicable law in general, including in terms of proof. The proof is always in relation to the evidence used in a court. Evidence in civil cases is found in Article 164 HIR with a letter of evidence, evidence by witnesses, conjecture, suspicion, recognition, and the oath. For the settlement of consumer disputes out of court through the Consumer Dispute Settlement Board (BPSK), there is evidence that different from the provisions of Civil Code Law. The evidence on the settlement of consumer disputes in BPSK contained in the Decree of the Minister of Industry and Trade of the Republic of Indonesia Number: 350/MPP/Kep/12/2001 the goods and / or services, statements of the parties, witnesses and / or expert witness, a letter and / or documents and other evidence that supports. Besides the evidence mentioned above, often in the trial were presented expert testimony to be heard. In consumer disputes, expert help to explain to the judge for what is considered business works hard to identify the general. Given the expert is not as evidence, all depends on the judge's decision to consider such information or not. However, because the expert is basically a very important role in consumer dispute verification process is expected to judge more wisely in weighing expert. Research methods used in the writing of this thesis is a normative juridical research methods."
2010
S22644
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Alfianto
"Klausul pada karcis parkir, dimana tercantum kalimat "Pengelola paikir tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan atau kerusakan mobil atau motor serta barang yang ada didalamnya." Klausul tersebut merupakan klausula baku yang menyatakan pengalihan tanggung jawab, yang larangannya diatur di dalam Undangundang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 18 ayat (l) huruf a, yang menyatakan sebagai berikut; "Pelaku usaha dalam menawaikan barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/ atau peijanjian apabila : menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha". Pada klausul baku di dalam karcis paikir posisi konsumen sangat lemah karena konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan, yaitu jika konsumen membutuhkan silahkan ambil, atau jika keberatan tinggalkan saja (take it or leave it). Pelaku usaha perparkiran mendasarkan karcis paikir yang diberikan kepada konsumen pada Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran pasal 36 ayat (2), yang berbunyi : "Atas hilangnya kendaraan dan atau barang-barang yang berada didalam kendaraan atau rusaknya kendaraan selama berada di petak parkir, merupakan tanggung jawab pemakai tempat parkir." Pengelola parkir hanya sepotong-potong dalam menerapkan isi Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 tahun 1999, hanya pasal-pasal tertentu yang menguntungkan pihaknya, yang dicantumkan dalam karcis paikir. Di sisi lain pasal yang menjadi hak konsumen justru disembunyikan, yaitu yang terdapat di dalam Pasal 36 ayat (1), yang menyatakan jika kendaraan konsumen hilang dan atau rusak, berarti pengelola parkir telah gagal memberikan pelayanan yang sebaik-bainya dan menjaga keamanan lokasi parkir. Begitu juga dengan Pasal 36 ayat (3), yang memuat penyelenggara perparkiran dapat melakukan kerja sama dengan lembaga asuransi atas resiko kehilangan dan kerusakan kendaraan akibat kebakaran, dengan besarnya premi asuransi yang disetujui Gubernur Kepala Daerah. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Kota Bandung Nomor 66/Pts-BPSK/VII/2005 Tentang Arbitrase telah mengabulkan gugatan Penggugat yaitu Riwandi Kencana Mulja, agar Tergugat yaitu PT Securindo Packatama Indonesia, membayar ganti kerugian seharga motor Penggugat yang hilang di dalam areal paikir yang dikelola Tergugat, karena Tergugat telah melakukan kesalahan dalam mengelola perparkiran di Ruko Gedung Gajah, Jl. Dr. Sahaijo, Tebet, Jakarta Selatan yang mengakibatkan hilangnya kendaraan motor milik Penggugat. Dari putusan BPSK tersebut terlihat bahwa pihak pelaku usaha tidak bisa mengelak dari tanggung jawabnya untuk menjaga keamanan dan keselamatan dari pengguna jasa (konsumen) di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Ketentuan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 tahun 1999 tentang Perparkiran, menurut Majelis tidak mengurangi hak para pengguna jasa paikir untuk menuntut jika pihaknya dirugikan akibat adanya kelalaian dari pengelola paikir, yang tidak memberi jaminan keamanan yang memadai atas kendaraan para pemakai jasa parkir."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T36675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Aristo Marisi Adiputra
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22348
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>