Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138721 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ayu Deviana
"Penetapan eksekusi adalah suatu pernyataan dari Pengadilan Negeri agar suatu putusan dapat dilaksanakan. Penetapan eksekusi atas putusan Arbitrase yang telah berkekuatan hukum tetap menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai syarat konstitutif dimana terhadap putusan Arbitrase yang tidak dimintakan penetapan eksekusinya ke Pengadilan Negeri dapat menyebabkan putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Pengaturan tentang penetapan eksekusi terhadap putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terdapat di dalam pasal 46 ayat (1) dan (2). Pada pembahasan beberapa kasus, terlihat KPPU mempunyai anggapan bahwa penetapan eksekusi terhadap putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap mempunyai fungsi dan kedudukan yang sama seperti penetapan eksekusi pada putusan Arbitrase yakni mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai syarat konstitutif. Di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 sendiri pengaturan tentang pelaksanaan putusan KPPU tidak hanya terdapat dalam pasal 46 ayat (1) dan (2) saja tapi juga terdapat dalam pasal 44 ayat (4) dan (5), dimana terhadap Pelaku Usaha yang tidak melaksanakan isi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap maka akan diserahkan perkaranya kepada Penyidik dan dijadikan perkara pidana, jadi bukan dilakukan proses eksekusi secara perdata. Pada skripsi ini akan dibahas lebih dalam tentang bagaimana sebenarnya fungsi dan kedudukan dari penetapan eksekusi menurut ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yang merupakan landasan yuridis dari proses penegakan hukum Persaingan Usaha dan juga akan dibahas tentang hal-hal yang melatarbelakangi adanya proses pidana dalam hal putusan KPPU tidak dilaksanakan oleh Pelaku Usaha."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Sa`dun
"UU Antitrust yang mulai berkembang pada awal abad 19, terus mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Perkembangan juga terjadi dalam penetapan kebijakan dan implementasinya. Dalam hal ini, perkembangan tentang pelaksanaan hukum persaingan usaha berkaitan erat dengan kajian ekonomi tentang persaingan usaha. Perkembangan persaingan usaha menjadi menarik, jika dikaitkan dengan keputusan perkara persaingan usaha. Bagi Indonesia perkembangan pemahaman dan implementasi terhadap UU persaingan usaha menjadi sangat penting. Karena Indonesia tergolong sebagai negara yang masih muda dalam masalah persaingan usaha. Lahirnya Undang-Undang No. 5 tahun 1999 dan terbentuknya KPPU, telah membawa harapan besar terhadap pelaksanaan persaingan usaha yang sehat di Indonesia.
Disadari KPPU merupakan instrumen utama, sebagai ujung tombak dalam menjaga dan menegakkan praktek persaingan usaha yang sehat. Dalam hal ini kebijakan KPPU akan menjadi bagian penting dalam pengembangan usaha yang sehat di Indonesia. Oleh sebab itu penulis memandang bahwa kajian dari aspek ekonomi terhadap putusan KPPU menjadi amat penting, terutama untuk memberikan bobot putusan yang Iebih balk dan tepat di masa yang akan datang. Hal ini sekaligus untuk mengetahui sejauhmana perkembangan persaingan usaha di Indonesia.
Dari 31 Perkara yang diputuskan KPPU dalam periode 2000-2005 terdapat 13 Janis pelanggaran. Telaah dalam tesis dibatasi pada perkara yang berkaitan dengan tender dan posisi dominan. Dalam hal ini penulis melakukan analisis terhadap pendekatan yang digunakan KPPU dalam pengambilan putusan, serta alasan-alasan ekonominya. Hasilnya, KPPU telah mengunakan pendekatan pemikiran persaingan, meskipun diperlukan penjelasan Iebih lanjut terhadap alasan-alasan teoritis di dalamnya.
Dalam proses pembuktian terhadap perkara terkait, putusan KPPU Iebih didasarkan atas unsur-unsur utama dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan perkara tender dan posisi dominan. Sedangkan alasan-alasan dalam aspek ekonomi diperlukan penjelasan Iebih lanjut sebagai pengkayaan terhadap muatan putusan. Kiranya aspek penting tesis ini herbicara tentang upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiharto
"Keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga penegak atau pengawas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sangat diperlukan untuk dapat menjamin supaya pasar tidak terdistorsi, sehingga dapat mengoptimalkan peran pelaku-pelaku usaha untuk dapat membawa ke sistem ekonomi yang lebih baik. Struktur pasar yang menjurus ke arah monopoli akan menyebabkan terjadinya in-eflsiensi, kolusi politik yang tidak perlu, dan mengurangi kemanfaatan sumbersumber ekonomi bagi masyarakat luas. Dalam sistem hukum Indonesia, KPPU telah menempatkan diri sebagai bagian sistem peradilan yang berbentuk non pengadilan (sui generis) dalam memutus perkara-perkara persaingan usaha. KPPU membuka pintu selebar-lebarnya kepada seluruh masyarakat dan atau pelaku usaha untuk melaporkan dugaan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat untuk ditindaklanjuti. Kesimpulan yang didapat KPPU dari penyelidikan dan pemeriksaan dapat diberikan putusan dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan praktek yang menghambat persaingan usaha tersebut. Apabila ditemukan pelanggaran, KPPU berwenang menjatuhkan sanksi yang dibacakan dalam suatu sidang yang terbuka untuk umum. Terhadap pelaku usaha yang tidak melaksanakan putusan KPPU secara suka rela, KPPU dapat memaksakan pelaksanaan putusannya melalui pengadilan atau menyerahkan perkaranya kepada penyidik untuk diproses secara pidana. Pelaku usaha yang tidak menerima putusan KPPU dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri, namun demikian dari beberapa putusan yang telah dijatuhkan oleh KPPU dapat diterima oleh pelaku usaha."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
"Penelitian ini bertujuan untuk menjajaki kemungkinan mengenai penggunaan alat bukti tidak langsung (indirect evidence) dalam penanganan perkara persaingan usaha, khususnya perkara kartel di tengah kesulitan yang dialami oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapatkan alat bukti langsung. Aparat persaingan usaha di pelbagai belahan dunia mempunyai permasalahan yang relatif sama untuk mendapatkan alat bukti langsung pada saat menangani perkara kartel. Kesulitan mendapatkan alat bukti langsung menjadi persoalan yang global sifatnya dalam penanganan perkara kartel. Praktik kartel karena bersifat menghambat persaingan serta mengakibatkan kerugian terhadap sesama pelaku usaha dan konsumen, tidak dapat dibiarkan bergerak dengan leluasa dengan alasan ada keterbatasan alat bukti menurut undang-undang. Keterbatasan alat bukti yang terdapat dalam undang-undang tidak pada tempatnya untuk dijadikan alasan untuk tidak dapat memberantas kartel, alat bukti yang diatur dalam undang-undang perlu ditafsirkan lebih luas agar mampu mengatasi praktek kartel. Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan sebagai dasar bagi KPPU untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung (petunjuk atau persangkaan) adalah teori penemuan hukum. Menurut teori penemuan hukum hakim harus berusaha untuk menemukan hukum untuk menangani perkara tertentu walaupun undang-undang tidak mengatur atau undangundangnya tidak jelas. Hakim atau otoritas persaingan usaha perlu mencari dasar hukum penggunaan alat bukti tidak langsung sekalipun undang-undangnya tidak ada. Menolak menangani perkara dengan alasan undang-undang tidak mengaturnya dapat dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa tidak mengatur mengenai alat bukti tidak langsung. Upaya Komisi Persaingan Usaha untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel, walaupun tidak diatur dalam undang-undang, upaya Komisi Persaingan Usaha dalam berbagai perkara kartel dapat dibenarkan oleh hakim. Pengadilan mempunyai kesamaan bahasa dengan Komisi Persaingan Usaha mengenai upaya mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel yang tidak diatur dalam undang-undang. Perang terhadap kartel yang menimbulkan kerugian terhadap persaingan usaha yang sehat perlu ditangani dengan cara memperbolehkan penggunaan alat bukti tidak langsung, yaitu berupa alat bukti komunikasi dan alat bukti ekonomi. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang mempergunakan alat bukti tidak langsung ada yang ditolak oleh pengadilan, baik itu oleh Pengadilan Negeri maupun oleh Mahkamah Agung dan ada pula yang dibenarkan oleh pengadilan. Mahkamah Agung. Dari penelitian diperoleh data bahwa Pengadilan Negeri belum ada yang menerima penggunaan alat bukti tidak langsung, dengan alasan bahwa alat bukti tidak langsung tidak dikenal dalam hukum pembuktian di Indonesia. Pengakuan terhadap penggunaan alat bukti tidak langsung sebagai bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, baru dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung yang membenarkan alat bukti tidak langsung sebagai alat bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, menjadi dasar hukum bagi diperbolehkannya alat bukti tidak langsung sebagai dasar untuk menangani perkara kartel dan perkara persaingan usaha lainnya. Mahkamah Agung sudah membenarkan pengunaan alat bukti tidak langsung dalam hukum pembuktian di Indonesia.

This study aims to explore the possibility of the use of indirect evidence in processing business competition cases, in particular in cartel cases within the difficulties experienced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) to obtain direct evidence. Business competition authorities in various parts of the world have the same issues to obtain direct evidence when dealing with cartel cases. Difficulty in obtaining direct evidence became global issues in cartel case process. The practice of cartel, because it is hampering competition and result in losses to the other entrepreneurs and consumers, shall not be allowed to move freely because of the limitations of evidence pursuant to the legislation. The limitations of evidence contained in the legislation is not appropriate reason to not eradicate cartels, evidence set out in the legislation need to be interpreted more widely to be able to tackle cartels. In this study the theory used as a basis for the KPPU to use indirect evidence (hint or allegation) is the discovery of the theory of law. According to the theory of legal discovery, judges should strive to find a law to deal with a particular case even though the law does not regulate or it is unclear. Judge or competition authorities need to find a legal base of using indirect evidence even though the does not exist. Refusing to handle the case by reason of the law does not exist can be categorized as an action that is contrary to the law. Legislation in the United States, Japan and the European Union do not regulate the indirect evidence. Competition Commission's efforts to use indirect evidence in cartel case, although not regulated by law, can be justified by the judge. The court has the same vision with the Competition Commission regarding attempts to use indirect evidence in cartel case process which are not regulated by law. War against the cartels that cause harm to healthy competition need to be handled by allowing the use of indirect evidence, which is evidence in the form of communication and economic evidence. In Indonesia, the cartel case process that use indirect evidence is rejected by the court, either by the District Court or by the Supreme Court and only some are justified by the Supreme Court. From the study data showed that none of District Court accepted the use of indirect evidence, the reason is that indirect evidence was not known to the laws of evidence in Indonesia. Recognition of the use of indirect evidence as valid evidence in cartel case process, just recently justified by Supreme Court. Supreme Court decision justifying indirect evidence as valid evidence in cartel case process, become the legal basis for the permissibility of indirect evidence for dealing with cases of cartel and other business competition matters. The Supreme Court has confirmed the use of indirect evidence in evidentiary law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irna Irmalina
"Sebagai tanggapan terhadap tuntutan globalisasi terhadap tuntutan globalisasi dan dalam upaya menciptakan perekonomian yang efisien, pada tahun 1999 Indonesia memberlakukan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Lembaga independen yang berwenang menegakkan hukum persaingan usaha adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kajian ini bertujuan melakukan analisis terhadap fungsi dan kedudukan KPPU dalam upaya penegakan UU tersebut. Hasil analisis menyimpulkan bahwa (1) KPPU merupakan lembaga yang bersifat independen dan dapat dikategorikan sebagai organisasi "Quangos" (quasi autonomous non government organization) (2) KPPU menjalankan g=fungsi ganda (dual function) yakni fungsi eksekutif dan fungsi yudikatif (3) sinergi dan kerjsama antara KPPU dengan berbagai instansi terkait terutama instansi instansi yang menjalankan yudikatif belum berjalan dengan harmonis, dan (4) KPPU telah berupaya menegakkan filosofi pengaturan persaingan usaha yang sehat di Indonesia untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat (social wellfare)."
2006
JUKE-2-1-Agust2006-63
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Firos Gaffar
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T36178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzi Rais Lutfi
"Modernisasi perekonomian dewasa ini melahirkan fenomena-fenomena baru yang menyebabkan perubahan dalam menjalankan kegiatan perekonomian di Indonesia khususnya dalam persaingan usaha antara pelaku usaha pada ekonomi sektor tertentu. Hal ini secara tidak langsung menciptakan kondisi baru dalam menjalankan persaingan, dengan kehadiran e-commerce yang dapat menjadi tantangan dan juga hambatan terlebih bagi pelaku usaha tradisional dan umumnya bagi pelaku usaha lainnya. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga yang independen dalam menaungi persaingan usaha memiliki peran dalam memberikan advokasi kebijakan hukum bagi pelaku usaha guna menghadirkan persaingan yang terjadi berjalan secara kompetitif dan sehat sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Advokasi kebijakan hukum yang dilakukan oleh KPPU terhadap E-commerce maupun kepada pemerintah sampai saat ini masih dilakukan dalam mencapai kepastian serta kemanfaatan hukum bagi semua pelaku usaha. Kegiatan advokasi kebijakan terus dibahas dan diupayakan oleh KPPU untuk mencegah persaingan usaha tidak sehat dengan mengedepankan norma-norma keadilan, dan juga dibarengi dalam bentuk advokasi kebijakan kepada e-commerce dan pemerintah untuk menggapai keterbaruan regulasi persaingan usaha yang diharapkan. KPPU memiliki tanggung jawab dalam menjalankan tugas beserta wewenangnya untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang berkeadilan sehingga advokasi kebijakan KPPU menjadi penting untuk dapat mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

The modernization of the economy today gives birth to new phenomena that cause changes in carrying out economic activities in Indonesia, especially in business competition between business actors in certain economic sectors. This indirectly creates new conditions in carrying out competition, with the presence of e-commerce which can be a challenge and also an obstacle, especially for traditional business actors and generally for other business actors. The Business Competition Supervisory Commission (KPPU) as an independent institution in overseeing business competition has a role in providing legal policy advocacy for business actors in order to present competition that occurs in a competitive and healthy manner in accordance with the mandate of Law No. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices. and Unfair Business Competition. KPPU's legal policy advocacy for E-commerce as well as to the government is still being carried out in order to achieve legal certainty and benefit for all business actors. KPPU continues to discuss and pursue policy advocacy activities to prevent unfair business competition by prioritizing the norms of justice, and is also accompanied by policy advocacy to e-commerce and the government to achieve the expected up-to-date business competition regulations. KPPU has the responsibility in carrying out its duties and authorities to create a fair business competition climate so that KPPU's policy advocacy becomes important to prevent unfair business competition from occurring."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muharningsih Burhan
"Pada prinsipnya persaingan usaha adalah baik karena melalui persaingan usaha, efisiensi ekonomi secara keseluruhan akan meningkat. Perusahaan-perusahaan yang bersaing secara sehat, akan menghasilkan produk-produk dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, dan pelayanan yang lebih memuaskan. Pelaku usaha yang efisien akan selalu mencoba memaksimalkan keuntungan yang diraihnya. Keuntungan yang paling besar adalah apabila pelaku usaha dapat menguasai pasar.
Pada dasarnya hukum persaingan memperbolehkan penguasaan pasar dengan persyaratan penguasaan pasar tersebut diperoleh dan dipergunakan dengan cara persaingan usaha yang sehat. Dalam praktik monopoli, penguasaan pasar dipergunakan oleh pelaku usaha sebagai senjata untuk menyingkirkan pesaing potensial dari pasar relevan. Penguasaan pasar dipergunakan pula untuk menaikkan harga dan mengurangi basil produksi. Perolehan penguasaan pasar berkaitan dengan "perjanjian", "kegiatan usaha", maupun "posisi dominan" yang "pada dasarnya dilarang apabila mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat".
Parameter untuk menentukan adanya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dapat dilihat dari adanya hambatan masuk (barrier to entry). Sedangkan parameter adanya hambatan masuk dapat dilihat dari ada atau tidak adanya substitusi dan apakah tindakan pelaku usaha tersebut dapat mempengaruhi pasar, sedangkan parameter pangsa pasar hanya dijadikan sebagai indikator tentang adanya penguasaan pasar.
Selanjutnya pangsa pasar ini harus diselidiki apakah menghambat pelaku usaha lain untuk memasuki pasar dan apakah. pangsa pasar tersebut. mempengaruhi pasar. Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam menentukan kriteria penguasaan pasar menekankan pada "dilewati atau tidak dilewatinya batas pangsa pasar" dan "ada tidaknya hambatan masuk pasar (barrier to entry) bagi pelaku usaha lain yang berpotensi sebagai pesaing"."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>