Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24568 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Kumolosari
"Pemberian hak terhadap terpidana untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana adalah dijiwai dan dilandasi oleh semangat dan cita-cita untuk melindungi hak-hak terpidana sebagai warga negara dengan tujuan terciptanya proses hukum yang adil. Undang-undang membatasi pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa suatu proses hukum tidak boleh berlangsung tanpa berhingga dan tanpa kepastian. Dalam praktek di pengadilan telah dilakukan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali terhadap suatu putusan, yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung No. 4/PK/Pid/2000 dan No. 66/PK/Pid/2002. Selain itu, dalam praktek peradilan ternyata ada permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak lain selain terpidana, dan dilakukan bukan hanya terhadap putusan pemidanaan, melainkan juga terhadap putusan Praperadilan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang berhak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, apa yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali, serta apa yang menjadi legitimasi yuridis bagi Mahkamah Agung dalam melaksanakan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali. Skripsi ini menganalisa kedua putusan Peninjauan Kembali tersebut. Untuk masa yang akan datang ketentuan mengenai Peninjauan Kembali perlu diperjelas lagi sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda yang akan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum.;Pemberian hak terhadap terpidana untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana adalah dijiwai dan dilandasi oleh semangat dan cita-cita untuk melindungi hak-hak terpidana sebagai warga negara dengan tujuan terciptanya proses hukum yang adil. Undang-undang membatasi pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa suatu proses hukum tidak boleh berlangsung tanpa berhingga dan tanpa kepastian. Dalam praktek di pengadilan telah dilakukan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali terhadap suatu putusan, yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung No. 4/PK/Pid/2000 dan No. 66/PK/Pid/2002. Selain itu, dalam praktek peradilan ternyata ada permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak lain selain terpidana, dan dilakukan bukan hanya terhadap putusan pemidanaan, melainkan juga terhadap putusan Praperadilan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang berhak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, apa yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali, serta apa yang menjadi legitimasi yuridis bagi Mahkamah Agung dalam melaksanakan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali. Skripsi ini menganalisa kedua putusan Peninjauan Kembali tersebut. Untuk masa yang akan datang ketentuan mengenai Peninjauan Kembali perlu diperjelas lagi sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda yang akan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kusumawati
Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Distinctly the 1945 Constitution has given authority to perform judicial power to the รข€œSupreme Court", that is the authority to perform judiciary. The authority to perform judiciary in concrete reality, means expressing what the law is for the case presented to him. Reviewing (testing) the law in principle is also an action for expressing its law, because this action means determining whether a law is conitradictory to the Constitution or not"
340 KANUN 11:29 (2001)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syaugi Pratama
"ABSTRAK
Berdasarkan constitutional authority, pengujian perundang-undangan Indonesia dilakukan oleh dua lembaga yudisial. Terdapat perbedaan yang sangat menarik, pengujian peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung judicial review on the legality of regulation dilakukan dengan sidang pemeriksaan tertutup, sedangkan pengujian oleh Mahkamah Konstitusi judicial review on the constitusionality of law dilakukan dengan sidang pemeriksaan terbuka. Metode penelitian yang digunakan menggunakan metode yuridis normatif dengan menyertakan pendeketan perbandingan. Hasil penelitian ini menunjukan urgensi keterbukan sidang pemeriksaan hak uji materiil di Mahkamah Agung, baik dari segi perkembangan sejarah bahwa ketertutupan sidang pemeriksaan judicial review di Mahkamah Agung erat kaitannya usaha melanggengkan kekuasaan, dari segi permasalahan aktual dan karakteristik pengujian peraturan perundang-undang bukan seperti pengadilan biasa dapat disempurnakan dengan keterbukaan sidang pemeriksaan. Selain itu hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya pembaharuan melalui sidang pemeriksaan pendahuluan dan sidang pemeriksaan pokok perkara yang terbuka untuk umum memiliki relevansi terhadap perbaikan dan penguatan kualitas putusan. Oleh sebab itu pada bagian akhir penelitian dikemukakan suatu kesimpulan dan rekomendasi bahwa gagasan keterbukaan sidang pemeriksaan ini sangat konstitusional dan urgen untuk segera diterapkan dalam hak uji materiil di Mahkamah Agung. Caranya cukup melakukan perubahan terhadap undang-undang tentang Mahkamah Agung dengan mengatur dan memasukan materi sidang pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan pokok perkara berdasarkan alternatif pilihan yang dapat dipilih pembuat undang-undang.

ABSTRACT
Based on Constitutional Authority, Indonesia 39 s judicial review is conducted by two judicial institutions. There is a distinction to analyze, the judicial review by Supreme Court on the legality of regulation conducted with a closed hearing, while the judicial review on the constitutionality of law is conducted by a trial open hearing. This research uses juridical normative method with comparative approach. The results of this research show that there is an urgency for open judicial review hearing in the Supreme Court as seen from the historical aspect that closed judicial review in the Supreme Court is strongly connected to preserving power and the characteristic aspect that judicial review can be improved with open court proceedings. The research also shows that reform through introductory trial and public principal hearing is relevant to improvement of the quality of decisions. Therefore, it is concluded and recommended at the last part of the research that open judicial review hearing is constitutional and must be urgently implemented in the Supreme Court by making changes in the law about the Supreme Court and incorporating introductory trial and principal hearing based on alternative options that can be chosen by lawmakers."
Universitas Indonesia, 2018
T49399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harahap, Benjamin Cattra Augusta Sebastian
"Skripsi ini membahas mengenai Shell Company sebagai bentuk usaha baru dari badan hukum Perseroan Terbatas. Shell Company mempunyai kegiatan usaha sementara yaitu melakukan merger dengan Perseroan Terbatas lain dengan tujuan mendirikan perusahaan penerima penggabungan dengan status sebagai perusahaan terbuka. Melakukan merger dengan Shell Company memungkinkan Perseroan Terbatas untuk menjadi perusahaan terbuka tanpa harus melakukan penawaran umum di pasar modal. Biaya merger dengan dengan Shell Company yang relatif jauh lebih murah daripada penawaran umum merupakan daya tarik bagi Perseroan Terbatas. Melihat keuntungan dari pendirian Shell Company, pelaku usaha di Asia Tenggara memulai pendirian dari Shell Company. Studi kasus PT Tri Polyta Tbk. menunjukkan adanya persamaan ciri dan kegiatan Shell Company dengan perusahaan tersebut. Praktek Shell Company dapat memberikan keuntungan bagi negara dan masyarakat tergantung dari pengaturan hukumnya. Dikarenakan di Indonesia belum dikenal dan belum diatur mengenai Shell Company maka diperlukan sebuah studi mendalam mengenai Shell Company dan praktek usahanya.

This thesis discusses about Shell Company as a new business form of Limited Liability Company. Shell Company has a temporary business activity, which is to merge with other Limited Liability Company resulting to the establishment of a combined Public Company. Merging with Shell Company allows a Limited Liability Company to become a Public Company without having to do Initial Public Offering (IPO) in the stock market. The cost of merging with Shell Company, which is far cheaper compared to Initial Public Offering (IPO), is itself appealing to limited liability companies. Observing the benefit of establishing Shell Company, enterpreneurs in Southeast Asia start to establish Shell Company. The case study of PT Tri Polyta Tbk. brings forth the presence of similarities in the characteristics and activities between Shell Company and PT Tri Polyta Tbk. The practice of Shell Company can give benefits to the country and the society depending on its legal arrangements. Considering the absence of legal recognition and legal arrangements on Shell Company in Indonesia, in-depth study on Shell Company and its business practices is needed."
2014
S53522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Di dalam usianya yang ke-2, MK telah mengalami perkembangan yang naik turun. Hal ini dapat dilihat dari materi dan pertimbangan dalam putusan yang dikeluarkan oleh MK. Ada beberapa umpan plus yang menggembirakan tetapi ada pula minus yang mengkhawatirkan banyak pihak bahwa MK tidak lagi sebagai pengawal konstitusi. "
JUKE 4:2 (2005/2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Smith, Tara, 1961-
New York : Cambrigde University Press , 2015
347.012 SMI j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Smith, Tara, 1961-
"How should courts interpret the law? While all agree that courts must be objective, people differ sharply over what this demands in practice: fidelity to the text? To the will of the people? To certain moral ideals? In Judicial Review in an Objective Legal System, Tara Smith breaks through the false dichotomies inherent in dominant theories - various forms of originalism, living constitutionalism, and minimalism - to present a new approach to judicial review. She contends that we cannot assess judicial review in isolation from the larger enterprise of which it is a part. By providing careful clarification of both the function of the legal system as well as of objectivity itself, she produces a compelling, firmly grounded account of genuinely objective judicial review. Smith's innovative approach marks a welcome advance for anyone interested in legal objectivity and individual rights."
Cambridge: Cambridge University Press, 2015
e20521464
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal
"Paska amandemen konstitusi Indonesia, DPR periode 1999-2004 memiliki otoritas yang besar dalam proses penyusunan UU. Namun, UU yang dihasilkan DPR masih saja memunculkan kontroversi, ketidakpuasan, menuai protes dan berbagai bentuk resistensi lainnya dari masyarakat, seperti yang diperlihatkan dalam kasus UU Yayasan dan UU Penyiaran. UU Yayasan memunculkan ketidakpuasan di kalangan komunitas yang selama ini aktif dalam pengelolaan berbagai macam kegiatan dengan menggunakan instrumen organisasi berbentuk yayasan, seperti LSM, yayasan-yayasan pendidikan, dan sebagainya. Selain itu UU yang baru saja disahkan tersebut saat ini sedang dalam proses revisi. UU Penyiaran juga menuai ketidakpuasan, terutama dari para pengelola televisi swasta. Saat ini mereka sedang melakukan judicial review atas UU tersebut.
Ketika penyusunan sebuah UU, partisipasi publik merupakan aspek penting dalam proses penyusunan UU. Pembahasan tentang partisipasi publik berkaitan erat dengan relasi masyarakat dengan negara (sate-society relation) dalam pembentukan kebijakan yang akan dikeluarkan negara untuk mengatur warganya. Ada dua cara pandang untuk menjelaskan tentang partisipasi publik. Pertama, karena masyarakat sudah memberikan mandatnya kepada negara, mnka pembentukan kebijakan publik sepenuhnya diserahkan kepada negara. Peran atau partisipasi masyarakat hanya dibutuhkan pada saat memilih orang-orang yang akan menduduki berbagai jabatan di lembaga negara, misalnya melalui pemilihan umum. Kedua, sekalipun telah memberikan mandatnya kepada negara, masyarakat tetap memiliki hak untuk terlibat dalam pembentukan kebijakan yang akan dikeluarkan negara. Peran masyarakat, secara urnum, dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, negara menjamin tersedianya ruang-ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan. Kedua, negara bekerjasama dengan masyarakat dalam seluruh proses penyusunan kebijakan.
Dalam konteks penyusunan UU di DPR, ada dua hal yang akan menentukan hasil akhir dari RUU yang sedang dibahas, yaitu artikulasi berbagai kepentingan oleh DPR dan partisipasi masyarakat dalam penyusunan UU tersebut. DPR diberikan ruang-ruang untuk mengartikulasikan berbagai kepentingani itu. Bentuknya berupa hak yang diberikan kepada anggota DPR dalam berbagai rapat pembahasan RUU, seperti hak ikut serta, hak berbicara, dan hak dalam pengambilan keputusan. Di luar itu, DPR juga dapat membentuk berbagai ruang artikulasi informal, seperti lobi, yang keberadaannya tergantung pada kreatifitas mereka untuk membentuknya.
Masyarakat juga memiliki kesempatan untuk terlibat dalam penyusunan UU melalui berbagai ruang partisipasi yang tersedia. Dalam proses formal penyusunan UU, ruang partisipasi yang tersedia adalah Rapat Dengar Pendapat Umum dan sosialisasi RUU. Sementara itu, masyarakat memiliki kesempatan untuk membentuk berbagai ruang partisipasi informal, tergantung pada kemampuan mereka untuk melakukannya.
Mengacu pada pembahasan RUU Yayasan dan RUU Penyiaran, DPR belum optimal menggunakan ruang-ruang artikulasi yang tersedia. Rendahnya tingkat kehadiran dan keaktifan dalam Rapat Paripurna, Rapat Pansus, dan Raker, adalah indikator tidak digunakannya secara optimal ruang-ruang artikulasi yang tersedia. DPR juga tidak memiliki kreatifitas untuk membentuk ruang-ruang artikulasi informal. Dalam tataran informal ini, hanya lobi yang dijadikan sebagai ruang artikulasi andalan. Penggunaan ruang-ruang artikulasi yang tidak optimal ini tidak terlepas dari berbagai persoalan internal maupun eksternal yang dihadapi DPR, seperti jumlah anggota Pansus yang terlalu banyak dan bidang kerjanya yang terlalu luas, ketiadaan sanksi bagi anggota DPR yang tidak hadir dalam berbagai rapat pembahasan RUU, dukungan staf DPR yang tidak memadai, dominasi fraksi dalam setiap rapat pembahasan RUU, dan sebagainya.
Kecuali dalam kasus RUU Penyiaran, masyarakat juga belum optimal dalam menggunakan ruang-ruang partisipasi yang tersedia. Masyarakat tidak memiliki inisiatif untuk memanfaatkan ruang partispasi yang ada. Dan tidak kreatif untuk menciptakan berbagai bentuk ruang partisipasi informal. Pengetahuan yang tidak memadai tentang mekanisme penyusunan UU di DPR dan dinamika yang mengiringinya, penguasaan yang lemah terhadap substansi RUU dan bentuk-bentuk lobi, sedikitnya dana yang tersedia, selain juga ruang partisipasi di DPR yang sempit, adalah beberapa hal yang sering menghambat masyarakat untuk menggunakan ruang-ruang partisipasi secara optimal.
Sinergi dalam penggunaan ruang-ruang di atas antara DPR dan masyarakat juga tidak terjadi, kecuali dalam kasus RUU Penyiaran. Kesediaan untuk bermitra di antara mereka adalah hambatan paling besar dalam membangun sinergi ini.
Kondisi di atas tentu saja berdampak pada UU yang dihasilkan DPR. Penggunaan ruang artikulasi yang rendah menyebabkan pembahasan UU menjadi tidak matang, terbukti dengan direvisinya UU Yayasan, sekalipun UU tersebut tetap sah secara formal prosedural. Sedangkan tidak optimalnya penggunaan ruang partisipasi berakibat pada lemahnya legitimasi UU yang dihasilkan DPR yang seringkali berujung pada ketidakpuasan atau penolakan masyarakat terhadap UU tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>