Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160555 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Rachmawati
"Masalah illegal logging adalah masalah yang yang harus dicermati dan diberi perhatian khusus. Selain dampaknya yang luar biasa terhadap lingkungan dan kehidupan manusia dalam jangka panjang, juga keterlibatan pelaku yang sangat banyak. Dampak kerusakan hutan yang terjadi akan menimbulkan kurang tertahannya resapan air tanah oleh pohon-pohon di kawasan hutan sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dampak lain juga terhadap habitat hutan yang apabila tidak sesuai dengan penggunaannya dapat penghilangkan spesies yang dilindungi. Jika ditinjau dari keterlibatan pelaku, maka yang berkontribusi dalam tindak pidana illegal logging sangatlah banyak, dari penduduk lokal yang menyediakan jasa pemotongan dan pembukaan lahan, penyedia jasa angkutan berupa truk dan kapal sampai indikasi keterlibatan aparat dalam mengeluarkan ijin. Hal itu membuat sulitnya memberantas tindak pidana illegal logging sampai keakar-akarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana hubungan antara penyidik Polri dan penyidik pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam tindak pidana illegal logging menurut peraturan perundang-undangan. Hal ini berkaitan dengan fungsi penyidik yang sangat penting dalam penanggulangan tindak pidana illegal logging. Adanya 2 (dua) aparat yang memiliki kewenangan yang sama dalam melakukan penyidikan membuat adanya kerancuan dalam hal tugas dan kewajiban siapakah untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana illegal logging. Kewenangan khusus yang telah diberikan undang-undang Kehutanan kepada penyidik PPNS ternyata tidak menjadikan penyidik PPNS berperan lebih daripada penyidik Polri. Dalam penanganan proses penyidikan illegal logging, penyidik Polri tetap mendapat porsi besar untuk melakukan penyidikan."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2007
S22419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2005
S26053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heidi Melissa
"Kenaikan harga obat-obatan akibat melemahnya Rupiah terhadap dolar mengundang para sindikat pemalsu obat bergerilya untuk membuat produk palsu. Masalah obat palsu di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah tentang Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dan beberapa peraturan lain. Untuk menangani peredaran obat palsu di Indonesia, diperlukan keterlibatan pihak pemerintah seperti Departemen Kesehatan, Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan, Kepolisian, dan pihak-pihak lain yang bersangkutan. Dalam Undang-undang Kesehatan, guna melindungi masyarakat dan menegakkan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan obat, maka ditunjuk penyidik selain penyidik pada tindak pidana umumnya. Penyidik yang dimaksud adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen Kesehatan. Akan tetapi dengan timbulnya Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 yang diganti dengan Keputusan Presiden No. 105 Tahun 2001, maka Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan berubah menjadi Badan Pengawas Obat Dan Makanan, yaitu sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung di bawah Presiden dan tidak lagi menjadi bagian dari Departemen Kesehatan. Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pemalsuan obat masih banyak mengalami kesulitan, antara lain kedudukannya yang dianggap tidak memiliki dasar hukum. Masih banyaknya para pelaku pemalsuan obat yang tidak dihukum atau dipidana dengan hukuman yang sangat ringan, juga menjadi penyebab maraknya tindak pidana pemalsuan obat di Indonesia. Oleh karenanya, dalam skripsi ini mencoba membahas bagaimana tugas dan kewenangan pejabat Badan Pengawas Obat Dan Makanan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penyidikan tindak pidana pemalsuan obat, dengan contoh kasus tindak pidana pemalsuan obat yang dilakukan oleh terdakwa Doris Leman."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Utami
"ABSTRAK
Kawasan hutan merupakan sumber daya alam yang terbuka dan berfungsi sebagai
salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, sehingga setiap orang
mempunyai kesempatan dan akses yang besar untuk memanfaatkannya. Kondisi
ini memicu permasalahan dalam pengelolaan hutan. Tindak pidana illegal logging
sangat marak di Indonesia dan melibatkan banyak pelaku dan merupakan tindak
pidana yang terorganisasi. Hal mendasar yang menyebabkan sulitnya
memberantas illegal logging, karena illegal logging termasuk dalam kategori
kejahatan terorganisasi.
Para pelaku tindak pidana illegal logging akan berupaya agar kejahatan yang
dilakukannya tidak terdeteksi oleh aparat penegak hukum untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari aktifitas illegal
logging atau tindak pidana di bidang kehutanan lainnya, sedemikian rupa sehingga
harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.
Mengingat dampak tindak pidana illegal logging yang luar biasa, sangat
dibutuhkan terobosan atau cara-cara yang bersifat luar biasa (extra-ordinary) pula
guna memastikan dihentikannya aktifitas illegal logging, dijeratnya para pelaku
terutama aktor intelektual termasuk kooporasi yang terlibat dalam aktifitas illegal
tersebut, dan segala hasil yang diperoleh dari aktifitas illegal tersebut dapat disita
dan dirampas (recovery) untuk Negara. Dengan demikian, diharapkan adanya efek
jera terhadap pelaku aktifitas illegal logging atau tindak pidana di bidang
kehutanan lainnya. Salah satu bentuk terobosan dimaksud adalah dengan
memanfaatkan regulasi anti-pencucian uang.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan dengan metode
pengumpulan data studi kepustakaan.
Tesis ini akan menganalisis efektifitas dalam penerapan regulasi anti-pencucian
uang yang dimanfaatkan untuk menimbulkan efek jera pada setiap orang untuk
melakukan aktifitas illegal logging atau tindak pidana di bidang kehutanan
lainnya.
Tesis ini juga akan membahas permasalahan serta kendala-kendala yang dihadapi
serta upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memberantas illegal loging
dengan menggunakan pendekatan anti pencucian uang.

ABSTRACT
Forest area is a natural resources that is open and serves as one of the
determinants life support systems, so that everyone has the opportunity and great
access to use it. These conditions could cause many problems in the forest
management. The criminal act of illegal logging is very rampant in Indonesia,
involves many actors and is an organized criminal act. The basic point that is
difficult to combat illegal logging is because it is included in the category of
organized criminal act.
The perpetrators of illegal logging crime would be kept at a crime undetected by
law enforcement officials to conceal or disguise the origin of the wealth obtained
from illegal logging activity or criminal acts in the field of forestry, such that
these assets as if derived from legitimate activities.
Given the impact of illegal logging activities were outstanding, much-needed
breakthrough or ways that are extraordinary (extra-ordinary) also to ensure a halt
to illegal logging activities, especially dijeratnya actors including kooporasi
intellectual actors involved in the illegal activity , and all the results obtained from
the illegal activity can be seized and confiscated (recovery) for the State. Thus ,
the expected deterrent effect against perpetrators of illegal logging activity or
criminal acts in other forestry. One form is intended to exploit the breakthrough
anti - money laundering regulations .
This study used a normative method and the method of data collection library
research.
This thesis will analyze the effectiveness of the implementation of anti - money
laundering regulations are utilized to ensure a deterrent effect on any person to
conduct illegal logging activity or criminal acts in other forestry .
This thesis also looks at the problems and obstacles faced and the efforts to do in
order to combat illegal logging by using the anti-money laundering approach"
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2001
S22055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nando Nicolas Shristian
"ABSTRAK
Maksud utama penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana seharusnya cara penerapan pasal yang akan disangkakan atau di dakwakan ketika ada perbuatan pidana di bidang kehutanan, apakah menggunakan delik di Undang-Undang Korupsi atau delik di Undang-Undang Kehutanan. Selain itu akan dianalisis apakah memang Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bersifat eksklusif mengingat adanya pasal 14 pada Undang-Undang tersebut atau sebenarnya pasal 14 sendiri tidak menghalangi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterapkan pada Kejahatan di bidang kehutanan yang merugikan keuangan negara. Proses penegakan hukum yang setengah hati menyebabkan hanya pelaku lapangan yang mendapat hukuman, sedangkan pemain kelas kakap dari bisnis illegal logging belum tersentuh oleh hukum. Dengan adanya aparat penegak hukum yang korup. Simbiosis antara korupsi dan illegal logging mengakibatkan kerugian negara tidak hanya dari aspek ekonomi, namun juga mencakup aspek-aspek yang lain seperti sosial dan lingkungan."
2011
T29254
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erlin Yuliastuti
"Kekayaan alam berupa hutan merupakan karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang tak ternilai harganya. Oleh karenanya, hutan wajib diurus dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya berdasarkan akhlak mulia sebagai ibadah dan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hutan banyak manfaatnya bagi kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satu manfaat hutan secara langsung adalah menghasilkan kayu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Kayu tersebut ditebang dan kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan kayu tersebut harus berdasarkan ijin dari Departemen Kehutanan.
Namun pada kenyataannya, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat sehingga menimbulkan kerusakan hutan yang salah satunya adalah perdagangan kayu ilegal. Tindak pidana perdagangan kayu ilegal sangat marak diIndonesia dan melibatkan banyak pelaku dan merupakan tindak pidana yang rapi dan teroganisasi. Hal mendasar yang menyebabkan sulitnya memberantas perdagangan kayu ilegal adalah karena perdagangan kayu ilegal adalah termasuk kategori "kejahatan teroganisasi". Kegiatan ini melibatkan banyak pelaku yang teroganisasi dalam suatu jaringan yang sangat solid, luas rentang kendalinya, kuat dan mapan. Oleh karena itu penegakan hukum perlu diwujudkan melalui sistem peradilan pidana. Proses penegakan hukum di bidang kehutanan khususnya terhadap pelaku perdagangan kayu ilegal dilakukan melalui suatu sistem yang dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana (criminal justice system).
Sistem Peradilan Pidana terdiri dari komponen-komponen antara lain Kepolisian, PPNS Kehutanan, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah mengatur pengelolaan hutan dan basil hutan dengan tujuan agar hutan dapat dikelola secara proporsional dan tidak mengurangi nilai kegunaannya. Dalam praktek penanganan kasus perdagangan kayu ilegal, proses penegakan hukum terhadap perdagangan kayu ilegal sangat lemah. Salah satu faktor lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan kayu ilegal ditandai dengan penanganan tindak pidana perdagangan kayu ilegal yang tidak integral (menyeluruh) karena pelaku intelektual yang berkaitan langsung seperti pemodal, pemesan, pengirim, pemalsu dokumen, saw mill yang berperan sebagai penghubung jarang sekali dipidana dan hanya orang-orang lapangan Baja yang dipidana.
Selain itu banyak faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan kayu ilegal sehingga hal tersebut menjadi kendala dalam penegakan hukum. Dalam penegakan hukum diperlukan sinkronisasi dalam sistem hukum yaitu sinkronisasi substansial, sinkronisasi struktural dan sinkronisasi kultural. Sistem dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan jika semua sinkronisasi sistem hukum saling mendukung dan melengkapi. Dengan demikian penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan kayu ilegal dalam sistem peradilan pidana perlu didukung oleh sinkronisasi sistem hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fallissa Ananda Putri
"Kyoto Protocol merupakan instrument utama dalam mitigasi perubahan iklim dengan periode komitmen pengurangan emisi yang akan berakhir pada tahun 2012. Hingga saat ini, belum terdapat keputusan mengenai bentuk mitigasi perubahan iklim setelah berakhirnya periode komitmen pertama tersebut. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) merupakan konsep mitigasi perubahan iklim khusus kehutanan yang telah menjadi wacana sejak tahun 2005 dan berpotensi menjadi skema pengurangan emisi untuk periode komitmen kedua. Sebagai pemilik wilayah hutan yang relatif besar, Indonesia telah aktif dalam berbagai program REDD, dan pada tahun 2011 menandatangani letter of intent dengan Norwegia yang berujung pada moratorium hutan nasional. Sebagai skema yang belum baku dalam tataran hukum lingkungan internasional, Indonesia dan Norwegia tidak wajib untuk mengurangi emisi dalam bentuk REDD. Namun kegiatan moratorium hutan tetap dilaksanakan dan hal tersebut tidak menutup kemungkinan Indonesia dapat memiliki peran dalam negosiasi periode komitmen kedua.

Kyoto Protocol is the main instrument in the mitigation of climate change in the emissions reduction commitment period which ends in 2012. Up until today, there has not been any decision regarding the mitigation of climate change after the end of the first commitment period. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) is a concept of climate change mitigation that has the potential of becoming the emissions reduction scheme in the second commitment period. As the owner of a relatively large area of forest, Indonesia has been active in various programs of REDD, and in 2011 it has entered a letter of intent with Norway that resulted in the application of national forestry moratorium. As a scheme that has not been standardized in the scope of international environmental law, Indonesia and Norway do not have the obligation to reduce emissions through REDD. However, forestry moratorium is still conducted and such activity opens the possibility of Indonesia to have a big role in the negotiations of the second commitment period."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1325
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>