Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71379 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sumanti Disca Ferli
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22434
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eko Setyo Budi
"Berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik membawa perubahan paradigma beracara khususnya di Peradilan Tata Usaha Negara. Untuk menyelesaikan sengketa informasi publik, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengamanahkan pembentukan Komisi Informasi. Dalam tradisi hukum acara peradilan tata usaha negara komisi seperti ini seringkali disebut peradilan semu atau (quasi rechtspraak). Namun demikian tidak dengan Komisi Informasi, Komisi ini merupakan lembaga profesional yang mengevaluasi bagaimana seharusnya keterbukaan informasi itu diselenggarakan dalam suatu negara hukum. Pihak-pihak bersengketa di Komisi Informasi, yaitu Badan Publik dan Pengguna Informasi Publik, dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara apabila badan publiknya adalah Badan Publik Negara. Jika dalam tradisi peradilan tata usaha negara pejabat tata usaha negara senantiasa berkedudukan tergugat, maka dalam penyelesian sengketa informasi pubik di pengadilan, tradisi itu tidak berlaku lagi. Masing-masing dapat bertindak sebagai Penggugat atau Tergugat sesuai dengan kepentingan masing-masing. Komisi Informasi yang putusannya menjadi acuan untuk dinilai tidak termasuk sebagai pihak yang bersengketa. Terkait dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 160/G/2011/PTUN- JKT, dapat diambil kesimpulan bahwa Peradilan Tata Usaha Negara berwenang secara absolut untuk menyelesaiakan sengketa informasi publik. Namun demikian terdapat keterlanjuran proses peradilan yaitu mendudukan Komisi Informasi sebagai tergugat sehingga memungkinkan untuk dilakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.

The enactment of the Law Number 14 of 2008 on Public Information Disclosure, has brought a paradigm shift on the proceeding of courts, especially the State Administrative Court. In order to settle public information disputes, the Law Number 14 of 2008 on Public Information Disclosure mandated the establishment of the Information Commission. This commission is usually called quasi judicial body (quasi rechtspraak) in the State Administrative Court's Procedural Law, but not with this Commission. The Information Commission is a professional body which evaluates how the Public Information Disclosure should be held in a state law. If the Parties initially disputed in the Information Commission, i.e. the Public Body and the public information user, do not accept the verdict of the Information Commission, they may file lawsuit to the State Administrative Court as long as the public body is a statepublic body. If in the State Administrative Court's Procedural Law the state administrative officials always serves as a defendant, then in the settlement of public information dispute in court, the tradition does no longer apply. Each one can act as a Plaintiff or Defendant depending on their own interests. The Information Commission, which decision becomes a reference for assessment, is not considered as a disputing party. In relations to the Jakarta State Administrative Court Decision Number 160/G/2011/PTUN- JKT, it can be concluded that the State Administrative Courts has an absolute competentie to settle the public information disputes. However, there is an error in in the judicial process which put the Information Commission as defendant which allows cassation to be filed to the Supreme Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fifidiana
"Atas lelang yang telah dilaksanakan, tidak dapat dibatalkan oleh Kantor Lelang, hal ini ditegaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 304/KMK 01/2002 jo. No. 450/KMK 01/2002 yang berbunyi ?Pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan?. Permasalahan pokok adalah bagaimana kompetensi Badan Peradilan Umum dan Badan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan Risalah Lelang dan bagaimana kepastian hukum Risalah Lelang bilamana terdapat putusan badan Peradilan Umum dan Badan Peradilan Tata Usaha Negara yang saling bertentangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian eksploratoris serta rancangan penelitian case study desain untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dan terintegrasi yang terkait dengan kasus dalam putusan pengadilan yang diteliti dan didukung dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data dihimpun melalui studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus tersebut ternyata Risalah Lelang bukan merupakan penetapan pejabat Tata Usaha Negara melainkan Berita Acara hasil penjualan barang tereksekusi. Oleh karenanya Risalah Lelang bukan keputusan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dan bukan objek gugatan Tata Usaha Negara melainkan masuk dalam lingkup kewenangan Badan Peradilan Umum. Apabila terdapat putusan badan Peradilan Umum dan Badan Peradilan Tata Usaha Negara yang saling bertentangan mengenai pembatalan Risalah Lelang maka demi terwujudnya kepastian hukum para pihak dapat memohon fatwa kepada Mahkamah Agung.

Upon the auction that has been executed, it shall not be cancelled by The Auction Office, this is firmly stated ini the Gecree of Finance Minister Number 304/KMK 01/2002 in connection with Number 450/KMK 01/2002, sound that ?Any Auction has been executed in compliance with the prevailing provision could not be canceled?. The primary issue is how the competency of Public Judicial Board and State Administration Judicial Board in canceling the Minutes of Auction, and how the law conviction of the minutes of auction whenever there is adjudication of the Public Judicial Board and State Administration Judicial Board in which they are contrary each other.
The research method adopted herein shall be library research with the research type of exploratory using the design research of case study design in order to obtain the information entirely, integrated in connection with the researched court adjudication, and supported by the primary, secondary and tertiary law materials. The data are collected by documentation study.
The research outcome transpires that in fact on such case the Minutes of Auction is not a determination of the an Official of the State Administration but as a Minutes of Sales outcome of executed property. Therefore the Minutes of Auction is not the adjudication of the Board/Officials of the State Administration and not an accusation object of the State administration but rather than include in the authority of Public Judicial Board. In the event of occurring any adjudication of Public Judicial Board and State Administration Judicial Board concerning canceling the Minutes of Auction, in which they are contrary each other, therefore in the interest of law conviction the parties could request a binding ruling to The Supreme Court."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25244
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mifta Idianita
"Untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, Pemerintah pada bulan Maret 2006 telah mensahkan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pada UU Peradilan Agama yang baru terjadi perluasan kewenangan seperti diatur dalam pasal 49, semula Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : perkawinan; kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; wakaf dan shadaqah diperluas termasuk ekonomi syariah dan khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga dalam bidang pidana. Dalam bidang perekonomian syariah, termasuk Perbankan Syariah Pemerintah telah mensahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Tidak hanya untuk mereka yang beragama Islam (Muslim) tetapi juga terbuka untuk yang beragama selain Islam (non-Muslim). Perbankan Syariah mempunyai dua kegiatan utama yaitu penghimpunan dana dan penyaluran dana (pembiayaan). Dalam kegiatan pembiayaan, walaupun telah dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah tetap dapat menimbulkan perselisihan hingga sengketa yang harus diselesaikan melalui pengadilan. UU Perbankan Syariah telah mengatur penyelesaian sengketa pada pasal 55, tetapi pada kenyataannya masih terjadi perbedaan pendapat tentang lembaga/pengadilan yang berwenang menyelesaikannya.

To fulfill the need of law for Indonesia society who is predominant Muslims, the government on March 2006 ratified The Law No. 3 of The Regarding the Amandement to Law No. 7 of the 1989 concerning The Religious Judicature. The current law of the Religious Judicature is accomodating the extension of the power as arranged on article No. 49. Previously the Religious Judicature wa responsible for and charge of investigation, made a decision and settled the cases of the first stage among Muslims such as : marriages, matters pertaining to inheritances, wills and bequetsts executed under the islamic law, but now property donated for religious or community use alms are expanded including sharia economy and particulary in the province of Naggroe Aceh Darussalam the criminal cases are also covered. In economy sharia including Sharia Banking, the government ratified the Law No. 21 of the 2008 regarding Sharia Banking.. Not only does it serve for Muslim but also for No-Muslims. Sharia Banking has two main activities, namely, raising the capitals and allocating the capitals (financing). Although the allocating capitals are executed based on sharia principles, there is likely disagreement to occur so that the dispute shall be settled in a court. The law of Sharia Banking has regulated to deal with dispute on article No. 55, but in fact, the differences still occur regarding the institution or court which hav authority to settle the dispute."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [2009;2009, 2009]
S22562
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mutia Jawaz Muslim
"ABSTRAK
Penelitian ini berangkat dari permasalahan ketidakjelasan dari konsep Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagai pengecualian kompetensi absolut dimana dalam praktiknya menimbulkan kebingungan bagi penegak hukum dan masyarakat sehingga sering memunculkan persinggungan yuridiksi mengadili antara Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Penelitian ini memiliki rumusan masalah tentang bagaimanakah konsep dari Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan Perbuatan Hukum Perdata dan problematika apakah yang ditimbulkan di Peradilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, komparatif, dan kasus dalam penelitian ini, ditemukan bahwa konsep dari Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata adalah tindakan pemerintah yang dilakukan berdasarkan hukum publik untuk mengantarkan pemerintah dalam melakukan hubungan perdata sehingga dianggap melebur ke dalam tindakan perdata. Dengan demikian dapat dilihat bahwa ternyata masih ada sengketa administrasi diselesaikan di Pengadilan Negeri. Untuk itu ke depan, tidak ada lagi sengketa administrasi yang diperiksa dan di adili di Pengadilan Negeri dan seiring dengan perkembangan masyarakat dan peraturan perundang-undangan perlu dilakukan restrukturisasi kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara melalui revisi Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara demi mewujudkan sistem peradilan yang terintegrasi, sederhana, cepat, dan biaya ringan.

ABSTRACT
This research departs from the obscurity problem of the concept of State Administrative Decision which is a civil law action regulated in article 2 letter a of Law Number 5 of 1986 concerning State Administrative Courts as competent competencies, while in practice, in accordance with the demands of law enforcement and the community often raises jurisdiction over trial between the State Administrative Court and the General Courts. This research has a problem statement about the decision of the concept of State Administration which is the Act of Civil Law and what problems are caused in the State Administrative Court. Based on the normative juridical research method using invitational, comparative, and case studies in this study, it was found in the concept of State Administrative Decision which is a civil law action that is a government action carried out based on community law to deliver the government in making relations merging into action civil. Thus it can be seen that it turns out that there are still administrations that are settled in the District Court. For that going forward, there will be no more administrative disputes needed and tried in the District Court and in accordance with the development of the community and the necessary regulations will be carried out restructuring the absolute coordination of the State Administrative Court through the revision of the State Administrative Court Law to create a justice system integrated, simple, fast and light.
"
2019
T52014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandiangan, Natalia
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S21900
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Raziv Barokah
"Pergeseran kompetensi absolut dari peradilan umum (PN) ke peradilan tata usaha negara (PTUN) dalam mengadili gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad/OOD) secara tiba-tiba berdasarkan Perma 2/2019 memunculkan 2 (dua) persoalan utama yakni perbedaan parameter penilai tindakan pemerintah dari segi hukum perdata dengan hukum administrasi negara dan pengurangan jangka waktu mengajukan gugatan dari 30 (tiga puluh) tahun menjadi 90 (sembilan puluh) hari. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menyimpulkan terdapat perbedaan parameter penilai Gugatan OOD di PN dan PTUN, dimana PN menggunakan 4 parameter alternatif berupa pertentangan dengan 1) peraturan perundang-undangan; 2) hak subjektif; 3) kesusilaan; atau 4) kepatutan, sedangkan PTUN menggunakan 5 parameter alternatif berupa 1) peraturan; 2) AUPB; 3) kewenangan; 4) prosedur; atau 5) substansi. Idealnya, PTUN menyerap parameter PN mengenai bersifat melawan hukum agar tolak ukur pengujian di PTUN mencakup hukum tidak tertulis. Jangka waktu pengajuan Gugatan OOD ke PTUN terbatas 90 (sembilan puluh) hari sejak tindakan tersebut dilakukan dan diketahui, konsep ini tidak memberikan perlindungan hukum yang tepat bagi warga masyarakat. Idealnya, Gugatan OOD dapat diajukan kapanpun sejak muncul kerugian nyata atau kerugian potensial yang sangat dekat bagi warga masyarakat.

The absolute competency-shifting in adjudicating a lawsuits against the law by authorities from the general court to the state administration court suddenly based on Supreme Court Regulation No. 2/2019 raises 2 (two) issues regarding differences in the parameters of evaluating government actions in terms of civil law with state administration law and a significant reduction in the time period for filing a lawsuit from 30 (thirty) years to 90 (ninety) days. This research takes the form of a normative juridical approach to the rule of law. This study concludes there are differences in the parameters of the OOD Claims between general and administrative court. PN uses 4 alternative parameters in the form of conflict against 1) law regulation; 2) other people subjective rights; 3) morality; or 4) propiety. Administrative court uses 5 alternative parameters in the form of 1) statutory regulations; 2) General Principle of Good Governance; 3) authority; 4) procedure; or 5) substance. Ideally, the Administrative Court absorbs parameter from the general court. The time period for filing an OOD Lawsuit to administrative court is limited to 90 (ninety) days from the time the action was taken and it is known, this concept does not provide proper legal protection for community members. Since the Administrative Lawsuit and the OOD Lawsuit have different loss characteristics, ideally, the expiration date of the OOD Lawsuit can be filed at any time since a real loss or potential loss is very close to the community members. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrul Wahyanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S25378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>